PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin moderen, timbul berbagai macam
penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Salah satunya adalah penyakit
stroke. Stroke dapat datang secara tiba-tiba dan dapat menyerang siapa saja, tidak
memandang usia maupun status sosial. Kebanyakan orang menganggap bahwa stroke
hanya dialami oleh mereka pada usia dewasa atau tua (Kuspita S. 2014).
Dahulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun. Namun, sekarang mulai 35
tahun seseorang sudah memilki resiko stroke. Meningkatnya penderita stroke usia muda
lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolestrol, tinggi karbohidrat,
dan sering mengosumsi junk food. Kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang jarang
olahraga, kurang tidur, dan stress berat juga jadi factor penyebab (Anjasmoro, 2013).
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan
sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Di Amerika, stroke
merupakan penyakit nomor lima yang menyebabkan kematian terbanyak dengan jumlah
sekitar 800.000 orang penderita setiap tahunnya dengan Persentase total kematian 4,97%.
Data tersebut menunjukkan bahwa setiap 40 menit, ada satu orang di Amerika yang
terkena serangan stroke(American Heart Association, 2015).
Menurut hasil survei Sample Registration Survei 2014, strokemenduduki peringkat
pertama dari 10 penyebab kematian dengan persentase sebesar 21,1% (Balitbangkes,
2014).Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
stroke berdasarkan
karena sumbatan pembuluh darah otak atau akibat perdarahan karena pecahnya
pembuluh darah otak. Pasien paska stroke biasanya mengalami berbagai macam
disfungsi neurologik tergantung dari daerah kerusakan otak yang dialaminya. Disfungsi
ini akan menimbulkan dampak psikologis maupun sosial bagi pasien itu sendiri dan juga
pada keluarganya. Pada dasarnya pasien yang mengalami disfungsi neurologik,
sebelumnya tanpa persiapan dan tidak dikehendaki baik oleh dirinya maupun
keluarganya (Iskandar , 2004).
Status sehat dan status sakit para anggota keluarga saling mempengaruhi satu sama lain.
Keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan
dan pemulihan pasien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan
penyembuhan dan pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang. Dukungan keluarga
berperan sangat penting untuk menjaga dan memaksimalkan pemulihan fisik dan kognitif
(Friedmann, 2000).
Salah satu dampak dari penyakit stroke terlihat pada aspek fisik, stroke juga memberi
dampak pada aspek psikologis. Keterhambatan pada kerja fungsi tubuh membuat
penderita stroke tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti sebelumnya(Kuspita
S, 2014). Penderita pasca stroke yang masih menyandang cacat sisa seringkali
mengalami banyak masalah dalam dirinya sehubungan dengan keterbatasan fisiknya.
Ruang gerak penderita strokemenjadi terbatas sehingga individu sering menjadi rendah
diri, sedih, kecewa, dan putus asa. Individu sering merasa kesal pada saat tangannya
tidak dapat menjangkau barang yang hendak dipegang, individu menjadi murung ketika
tangannya tidak dapat dipergunakan untuk menulis, kakinya tidak mampu menapak
dengan sempurna, dan menjadi marah ketika semua orang tidak lagi mengerti apa yang
diucapkannya. Separuh badannya mati, separuh kemampuannya menjadi hilang
(Widyanto & Triwibowo, 2013).
Keadaan tersebut menimbulkan perasaan tidak nyaman, yang kemudian dapat
menghasilkan perubahan suasana hati (terutama mengarah pada keadaan depresi).
Perubahan suasana hati, terutama depresi, akan memberikan dampak dalam proses
pengobatan yang sedang dijalani sehingga menjadi hal yang perlu diperhatikan lebih
lanjut. Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan
bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur,
juga hal-hal yang menyenangkan lainnya (Nasir & Muhith, 2011).
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah yaitu adakah hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat depresi pada pasien paska stroke?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan tingkat depresi pada pasien paska stroke berdasarkan Indeks Barthel dengan
tingkat depresi pada pasien stroke
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khsusus Penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga pada pasien stroke di.
b. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien stroke.
c. Mengidentifikasi tingkat depresi pada pasien stroke.
d. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada
pasien paska stroke
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk
meningkatkan pelayanan profesional kepada pasien stroke agar resiko depresi bisa
dicegah.
2. Bagi Isnstitusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberi tambahan informasi untuk pengembangan dalam
perluasan wawasan belajar mahasiswa keperawatan tentang mengetahui hubungan
dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada pasien paska stroke.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dalam penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar srtoke
1. Definisi Stroke
Stroke disebut juga Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Brain Attack merupakan
gambaran perubahan neurologis yang terjadi karena adanya gangguan suplai darah ke
bagian otak atau bila pembuluh darah di otak pecah yang menyebabkan sel sel otak
mengalami penurunan suplai oksigen yang akan menimbulkan kematian sel, sehingga
stroke dapat menyebabkan kematian atau kecacatan permanen Stroke atau gangguan
peredaran darah otak adalah kelainan fungsi otak yang disebabkan terjadinva
gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak dan paling sering
menyebabkan cacat sebagai akibat gangguan fungsi otak seperti kelumpuhan aggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan lain sebaginya.Sedangkan
menurut Pinzon, dkk (2010) mendefinisikan stroke sebagai defisit (gangguan) fungsi
sistem syaraf yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Gangguan peredaran otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluhnya darah di otak.
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan
gejala neurologis klinis fokal dan/ atau global yang berkembang dengan cepat, adanya
gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular
(Arifputra dkk, 2014).
2. Klasifikasi Stroke
Menurut Pinzon,dkk (2010) secara patologi ada dua macam stroke, yaitu stroke
sumbatan (stroke iskemik) dan stroke perdarahan (stroke hemoragik). Menurut badan
Yayasan Stroke Indonesia, klasifikasi stroke dibagi menjadi 2 yaitu
1. Stroke sumbatan (iskemik)
Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan setempat pada suatu pembuluh darah
tertentu di otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis
(pengerasan dinding pembuluh darah akibat degenerasi hialin dari lemak) yang
dipercepat oleh berbagai faktor risiko, sehingga terjadi penebalan ke dalam lumen
pembuluh tersebut yang akhirnya dapat menyumbat sebagian atau seluruh lumen
(trombosis). Sumbatan juga dapat disebabkan oleh thrombus atau bekuan darah
yang berasal dari tempat lain di dalam tubuh.
2. Stroke pendarahan (hemoragik)
4
dan
hipertensi
pembuluh
darah
paling
banyak
dan gangguan lainnya dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serebral,
namun jarang terjadi pada stroke.
4. Faktor Risiko
Lewis et al (2011) menyatakan bahwa faktor risiko stroke dapat dikategorikan
kedalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat
dimodifikasi (modifiable).
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan
herediter/keturunan (WHO, 2006).
1)
Risiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat
lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi
2)
3)
4)
yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang
menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko. Dalam case-control
studi di Denmark, pasien yang mengalami stroke iskemik adalah mereka yang
kurang aktif secara fisik pada minggu-minggu sebelumnya (American Heart
Association, 2015).
9) Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko
stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah
dikaitkan dengan risiko stroke.
10) Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat. Selain itu, keparahan
Sleep apnea dikaitkan dengan risiko stroke yang lebih besar, pasien dengan
sleep apnea parah memiliki 3 sampai 4 kali lipat kemungkinan stroke
(American Heart Association, 2015).
5. Patofisiologi
Menurut Black & Hawks,Iskemik serebral disebabkan oleh hipoksia dan kondisi
ini sangat sensitive terhadap otak kita karena menurunnya atau hilangnya suplai
oksigen dan otak tidak seperti pada jaringan tubuh lain seperti otot yang dapat
melakukan metabolism aerobic jika terjadi kekurangan oksigen dan glukosa.
Penurunan sistem neurologis sementara atau TIA dapat terjadi karena iskemik
jangka pendek, namun jika aliran darah tidak segera diperbaiki akan terjadi
kerusakan jaringan otak yang tidak dapat diperbaiki. Lokasi dan ukuran arteri
yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke area yang disuplai dapat
menentukan luasnya infark.
