PANDUAN KEGIATAN
PENGEMBANGAN PRIORITAS
5 AREA KLINIK
( CLINICAL PATHWAY )
RUMKIT TK II dr. SOEPRAOEN
DAFTAR ISI
BAB
halaman
DAFTAR ISI
i
I. DEFINISI
A. DEFINISI CLINICAL PATHWAY
1
B. TUJUAN KEGIATAN
2
C. PRINSIP MENYUSUN CLINICAL PATHWAY
3
II. RUANG LINGKUP
A. TINJAUAN KLINIS PENETAPAN 5 AREA PRIORITAS
6
B. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DALAM KEGIATAN
14
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
15
III. TATALAKSANA
A. TABEL KEGIATAN PEMANTAUAN 5 AREA KLINIS
16
B. PENCATATAN
16
C. EVALUASI DAN PELAPORAN
17
IV. DOKUMENTASI
A. TUJUAN DOKUMENTASI
18
B. SISTEM PELAPORAN
18
C. SOSIALISASI
19
D. INDIKASI KEBERHASILAN
19
E. MONITORING, AUDIT, REVIEW
20
V. PENUTUP
21
BAB I
DEFINISI
A. DEFINISI CLINICAL PATHWAY
Clinical Pathway (CP) adalah suatu konsep perencanaan pela
yanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada
pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan
yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu
tertentu selama di rumah sakit.
Clinical Pathway adalah
alat
untuk
melaksanakanpelayanan
Clinical
Pathway
adalah
untuk
lebih
Kesimpulan :
Clinical Pathway adalah suatu alur proses kegiatan pelayanan
pasien yang spesifik untuk suatu penyakit atau tindakan tertentu, mulai
dari pasien masuk rawat inap sampai pasien pulang yang merupakan
integrasi dari pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan
farmasi dan pelayanan kesehatan lainnya.
Tanpa Clinical Pathway, maka sistem INA-CBG tidak akan berjalan
sesuai dengan yang diinginkan.
Pedoman
ini
dapat
dimanfaatkan
sebagai
dasar
untuk
tindakan
yang
berlebihan,
yang
akhirnya
akan
B. TUJUAN KEGIATAN
Penyelenggaraan Clinical Pathway bertujuan untuk melaksanakan
perubahan medical technology dalam pelayanan medis yang berdampak
pada
penghematan
biaya,
mengurangi
variasi
pelayanan,
dan
standar
yang
diharapkan
mengenai
lama
kepuasan
pasien
melalui
peningkatan
dengan
key
players
bersama
dengan
pelanggan
yang
ada dan
memperkuat
alasan
mengapa
4. Studi literatur.
Studi literatur diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis
yang perlu dijawab dalam pengambilan keputusan klinis dan
untuk menilai tingkat dan kekuatan bukti ilmiah. Studi ini
sebaiknya menghasilkan laporan dan rekomendasi tertulis.
5. Diskusi kelompok terarah.
Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion
( FGD )
dilakukan
( internal
dan
kemampuan
untuk
mengenal
kebutuhan
) dan
menyesuaikan
eksternal
Rumah
Sakit
dalam
memenuhi
pelanggan
dengan
kebutuhan
terarah
juga
perlu
dilakukan
untuk
memberi
dan
kepuasan
pelanggan
serta
pengukuran
dan
pengecekan.
6. Penyusunan Pedoman Klinik.
Penyusunan
Pedoman
mempertimbangkan
hasil
Klinik
site
visit,
dilakukan
hasil
studi
dengan
literatur
ini
perlu
disusun
dalam
bentuk
alur
analisis
bauran
kasus
dilakukan
untuk
ukuran-ukuran
tubuh
dan
proses antara
mobilitas, tingkat
paru,
( wellness indicator ).
dan
lain :
pengukuran
kesadaran, temperatur,
skala kesehatan
pasien
dokumen
cllinical
pathway
perlu
bahwa
penyusunan
dokumentasi
ini
perlu
diikuti
dengan
pelatihan
kepada
para
staf
untuk
analisis
digunakan
untuk : mengidentifikasi
variasi
dan
mengidentifikasi
aspek-aspek
yang
dapat
sehingga
biaya
yang
dikeluarkanpun
dapat
disesuaikan
dengan
perawatan
yang
diterima
serta
hasil
yang diharapkan.
