Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk memberikan gambaran
secara rinci dari variabel yang diteliti tanpa membuat suatu perbandingan atau
hubungan dengan variabel lain .
IV.2 Populasi dan Sampel
IV.2.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok subjek yang menjadi objek atau sasaran
penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa
SMUN 2 Watampone kelas II dan kelas III sebanyak 298 orang.
IV.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan tehnik sampling
tertentu dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar
mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Pada
penelitian ini sampel diambil dari sebahagian total populasi siswa SMUN 2
Watampone yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
Kriteria Inklusi:
1)

Siswa yang bersedia sebagai responden penelitian.

2) Siswa yang hadir pada waktu penelitian.


Besar Sampel
Besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin yaitu sebagai berikut:
N
n=

1 + N (d2)
25

Keterangan
N

= besar populasi

= besar sampel

= tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Dimana :
N

= 298

= 10% (0,1)

298
298
1 + 298
(0,12)
298
= 1 + 298
(0,01)
298
= 1 + 2,98

298
3,98

n = 75 sampel
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 75 responden.

Teknik Pengambilan Sampel


Dalam penelitian ini tehnik pengambilan sampel yang penulis gunakan
adalah proporsional random sampling.
Sampel diambil secara random (acak) dengan terlebih dahulu dilakukan
stratifikasi untuk masing-masing kelas atau mengitung proporsi sampel untuk
masing-masing kelas. Setelah didapatkan jumlah sampel untuk masing-masing

26

kelas, kemudian sampel diambil dengan cara mengundi secara acak responden di
masing-masing kelas.
Proporsi sampel tiap kelas:
Kelas II IPA 1

25
298

75 = 6

Kelas II IPA 2

32
298

75 = 8

Kelas II IPS I

: 31

75 = 8

Kelas II IPS 2

: 26

75 = 7

298

298
23
82
298
450

Kelas III IPA I

Kelas III IPA 2

82
: 40

Kelas III IPA 3

298
450
38
:
298

x 75 = 6
x 75 = 10
x 75 = 10

Kelas III IPS 1

41
298

x 75 = 10

Kelas III IPS 2

42
298

x 75 = 10

IV.2.3 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Watampone tahun 2015.

IV.2.4 Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan Juni minggu ketiga tahun 2015.

27

IV.2.5 Pertimbangan Etik


1. Informed Consent
Sebelum melakukan penelitian maka akan diedarkan lembar
persetujuan untuk menjadi responden, dengan tujuan agar subyek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek
bersedia, maka responden harus menanda tangani lembar persetujuan dan
jika responden bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Anomity (tanpa nama)
Menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak perlu mencantumkan
nama pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data.
3. Confidentiality
Kerahasiaan

informasi

yang

telah

dikumpulkan

dijamin

kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan


dilaporkan pada hasil riset.

IV.2.6 Instrumen Penelitian


Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang berjumlah 25 pertanyaan, yang diantaranya :
1. 10 pertanyaan tentang pengetahuan dengan penilaian jika responden
menjawab benar diberi nilai 1 dan bila salah 0.
2. 8 pertanyaan tentang sikap dengan penilaian positif dan negatif.
a. Penilaian secara positif yaitu SS (sangat setuju) diberi nilai 5, S (setuju)
diberi nilai 4, N (netral) diberi nilai 3, TS (tidak setuju) diberi nilai 2 dan
STS (sangat tidak setuju) diberi nilai 1.
b. Penilaian secara negatif yaitu STS (sangat tidak setuju) diberi nilai 5, TS
(tidak setuju) diberi nilai 4, N (netral) diberi nilai 3, S (setuju) diberi nilai 2

28

dan SS (sangat setuju) diberi nilai 1. Hal tersebut menggunakan kategori


positif > 50%, dan negatif 50%.
IV.2.7 Pengumpulan Data
Data primer yaitu data yang diperoleh dengan membagikan kuesioner yang
berisi daftar pertanyaan dimana responden diminta untuk memberikan jawaban
yang sesuai dengan alternatif pilihan yang tercantum dalam lembaran kuesioner
yang telah disiapkan.
IV.2.8 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
1. Editing
Dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan data yang
diperoleh.
2. Coding
Dilakukan guna memberikan kode pada nomor jawaban yang telah diisi
oleh responden untuk memudahkan peneliti dalam keperluan entry data ke
program komputer untuk kebutuhan analisis.
3. Entry
Memasukkan data ke program komputer untuk kebutuhan analisis.
4. Cleaning
Melakukan pengecekan akhir atas semua data yang telah dimasukkan agar
tidak menimbulkan bias dalam analisis.
IV.2.9 Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisa data deskriptif, yaitu memberikan
gambaran tentang kondisi objek tanpa membuat suatu perbandingan. Analisa yang
digunakan adalah analisa univariat dengan menghitung distribusi frekuensi tiap
variabel yang diteliti.
f
P = n x 100%
29

