PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Dalam persalinan harus diperhatikan 3 faktor berikut yaitu, jalan lahir
(passage), janin (passanger), dan kekuatan-kekuatan (power) yang ada pada Ibu.
Jalan lahir terdiri atas jalan lahir bagian tulang dan jalan lahir bagian lunak. Jalan lahir
bagian tulang terdiri atas tulang-tulang panggul dan sendi-sendinya, sedang bagian lunak
terdiri atas otot-otot, jaringan, dan ligament-ligamen. Dalam proses persalinan
pervaginam janin harus melewati jalan lahir ini. Jika jalan lahir khususnya bagian tulang
mempunyai bentuk dan ukuran rata-rata normal sertfa ukuran janinnya pun rata-rata
normal, maka dengan kekuatan yang normal pula persalinan pervaginam akan
berlangsung tanpa kesulitan.1
2.1.1
Bagian Tulang
Tulang-tulang panggul terdiri atas os koksa di sebelah depan dan samping dan os
sacrum dan os koksigis di sebelah belakang. Os koksa terdiri dari 3 bagian yaitu os
illium, os ischium, dan os pubis.1
Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis di atas linea terminalis, yang tidak
banyak kepentingannya di dalam obstetric. Yang lebih penting adalah pelvis minor,
dibatasi oleh pintu atas panggul (inlet) dan pintu bawah panggul (outlet). Pelvis minor
berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung ke depan (sumbu Carus).1,3
Pintu atas panggul
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibatasi di sebelah posterior
oleh promontorium, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas
simfisis. Pada panggul ginekoid pintu atas panggul hampir bundar, kecuali di daerah
promontorium agak masuk sedikit.1
Ukuran-ukuran pintu atas panggul penting diketahui seperti, Diameter
anteroposterior yang diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan posterior
simfisis. Diameter anteroposterior disebut pula konjugata obstetrika. Konjugata
diagonalis yaitu jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium, yang dapat
diukur dengan memasukkan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina dan mencoba
meraba promontorium. Pada panggul normal promontorium tidak teraba dengan jari yang
panjangnya 12 cm. Konjugata vera yaitu jarak pinggir atas simfisis dengan
promontorium diperoleh dengan mengurangi konjugata diagonalis dengan 1,5 cm.
Diameter transversa adalah jarak terjauh garis lintang pintu atas panggul, biasanya
sekitar 12,5-13 cm. Garis yang dibuat antara persilangan konjugata vera dengan diameter
transversa ke artikulasio sakroiliaka disebut diameter oblikua, yang panjangnya sekitar
13 cm.2
Ruang panggul (pelvic cavity)
Ruang panggul merupakan saluran di antara pintu atas panggul dan pintu bawah
panggul. Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simfisisnya. Dinding
posterior dibentuk oleh os sacrum dan os koksigis, sepanjang
ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan. Sumbu ini adalah
garis yang menghubungkan titik temu konjugata vera dengan diameter transversa di pintu
atas panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II, III, dan IV. Arah sumbu ini sesuai pula
dengan arah tarikan cunam atau vakum pada persalinan dengan tindakan.1
Pintu bawah panggul
Batas atas pintu bawah panggul adalah setinggi spina ischiadika. Jarak antara
kedua spina ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5-10 cm. Batas bawah pintu
bawah panggul berbentuk segiempat panjang, di sebelah anterior di batasi oleh arkus
pubis, di lateral oleh tuber iskhii, dan di posterior oleh os koksigis dan ligament
sakrotuberosum. Pada panggul normal besar sudut (arkus pubis) adalah
90o. Jika
kurang dari 90o, lahirnya kepala janin lebih sulit karena ia memerlukan lebih banyak
tempat ke posterior. Diameter anteroposterior pintu bawah panggul diukur dari apeks
arkus pubis ke ujung os koksigis.1
Jenis panggul
Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul hampir bulat
(transverse ellips). Panjang diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter
transversa. Jenis ini ditemukan pada 45% perempuan.
2) Pelvis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segi tiga. Pria umumnya mempunyai panggul jenis ini.
Panjang antero-posterior hampir sama dengan diameter transversa, tetapi diameter
transversa dekat dengan sacrum. Bagian belakang pendek dan gepeng, sedangkan bagian
depannya menyempit ke depan. Jenis ini ditemukan pada 15% perempuan. Pada wanita
dengan panggul seperti ini akan mengalami kesulitan untuk melahirkan janin secara
pervaginam.
3) Pelvis anthropoid
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur (anteroposterior ellips). Panjang
diameter antero-posterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini ditemukan
pada 35% perempuan.
4) Pelvis platipelloid
Sebenarnya merupakan jenis ginekoid yang menyempit pada arah antero-posterior.
Ukuran transversa jauh lebih besar daripada ukuran antero-posterior. Jenis ini ditemukan
pada 5% perempuan.
Bidang hodge
Bidang yang sejajar dengan Hodge I dan Hodge II, terletak setinggi spina ischiadica
kanan dan kiri. Disebut juga bidang O. kepala yang berada diatas 1 cm disebut (-1) atau
sebaliknya.
Hodge IV
Bidang yang sejajar dengan bidang hodge I,II,III terletak setinggi os. Coccyges.
2.1.2
Bagian Lunak
Dasar panggul terdiri dari organ-organ pelvis diluar peritoneum, fasia endopelvis,
dan tiga lapisan grup otot yang terdiri dari otot diaphragma pelvis yang merupakan
bagian dari sekelompok otot yang dilapisi fascea yang menutup pintu bawah panggul dan
terletak pada lapisan yang terdalam, otot diaphragma uroginetalis terletak pada lapisan
tengah, dan lapisan terluar adalah otot-otot sphingter rektum dan traktus uroginetalis.7
2.1.2.1. Diafragma pelvis (Lapisan terdalam)
Istilah otot dasar panggul (ODP) atau pelvic floor muscle atau diafragma pelvis
ditujukan pada sekelompok otot yang bekerja bersama dan sebagai sekat yang
memisahkan rongga pelvis dari anatomikal perineum, membentang dari rami pubis
hingga ke tulang koksegius. Diafragma pelvis terbentuk dari otot levator ani dan otot
koksigeus.7
a.
otot iliokoksigeus.
Otot Puborektalis ini yang melingkari anorektal bergabung dengan spingter ani
internal.Otot puborektalismenarik bagian depan persimpangan anorektal, ke arah depan,
membantu penutupan anus. Puborektalis dengan spingter ani eksternal bekerja dalam satu
kesatuan.7
Otot pubokoksigeus ini menyatu dengan otot dari sisi lain di belakanganus
membentuk ligamenkoksigeal dan melalui ligamen ini melekat pada koksikbagian depan.
Saat berkontraksi otot pubokoksigeus cenderung menarik koksik ke arah depan dan
mengangkat semua organ pelvis, menekan rektum dan vagina. Bila otot pubokoksigeus
berkontraksi secara keseluruhan akan menarik ketiga outlet tersebut ke arah depan
sehingga mengkerutkan lumen organ pelvis, di samping menyangga kandung kemih dan
kandungan. Sifat kontraktil ini sangat penting untuk memelihara kontinensia urin,
kontinensia faecal, dan mencengkeram vagina.6
Kelemahan atau kerobekan otot pubovaginal dan penguluran saraf pudendal yang
terjadi saat proses kelahiran bisa menyebabkan vagina turun kebawah, prolaps organ
pelvis dalam berbagai bentuk dan tingkatan kelemahan otot dasar panggul misalnya
prolap uteri, systocele, urethrocele, atau rectocele, dan akan timbul masalah berkenaan
dengan fungsi seksual karena otot tersebut sulit mencengkeram dengan optimal.7
Otot iliokoksigeus melekat di dalam serabut anokoksigeus dan tepi luar dari
permukaan bawah koksik. Kontraksi otot iliokoksigeus cenderung menarik koksik dari
sisi ke sisi atau bila berkontraksi bersama kosik bergerak ke arah fleksi, dan mengangkat
rektum yang berada di levator plate.Levator plate adalah istilahyang dipakai untuk
menggabungkan lapisan pubokoksigeus dan lapisan iliokoksigeus yang menyatu di
belakang persimpangan anorektal dan masuk ke koksik. Pada bagian depan otot dasar
panggulmembuka di antara dua pubokoksigeus yang sering diistilahkan sebagai levator
hiatus.7
superfisialis
(menyebar
diantara
rami
iskiopubis
mengelilingi
duktus
10
Definisi
Distosia berasal dari bahasa Yunani, Dys atau dus yang berarti buruk atau jelek,
tosia berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga distosia merupakan persalinan
yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau merupakan persalinan yang
membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.1
2.3
Etiologi
Distosia merupakan akibat dari 4 gangguan atau kombinasi antara :4
1. Kelainan Tenaga Persalinan. Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak
terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataran serviks (uterine
dysfunction) serta gangguan kontraksi otot pada kala II.
2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin.
3. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul).
4. Kelainan Jaringan Lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin.
11
Kelainan POWER
2.
Kelainan PASSANGER
3.
2.4
: keadaan janin.
12
Secara normal his muncul sejak memasuki persalinan kala 1, his yang timbul
dominan pada bagian fundus uterus, terjadi secara simetris, kekuatan his semakin lama
semakin sering dan mengalami fase relaksasi, sehingga his yang baik akan memberikan
kemajuan persalinan. Apabila sejak awal his yang timbul bersifat lemah, atau kurang
kuat, pendek serta jarang, maka hal ini disebut dengan inersia uteri primer hal ini
umumnya terjadi pada kala 1 fase laten. Namun apabila sebelumnya his baik, lalu
menjadi lemah, kurang kuat, pendek serta jarang, biasanya terjadi pada kala 1 dan 2 serta
saat pengeluaran placenta, maka hal ini dinamakan inersia uteri sekunder.6
Diagnosis
Dalam membantu melihat kelainan his dapat didukung dengan pemeriksaan CTG
dan USG, pada inersia uteri hipotoni, his yang timbul tetap dominan pada fundus, namun
kontraksi yang terjadi biasanya lebih singkat dari biasanyanya, keadaan umum pasien
pada umumnya baik, rasa nyeri yang timbul tidak terlalu sakit. Apabila ketuban masih
utuh, keadaan ini tidak berbahaya baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali apabila
persalinan berlangsung lama.7
Penatalaksanaan
Penanganan kasus inersia uteri hipotoni yaitu dilakukan pengawasan yang
meliputi tekanan darah, denyut jantung janin, dehidrasi serta tanda-tanda asidosis,
diberikan diet cair sebagai persiapan operasi, infus D5% atau NaCl dan apabila nyeri
diberikan pethidine 50 mg, serta dilakukan pemeriksaan dalam di analisa apakah ada
CPD menggunakan pelvimetri atau MRI.5
Apabila pasien inersia uteri dengan CPD maka dilakukan seksio sesaria, apabila
tidak ditemukan CPD maka perbaiki terlebih dahulu keadaan umum pasien, apabila
kepala atau bokong sudah masuk panggul maka pasien di edukasi untuk aktivitas
berjalan, lakukan pemecahan ketuban, berikan oksitosin drip 5 IU per D5% dimulai 8
tetes permenit sampai dengan 40 tetes permenit, pasien harus diawasi terus menerus
13
mengenai kekuatan interval his dan denyut jantung janin dan apabila oksitosin drip gagal,
maka dilakukan seksio sesari.5
2.4.2 Hypertonic uterine contraction
Definisi
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction. Walaupun
pada golongan incoordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab
distosia, namun hal ini dibicarakan di sini dalam rangka kelainan his. His yang terlalu
kuat dan yang terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat.
Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his
normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya
partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya
serviks uteri, vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.4
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat
jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan lingkaran retraksi
patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum rotundum menjadi tegang secara lebih jelas
teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak
diberi pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan;
terjadilah ruptura uteri.4
Etiologi
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida
tua. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan his, belum ada
persesuaian paham antara para ahli. Hipertonic uterine contraction dan incoordinate
uterine contraction sering terjadi bersama-sama yang ditandai dengan peningkatan
tekanan uterus, kontraksi yang tidak sinkron dan peningkatan tonus otot di segmen bawah
rahim serta frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini pada umumnya
berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin yang berlebihan, disproporsi
sefalopelvik dan malpresentasi janin (DeCherney, 2007).
14
Diagnosis
Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaan :
1. CTG
2. USG
Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam,
pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala preeklampsia. Denyut
jantung janin dicatat dalam setengah jam dalam kala I dan lebih sering kala II.
Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena pada
persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan dengan
narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa melainkan dalam bentuk cairan.
Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena
berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberi pethidin 50 mg yang dapat
diulangi; pada permulaan kala I dapat diberi 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu
diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung
bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti,
perlu diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum,
perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat
false labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action dan apakah tidak
ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal terakhir ini, jika perlu
dilakukan pelvimetri roentgenologik atau MRI (Magnetis Resonence Imaging). Apabila
serviks sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan
dapat dimulai.1 Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban
sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya
infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan
apakah perlu dilakukan seksio sesaria dalam waktu singkat, atau persalinan dapat
dibiarkan berlangsung terus.6
15
His terlalu kuat. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan
karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang
wanita pernah mengalami partus presipitatus, kemungkinan besar kejadian ini akan
berulang pada persalinan berikutnya. Karena itu sebaiknya wanita dirawat sebelum
persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan
diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk
menghindarkan terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan demikian janin harus segera
dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.5
16
lama, dan dapat diraba jalan serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka
tekanan kepala uterus terus menerus akan menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan
dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis
sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut
atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat
menjalar kebagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami
operasi pada serviks, selalu diawasi persalinannya di rumah sakit.5
2.5
Definisi
Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang disebabkan
oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul. Menurut Caldwell dan
Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat jenis, yaitu :1
a.