Adanya clinical pathway juga dapat membantu dokter saat
melakukan perawatan. Rincian tahap-tahap perawatan pasien
yang tertera dalam lembar clinical pathway dapat menjadi
panduan dokter saat bekerja. Memang banyak cara untuk
menangani
sesuatu,
tetapi
bila
sering
BAB II
RUANG LINGKUP
A. TINJAUAN KLINIS PENETAPAN 5 AREA PRIORITAS.
Yang merupakan kegiatan pokok dalam lima Area
Kllinis Prioritas
kasus
Standar
klinik
ialah pemantauan
yang
Pelayanan
berpedoman
Medis
terhadap
pada
(SPM)
dan
kasus-
penerapan
Standar
Clinical
Pathway (CPW).
Kasus
Alasan dan
Implikasi
( latar
belakang
masalah )
AMI
merupakan penyebab kematian pertama sampai saat ini. Pada tahun 2004
diperkirakan 17,1 juta orang meninggal karena AMI, angka ini merupakan
29 % dari penyebab kematian global. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007 kematian akibat AMI sebesar 9,3 % dan akibat Stroke
sebesar 26,9 % dan apabila keduanya digabung sebagai penyakit
Kardiovaskular, maka tetap sebagi penyebab kematian utama di Indonesia
sebesar 36,2 %.
CPW
Ada (terlampir)
SPM / SOP
Ada (terlampir)
PPK
Ada (terlampir)
Evidence
base (data
dasar)
1. WHO : 2004, terdapat kematian akibat AMI 17,1 juta orang di Dunia
2. RISKESDAS : 2007, terdapat kematian akibat AMI sekitar 9,3 % d
i
Indonesia
3. IGD RS dr. Soepraoen 2013 terdapat 186 penderita
AMI datang berobat.
Ukuran Kinerja
Klinis
2.
THT - Tonsilektomi
SPM/SOP
Ada (terlampir)
CPW
Ada (terlampir)
Kasus
PPK
Evidence (data
dasar) dan
9
Alasan
Implikasi (latar
belakang
masalah)
DHF
Dengue Haemorragic Fever )
Ada((terlampir)
Ukuran Kinerja
Klinis
Sumber
dan
Surabaya, dengan
48 penderita
dan dengan
angka kematian
(CFR) sebesar
Penatalaksanaan
Tonsilektomi
sesuai
guideline
41,3%. Dewasa ini DBD telah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia (
Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis Dit PPBB -Ditjen PP dan PL
Index.php buk.depkes.go.id HTA
Kementerian Kesehatan RI ).
Indonesia_TonsilektomipadaAnakdanDewasa.
WHO melaporkan lebih dari 2,5 milyar orang dari 2/5 populasi dunia saat
ini beresiko terinveksi virus dengue.
CPW
Ada (terlampir)
SPM / SOP
Ada (terlampir)
PPK
Ada (terlampir)
Evidence (data
dasar)
Klinis
10
Kasus
Appendectomy
b. Tatalaksana
terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana
DBD.
adalah
Alasan dan
Appendisitis
peradangan
dari
appendiks
vermiformis
dan
Implikasi (latar
merupakan penyebab
abdomen
akut yang
paling
sering.
ini dapat
1) Cairan
intravena:
Ringer
laktat
atauPenyakit
ringer asetat
belakang
mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan tetapi lebih
4-6
jam/kolf;
masalah)
sering menyerang
laki-laki
berusia
antarapada
10 sampai
30 tahun.
koloid
/ plasma
ekspander
DBD stadium
III dan IV bil
appendisitis dilakukan dengan appendectomy yaitu
aPenatalaksanaan
diperlukan.
suatu tindakan2)
pembedahan
dengan mengangkat
appendiks.