Keterangan :
P : Proporsi
f : Frekuensi
n : Sampel

30

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2015 dengan jumlah
sampel 75 responden, yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 2 Watampone.
Berikut ini, akan disajikan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan
dan sikap siswa SMA Negeri 2 Watampone tentang pendidikan kesehatan
reproduksi.
Adapun hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut:

1. Pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi


Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median. Median dalam penelitian ini adalah 17,
sehingga kategori

pengetahuan yang baik tentang pendidikan kesehatan

reproduksi dengan skor

17 dan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik

tentang pendidikan kesehatan reproduksi dengan skor < 17.


Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi dapat dilihat pada gambar
berikut:

31

Gambar 5.1
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa
tentang pendidikan kesehatan reproduksi
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015

90
80
70

57.3

60

42.7

50
40
30
20

10
0

Baik

Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah


Gambar di atas terlihat bahwa dari 75 responden, yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi berjumlah 43
responden (57,3%), sedangkan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik
tentang pendidikan kesehatan reproduksi berjumlah 32 responden (42,7%).
1.1 Tingkat pengetahuan siswa tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
kesehatan reproduksi

32

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan


dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori yang memiliki
pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan reproduksi
dikelompokan menjadi dua yaitu pengetahuan yang baik tentang apa yang
dimaksud dengan pendidikan kesehatan reproduksi dengan skor 2 dan yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang apa yang dimaksud dengan
pendidikan kesehatan reproduksi dengan skor < 2.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan reproduksi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa tentang apa yang dimaksud dengan
pendidikan kesehatan reproduksi
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015

Pengetahuan siswa tentang apa


yang dimaksud dengan
pendidikan kesehatan reproduksi
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.
No.

Jumlah

30
45
75

40
60
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki


tingkat pengetahuan yang baik tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
kesehatan reproduksi berjumlah 45 responden atau (60%), sedangkan siswa yang
memiliki tingkat Pengetahuan yang kurang baik tentang apa yang di maksud
dengan pendidikan kesehatan reproduksi berjumlah 30 responden (40%).
1.2 Tingkat pengetahuan siswa tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi

33

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan


dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori yang memiliki
pengetahuan tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi dikelompokan
menjadi dua yaitu pengetahuan yang baik tentang pendidikan kesehatan
reproduksi dengan skor 2 dan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik
tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi dengan skor < 2.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa tentang tujuan pendidikan kesehatan
reproduksi di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

Pengetahuan siswa tentang tujuan


pendidikan kesehatan reproduksi
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.
No.

Jumlah

20
55
75

26,7
73,3
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki


tingkat pengetahuan yang baik tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi
berjumlah 55 responden atau (73,3%), sedangkan siswa yang memiliki tingkat
Pengetahuan yang kurang baik tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi
berjumlah 20 responden (26,7%).
1.3 Tingkat pengetahuan siswa tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja
serta ciri-ciri seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan.

34

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan


dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 5, sehingga kategori yang memiliki
pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri
seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan dikelompokan menjadi dua yaitu
pengetahuan yang baik tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja serta
ciri-ciri seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan dengan skor 5 dan yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang pertumbuhan dan perkembangan
fisik remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan dengan
skor < 5.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri seks
primer/sekunder laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa tentang pertumbuhan dan
perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan
di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

Pengetahuan siswa tentang


pertumbuhan dan perkembangan
No.
fisik remaja serta ciri-ciri seks
primer/sekunder
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.

Jumlah

36
39
75

48
52
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki


tingkat pengetahuan yang baik tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik

35

remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder berjumlah 39 responden atau (52%),


sedangkan siswa yang memiliki tingkat Pengetahuan yang kurang baik tentang
pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder
berjumlah 36 responden (48%).
1.4 Tingkat pengetahuan siswa tentang seks bebas
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori yang memiliki
pengetahuan tentang seks bebas dikelompokan menjadi dua yaitu pengetahuan
yang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi dengan skor 2 dan yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang seks bebas dengan skor < 2.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang seks bebas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa tentang seks bebas di SMA Negeri 2
Watampone
Juni 2015

Pengetahuan siswa tentang seks


bebas
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.
No.

Jumlah

31
44
75

41,3
58,7
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki


tingkat pengetahuan yang baik tentang seks bebas berjumlah 44 responden atau
(58,7%), sedangkan siswa yang memiliki tingkat Pengetahuan yang kurang baik
tentang seks bebas berjumlah 31 responden (41,3%).
1.5 Tingkat pengetahuan siswa tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi

36

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan


dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori yang memiliki
pengetahuan tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi dikelompokan
menjadi dua yaitu pengetahuan yang baik tentang pendidikan kesehatan
reproduksi dengan skor 2 dan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik
tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi dengan skor < 2.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.4
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa tentang manfaat pendidikan
kesehatan reproduksi di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

Pengetahuan siswa tentang


manfaat pendidikan kesehatan
reproduksi
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.
No.

Jumlah

20
55
75

26,7
73,3
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki


tingkat pengetahuan yang baik tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi
berjumlah 55 responden atau (73,3%), sedangkan siswa yang memiliki tingkat
Pengetahuan yang kurang baik tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi
berjumlah 20 responden (26,7%).
1.6 Tingkat pengetahuan siswa tentang resiko melakukan seks bebas

37

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan


dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori yang memiliki
pengetahuan tentang resiko melakukan seks bebas dikelompokan menjadi dua
yaitu pengetahuan yang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi dengan
skor 4 dan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang resiko
melakukan seks bebas dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pengetahuan
responden tentang resiko melakukan seks bebas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan siswa tentang resiko melakukan seks
bebas di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

Pengetahuan siswa tentang resiko


melakukan seks bebas
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.
No.

Jumlah

36
39
75

48
52
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki


tingkat Pengetahuan yang baik tentang resiko melakukan seks bebas berjumlah 39
responden atau (52%), sedangkan siswa yang memiliki tingkat Pengetahuan yang
kurang baik tentang resiko melakukan seks bebas berjumlah 36 responden (48%).
2. Sikap siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median. Median dalam penelitian ini adalah 33,
sehingga kategori yang sikapnya baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi

38

dengan skor 33 dan yang memiliki sikap yang kurang baik tentang pendidikan
kesehatan reproduksi dengan skor < 33.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 5.2
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015

90
80
70

60

60
50

40

40
30
20
10

Sumber: data primer


Gambar di atas terlihat bahwa dari 75 responden, yang memiliki sikap
yang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi berjumlah 45 responden
(60%), sedangkan yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap pendidikan
kesehatan reproduksi berjumlah 30 responden (40%).

39

2.1 Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah.
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah dikelompokan menjadi
dua yaitu sikap yang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan
di sekolah dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang kurang baik tentang
pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi
yang diadakan di sekolah di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

Sikap siswa terhadap pendidikan


No. kesehatan reproduksi yang diadakan
di sekolah
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.

Jumlah

36
39
75

48
52
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah
berjumlah 39 responden atau (52%), sedangkan siswa yang memiliki sikap yang
kurang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah
berjumlah 36 responden (48%).

40

2.2 Sikap siswa terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar nikah dikelompokan
menjadi dua yaitu sikap yang baik tentang pergaulan bebas yang mengakibatkan
hubungan seks di luar nikah dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang
kurang baik tentang pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.7
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap pergaulan bebas yang
mengakibatkan hubungan seks di luar nikah
di SMA Negeri 2 Watampone Juni 2015

Sikap siswa terhadap pergaulan bebas


No. yang mengakibatkan hubungan seks
di luar nikah
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.

Jumlah

36
39
75

48
52
100

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah berjumlah 39 responden atau (52%), sedangkan siswa yang memiliki sikap

41

yang kurang baik terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks
di luar nikah berjumlah 36 responden (48%).
2.3 Sikap siswa terhadap membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dikelompokan menjadi dua yaitu sikap yang baik tentang
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang kurang baik
tentang membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk
melakukan hubungan seks dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.8
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap membaca dan menonton film
pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan hubungan seks di SMA Negeri 2
Watampone
Juni 2015

Sikap siswa terhadap membaca dan


menonton film pornografi yang dapat
No.
merangsang untuk melakukan
hubungan seks
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.

