KASUS ETIK
Oleh
dr. Ami Tri Nursasmi
Pendamping
dr.Frans Otto Hasibuan
dr. Tri Endangwati
RS Reksodiwiryo
Pada
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa
pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk
sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah
sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan
kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct
bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menghasilkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran
Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsipprinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi
pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)
dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti
autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence
(melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), nonmaleficence (tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme
(pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,
dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical
ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari
2
pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum
tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain
itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan
di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi
dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih
berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK
setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi)
kedokteran.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu
kedokteran, disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia
yang terbaru ditetapkan dari hasil Mukernas
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insani
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, baik
fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenar-benarnya
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai kehlian dalam bidang tersebut
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
laainnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya terhadap seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
Pasal 13
Setiap
dokter
wajib
melakukan
pertolongan
darurat
sebagai
suatu
tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain beredia dan mampu memberikannya.
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 Anamnesa
Identitas Pasien
Nama
: Tn. P
Umur
: 47 tahun
: Petani
Alamat
: Alang Laweh
Seorang pasien laki-laki berumur 47 tahun masuk bangsal penyakit dalam RS Tentara
Reksodiwiryo melalui IGD RS Tentara Reksodiwiryo pada tanggal 21 Agustus 2016 dengan :
Keluhan Utama :
Mencret sejak dua hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mencret sejak 2 hari yang lalu, frekuensi lebih dari 5 kali sehari, ampas tidak ada,
darah tidak ada, lendir tidak ada.
Nafsu makan menurun, tidak mau makan sejak 1 hari yang lalu.
: sedang
7
Kesadaran
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi
: 92x/menit
: 39 0C
Pemeriksaan Sistemik
Kulit
Kepala
mata
Thoraks
Paru
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
: fremitus kanan=kiri
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: asites (-)
Auskultasi
Punggung
:
8
: tidak diperiksa
Ektremitas
: Oedem (-/-)
Reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-)
: 13,3 g/dl
Leukosit
: 18.800/mm
Trombosit
: 439.000/mm
Ht
: 37,2 %
GDR
: 93 mg/dl
23/08/16
Keluhan
Pemeriksaan fisik
Therapi
Mencret (+)
KU : sedang
Mual (+)
Kes
Muntah (-)
TD : 110/70 mmHg
Nd : 86x/menit
Demam (+)
Nf : 22x/menit
T : 38,3 C
1 sachet
Demam (+)
- IVFD RL 8 Jam/kolf
CMC - Inj Ranitidin 2x1 amp
24/08/16
25/08/16
Mencret (-)
Kes
Mual (+)
TD : 110/70 mmHg
Muntah (-)
Nd : 84x/menit
Nf : 20x/menit
T : 38 C
R/ cek widal
Demam (+)
- IVFD RL 8 Jam/kolf
Mencret (-)
Kes
Mual (+)
TD : 140/90 mmHg
Muntah (-)
Nd : 82x/menit
Nf : 20x/menit
T : 38 C
R/ USG Abdomen
Demam (+)
Mencret (-)
Kes
Mual (+)
TD : 140/90 mmHg
Muntah (-)
Nd : 82x/menit
Nf : 20x/menit
T : 38,5 C
D/ GEA +
26/08/16
Demam (-)
Mencret (-)
Kes
Mual (-)
TD : 130/90 mmHg
Muntah (-)
Nd : 82x/menit
Nf : 20x/menit
- IVFD RL 8 Jam/kolf
CMC - Inj Ranitidin 2x1 amp
T : 36,5 C
D/ GEA +
27/08/16
Demam (-)
Mencret (-)
Kes
- IVFD RL 8 Jam/kolf
CMC - Inj Ranitidin 2x1 amp
10
Mual (-)
TD : 120/80 mmHg
Muntah (-)
Nd : 78x/menit
Nf : 20x/menit
T : 36,5 C
28/08/16
Demam (+)
Mencret (-)
Kes
Mual (-)
TD : 150/100 mmHg
Muntah (-)
Nd : 82x/menit
Nf : 20x/menit
T : 38,6 C
29/08/16
Demam (+)
Mencret (-)
Kes
Mual (-)
TD : 120/80 mmHg
Muntah (-)
Nd : 85x/menit
Nf : 20x/menit
T : 37,5 C
R/ USG Abdomen
- IVFD RL 8 Jam/kolf
Demam (+)
Mencret (-)
Kes
Mual (-)
TD : 120/80 mmHg
Muntah (-)
Nd : 70 x/menit
Nf : 20 x/menit
- IVFD RL 8 Jam/kolf
T : 37,7 C
Boleh Pulang
D/ GEA
Obat pulang :
+ hepatomegali
11
Subjektif :
Seorang pasien laki-laki berumur 47 tahun masuk bangsal penyakit dalam RS Tentara
Reksodiwiryo melalui IGD RS Tentara Reksodiwiryo pada tanggal 21 Agustus 2016
dengan keluhan utama mencret sejak 2 hari yang lalu, frekuensi lebih 5 kali sehari,
ampas tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada. Demam sejak 2 hari yang lalu,
demam tinggi, menggigil. Mual ada. Nyeri ulu hati ada, kembung ada, sakit kepala
ada. Nafsu makan menurun, tidak mau makan sejak 1 hari yang lalu.
