Anda di halaman 1dari 8

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENANGANAN GANGGUAN JIWA DI

PEUREULAK BARAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM


Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat bervariasi di
masyarakat. Pada umumnya keluarga-keluarga yang memiliki anggota keluarga yang terkena
penyakit gangguan jiwa akan menangani sesuai dengan persepsi masing-masing dan merasa
apa yang telah mereka lakukan adalah sebuah upaya maksimal untuk dapat menyembuhkan si
penderita.
Selain perilaku masyarakat dalam penanganan penderita gangguan jiwa, maka
tindakan atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan,
juga menjadi bagian dari kajian. Pengkajian upaya penanganan penderita gangguan jiwa dari
sisi departemen kesehatan (Puskesmas) dikarenakan instansi tersebut juga memiliki tanggung
jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Badan Litbang
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1995, memperkirakan terdapat 264
dari 1000 anggota Rumah Tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Dalam kurun waktu
enam tahun terakhir ini, jumlah tersebut dapat dipastikan meningkat karena krisis ekonomi
dan gejolak-gejolak lainnya diseluruh daerah. Bahkan masalah dunia internasionalpun akan
ikut memicu terjadinya peningkatan tersebut.
Angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa dimasyarakat
sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa, mulai dari
rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Bukti
lainnya, berdasarkan data statistik bahwa angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang
mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan
mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal dunia karena bunuh diri setiap
tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri para penderita
kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Banyak penanganan pasien gangguan jiwa yang dilakukan secara mandiri oleh
keluarga dengan cara yang tidak tepat sesuai dengan prosedur kesehatan. Sebagai contoh,
sebagian warga masyarakat di Aceh melakukan pemasungan, mengurung penderita gangguan
jiwa dan memperlakukan pasien dengan tidak manusiawi bahkan ada keluarga dengan
sengaja membuang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa karena dianggap aib.
Demikian juga ketika keluarga mengetahui salah satu anggotanya mulai menampakkan gejala

gangguan jiwa, maka oleh sebagian kalangan ia dianggap kemasukan roh halus. Untuk kasus
semacam ini, masyarakat memilih membawanya ke dukun, bukan ke dokter jiwa.
Saat ini jumlah pasien yang dipasung sekitar 133 orang dan sebanyak 62 kasus yang
ditangani sudah dilepas dari pasungannya (Dinkes Prov. NAD, 2007). Kepala Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) NAD, memperkirakan saat ini terdapat sekitar 100 orang penderita gangguan jiwa
yang bertahun-tahun terpasung akibat kondisi keuangan keluarganya memprihatinkan. Faktor
kemiskinan dan rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab pasien
gangguan jiwa berat hidup terpasung. Para penderita gangguan jiwa berat yang terpasung itu
di antaranya banyak ditemukan di Kabupaten Bireuen, Pidie, Pidie Jaya dan Aceh Utara serta
Aceh Timur.
Berdasarkan paparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang perilaku
masyarakat dalam penanganan gangguan jiwa di Peureulak Barat Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI


TERHADAP PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI
DI SMA NEGERI PEUREULAK BARAT
Remaja atau aldolescence, berasal dari bahasa latin yang berarti tumbuh kearah
kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik
saja,tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Terjadinya kematangan seksual atau
alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian
penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, karena bila
timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak sehat akan menimbulkan perilaku seksual
yang tidak bertanggung jawab. Inilah sebabnya maka para ahli dalam bidang ini
berpendapat bahwa kesetaraan perlakuan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan
dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja agar dapat tertangani secara tuntas
(Widyastuti, 2009).
Kanker payudara adalah Kanker yang terjadi karena terganggunya sistem
pertumbuhan sel di dalam jaringan payudara. Payudara tersusun atas kelenjar susu,
jaringan lemak, kantung penghasil susu, dan kelenjar getah bening. Sel abnormal bisa
tumbuh di empat bagian tersebut, dan mengakibatkan kerusakan yang lambat tetapi pasti
menyerang payudara (Nurcahyo, 2010).
Kanker payudara merupakan gangguan payudara yang paling ditakuti perempuan.
Salah satu penyebabnya karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan jika ditemukan
pada stadium lanjut. Padahal, jika dideteksi secara dini, penyakit ini sebetulnya bisa
diobati sampai sembuh. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui. Penyebab yang ada
hanya merupakan dugaan-dugaan, biasa disebut sebagai faktor-faktor resiko terkena
kanker payudara (Boyles, 2008).
Menurut data Pathology Based Cancer Registry yang dilakukan oleh ikatan
patologi anatomi Indonesia yang bekerja sama dengan yayasan kanker Indonesia, kanker
payudara di Indonesia menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker yang sering
diderita. Karenanya, perkembangannya harus dicermati. Sementara itu, di Amerika
Serikat beberapa negara maju lainnya, kanker payudara menduduki peringkat pertama
(Luwia, 2009).
WHO (World Healthy Organization) memperkirakan angka kejadian dari tahun
2009 terdapat 11 juta yang terkena kanker dan tahun 2030 akan bertambah menjadi 27
juta kematian akibat kanker dari 7 juta menjadi 17 juta, sehingga akan didapatkan 75 juta