Panggul Ginekoid
Pintu panggul yang bundar dengan diameter transversa yang sedikit lebih panjang
daripada diameter anteroposterior dan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang
cukup luas. Dinding samping panggul lurus, spina tidak menonjol, dan diameter
transversa spina ischiadica 10 cm atau lebih.
b.
Panggul Antropoid
Panggul jenis ini memiliki diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa dan dengan arcus pubis menyempit. Spina ischiadica pada panggul
jenis ini cenderung menonjol dan dinding samping panggul cenderung berbentuk
konvergen.
c.
Panggul android
17
Panggul android memiliki ciri pintu atas panggul berbentuk segitiga dengan spina
ischiadica menonjol kedalam dan arcus pubis menyempit. Dinding samping ischiadika
menonjol kedalam dan arcus pubis menyempit. Dinding samping biasanya konvergen,
spina ischiadica menonjol, dan os sacrum tidak melengkung tetapi lurus dan maju ke
depan.
d.
Panggul Platipelloid
Panggul dengan diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada diameter
transversa pada pintu atas panggul dan dengan arcus pubis yang luas. Sudut panggul
anterior sangat lebar dan kelengkungan os sacrum biasanya cukup.
Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul
dengan prognosa persalinan yang paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul lainnya
dapat menyebabkan terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvic) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar, atau
kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada persalinan.
-
cm.
Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan diameter
intertuberosum hingga 8 cm atau kurang.
Diagnosis
Penegakan diagnosis pada distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul dapat
ditegakkan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kapasitas panggul.1
a)
diukur dari tepi bawah simphisis pubis hingga ke promontorium os sacrum. Pintu atas
panggul berukuran cukup apabila promontorium tidak menonjol dan ukuran konjugata
diagonalis lebih besar dari 11,5 cm.
b)
pintu tengah dikatakan tidak menyempit apabila spina ischiadica tidak menonjol, dinding
samping tidak teraba melengkung, dan kecekungan os sacrum tidak dangkal.
c)
terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas ischii. Ukuran normal apabila lebih
dari 8 cm.
Penatalaksanaan
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau kelainan
bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui perabdominam. Persalinan pervaginam
dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan yang cukup besar dan dapat
menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin.2,5
19
2.6
Definisi
Secara normal pada presentasi belakang kepala, kepala yang pertama sampai ke
dasar panggul adalah bagian oksiput, sehingga oksiput berputar kedepan karena panggul
luas didepan, pada POPP, oksiput ini tidak berputar ke depan sehingga tetap dibelakang.8
Etiologi
POPP ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya bentuk panggul
antropoid, panggul android karena memiliki segmen depan yang sempit, otot panggul
yang sudah lembek biasanya hal ini terjadi pada multipara, dan karena kepala janin yang
kecil dan bulat.9
Penatalaksanaan
Proses persalinan pada kasus POPP ini apabila dengan presentasi kepala dan
panggul longgar, maka dapat dilahirkan dengan spontan namun dengan proses yang lama
sehingga perlu adanya pengawasan ketat dengan harapan janin dapat dilahirkan spontan
pervaginam. Tindakan baru dilakukan apabila kala II terlalu lama atau adanya tandatanda kegawatan pada janin. Pada persalinan dapat terjadi robekan perineum yang teratur
atau ekstensi dari episiotomi karena mekanisme persalinan pervaginam pada POPP yaitu
ketika kepala sudah sampai pada dasar panggul, ubun-ubun besar di bawah symphisis
sebagai hipomoklion oksiput lahir melewati perineum, jalan lahir dengan Sirkum
Farensia Frontooksipitalis lebih besar dari Sirkum Suboksipito Bregmatika sehingga
kerusakan perineum atau vagina lebih luas. Sebelumnya periksa ketuban pasien, apabila
masih intake maka pecahkan terlebih dahulu ketubannya, apabila penurunan kepala sudah
lebih dari 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria, apabila
pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi maka diberikan
oksitosin drip, bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran,
dipastikan kembali tidak adanya obstruksi kemudian apabila tidak ada tanda obstruksi
diberikan oksitosin drip, namun bila pembukaan lengkap dan kepala masuk tidak kurang
20
dari 1/5 PAP atau pada kala II bila kepala turun sampai dengan Hodge III dan atau UUK
lintang sudah dipimpin namun tak ada kemajuan sehingga menyebabkan deep transvered
arrest maka dilakukan vacum ekstraksi atau forceps, namun apabila ada tanda obstruksi
serta gawat janin maka akhiri kehamilan dengan seksio sesaria.7
Prognosis persalinan dengan POPP ini persalinan menjadi lebih lama dan
kerusakan jalan lahir lebih besar, selain itu kematian perinatal lebih besar pada POPP dari
pada presentasi kepala dengan UUK di bagian depan.7