Metabolisme dapat terganggu karena iskemi yang cepat, dalam waktu 3-10 menit
dapat terjadi kematian sel dan perubahan yang permanen. Yang menjadi faktor
penting dalam mengetahui sebarapa cepat perubahan permanen adalah tingkat
oksigen dasar dan kemampuan mengkompensasi.Tekanan tekanan arterial harus
turun dua pertiga di bawah nilai normal (nilai tengah tekanan arterial sebanyak 50
mmHg atau kurang dari itu) sebelum tidak adekuatnya darah menuju ke otak.
Klien akan mengalami gangguan neurologis jika klien telah kehilangan
kompensasi autoregulasi dalam waktu singkat.
Sumbatan pada arteri serebral atau perdarahan intraserebral dapat menyebabkan
penurunan perfusi serebral. Sumbatan mengakibatkan iskemik pada jaringan otak
yang mendapatkan suplai dari arteri yang terganggu dan karena adanya
pembengkakan pada sekeliling jaringannya (Arifputra dkk, 2014).
Selsel pada bagian utama (tengah) akan mengalami kematian dengan segera
setelah stroke terjeadi, yang disebut cedera sel sel saraf primer (primary
neuronal injury). Pada sekitar daerah tersebut akan mengalami hipeoperfusi
(penumbra) yang luasnya tergantung pada jumlah sirkulasi kolateral yang ada,
sirkulasi ini adalah pembuluh darah yang .memperbesar sirkulasi darah ke otak.
Jumlah dan ukuran pembuluh darah ini akan menentukan tingkat keparahan
manifestasi stroke yang dialami klien pada daerah anatomis yang sama.
Pada kondisi iskemik serebral, dalam hitungan menit akan terjadi beberapa proses
reaksi biokimia seperti neurotoksin, oksigen radikal bebas (oxygen free radicals),
nitro oksida (nitric oxide), dan glutamate (glutamate) akan dilepaskan.
Terbentuknya asidosis lokal, terjadinya depolarisasi membrane dan hasilnya akan
terjadi edema sitotoksik dan kematian sel, yang sebut sebagai perlukaan sel sel
saraf sekunder (secondary neuronal injury). Yang paling dicurigai terjadi adalah
pada bagian neuron penumbra yang diakibatkan oleh iskemik serebral. Penurunan
fungsi saraf sementara dapat terjadi karena edema setelah iskemik dan dapat
berkurang dalam beberapa jam, hari, atau klien akan mendapatkan kembali
beberapa fungsinya (Muttaqin, 2012).
6. Manifestasi klinik
a. Menifestasi secara umum
1) Hipertensi
2) Sakit kepala
3) Muntah
4) Kejang
5) Perubahan status mental
6) Demam
7) Perubahan pada EKG, termasuk atrial fibrilasi, infark miokard
b. Gangguan khusus setelah stroke
1) Hemiparesis dan hemiplagia
Terjadinya penurunan kemampuan tersebut disebabkan stroke yang terjadi
pada lokasi arteri serebral anterior atau media yang dapat mengakibatkan
infark pada bagian saraf morotik (pengontrol gerakan) dari korteks bagian
depan. Hemiplagia sinistra diakibatkan oleh infark bagian kanan otak dan
sebaliknya karena jaringan saraf berjalan bersilangan dalam jalur piramid
dari otak ke saraf spinal.
kerusakan)
Afasia visual (klien mampu melihat kata kata, namun tidak dapat
menyebabkan
disfungsi
saraf
kranial.
Biasanya
terjadi
10
tidak
lumpuh).
Pola/skema
motorik
penting
dalam
ketajaman
penglihatan.
Gangguan
penglihatan
akan
Hal
tersebut
diakibatkan
oleh
paralisis
pada
syaraf
parasimpatik ke mata.
9) Agnosia
Merupakan gangguan pada indra untuk mengenali benda yang disebabkan
oleh sumbatan pada arteri serebral tengah atau posterior yang menyuplai
lobus temporal atau oksipital, agnosia pada indra penglihatan dan
pendengaran yang paling sering terjadi. Klien tidak dapat mengenali suatu
benda meskipun dapat melihat benda tersebut. klien tidak dapat mengenali
memahami arti bunyi karena kehilangan pendengaran atau penurunan
tingkat kesadaran.
10) Negleksi Unilateral
11
girus
urin
ke
kandung
kemih.
Sedangkan
pada
7. Pemeriksaan Diagnostik
a Pemindaian Compted Tomography (CT) non kontras pada kepala. Bertujuan
untuk menyingkirkan dugaan stroke hemoragik yang menyebabkan gangguan
neurologis akut. Namun tidak dapat tampak perubahan sel yang merupakan
b
c
d
dapat mendeteksi lebih awal dan memberikan gambaran pada stroke iskemik akut
EKG untuk menyingkirkan dugaan fibrilasi atrium dan kecurigaan emboli atrium
Carotid duplex scanning bertujuan untuk mengidentifikasi stenosis atau sumbatan
pada arteri karotis.
8. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan menurut Wiwit (2010) dan adalah :
a Identifikasi awal stroke
Menggunakan alat pengkajian standar seperti Acute Strore Quick Screen dan
National Institutes of Health Stroke Scale (NHSS). Pengkajian ini untuk deteksi
awal dan dapat diberikan terapi trombolisis. Skala kurang dari 5 dari skala 42
menyatakan stroke minor.
b
3
4
5
vena
Elevasi kepala namun leher tidak boleh tertekuk
Klien harus dalam kondisi tenang
Hubungi segera personel gawat darurat
13
Pada saat tidak terjadi lagi perdarahan, evaluasi klien untuk mendapatkan terapi
trombolisis yang bertujuan untuk membuat kembali saluran (rekanalasi) pada
pembuluh darah yang tersumbat serta mengembalikan perfusi ke jaringan orak
yang iskemik. Agen trombolisis bekerja dengan melarutkan thrombus dan
embolus yang menyumbat aliran darah yang dilakukan oleh activator
plasminogen eksogenus sebesar 30% klien mempunyai kesempatan terhindar dari
kecacatan atau kecacatan minimal jika klien menerima activator rekombinasi
jaringan plasminogen (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)) dalam
waktu tiga jam dari serangan awal stroke iskemik akut dan mengurangi risiko
kematian.
d
neurologis
yang
progresif,
perdarahan
subarachnoid
dan
intraserebral, hipotensi orortatik yang parah, IMA, atau DVT (deep vein
thrombosis) akut.
3) Selama seluruh tahap pengobatan, berikan bantuan dalam mengendalikan
fungsi kesehatan umum, seperti mengelola nutrisi, disfagia, hidrasi, fungsi
perkemihan dan pencernaan, istirahat dan tidur, kondisi penyakit penyakit
akut serta penyakit lain yang menyertai.
4) Mencegah komplikasi seperti emboli paru dan DVT, aspirasi, ISK, kerusakan
kulit, jatuh, cedera bahu, kejang, kelemahan otot dan kontraktur.
5) Mengontrol faktor risiko yang bias dimodifikasi untuk mencegah stroke
berulang termasuk antikoagulan oral, terapi antiplatelet, atau tindakan
6)
7)
8)
9)
pembedahan.
Sepanjang masa akut dan rehabilitasi, perlu dilakukan pengkajian
Perlu menggunakan alat ukur yang bias diandalkan dan bias dievaluasi.
Selama tahap akut, evaluasi untuk waktu awal rehabilitasi
Libatkan keluarga untuk memilih program individual dan interdisiplin
Fisioterapi
Fisioterapi dapat membangun dan mempertahankan rentang gerak (ROM) dan
tonus otot di bagian yang tidak terkena stroke maupun pada bagian yang terkena
14
Terapi Okupasi
Terapi ini untuk mempelajari kembali ADL atau aktivitas sehari hari klien,
meningkatkan kemandirian dengan menggunakan alat bantu. Contohnya pada
klien dengan hemiplegia dapat memakai baju jika pakaian ditutup dengan
pengikat yang terbuat dari perekat dari pada menggunakan kancing.
Ahli okupasi juga membantu mengatasi masalah seperti pada pasien yang nyeri
hebat yang dapat membatasi mobilitas dan perawatan diri, peregangan yang
berlebihan akibat dari kegiatan berbalik dan berpindah, dislokasi parsial atau
subluksasi pada kedua bahu. Ahli ini dapat menginstruksikan cara memindahkan
dan mengganti posisi yang benar untuk mencegah cedera selanjutnya.
Terapi bicara
Membantu perkembangan penyembuhan bicara dalam jumlah maksimum belajar
kembali, penekanan pada bunyi bicara atau penggunaan alat komunikasi
alternatif. Klien juga dapat dikaji mekanisme menelannya dan dibuatkan
rekomendasi untuk inisiasi dan kemajuan makan dan minum yang dapat
menurunan risiko aspirasi.
9. Komplikasi
a. Infeksi
Pneumonia, infeksi dada, infeksi daluran kemih, sepsis, selulitis, clostridium
difficile enteritis. Komplikasi yang terjadi setelah stroke akut yang umum adalah
pneumonia dan infeksi saluran perkemihan. Penelitian di Jerman, sekitar 3866
pasien dengan stroke iskemik, 7,4% mengalami pneumonia, sedangkan 6,3 %
mengalami infeksi saluran perkemihan. Asosiasi stroke pneumonia adalah
asosiasi dengan kejadian yang sangat fatal dan hasil klinik buruk dalam jangka
panjang.
Pneumonia disebabkan oleh dispagia dan aspirasi. Untuk mencegahnya, pasien
harus discreening dalam potensial aspirasi dari cairan atau makanan setengah
padat, dan diet yang dapat diadaptasi.
b. Masalah pergerakan
15
Jatuh, fraktur, nyeri otot, edema anggota badan, thrombosis vena di betis, paha
atau axial, emboli pulmonal, kehilangan integritas kulit, pressure ulcers, retensi
atau inkontinensia urin, kerusakan kulit, konstipasi, diare.
c. Komordibitas
Angina, infark miokard, CHF, aritmia atrial atau ventricular, cardiac arrest,
hipertensi, hipotensi, control jelek pada diabetes, hipoglikemia, iskemik colitis,
penyakit vascular perifer.
d. Komplikasi lainnya
Edema paru non kardiak, edema otak yang disebabkan oleh pergeseran garis
tengah, herniasi otak, transformasi gejala haemoragik, kejang, sepsis, selulitis,
inkontinensia, gejala lanjut thrombosis vena, depresi, dispagia, perdarahan GI,
CHF, hidrosepalus, mania, aphasia, halusinasi,
16
keluarga serta kemauan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang
dihadapi.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan. Keluarga memanfaatkan
sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan
keluarga. Hal yang menjadi pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga
yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan.
Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari
masyarakat setempat.
3. Jenis dukungan sosial keluarga
Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa jenis dukungan
yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator
(penyebar)
17
18
C. Depresi
1. Pengertian Depresi
Depresi adalah perasaan sedih, ketidak berdayaan dan pesimis yang berhubungan
dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri
atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2012).
Depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan
(affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak
gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa (Hawari, 2011).
Depresi merupakan salah satu dari gangguan suasana perasaan yaituHilangnya kontrol
penderita terhadap mood atau afek disertai perubahan tingkat aktivitas, kemampuan
kognitif, dan bicara. Manifestasi klinis utama yang ditemukan pada penderita depresi
yaitu afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, mudah lelah, dan penurunan
aktivitas yang nyata. Dapat pula ditemukan gejala tambahan lain, seperti gangguan
pemusatan perhatian, berkurangnya rasa percaya diri, ide mengenai rasa bersalah dan
rasa tidak berguna bagi lingkungan, pesimis menghadapi masa depan, ide melukai diri
sendiri atau bunuh diri, gangguan tidur, berkurangnya nafsu makan dan nafsu seksual
(Rosani, 2014).
2. Tanda dan Gejala Depresi
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang
menyebutkan depresi gejala menjadi utama dan lainnya seperti dibawah ini
Gejala utama meliputi :
a. Perasaan depresif atau perasaan tertekan
b. Kehilangan minat dan semangat
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
Gejala lain meliputi :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Perasaan bersalah dan tidak berguna
c. Tidur terganggu
d. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
e. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
f. Pesimistik
g. Nafsu makan berkurang
3. Tingkat Depresi
Kriteria diagnostik untuk tingkat gangguan depresi mayor menurut DSM- IV dibagi
dua yaitu gangguan depresi mayor dengan psikotik dan nonpsikotik serta gangguan
mayor dalam remisi parsial dan gangguan parsial dalam revisi penuh. Gangguan
19
depresi mayor meliputi gangguan depresi ringan, sedang dan berat tanpa ciri psikotik
yang dapat diuraikan sebagai berikut (Hawari, 2011) :
a. Ringan, jika ada beberapa gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gejala hanya menyebabkan gangguan ringan dalam
fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
b. Sedang, gangguan fungsional berada diantara ringan dan berat
c. Berat, tanpa ciri psikotik, beberapa gejala melabihi dari yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Berpedoman pada PPDGJ III dijelaskan bahwa, depresi digolongkan ke dalam depresi
berat, sedang dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya
terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan
gejala lainnya yaitu :
a. Ringan, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua
dari gejala di atas ditambah dua dari gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala
berat diantaranya. Lama periode depresi sekurang- kurangnya selama dua
minggu. Hanya sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan.
b. Sedang, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama
episode depresi minimum dua minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk
meneruskan kegiatan sosial.
c. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah
sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurangkurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat
cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam
dua minggu. Orang sangat tidak mungkin akan mampu meneruska kegiatan
sosialnya.
4. Etiologi Depresi
Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah :
a. Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenic- seperti
asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4hdroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis
pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan
20
b. Faktor Neurokimia
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide
neuro aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti
telah mengajukan bahwa system messengers seperti regulasi kalsium, adenilat
siklase, dan fosfatidilinositol dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate
dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf
pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat
(NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus
memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika
glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif
pada stress kronis. Terdapat bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi
antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan.
c. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi
melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh
psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam
timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki
peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi
berat.
d. Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode
gangguan mood. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresi
berat. Sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah
bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang
bertahan lama didalam biologi otak. Perubahan yang bertahan lama ini dapat
menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup
21
D. Penelitian Terkait
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Wurtiningsih, 2014 dengan judul Dukungan
Keluarga pada Pasien Stroke di Ruang Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan hasil
Anggota keluarga mampu memberikan berbagai bentuk dukungan kepada penderita
stroke yaitu dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental
dandukungan penghargaan. Tidak semua responden mengatakan penyakit yang
sesungguhnya kepada penderita. Tetapi mereka memberikan dukungan emosional dengan
merawat penderita. Dukungan instrumental dilakukan dengan memberikan terapi
rehabilitasi. Sedangkan dukungan penghargaan diberikan dalam bentuk ucapan
terimakasih dan perhatian.
Penelitian yang di lakukan oleh Nauli, 2014, dengan judul Hubungan Tingkat Depresi
Dengan Tingkat Kemandirian Dalam Aktifitas Sehari-Hari Pada Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu, Peneliti menyebutkan dari hasil uji statistik terdapat
hubungan signifikan antara tingkat depresi dengan tingkat kemandirian dengan (p =
0,014).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep.
Kerangka konsep penelitian menurut Iskandar (2008), menjelaskan model konseptual
variable variable penelitian, tentang bagaimana kaitan teori teori yang berhubungan
dengan variable variable penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas
(independent) dengan variabel terikat (dependent). Kerangka konsep penelitian adalah
suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah
yang akan diteliti sesuai dengan tujuan dan pemikiran peneliti. Variabel adalah sesuatu
yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu
penelitian. Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam
macam nilai (Notoatmodjo, 2010).
Karakteristik yang diamati mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi
dari suatu konsep. Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan variabel menjadi dua
bagian yaitu :
1. Variabel Bebas (Variable Independent)
Adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2010). Sedangkan merurut
Nursalam (2014) variabel independen yaitu variabel yang memengaruhi atau
24
Variabel Dependen
Dukungan keluarga
Counfonding
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
Keterangan :
Diteliti dan Dihubungkan:
Tidak diteliti dan tidak dihubungkan:
B. Hipotesis
Untuk hasil yang digunakan Uji Statistik terlebih dahulu membuat Rumusan Hipotesa
Penelitian dengan langkah langkah Sebagai berikut :
a. H0 : tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi paska stroke
b. H1 : ada hubungann tingkat hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi
paska stroke
25
C. Defenisi Operasional
Pada penelitian ini yang di amati adalah tingkat Activity Daily Living (ADL) berdasarkan
Indeks Barthel dengan tingkat depresi pada pasien stroke. Dibawah ini variabel akan
diuraikan secara operasional :
No
Variabel
Variabel Independen
1. Dukungan
keluarga.
Variabel Dependen
2.
Depresi
Defenisi Operasional
Alat Ukur
suatu bentuk
hubungan
interpersonal yang
melindungi seseorang
dari efek stress yang
buruk
Kuesioner
Depresi merupakan
salah satu dari
gangguan suasana
perasaan yaitu
Hilangnya kontrol
penderita terhadap
mood atau afek
disertai perubahan
tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif,
dan bicara
Kuesioner
26
Hasil ukur
Skala
Ukur
Tidak
Ordinal
gangguan :
Mean, Median
Gangguan
ADL :
Mean, Median
Tidak depresi : Ordinal
Mean,
Median
Depresi :
Mean,
Median
BAB IV
METOLOGI PENALITIAN
A. Desain Penelitian.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross
sectional adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi paska stroke
27
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak
untuk di teliti.Kriteria inklusi yaitu
- Bersedia menjadi responden
- Pasien yang mengalami stroke di RSIJ cempaka putih.
Kriteria eksklusi
Kriteriaeksklusiadalahkarakteristiksampelyang tidakdapat dimasukkanatau
tidaklayakuntukditeliti.Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
- Pasien stroke yang mengalami penurunan kesadaran
- Pasien stroke yang mengalami depresi berat
- Pasien stroke yang tidak bisa baca dan tidak tulis
D. Etika Penelitian.
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Kerahasiaan informasi subjek yang akan diteliti etika penelitian bertujuan untuk
melindungi hak-hak subjek dengan menjamin kerahasiaan responden dan
kemungkinan terjadi ancaman terhadap subjek, setelah mendapatkan responden
yang memiliki kriteria, dilanjutkan dengan memberi penjelasan tentang tujuan,
manfaat penelitian, jaminan kerahasiaan responden. Apabila responden bersedia,
maka responden dipersilahkan untuk menandatangani surat pernyatan persetujuan
menjadi responden dan ikut berpartisipasi dalam penelitian.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak mencatumkan namanya pada
lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode pada masingmasing lembar tersebut.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
E. Alat Pengumpulan Data.
Alat ukur yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
28
pengisian
kuesioner,
peneliti
berada
didekat
responden
untuk
29
2. Editing : Pengecekan kembali terhadap data yang masuk dan melengkapi data
yang dianggap masih kurang
3. Coding : Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden kedalam bentuk
nilai yang dilakukan dengan memberi tanda/kode berbentuk angka pada masingmasing jawaban
4. Prosesing : Pemprosesan data yang dila kukan dengan cara mengentri data dari
quesioner kepaket program komputer.
5. Cleaning: Membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah di entry apakah ada keselahan atau tidak
H. Analisa Data
Agar dapat menafsirkan data dan memahami arti data yang di kumpulkan maka, data
tersebut perlu dianalisa dan diolah dengan uji statistik. Analisa data dilakukan dengan
dua tahap yaitu analisa Univariat dan bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah dengan membuat distribusi frekwensi, dari data
demografi responden dan masing masing variable independen dan dependen dan
kemudian diinterprestasikan.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variable independen
dan dependen. Analisa penelitian dilakukan dengan menggunakan Uji statistik Chi
square.
Rumus Uji Chi Square :
2
( 0E )
E
X 2=
Keterangan :
X2 : Nilai Chi Square atau distribusi Kuesioner
O : Observed frekuensi
E : Expected frekuensi
30
31