Objektif :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis
cooperatif, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 92x/menit, frekuensi nafas
20x/menit, suhu 390C. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan (+) di
epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukosit
18.800/mm.
3 Assesment (penalaran klinis) :
Pasien masuk melalui IGD RS Tentara Reksodiwiryo, berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan labor rutin maka ditegakkanlah diagnosis berupa
Gastroenteritis akut + obs. Febris H-III.
Plan :
Diagnosis klinis : Gastroenteritis akut + obs. Febris H-III
Pengobatan :
IVFD Rl 8 jam /kolf
Inj. Ceftriaxon 1x2 gr IV
Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
Inj. Ondansentron 1 amp IV
Paracetamol 4x 1 tab P.O
Loperamid 2-1-1 tab
Oralit setiap setelah mencret 1 sachet
Pendidikan :
Kepada keluarga pasien dijelaskan mengenai penyakit ini, penyebab yang mungkin
dan komplikasi yang dapat terjadi.
12
Konsultasi :
Perlu dilakukan konsultasi kepada dokter spesialis penyakit dalam tentang
penatalaksanaan selanjutnya pada pasien ini.
BAB III
ANALISIS KASUS
III.1 Kasus
13
Seorang Pasien P di Rumah Sakit XX dipulangkan oleh dr.Sp.PD pada hari rawatan
ke-8 dengan alasan pasien dan keluarga meminta pulang karena keluarga pasien meninggal
dunia. Awalnya pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaaan USG Abdomen tetapi
pemeriksaan ditunda karena dokter spesialis radiologi tidak ada. Kemudian dr.Sp.PD
memperbolehkan pulang dan merencanakan USG Abdomen saat kontrol di poliklinik
penyakit dalam.
III.2 Analisis
Tindakan yang dilakukan dr.Sp.PD melanggar kodeki pasal 1 dan melanggar pedoman
penegakan disiplin kedokteran poin 6 dan 16. Ketiga aturan tersebut menyatakan bahwa
seorang dokter seharusnya menaati sumpah dokter, melakukan tatalaksana pasien secara
profesional dan tidak menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang
layak. Sedangkan pada kasus, dr.Sp.PD memperbolehkan pasien pulang dengan alasan yang
tidak layak dan tindakan pengobatan yang belum selesai. dr.Sp.PD memulangkan pasien
dengan alasan pribadi pasien yaitu pasien dan keluarga meminta pulang karena salah satu
keluarga pasien meninggal dunia dengan kondisi pasien yang masih membutuhkan
perawatan. Seharusya dr.Sp.PD lebih mementingkan kesembuhan pasien daripada
terpengaruh oleh alasan pribadi pasien.
Kasus yang terjadi pada dr.Sp.PD, tidak hanya kasus etik tetapi juga kasus disiplin
profesi. Seandainya kasus dr.Sp.PD hanya kasus etik, dr.Sp.PD hanya mendapatkan sanksi
moral. Untuk kasus displin profesi apabila terjadi pengaduan, dr.Sp.PD dapat diproses oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan
bersalah dapat dijatuhkan sanksi.
dr.Sp.PD melanggar :
1.
KODEKI pasal 1 : setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
sumpah dokter, yaitu sumpah dokter poin 8 yang berbunyi, saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial, jenis penyakit dalam
menunaikan kewajiban terhadap pasien.
2.
14
3.
2.
Rekomendasi pencabutan STR atau SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal satu tahun,
maksimal selama-lamanya.
15