Hal ini harus
Transfusi trombosit
dan komponen
darah (optional).
segera dilakukan
tindakan bedah
karena pada
setiap DBD
keterlambatanakan
3) Pertimbangan
heparinisasi
stadium III
berakibat
meningkatkan
dan
IV dengan
morbiditas
dan
mortalitas,
yaitu dapat
menyebabkan koagulasi
terjadinyaintravaskular
perforasi atau
ruptur pada
diseminata
(KID). dinding appendiks.
Bedah appendiks
memiliki dampak
yang dapat membahayakan bagi
4) juga
Kortikosteroid
(optional).
pasien pasca operasi
khususnya
pada appendisitis yang sudah perforasi
5) Antibiotik
bila diperlukan.
dan menyebabkan sepsis rongga abdomen. Pada appendisitis yang sudah
perforasi dapat menimbulkan komplikasi infeksi luka operasi, bocornya
4.
Bedah
(leakage)
jahitan appendiks dan kematian karena sepsinya yang berat.
Namun
demikian,
bahaya
tersebut
dapat
dicegah
dengan
Ada (terlampir)
SPM / SOP
Ada (terlampir)
PPK
Ada (terlampir)
11
Evidence (data
dasar)
Kasus
Katarak.menurun secara bermakna yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi
Alasan
dan
Implikasi (latar
belakang
Daya Manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktivitas serta membutuhkan biaya
meningkat pada
untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta.Dunia diperkirakan menghabiskan dana US$25 miliar
pubertas dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an.
setiap tahun untuk masalah itu. Sedangkan sebanyak 3 juta orang buta di Indonesia memerlukan dana
Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa
rehabilitasi dan pendidikan sekitar US$1,5-2 miliar setahun. Data dari Departemen Kesehatan 1982
masa-
ditemukan, buta satu mata sebanyak 2,1% dan buta 2 mata 1,2%. Sedangkan hasil survey nasional th
lah)
1993_1996 menunjukkan, prevalensi kebutaan di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 1,5%. Artinya
menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.
Di RS dr.
ada 3 juta orang buta ditemukan di antara ratusan juta penduduk Indonesia, atau merupakan angka
tertinggi di Asia. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama di Asia dan nomor dua setelah
69 kasus.
negara-negara di Afrika Tengah dan sekitar Gurun Sahara sebagai Negara dengan jumlah penduduk
Ukuran Kinerja
Klinis
elektif.
tertinggi yang menderita kebutaan.Dan angka kebutaan di Indonesia sekitar 10 kali lipat di Amerika
Serikat. Katarak menjadi penyebab utama kebutaan di Asia dan menyebabkan 70% kasus kebutaan di
Indonesia (0,78%),kemudian diikuti glaucoma (0,2),kelainan refraksi (0,14%), penyakit kornea, retina
dan kekurangan vitamin A. Pada tahun 2000, jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus
dengan jumlah penduduk usia lanjut, yaitu sekitar 15,3 juta. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu
yang adekwat, bila massa mengecil ukuran < 3cm atau menghilang,
orang menjadi buta,dan setiap tahun bertambah 500.000 orang menjadi buta, terutama bagi penduduk
yang berada di daerah miskin dengan social ekonomi lemah. Hal ini menunjukkan adanya
12
Katarak merupakan penyakit yang pertama dari lima area prioritas pertama pada prakarsa global untuk
anak
mengurangi angka kebutaan ( Vision 2020 ). Katarak dipilih karena merupakan penyebab utama
gangguan penglihatan di dunia. Katarak merupakan masalah nasional yang perlu segera ditanggulangi.
insisi median.
5.
Penyakit Mata.
1. Craig Sandy, Lober Williams. Appendicitis, Acute. Diakses dari
Katarak dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Farida
Sumber
(1999), lebih dari separuh kebutaan disebabkan oleh katarak. Bahkan 16% buta oleh karena katarak
CPW
Ada (terlampir)
SPM/SOP Ada (terlampir)
PPK
Ada (terlampir)
Evidenc Berdasarkan data dariRumkitTk II dr. Soepraoentahun2013
ebase
(datada- jumlahoperasipasienkatarak dipoliklinik Matasebanyak 299 orang.
sar)
No
Pelaksana
Karumkit Rumkit
Sebagai Pelindung dan Penanggung Jawab Penyelenggaraan
Tk II dr Soepraoen Pelayanan Kesehatan di Rumkit Tk II dr Soepraoen
Ka Instal Rawat
Inap
Komite Medik
Dokter DPJP
Ukuran Kinerja
5 Perawat
Klinis
(Kepala
-
Ruangan)
operasi
Hasil
yang diharapkan adalah :
Pathway.
Berpartisipasi
memantau
penyelenggaraan
Clinical
kinerja
Dokter
Pathway,
DPJP
dalam
bertanggung
hal
jawab
mengumpulkan
hasilbisa
format
Clinical Pathway
yang telah
terisisetelah
dan
Pasien
mendapatkan
penglihatannya
kembali
meneruskannya kepada Komite Medik.
Tidak ada komplikasi tindakan.
14
A.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Adapun pelaksanaan Clinical Pathway dengan jelas dibeba
nkan kepada dokter DPJP
untuk
Clinical
Pathway
sasaran mutu.
15
B.
tersebut
dengan
membuat
No
Kegiatan
Bulan 2014
Juli
Agt
Sept Okt
Nov
Des
Sosialisasi
Pengumpulan data
Tabulasi data
Analisa Data
Untuk melaksanakan monitoring terhadap lima area klinis prioritas dilakuk
Pembuatan
Laporan
an
Rapat
Tinjauan Manajemen
kegiatan-kegiatan
seperti dalam tabel di bawah ini.
5
6
BAB III
TATA LAKSANA
C.
D.
PENCATATAN.
Pencatatan adalah pengumpulan data data yang diper
lukan untuk melakukan
evaluasi
terhadap
lima
area
klinis
16
terhadap
kelengkapan
pengisian
dan
kepatuhan
terhadap
yang
telah
ditetapkan
dalam
hari
CPW, kepatuhan
bulan
sekali.
Komite
Medik
selanjutnya
melakukan
E.
evaluasi dan
KEPALA
DEPARTEM
EN /
INSTALASI /
RUANGAN
17
BAB IV
DOKUMENTASI
TUJUAN DOKUMENTASI
Rumkit
Tk
II
dr.
Soepraoen merancang sistem dan proses dari hasilmodifikasi
berdasarkan prinsip perbaikan mutu yang berhubungan dengan
standar QPS2.1 tentang penyusunan :
1.
2.
3.
4.
18
F.
G.
SISTEM PELAPORAN.
Hasil monitoring, audit dan review penyelenggaraan Clin
ical Pathway akan dilaporkan oleh
kepada
Medik. Pelaporan
mengenai
keberhasilan
pencapaian
H.
SOSIALISASI.
Segala bentuk
sosialisasi
Kepala
dilaksanakan kepada
unit-unit
INDIKATOR KEBERHASILAN.
19
I.
Indikator
bentuk
keberhasilan
pelaporan
penyelenggaraan
yang
pencapaian
Clinical
dicapai
sasaran
dituangkan
mutu
Pathway.Adapunsasaranmutu
dalam
mengenai
mengenai
dilakukan
oleh
Komite
Medik.
Untuk
rapat
tinjauan
BAB V
PENUTUP
RUMKIT
TK
II
dr.
SOEPRAOEN
menetapkan lima bidang prioritas sebagai fokus yang diintegrasikan
berdasarkan diagnosis pasien, prosedur, populasi, atau penyakit.
Di bidang-bidang tersebut, guidelines ( pedoman / panduan ) ( PPK /
20
J.
Malang,. 2014
KARUMKIT TK II dr. SOEPRAOEN
21