2.6.2
Definisi
Presentasi puncak kepala adalah keadaan dimana puncak kepala janin merupakan
bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat defleksinya ringan atau kepala dengan
defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput merupakan bagian terendah. Pada pemeriksaan
dalam akan teraba UUB yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan.5
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara yang
kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinannya hampir
sama dengan posisi oksipitalis posterior persistens, sehingga keduanya sering kali
dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaannya pada presentasi puncak kepala tidak
terjadi fleksi kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir
adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran.2
Etiologi
Letak defleksi ringan biasanya karena adanya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, janin kecil atau mati, kerusakan dasar panggul atau karena penyebab lain seperti,
keadaan-keadaan yang memaksa terjadi defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi
terjadinya fleksi kepala, hal ini sering ditemukan pada janin besar atau pada panggul
sempit, multiparitas, perut gantung, anensefalus, tumor leher bagian depan.5
Diagnosis
21
22
didasar panggul maka dilakukan ekstraksi forceps, umumnya persalinan pada presentasi
puncak kepala dilakukan episiotomy.1
Prognosis pada persalinan ini cukup baik bagi ibu maupun bagi janin meskipun
sedikit lebih lama dan lebih sukar daripada persalinan normal. Umumnya terjadi fleksi
dan berlanjut ke persalinan normal.1
2.6.3
Presentasi Muka
Definisi
Pada presentasi muka, kedudukan kepala mengalami defleksi maksimal, sehingga
oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah menghadap ke
bawah. Presentasi muka dikatakan primer apabila sudah terjadi sejak masa kehamilan
sedangkan presentasi muka sekunder apabila terjadi saat persalinan.6
Pada presentasi muka, kepala berada dalam posisi hiperekstensi sehingga oksiput
menempel pada punggung bayi dan dagu (mentum) menjadi bagian terbawah janin. Muka
janin dapat tampil sebagai dahu anterior atau posterior, relatif terhadap simfisis pubis.
Pada janin aterm, kemajuan persalinan biasanya terhalang oleh presentasi muka mentum
posterior atau dagu belakang karena dahi janin akan tertekan untuk membuka jalan lahir.
Posisi ini menghambat fleksi kepala janin yang diperlukan untuk membuka jalan lahir.
Namun berlawanan dengan hal ini, fleksi kepala dan partus pervaginam sering dijumpai
pada presentasi dagu depan, banyak presentasi dagu posterior yang berubah spontan
menjadi presentasi dagu depan bahkan pada akhir persalinan.6
Etiologi
Presentasi muka umumnya terjadi karena keadaan-keadaan yang memaksa
terjadinya defleksi kepala atau karena keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi
kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada kondisi panggul sempit
atau janin besar. Pada multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang
23
memudahkan terjadinya presentasi muka. Selain itu juga kondisi kelainan janin seperti
anencephalus dan pada tumor leher dapat mengakibatkan presentasi muka.6
Diagnosis
Diagnosis presentasi muka tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi sehingga
pada periksa luar didapatkan dada teraba seperti punggung, bagian belakang kepala
berlawanan dengan dada, bagian dada ada bagian kecil dan DJJ terdengan lebih jelas.
Sedangkan pada periksa dalam, teraba dagu, mulut, hidung, tepi orbita, bila ada caput
maka sulit dibedakan dengan bokong, apabila ragu, maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan radiologis , rontgen atau MRI.6
Penatalaksaan
Proses persalinan presentasi muka kepala turun dengan sirkumfarensia trakelo
parietalis dengan dagu lintang atau miring, setelah muka sampai dasar panggul terjadi
putaran paksi dalam, dagu ke depan di bawah arkus pubis, kemudian dengan submentum
menjadi hipomoklion kepala lahir dengan fleksi sampai dahi, UUB, belakang kepala
lewati perineum, kemudian putaran paksi luar dan badan lahir. Terkadang dagu tidak
dapat diputar ke depan, posisi ini merupakan mentoposterior persistens maka pada situasi
ini dilakukan seksio sesaria.6
Pada kondisi dagu belakang prognosis persalinan kurang baik dan tidak dapat
pervaginam, kematian perinatal pada presentasi muka pencapai 2,5 hingga 5%. Apabila
pada kondisi presentasi muka tidak disertai CPD dan posisi dagu depan maka dilahirkan
secara spontan. Dagu belakang memiliki kesempatan berputar menjadi dagu depan bila
kala II posisi mentoposterior persistens, dagu diputar kedepan, bila berhasil maka
lahirkan secara spontan dan apabila gagal maka dilakukan seksio sesaria.6
Presentasi muka dapat dicoba diubah menjadi prsentasi belakang kepala dengan
cara tangan dimasukkan ke vagina, tekan bagian muka dan dagu keatas, apabila tidak
berhasil lakukan dengan perasat THORN, bagian belakang kepala dipegang dengan
tangan yang masuk vagina kemudian tarik kebawah tangan yang lain tekan dada dari luar.
