Sindrom Koronari Akut 1
Sindrom Koronari Akut 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard
Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang
Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari
ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun
lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 5070% yang tidak stabil,
yakni fibrous cap dinding (punggung) plak yang tipis dan mudah erosi atau ruptur1,2,3
Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan
secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan
dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.1 Angina tidak stabil, infark
miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q mempunyai substrat
patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner. 1,2,3
Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri
dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard nonelevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau
pasca tindakan intervensi koroner perkutan. 1,2,3
II.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tujuan
Menjelaskan pengertian Sindrom koroner akut.
Menjelaskan etiologi sindrom koroner akut.
Menjelaskan klasifikasi sindrom koroner akut.
Menjelaskan patofiosiologi sindrom koroner akut.
Menjelaskan manifestasi klinis sindrom koroner akut.
Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pasien sinndrom koroner akut.
Menjelaskan penatalaksanaansindrom koroner akut.
Membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan sindromkoroner akut.
BAB II
ISI
ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)
2.1
b.
c.
Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
d.
b
c
Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu
istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.
Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c.
a.
Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam,
hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b.
Kelas B: Primer.
c.
Kelas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina
(penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin
intravena.
2.4
ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus,
serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption disrupsi plak. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan
faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.
Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis trombosis akut. Proses inflamasi yang melibatkan
aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur
plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi
plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur
plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda
inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15%
pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai
peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun
vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel
(bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya
inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial
cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga
masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan
aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh
darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1
dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi
endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel,
faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2)
daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi
platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel,
dan luasnya infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 6070%
menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi
disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti
lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai
terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni
aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara
dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin).
Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat
tempat sebagai pencegahan dan terapi.
2.5
ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan
kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri
ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik,
ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
a.
Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan daerah
yang diperdarahi menjadi terancam mati .
b.
Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri
biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit.
Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung.
Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang
sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami
angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
c.
Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah
pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas
dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
2.6
ditemukan, yakni:
a.
Sakit dada
b.
Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik
c.
Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB
dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal
troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.
2.7
a.
Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai
dengan pasien stabil dengan level oksigen 23 liter/ menit secara kanul hidung.
b.
Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG
setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit )
dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan
beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner
besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi
pertanyaan).
c.
Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi
rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after
load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 4 mg
intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
d.
Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase 1
dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.
e.
f.
iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada
pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan
pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo
dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5%
menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 1016% menjadi 0,25,5%21.
Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang)
sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi
hitung sel darah lengkap pada minggu II III. Clopidogrel sama efektifnya dengan
Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia
dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak
terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan
Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral,
cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah
pemberian obat dan 4060% inhibisi dicapai dalam 37 hari. Penelitian CAPRIE
(Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi
pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner Akut (SKA) meliputi:
a
Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih
aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT).
Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun
dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60
ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan
infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg.
Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH): Diberikan pada APTS atau NSTEMI
dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu
mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose independent clearance;
mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi
platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak
perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur
faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya.
Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin
untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg)
Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka
panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara
pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga
tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.
Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA
dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada
STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO
V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan Reteplase dengan Reteplase dan Abciximab
(GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT3 membandingkan antara Tenecteplase
kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab dengan Tenecteplase kombinasi UFH pada
IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada mortalitas 4. Efek GPIIb/IIIa-I ialah
menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti
trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan
Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban,
Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian
koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan
dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat
digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan,
baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat
tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi
perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan
tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26.
Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak
terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena
Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat
dan menyokong terjadinya trombositopenia. Penelitian TARGET menunjukkan superioritas
Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin dengan derivat yang
lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan
pada grup APTS.
Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino
polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap
12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap mortalitas 17,28.
f
Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru,
dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak
menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen activator (tPA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase,
hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit 30,31,32,33.
Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri koroner dan mortalitas
ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih
panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus
TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja.
Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini juga
semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang kekurangan
atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka sumbatan
pembuluh darah koroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut stent.Dengan
demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi normal.
Pengkajian:
1)
Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
2)
Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro
sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri
berlangsung 10 menit)
3)
Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada
retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri
berlangsung 10 menit)
4)
Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress), dan
Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).
b.
Pemeriksaan Penunjang:
1)
Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik)
2)
Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB
dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal
troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
c.
Pemeriksaan Fisik
1)
2)
B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin
3)
4)
B4: oliguri
5)
6)
d.
NANDA
NOC
NIC
O
1
Penurunan curah
1.Perawatan jantung:akut
jantung
disarankan:
Batasan
a.Menunjukkan
karakteristik:
a.perubahan
memuaskan,dibuktik meringankan)
kecepatan
an dengan
jantung.
keefektifan pompa
jantung,status
sirkulasi,perfusi
jaringan(organ
Aritmia
Bradikardia
Perubahan EKG
Palpitasi
Takikardi
abdomen) dan
perfusi
jaringan(perifer).
b.Perubahan
preload
b.Menunjukkan
status sirkulasi
edema
dibuktikan dengan
penurunan
indikator kegawatan
hemodinamik
tekanan vena
sebagai berikut:
central
Denyut jantung
pemberian oksigen
penurunan
tekanan arteri
paru
Tekanan vena
Hipotensi ortostatis
kelemahan
distensi vena
jugularis
murmur
tidak ada
peningkatan BB
tidak ada
abnormal
afterload
ada
kulit berkeringat
cardiac output
dispnea
penurunan nadi
dan simetris
artei koronaria
Status kognitif
c.Perubahan
perifer
penurunan
tahanan tekanan
darah sistemik
time,fibrinogen,penurunan produk
perubahan
fibrin,jumlah platelet.
warna kulit
Kontrol nyeri
Tingkat
kenyamanan
Nyeri pengganggu
Tinkatan nyeri
1.Manajemen nyeri
Nyeri Akut
Batasan
karakteristik:
respon nyeri
Melaporan nyeri
secara verbal dan
non verbal
Menunjukkan
kerusaan
Posisi untuk
menjadi menyakitkan
mengurangi
nyeri
Gangguan tidur
Perubahan
dalam nafsu
makan
Gerakan untuk
melindungi
Respon otonom
perubahan
otonom dalam
2.Pemberian analgesik
tonus otot
Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas,dan
hebatnya nyeri sebelum mengobati pasien
Manajemen elektrolit:hipokalemia
hipokalemia
Keseimbangan
Hidrasi
Pengetahuan:cara
perawatan
yang diberikan
Respon pengobatan
Kontrol resiko
ketidakseimbang
an elektrolit
Deteksi resiko
Batasan
vital
Resiko
karakteristik:
Status tanda-tanda
kondisi hipokalemia
Ketidakseimban
gan cairan
muntah
hipokalemia
Daftar Pustaka
Elliott, doug dkk. 2007. Critical Care Nursing. Australia:.Elsevier.
Jevon Philip , Ewen Beverley.2008.Pemamntauan Pasien Kritis Edisi kedua.
Jakarta:Erlangga.
TIM PPGD. 2010. Penanggulangan Penderita Gawar Darurat Basic Trauma & Cardiac Life
Support. Bukittinggi.
OGrady, Eileen. 2007. A Nursess Guide to Caring for Cardiac Intervention
Patients.England.
Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197. Diakses di Surabaya,
tanggal 30 September 2010: Jam 19.01 WIB
Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC
Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-konsep-baru
penanganan.html. Diaskes di Surabaya, tanggal 30 September: Jam 19.10 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf