METODE PENELITIAN
1 + N (d2)
25
Keterangan
N
= besar populasi
= besar sampel
Dimana :
N
= 298
= 10% (0,1)
298
298
1 + 298
(0,12)
298
= 1 + 298
(0,01)
298
= 1 + 2,98
298
3,98
n = 75 sampel
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 75 responden.
26
kelas, kemudian sampel diambil dengan cara mengundi secara acak responden di
masing-masing kelas.
Proporsi sampel tiap kelas:
Kelas II IPA 1
25
298
75 = 6
Kelas II IPA 2
32
298
75 = 8
Kelas II IPS I
: 31
75 = 8
Kelas II IPS 2
: 26
75 = 7
298
298
23
82
298
450
82
: 40
298
450
38
:
298
x 75 = 6
x 75 = 10
x 75 = 10
41
298
x 75 = 10
42
298
x 75 = 10
27
informasi
yang
telah
dikumpulkan
dijamin
28
Keterangan :
P : Proporsi
f : Frekuensi
n : Sampel
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2015 dengan jumlah
sampel 75 responden, yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 2 Watampone.
Berikut ini, akan disajikan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan
dan sikap siswa SMA Negeri 2 Watampone tentang pendidikan kesehatan
reproduksi.
Adapun hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut:
31
Gambar 5.1
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa
tentang pendidikan kesehatan reproduksi
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015
90
80
70
57.3
60
42.7
50
40
30
20
10
0
Baik
Kurang Baik
32
Jumlah
30
45
75
40
60
100
33
Jumlah
20
55
75
26,7
73,3
100
34
Jumlah
36
39
75
48
52
100
35
Jumlah
31
44
75
41,3
58,7
100
36
Jumlah
20
55
75
26,7
73,3
100
37
Jumlah
36
39
75
48
52
100
38
dengan skor 33 dan yang memiliki sikap yang kurang baik tentang pendidikan
kesehatan reproduksi dengan skor < 33.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 5.2
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015
90
80
70
60
60
50
40
40
30
20
10
39
2.1 Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah.
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah dikelompokan menjadi
dua yaitu sikap yang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan
di sekolah dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang kurang baik tentang
pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi
yang diadakan di sekolah di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015
Jumlah
36
39
75
48
52
100
Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah
berjumlah 39 responden atau (52%), sedangkan siswa yang memiliki sikap yang
kurang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah
berjumlah 36 responden (48%).
40
2.2 Sikap siswa terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar nikah dikelompokan
menjadi dua yaitu sikap yang baik tentang pergaulan bebas yang mengakibatkan
hubungan seks di luar nikah dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang
kurang baik tentang pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.7
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap pergaulan bebas yang
mengakibatkan hubungan seks di luar nikah
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015
Jumlah
36
39
75
48
52
100
Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah berjumlah 39 responden atau (52%), sedangkan siswa yang memiliki sikap
41
yang kurang baik terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks
di luar nikah berjumlah 36 responden (48%).
2.3 Sikap siswa terhadap membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dikelompokan menjadi dua yaitu sikap yang baik tentang
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang kurang baik
tentang membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk
melakukan hubungan seks dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.8
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap membaca dan menonton film
pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan hubungan seks di SMA Negeri 2
Watampone
Juni 2015
Jumlah
35
40
75
46,7
53,3
100
42
Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks berjumlah 40 responden atau
(53,3%), sedangkan siswa yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks juga berjumlah 35 responden (46,7%).
Jumlah
20
55
75
26,7
73,3
100
43
Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap hubungan seks masa pacaran berjumlah 55 responden atau
(73,3%), sedangkan siswa yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap
hubungan seks masa pacaran juga berjumlah 20 responden (26,7%).
2.5 Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya diajarkan
sedini mungkin
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dikelompokan menjadi dua yaitu sikap yang baik tentang
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang kurang baik
tentang membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk
melakukan hubungan seks dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap tentang
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.10
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi
yang sebaiknya diajarkan sedini mungkin di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015
No.
1.
2.
Jumlah
Kurang Baik
Baik
Jumlah
34
41
75
45,3
54,7
100
44
B.
Pembahasan
1. Pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa yang baik
lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik
tentang pendidikan kesehatan reproduksi akan tetapi perbedaannya tidak begitu
jauh, dapat dilihat bahwa pengetahuan yang baik dengan jumlah 57,3%,
sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang
45
dan guru lebih ditingkatkan. Kerana pengetahuan yang baik akan membantu siswa
dalam pergaulan sehari-hari.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Miqdad (1997) yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan kesehatan reproduksi secara umum, sesuai dengan
kesepakatan Internasional Conference Of Sex Education And Family Planing,
tahun 1962 adalah: untuk menghasilkan kehidupan yang bahagia karena dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya, serta dapat
bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Ninuk Widyantoro
mengemukakan bahwa tujuan akhir pendidikan kesehatan reproduksi adalah
pencegahan kehamilan diluar perkawinan.
Pada hasil penelitian yang dilakukan Armelia, (2007) mengenai
pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi di SMU Kristen
Tentena, menunjukkan bahwa pengetahuan siswa yang baik lebih besar jumlahnya
dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik tentang pendidikan
kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan
Armelia, (2007) sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
SMA Negeri 2 Watampone yang menunjukkan bahwa pengetahuan siswa yang
baik lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik.
a. Tingkat pengetahuan siswa tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
kesehatan reproduksi
Hasil penelitian menunjukkan semua siswa memiliki pengetahuan yang
baik tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan reproduksi. Ini
berarti siswa telah banyak mendapat informasi baik yang didapat dari orang tua,
46
sekolah dan juga teman-teman, juga melalui buku-buku maupun media massa
lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003)
yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihtan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
b. Tingkat pengetahuan siswa tentang tujuan pendidikan kesehatan
reproduksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
pengetahuan yang baik tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi. Ini
artinya siswa juga telah banyak mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun
orang tua dan melalui buku-buku serta media massa lainnya. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam salah
satu dari 6 tingkatan pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Tingkat pengetahuan siswa tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja
serta ciri-ciri seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja serta
ciri-ciri seks primer/sekunder lebih besar dari pada yang kurang baik namun
perbedaannya tidak begitu jauh. Artinya pengetahuan siswa tentang pertumbuhan
dan perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder harus lebih
47
48
dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam salah
satu dari 6 tingkatan pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
f. Tingkat pengetahuan siswa tentang resiko melakukan seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
pengetahuan yang baik tentang resiko melakukan seks bebas. Artinya siswa telah
banyak mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun orang tua dan melalui
buku-buku serta media massa lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam salah satu dari 6 tingkatan
pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menjaga perilaku mereka sendiri sehingga tidak mudah terjerumus kehal-hal yang
dapat merusak diri mereka. Misalnya bergaul dengan teman-teman yang nakal,
49
nonton film porno, baca buku porno, pergaulan bebas dan kurangnya keterbukaan
antara anak dan orang tua. Apabila mereka menyadari manfaat pendidikan
kesehatan reproduksi dimana dapat membantu siswa untuk mengetahui resiko
sikap seksual mereka dan mengajarkan pengambilan keputusan secara dewasa,
sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang
lain, bergaul dengan benar dan menjaga dirinya dengan baik. Hal ini didukung
oleh pendapat G. W. Alport (1935) dalam Notoatmodjo (2003) yang mengatakan
bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan
atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek lingkungan tertentu dalam suatu penghayatan objek.
a. Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di
sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki sikap
yang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah. Ini
artinya siswa memahami pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang
diadakan di sekolah. Karena dengan adanya pendidikan kesehatan reproduksi
yang diadakan di sekolah diharapkan semua siswa mampu menjaga kehormatan
diri sendiri maupun orang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2003) dalam beberapa tingkatan sikap yang salah satunya adalah
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya. Segala resiko adalah
merupakan sikap yang paling tinggi
50
51
buku-buku serta media massa lainnya. Sehingga mempunyai sikap yang baik pula.
Hal ini sejalan dengan pendapat G. W. Alport 1935) bahwa sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu.
e. Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya
diajarkan sedini mungkin
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memiliki sikap yang
kurang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya diajarkan
sedini mungkin. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang diterima oleh
siswa sehingga pengetahuan yang mereka milikipun kurang. Dalam hal peran
serta orang tua dan guru sangatlah penting untuk memberi penyuluhan mengenai
pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi diperkenalkan sedini mungkin.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang mengatakan
bahwa sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu dalam suatu penghayatan objek.
52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada hasil
penelitian
ini menunjukkan
53
54
2008.
Pendidikan
Kesehatan
Reproduksi
Remaja.
9. Robert P. Masland, 1997, Apa Yang Ingin Diketahui Oleh Remaja Tentang
Seks, Cetakan 1, Bumi Aksara, Jakarta.
10. Sarwono, 2003. Psikologi Remaja.Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta
11. Singgih D. Gunarsa dan Yulia , 2001, Psikologi Praktis Anak, Remaja Dan
Keluarga, Cetakan 6, Gunung Mulia, Jakarta.
12. Soetjiningsih, 2004, Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya,
Cetakan 1, Sagung Seto, Jakarta.
13. Syaifudin, 1997, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC. Jakarta.
14. Widayatun Tri Rusni, 1999. Ilmu Perilaku . Buku Pegangan mahasiswa
Akademi Keperawatan, Jakarta
55