Hal ini dilakukan dengan syarat dagu belakang dan kepala belum turun. Indikasi
24
persalinan dengan seksio sesaria pada presentasi muka yaitu posisi mentoposterior
persistence dan panggul sempit.6
2.6.4
Presentasi Dahi
Definisi
Presentasi dahi pada umumnya merupakan kedudukan sementara, posisi ini dapat
berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, kejaidan presentasi
dahi ini 1:400
Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya presentasi dahi adalah presentasi muka
Diagnosis
Diagnosis presentasi dahi berdasarkan pemeriksaan luar seperti pada presentasi
muka namun bagian belakang kepala tidak begitu menonjol, DJJ akan jelas terdengar
pada bagian dada. Pemeriksaan dalam akan teraba sutura frontalis, ujung yang satu akan
teraba UUB dan ujung yang lainnya akan teraba pangkal hidung dan tepi orbita
Penatalaksaan
Persalinan pada presentasi dahi, apabila terjadi defleksi lagi dan berubah menjadi
presentasi muka maka persalinan menjadi lama dan hanya 15% lewat persalinan spontan.
Kematian perinatal pada presentasi muka sebesar 20%
Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh janinnya, jika janin
kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan karena bisa jadi janin berubah menjadi
presentasi belakang kepala atau presentasi muka, namun jika janin berat atau besarnya
normal maka persalinan tidak dapat pervaginam sehingga dilakukan seksio sesaria oleh
karena sirkumfarensia maksilo parietalis lebih besar dari lingkaran pintu atas panggul.
Pada kala I persalinan dilakukan prasat THORN, apabila gagal maka janin tetap
dilahirkan perabdominam yaitu seksio sesaria (Cuningham et al, 2005).
2.6.5
Letak Sungsang
Definisi
25
26
27
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua ibu
jari
panggul. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih
dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga
fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan
menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak
teradi lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan, dagu,
mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
28
Cara louvset :
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada dibelakang
akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke
bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu
depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah yang
berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga bahu
belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir.
Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4 mencengkram
fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan di atas
lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke
3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah punggung.
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan
penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika suboksiput
tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan suboksiput sebagai
hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun
besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan pemasangan
lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam dimasukkan pada arah
bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan
dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput tampak
dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai
hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala
lahir.
30
2.6.6
Letak Lintang
Definisi
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu panjang
janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya bila janin dalam
posisi oblique).
Letak lintang kasep adalah letak lintang kepala janin tidak dapat
didorong ke atas tanpa merobekkan uterus. Letak lintang dapat dibagi menjadi 2 macam,
yang dibagi berdasarkan :3
a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2. Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai faktor,
sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor faktor tersebut adalah :4
1) Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus, anesefalus, plasenta
previa, dan tumor pelvis.
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3) Gemeli.
4) Pelvic kidney dan rectum penuh.
5) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek.
31
Diagnosis
1) Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan .Fundus uteri kosong dan
bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul .
Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
3) Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4) Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan. Untuk
menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman. Teraba bahu dan
ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila kepala terletak di kiri, ketiak
menutup ke kiri. Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada
dengan klavikula. Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
Penatalaksanaan
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung tidak tertutup
oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh karena itu seringkali
ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan lengkap atau hampir lengkap.
Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi tekanan pada bagian bawah, sehingga
persalinan berlangsung lebih lama. His berperan dalam meluaskan pembukaan, selain itu
dengan kontraksi yang semakin kuat, maka anak makin terdorong ke bawah. Akibatnya
tubuh anak menjadi membengkok sedikit, terutama pada bagian yang mudah
membengkok, yaitu di daerah tulang leher. Ini pun disebabkan karena biasnaya ketuban
sudah lekas pecah dan karena tak ada lagi air ketuban, maka dinding uterus lebih
32
menekan anak di dalam rahim. Dengan demikian bagian anak yang lebih rendah akan
masuk lebih dulu ke dalam pintu atas panggul, yaitu bahu anak. Karena pada letak lintang
pintu atas panggul tidak begitu tertutup, maka tali pusat seringkali menumbung, dan ini
akan memperburuk keadaan janin.4
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas tampaknya.
Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada lingkaran pembukaan, makan
lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali, senantiasa masih berasa pinggirnya seperti
suatu corong yang lembut. Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang
benar-benar lengkap pada letak lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak
memanjang.4
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu mudah
dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan yang belum lengkap,
kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki lingkaran tersebut. Lain halnya dengan
letak memanjang, pada letak lintang setelah pembukaan lengkap, karena his dan tenaga
mengejan, badan anak tidak dapat dikeluarkan dari rongga rahim, akan tetapi sebagian
besar masih di dalam uterus, meskipun tubuh anak menjadi semakin membengkok.. Jika
ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak
tidak dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena lamanya
persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor kuatnya his. Pada letak lintang
kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan karena kompresi pada tali pusat,
perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ dalam karena tubuh anak terkompresi
dan membengkok.4
2.6.7
Kehamilan Multiple
Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multiple adalah suatu kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Kehamilan multiple dapat berupa kehamilan ganda atau gemeli (2 janin),
triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya.2
Etiologi
33
2) Hereditas
Memiliki riwayat keturunan dari ibu lebih banyak mempengaruhi dibanding
riwayat keturunan dari ayah.
3) Usia ibu dan paritas
Kehamilan multijanin umumnya terjadi pada ibu dengan usia mulai dari
pubertas hingga usia 37 tahun karena adanya aktivitas ovulasi ganda yang cukup
tinggi pada usia reproduksi aktif yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar hormone
FSH.
4) Factor gizi
Kehamilan kembar 20 sampai 30 persen lebih sering terjadi pada ibu yang
memiliki ukuran lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan ibu yang memiliki
ukuran tubuh yang lebih pendek dan kecil. Selain itu tingginya asupan gizi sebelum
kehamilan dan suplementasi asam folat perikonsepsi dapat meningkatkan terjadinya
kehamilan kembar.
5) Terapi kesuburan
34
Definisi
Makrosomia dimana janin diperkirakan memiliki berat >4000 gram. Factor resiko
terjadinya makrosomia yaitu riwayat melahirkan bayi besar sebelumnya, obesitas pada
35
ibu, multiparitas, kehamilan postterm, dan ibu dengan diabetes mellitus. Makrosomia
dapat menyebabkan terjadinya penyulit pada persalinan diantaranya distosia bahu dan
chepalo pelvic disproportion (CPD).2
Distosia bahu adalah sebuah kegawatdaruratan persalinan pervaginam ketika bahu
fetus tidak dapat dilahirkan oleh penolong setelah kepala fetus lahir, tanpa maneuver
khusus. Ada pula yang mendefinisikan sebagai bahu yang tidak lahir
60 detik
Etiologi
Penyebab terjadinya distosia bahu adalah sebagai berikut :9
1. Ibu
Anatomi pelvis abnormal/sempit, diabetes gestational, kehamilan post-term,
riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, perawakan tubuh pendek, obesitas
dan penambahan berat badan selama kehamilan >17 kg.
2. Fetus
Makrosomia (taksiran berat fetus >4000-4500 gram).
3. Proses persalinan
Persalinan dengan forceps atau vakum, kala dua memanjang, fase aktif kala
satu memanjang dan induksi persalinan.
Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kondisi terjadinya persalinan dengan distosia bahu antara lain :
1
36
1. Kepala janin telah lahir namun masih menekan vulva dengan kencang.
2. Dagu tertarik dan menekan perineum.
3. Turtle sign : suatu keadaan dimana kepala sudah dilahirkan gagal melakukan putaran
paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior
dengan kepala.
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.
Penatalaksanaan
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan HELPERR yang
dibuat oleh Advanced Life Support in Obstetric Provider (ALSO).2,9
I.
Help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
II.
III.
37
50% bila dikombinasikan dengan tekanan di suprapubik. Caranya adalah posisi paha
ibu fleksi dan abduksi lalu ditarik kearah perut sedekat mungkin. Maneuver ini dapat
dibantu dengan dorongan oleh keluarga atau tenaga kesehatan. Pada maneuver ini,
simfisis pubis akan berputar ke arah sefalik dan promontorium mendatar sehingga
bahu anterior akan terbebas dari simfisis pubis dan bahu posterior akan meluncur
melewati sacrum. Dengan tarikan normal pada kepala, bahu bayi diikuti badannya
dapat lahir. Maneuver ini dapat digabungkan dengan tekanan pada suprapubik.
IV.
V.
38
Pada maneuver Rubin II, dua jari tangan penolong dimasukkan ke dalam
vagina dan ditempatkan di sisi posterior bahu anterior fetus untuk mendorong bahu ke
arah dada sehingga terjadi adduksi.
Maneuver Woods Corkscrew adalah maneuver Rubin II ditambah dua jari dari
tangan yang lain juga dimasukkan ke vagina dan ditempatkan di sisi anterior bahu
posterior dan mendorong bahu posterior kearah anterior, searah dengan dorongan
pada bahu anterior pada Rubin II sehingga fetus berubah aksisnya menjadi diagonal.
Sementara itu, tarikan lembut pada kepala tetap dilakukan, dan dapat dibantu juga
dengan maneuver McRoberts.
Bila cara ini tidak juga berhasil, lakukan maneuver reverse Woods Corkscrew,
yaitu maneuver Woods Corkscrew dengan arah berlawanan. Caranya adalah dua jari
ditempatkan di sisi posterior bahu posterior lalu dorong dengan arah yang berlawanan
dari maneuver Woods Corkscrew. Diharapkan bahu posterior akan mengalami
adduksi dan sumbu fetus berubah kea rah diagonal. Bila metode rotasi internal tidak
berhasil, lanjutkan dengan manyver remove posterior arm.
VI.
39
Hidrosefalus
Definisi
Hidrosefalus
adalah
suatu
kondisi
dimana
terjadi
penumpukan
cairan
cranium. Volume cairan biasnaya 500-1500 ml namun bisa juga mencapai 5000 ml.
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 hingga 38 cm, namun pada
hidrocefalus dapat mencapai 50 cm. pada presentasi apapun umumnya hidrosefalus dapat
mengakibatkan terjadinya cephalopelvic disproportion yang berat.1
Etiologi
Hidrosefalus
sebagian
besar
disebabkan
oleh
tidak
lancarnya
aliran
Diagnosis
Hidrosefalus pada janin dapat didiagnosis melalui:1
.
Pada letak kepala dapat ditemukan kepala lebih besar dari biasanya sehingga
menonjol diatas simphisis.
b.
c.
Pada pemeriksaan vaginal toucher dapat diraba adanya sutura dan ubun-ubun
yang melebar tegang dan tulang kepala tipis.
d.
Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya BPD lebih besar dari usia
kehamilannya.
Penatalaksanaan
Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali dilakukan
adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan sefalosintesis sehingga bayi
dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominam. Namun, sefalosintesis dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan intracranial pada janin sehingga sebaiknya teknik
41
ini digunakan pada janin dengan kelainan yang sudah cukup parah. Pada kehamilan
dengan janin hidrosefalus sebaiknya dilakukan pelahiran secara perabdominan.1,2
BAB III
KESIMPULAN
Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan
atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu Kelainan Power, Kelainan Passage, dan
Kelainan Passanger.
Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakukan manuver
obsteterik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam atau melakukan persalinan
perabdominam.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin AB. Jalan Lahir. Dalam: Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 1. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010;1-10.
2. Rachimhadhi T. Anatomi Jalan Lahir. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010;188-203.
3. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, et al. Williams Obstetric. 23 rd
edition. New York: Thw Mc Graw-Hill Companies. 2010.
4. Moore KL, Dalley AF. Pelvis and Perineum in Clinical Oriented Anatomy. 5 th edition.
USA: Lippincot Williams and Wilkins. 2006;76-100.
5. The WHO (World Health Organization). Reproductive Health Library. 2015. Available at
http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/en/. Accessed December 4th,
2016.
6. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam: Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2002;315-30.
7. Sirisena LAW, Sirisena TB, Silva PD, Ranathunga A. Management of Breech
Presentation. SLCOG National Guidelines. 2010. Available at http://www.gfmer.ch/RSHCourse-2010/nationalguidelines/pdf/Management-Breech-Presentation-SLCOG.pdf.
Accessed December 7th, 2016.
8. Jeremy O, Suzanne A. Llewellyn-Jones Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology. 8 th
ed. Edinburgh: Elsevier Mosby. 2005;168-71.
9. Duta DC, Chakravarti S, Pai MN, Kusthagi P. Holland and Brews Manual of Obstetric.
4th ed. India: Elseiver. 2016;221-4.
43
10. Lilihata G, Prasmusinto P. Distosia Bahu. Dalam: Kapita Selekta kedokteran. Edisi IV.
Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. 2014;459-62.
44