Jumlah

35
40
75

46,7
53,3
100

42

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks berjumlah 40 responden atau
(53,3%), sedangkan siswa yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks juga berjumlah 35 responden (46,7%).

2.4 Sikap siswa terhadap hubungan seks masa pacaran


Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori sikap terhadap
hubungan seks masa pacaran dikelompokan menjadi dua yaitu sikap yang baik
tentang hubungan seks masa pacaran dengan skor 2 dan yang memiliki sikap
yang kurang baik tentang hubungan seks masa pacaran dengan skor < 2.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap
responden tentang hubungan seks masa pacaran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.9
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap hubungan seks masa pacaran di
SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

Sikap siswa terhadap hubungan


seks masa pacaran
1.
Kurang Baik
2.
Baik
Jumlah
Sumber: data primer yang diolah.
No.

Jumlah

20
55
75

26,7
73,3
100

43

Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap hubungan seks masa pacaran berjumlah 55 responden atau
(73,3%), sedangkan siswa yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap
hubungan seks masa pacaran juga berjumlah 20 responden (26,7%).
2.5 Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya diajarkan
sedini mungkin
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan
dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 4, sehingga kategori sikap terhadap
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dikelompokan menjadi dua yaitu sikap yang baik tentang
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dengan skor 4 dan yang memiliki sikap yang kurang baik
tentang membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk
melakukan hubungan seks dengan skor < 4.
Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut sikap tentang
membaca dan menonton film pornografi yang dapat merangsang untuk melakukan
hubungan seks dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.10
Distribusi responden berdasarkan sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi
yang sebaiknya diajarkan sedini mungkin di SMA Negeri 2 Watampone
Juni 2015

No.
1.
2.

Sikap siswa terhadap pendidikan


kesehatan reproduksi yang sebaiknya
diajarkan sedini mungkin

Jumlah

Kurang Baik
Baik
Jumlah

34
41
75

45,3
54,7
100

44

Sumber: data primer yang diolah.


Tabel di atas terlihat bahwa dari 75 responden, siswa yang memiliki sikap
yang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya diajarkan
sedini mungkin berjumlah 41 responden atau (54,7%), sedangkan siswa yang
memiliki sikap yang kurang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang
sebaiknya diajarkan sedini mungkin juga berjumlah 34 responden (45,3%).

B.

Pembahasan
1. Pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa yang baik
lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik
tentang pendidikan kesehatan reproduksi akan tetapi perbedaannya tidak begitu
jauh, dapat dilihat bahwa pengetahuan yang baik dengan jumlah 57,3%,
sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang

baik 42,7%. Ini

berarti siswa harus lebih meningkatkan pengetahuannya tentang pendidikan


kesehatan reproduksi karena dengan pengetahuan yang baik diharapkan siswa
akan lebih mampu memahami apa yang pernah didengarnya tentang pendidikan
kesehatan reproduksi dan menurut peneliti siswa SMA Negeri 2 Watampone
sebaiknya lebih banyak menambah pengetahuannya tentang pendidikan kesehatan
reproduksi baik melalui buku-buku atau media lainnya serta bimbingan orangtua

45

dan guru lebih ditingkatkan. Kerana pengetahuan yang baik akan membantu siswa
dalam pergaulan sehari-hari.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Miqdad (1997) yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan kesehatan reproduksi secara umum, sesuai dengan
kesepakatan Internasional Conference Of Sex Education And Family Planing,
tahun 1962 adalah: untuk menghasilkan kehidupan yang bahagia karena dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya, serta dapat
bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Ninuk Widyantoro
mengemukakan bahwa tujuan akhir pendidikan kesehatan reproduksi adalah
pencegahan kehamilan diluar perkawinan.
Pada hasil penelitian yang dilakukan Armelia, (2007) mengenai
pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi di SMU Kristen
Tentena, menunjukkan bahwa pengetahuan siswa yang baik lebih besar jumlahnya
dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik tentang pendidikan
kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan
Armelia, (2007) sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
SMA Negeri 2 Watampone yang menunjukkan bahwa pengetahuan siswa yang
baik lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik.
a. Tingkat pengetahuan siswa tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
kesehatan reproduksi
Hasil penelitian menunjukkan semua siswa memiliki pengetahuan yang
baik tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan reproduksi. Ini
berarti siswa telah banyak mendapat informasi baik yang didapat dari orang tua,

46

sekolah dan juga teman-teman, juga melalui buku-buku maupun media massa
lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003)
yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihtan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
b. Tingkat pengetahuan siswa tentang tujuan pendidikan kesehatan
reproduksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
pengetahuan yang baik tentang tujuan pendidikan kesehatan reproduksi. Ini
artinya siswa juga telah banyak mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun
orang tua dan melalui buku-buku serta media massa lainnya. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam salah
satu dari 6 tingkatan pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Tingkat pengetahuan siswa tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja
serta ciri-ciri seks primer/sekunder laki-laki dan perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik tentang pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja serta
ciri-ciri seks primer/sekunder lebih besar dari pada yang kurang baik namun
perbedaannya tidak begitu jauh. Artinya pengetahuan siswa tentang pertumbuhan
dan perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder harus lebih

47

ditingkatkan. Karena dengan pengetahuan yang baik tentang pertumbuhan dan


perkembangan fisik remaja serta ciri-ciri seks primer/sekunder diharapkan siswa
akan lebih memahami perubahan-peruban yang terjadi dalam dirinya. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam
salah satu dari 6 tingkatan pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
d. Tingkat pengetahuan siswa tentang seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik tentang seks bebas lebih besar dari pada yang kurang baik
namun perbedaannya tidak begitu jauh. Artinya pengetahuan siswa tentang seks
bebas harus lebih ditingkatkan. Karena dengan pengetahuan yang baik tentang
seks bebas para siswa akan mampu menjag diri dan kehormatannya. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam
salah satu dari 6 tingkatan pengetahuan yaitu Aplikasi diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
e. Tingkat pengetahuan siswa tentang manfaat pendidikan kesehatan
reproduksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
pengetahuan yang baik tentang manfaat pendidikan kesehatan reproduksi. Ini
artinya siswa juga telah banyak mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun
orang tua dan melalui buku-buku serta media massa lainnya. Hal ini sejalan

48

dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam salah
satu dari 6 tingkatan pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
f. Tingkat pengetahuan siswa tentang resiko melakukan seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
pengetahuan yang baik tentang resiko melakukan seks bebas. Artinya siswa telah
banyak mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun orang tua dan melalui
buku-buku serta media massa lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
oleh Notoatmodjo (2003) yang terdapat dalam salah satu dari 6 tingkatan
pengetahuan yaitu Memahami yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan

secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


2. Sikap siswa secara umum tentang pendidikan kesehatan reproduksi
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap siswa yang baik
tentang pendidikan kesehatan reproduksi lebih besar dibandingkan dengan yang
kurang baik. Hal ini mungkin karena sudah ada penanaman sikap dari orang tua,
guru, agama dan kebudayaan mereka, sehingga dari sikap itu sendiri siswa
mampu mempertahankan sikapnya yang baik tanpa mudah dipengaruhi oleh
lingkungan tempat tinggalnya. Dan bagi siswa yang memiliki sikap yang kurang
baik ini dipengaruhi oleh sikap

mereka yang belum mengetahui pentingnya

menjaga perilaku mereka sendiri sehingga tidak mudah terjerumus kehal-hal yang
dapat merusak diri mereka. Misalnya bergaul dengan teman-teman yang nakal,

49

nonton film porno, baca buku porno, pergaulan bebas dan kurangnya keterbukaan
antara anak dan orang tua. Apabila mereka menyadari manfaat pendidikan
kesehatan reproduksi dimana dapat membantu siswa untuk mengetahui resiko
sikap seksual mereka dan mengajarkan pengambilan keputusan secara dewasa,
sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang
lain, bergaul dengan benar dan menjaga dirinya dengan baik. Hal ini didukung
oleh pendapat G. W. Alport (1935) dalam Notoatmodjo (2003) yang mengatakan
bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan
atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek lingkungan tertentu dalam suatu penghayatan objek.
a. Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di
sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki sikap
yang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diadakan di sekolah. Ini
artinya siswa memahami pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang
diadakan di sekolah. Karena dengan adanya pendidikan kesehatan reproduksi
yang diadakan di sekolah diharapkan semua siswa mampu menjaga kehormatan
diri sendiri maupun orang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2003) dalam beberapa tingkatan sikap yang salah satunya adalah
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya. Segala resiko adalah
merupakan sikap yang paling tinggi

50

b. Sikap siswa terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks


di luar nikah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki sikap
yang baik terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan hubungan seks di luar
nikah. Ini artinya siswa juga telah banyak mendapat pengetahuan baik dari
sekolah maupun orang tua dan melalui buku-buku serta media massa lainnya.
Sehingga mempunyai silap yang baik pula. Hal ini sejalan dengan pendapat G. W.
Alport 1935) bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
c. Sikap siswa terhadap membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki sikap
yang baik terhadap membaca dan menonton film pornografi yang dapat
merangsang untuk melakukan hubungan seks. Ini artinya siswa juga telah banyak
mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun orang tua dan melalui bukubuku serta media massa lainnya. Sehingga mempunyai sikap yang baik pula. Hal
ini sejalan dengan pendapat G. W. Alport 1935) bahwa sikap adalah merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu.
d. Sikap siswa terhadap hubungan seks masa pacaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki sikap
yang baik terhadap hubungan seks masa pacaran. Ini artinya siswa juga telah
banyak mendapat pengetahuan baik dari sekolah maupun orang tua dan melalui

51

buku-buku serta media massa lainnya. Sehingga mempunyai sikap yang baik pula.
Hal ini sejalan dengan pendapat G. W. Alport 1935) bahwa sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu.
e. Sikap siswa terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya
diajarkan sedini mungkin
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memiliki sikap yang
kurang baik terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang sebaiknya diajarkan
sedini mungkin. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang diterima oleh
siswa sehingga pengetahuan yang mereka milikipun kurang. Dalam hal peran
serta orang tua dan guru sangatlah penting untuk memberi penyuluhan mengenai
pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi diperkenalkan sedini mungkin.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2003) yang mengatakan
bahwa sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu dalam suatu penghayatan objek.

52

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada hasil

penelitian

ini menunjukkan

bahwa secara umum

pengetahuan siswa yang baik lebih besar dibandingkan pengetahuan


yang kurang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi.
2. Sikap siswa secara umum yang baik lebih besar dibandingkan dengan
siswa memiliki sikap yang kurang baik tentang pendidikan kesehatan
reproduksi.
B. Saran
1. Untuk sekolah SMA Negeri 2 Watampone.

53

Diharapkan agar dapat meningkatkan pendidikan kesehatan reproduksi


baik melalui bangku sekolah maupun seminar tentang pendidikan
kesehatan reproduksi.
2. Untuk siswa
a. Diharapkan agar siswa yang memiliki pengetahuan yang baik
tentang pendidikan kesehatan reproduksi, tetap mempertahankan
sikapnya.
b. Diharapkan agar siswa yang memiliki pengetahuan yang kurang
baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi, lebih meningkatkan
pengetahuannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ajen Dianawati, 2003, Pendidikan Seks Untuk Remaja. Cetakan 1, Kawan
Pustaka, Jakarta.
2. Akhmad Azhar Abu Miqdad, 1997, Pendidikan Seks Untuk Remaja. Cetakan
1, Mitra Pustaka Yogyakarta.
3. Alimun Aziz H, 2003, Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
4. Allport,W G. 1996. Attitude . England, Harmondworth: Penguin Book,ltd

5. Garnida Erwin, 2005. Sikap Adalah Segalanya


6. Kartono Mohammad, 1998, Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi,
Cetakan 1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

54

7. Notoadmojo Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip


Dasar, PT. Rineka Cipta, EGC, Jakarta.
8. Syarif,

2008.

Pendidikan

Kesehatan

Reproduksi

Remaja.

www.halalsehat.com, Monday, 19 May 2008

9. Robert P. Masland, 1997, Apa Yang Ingin Diketahui Oleh Remaja Tentang
Seks, Cetakan 1, Bumi Aksara, Jakarta.
10. Sarwono, 2003. Psikologi Remaja.Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta

11. Singgih D. Gunarsa dan Yulia , 2001, Psikologi Praktis Anak, Remaja Dan
Keluarga, Cetakan 6, Gunung Mulia, Jakarta.
12. Soetjiningsih, 2004, Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya,
Cetakan 1, Sagung Seto, Jakarta.
13. Syaifudin, 1997, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC. Jakarta.
14. Widayatun Tri Rusni, 1999. Ilmu Perilaku . Buku Pegangan mahasiswa
Akademi Keperawatan, Jakarta

55

Anda mungkin juga menyukai