orang yang hidup dengan kanker pada tahun 2030 nanti. Ditahun-tahun mendatang
problem kesehatan yang khususnya bagi negara-negara berkembang adalah kanker
payudara, dengan peningkatan angka kejadian hingga 70% (Yohanes, 2008).
Di Indonesia kanker payudara adalah jenis kanker yang menempati urutan kedua
sesudah kanker leher rahim pada wanita, hasil penelitian membuktikan bahwa kanker
payudara dari 26 kasus per 100.000 penduduk setiap tahunnya wanita yang mengalami
kanker payudara. Karena di Indonesia tidak memprioritaskan penanggulangan masalah
kanker dan masalah lain dianggap lebih penting, baik masalah ekonomi, politik, maupun
masalah kesehatan lain misalnya infeksi (Ibrahim, 2008).
Penderita kanker payudara di Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 5.207 kasus.
Setahun kemudian pada tahun 2005, jumlah penderita kanker payudara meningkat
menjadi 7.850 kasus. Tahun 2006, penderita kanker payudara meningkat menjadi 8.328
kasus dan pada tahun 2007 sebanyak 8.277 kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2008).
Adapun upaya deteksi dini atau pencegahan kanker payudara yaitu dengan
melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri). SADARI adalah tindakan deteksi dini
terhadap adanya gejala-gejala kanker payudara. Metode ini sangat sederhana, namun
diharapkan dapat menekan tingginya angka penderita kanker payudara, karena semakin
awal terdeteksi maka semakin cepat proses pengobatan yang diperlukan.
Hasil Survey Awal yang dilakukan dengan wawancara langsung, Pada Remaja
Putri di SMA Negeri Peurelak Barat sekitar 15 orang siswa, ternyata hanya 2 orang yang
mengetahui cara melakukan perawatan payudara sendiri (SADARI) tapi tidak pernah
melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) tersebut. Sedangkan 13 orang
Remaja Putri lainnya, tidak mengetahui cara melakukan pemeriksaan Payudara Sendiri
(SADARI).
Berdasarkan Survey Awal yang dilakukan melalui Wawancara, Ternyata
Pengetahuan dan Sikap tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sangat penting
bagi wanita yang masih usia remaja. Dan akan lebih baik jika sejak Remaja sudah
mempunyai Pengetahuan tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Dan
menerapkan secara rutin sehingga dapat mendeteksi kanker payudara sejak dini dan dapat
menjaga pola hidup sehat.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Pemeriksaan
Payudara Sendiri di SMA Negeri Peureulak Barat.

GAMBARAN PERILAKU SISWA TENTANG HUBUNGAN SEKS PRANIKAH DI SMA PEUREULAK BARAT
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa

dewasa.

Batasan

usia

remaja

menurut

WHO

(Word

Health

Organization) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, sementara PBB


menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Batasan ini
kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yaitu
usia 10-24 tahun.
Pada masa peralihan tersebut, terjadi perubahan fisik yang cepat
pada remaja termasuk perubahan dan perkembangan organ-organ seks
yang sering tidak seimbang dengan perkembangan mental emosionalnya.
Hal ini kerap membuat remaja bingung dan mengalami masalah-masalah
dalam kehidupan seksnya, terlebih jika tidak ada bimbingan dan
dukungan dari orang tuanya.
Pergaulan bebas atau free sex menjadi trend pada kalangan remaja
masa kini. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, salah satu yang
menjadi faktornya adalah masuknya budaya barat ke Indonesia, derasnya
informasi-informasi termasuk free seks melalui beberapa media informasi,
seperti TV dan Internet. Budaya barat membidik remaja tuntutan
kebebasan remaja yang bergeser menjadi liar tak terkendali. Beberapa
kebebasan yang ditiru oleh remaja terhadap budaya barat adalah :
Pertama, free thinker atau bebas berfikir. Dimana remaja merasa punya
hak untuk berfikir sebebas-bebasnya tanpa dibatasi oleh norma-norma
agama. Terutama dalam upaya mencari jalan keluar dari masalah yang
dihadapi

atau

cara

mengeluarkannya

untuk

dari

mengambil jalan pintas


memakai

narkoba,

meraih

masalah

keinginannya,

yang

terjadi,

sehingga

sering

kali

untuk
remaja

dengan melakukan hal-hal nekad, seperti

meminum-minuman

keras,

menjadi

perilaku

kriminilitas atau yang paling parah bunuh diri. Yang kedua, Permissif
bebas berbuat. Mau melakukan apa saja, di mana saja menjadi prinsip
remaja dalam berbuat. Mulai dari cara berbusana, berdandan, berbicara,
bergaul atau berperilaku. Para remaja di kota-kota terutama kota terbesar,

kini dinilai cenderung lebih premissif dalam urusan seks. Ketiga, Free sex
atau pergaulan bebas. Saat ini, pergaulan bebas antar lawan jenis yang
banyak dilakukan remaja sangat mudah terkontaminasi unsur cinta dan
seks. Pergaulan bebas pun sangat membuka peluang bagi remaja untuk
aktif melakukan aktifitas seks. Pemicunya bisa saja karena nonton vcd
porno yang dijual bebas ataupun menonton tayangan erotis yang di TV.
Kurangnya kontrol orang tua, sekolah atau masyarakat membuat mereka
enjoy berpetualang menikmati kepuasan sesaat.
Ketidaktahuan remaja mengenai seks tersebut dapat dilihat dari
pada tahun 2004 terhadap 450 remaja dari Jakarta, Bandung, Surabaya
dan Medan membuktikan remaja tersebut tidak mempunyai pengetahuan
khusus serta komprehensif mengenai seks. Sebesar (35%) informasi di
peroleh dari teman,(22%) dari film porno,(11%) dari buku, (8%) dari orang
tua dan selebihnya dari pacar, televisi, sekolah, pengalaman maupun film
dibioskop dan tentang perilaku seks remaja (15 - 24 tahun), 44%
responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di
usia 16-18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku pengalaman seks itu
sudah mereka dapat antara usia 13-15 tahun (BKKBN, 2004).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Gambaran Perilaku Siswa Tentang Hubungan Seks Pra-Nikah Di SMA Peureulak
Barat.

Langsa, 16 Januari 2017


Kepada Yth ;
Bapak/Ibu : Ka.Prodi S.1 Kesehatan Masyarakat
STIKes Langsa
Di.
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: Nurhayati

NPM

: 15.1.0202

Semester

: III Non Reguler

Prodi

: S1 Kesehatan Masyarakat

Alamat

: Peureulak Barat

Bersama ini saya mengajukan judul skripsi kepada Bapak/Ibu Ka.Prodi S.1 Kesehatan
Masyarakat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kesehatan
Masyarakat di STIKes Langsa. Adapun judul skripsi yang saya ajukan sebagai berikut :
1. Perilaku Masyarakat Dalam Penanganan Gangguan Jiwa Di Peureulak Barat Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Pemeriksaan Payudara
Sendiri Di Sma Negeri Peureulak Barat

3. Gambaran Perilaku Siswa Tentang Hubungan Seks Pra-Nikah Di SMA Peureulak


Barat
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga Bapak/Ibu dapat mengabulkan salah satu
judul diatas sebagai judul skripsi saya.

Hormat Saya

NURHAYATI

Anda mungkin juga menyukai