LP Asma 2
LP Asma 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar
1.
Pengertian
a. Asthma Bronkiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan
atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).
b. Status Astmatikus
Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat
diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat
medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,
(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995).
1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh
otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara
,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran
penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung
kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot
polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,
(Lorraine M. Wilson,1995).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari :
Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis
yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua
yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas
ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses
pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial
sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang.
Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan
mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama
inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra
pleura dari 4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita
8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun 2
mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai
tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi
tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak
yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M.
Wilson,1995).
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari
alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi
karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat
yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai
tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah.
Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada
karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah
ke alveoli,(John Gibson,1995).
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen
dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat
masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam
plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah
sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium
bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat
mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam
darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah
jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan .
Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan
partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan
jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel
sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang
dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial
karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah
maka karbondioksida mengalir dari cairan
1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan
kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan
berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka
duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan
stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
c. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan
asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara
menghindari
dan
mengurangi
faktor
pencetus,
termasuk
dapat
digunakan
untuk
mempermudah
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak
. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr
Soetomo Surabaya ).
Dampak masalah
a. Pada klien
Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk
menghindari faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan
Karnen B;1994)
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat
makan, laju metabolisme
klien
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar
akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien,
( Antony C;1997)
e) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah
raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi
faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase
Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)
f) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk
menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan
rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C,
1997)
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri
klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor
dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada
kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan
serangan asthma yang berulang.
h) Pola sensori dan kognetif
Kelainan
pada
pola
persepsi
dan
kognetif
akan
dan
ketegangan
emosional
merupakan
faktor
nyeri
kental
posisi
yang
nyaman
sehingga
memudahkan
fikirnya.
mekanisme
koping
yang
telah
dilakukan
serta
(b)
(c)
(d)
(e)
4) Rasional
(a) Untuk
mengidentifikasi
indikasi
kearah
kemajuan
atau
3) Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
4) Kriteria hasil
(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b) Tidak terjadi penurunan berat badan
5) Rencana tindakan
(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan
menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang
banyak ataupun dipsnea.
(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum
makan.
(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi
untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna
(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
(e) Bantu klien istirahat sebelum makan
(f) Timbang berat badan setiap hari
6) Rasional
(a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab
masalah.
(b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu
makan.
(c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk
tidak efektif dan imobilisasi.
1) Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
2) Kriteria hasil
Tidak ada tanda tanda infeksi
3) Rencana tindakan
(a) Monitor tanda tanda infeksi tiap 4 jam.
(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif
lainnya.
(c) Pertahankan kewaspadaan umum.
bersama
sama
tingkat
kelelahan
dengan
setelah aktivitas.
(c) Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami
klien.
(d) Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan
aktifitas dan kebutuhan istirahat.
(e) Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f) O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.
(a) Sedatif dan hipnotik melemahkan otototot khususnya otot
pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1) Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana
pengobatan.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan
perawatan diri pada saat pulang
(b) Menggunakan alat alat pernafasan yang tepat
3) Rencana tindakan
(a) Bantu mengidentifikasi faktor faktor pencetus serangan asthma
(b) Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah
perawatan di rumah sakit
(c) Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.
(d) Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .
(e) Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
(f) Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan
karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas
pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada
telapak kaki.
4) Rasional
(a) Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari
serangan asthma .
(b) Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan
untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.
(c) Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor
pencetus.
(d) Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang