Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin moderen, timbul berbagai macam
penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Salah satunya adalah penyakit
stroke. Stroke dapat datang secara tiba-tiba dan dapat menyerang siapa saja, tidak
memandang usia maupun status sosial. Kebanyakan orang menganggap bahwa stroke
hanya dialami oleh mereka pada usia dewasa atau tua (Kuspita S. 2014).
Dahulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun. Namun, sekarang mulai 35
tahun seseorang sudah memilki resiko stroke. Meningkatnya penderita stroke usia muda
lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolestrol, tinggi karbohidrat,
dan sering mengosumsi junk food. Kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang jarang
olahraga, kurang tidur, dan stress berat juga jadi factor penyebab (Anjasmoro, 2013).
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan
sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Di Amerika, stroke
merupakan penyakit nomor lima yang menyebabkan kematian terbanyak dengan jumlah
sekitar 800.000 orang penderita setiap tahunnya dengan Persentase total kematian 4,97%.
Data tersebut menunjukkan bahwa setiap 40 menit, ada satu orang di Amerika yang
terkena serangan stroke(American Heart Association, 2015).
Menurut hasil survei Sample Registration Survei 2014, strokemenduduki peringkat
pertama dari 10 penyebab kematian dengan persentase sebesar 21,1% (Balitbangkes,
2014).Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

stroke berdasarkan

diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%),


Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing (9,7%) (Riskesdas, 2013). Masalah
stroke semakin penting dan mendesak karena kini Indonesia menduduki urutan pertama
di asia tenggara dan urutan ke empat di dunia setelah setelah India, Cina, dan Amerik
(Yayasan Stroke Indonesia, 2012)
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global yang bersifat akut karena
penyakit pembuluh darah otak, dengan tanda dan gejala sesuai bagian otak yang terkena.
Serangan stroke terjadi tanpa peringatan dan dapat sembuh secara sempurna atau sembuh
dengan cacat atau bahkan berakibat kematian, akibat gangguan aliran darah ke otak
1

karena sumbatan pembuluh darah otak atau akibat perdarahan karena pecahnya
pembuluh darah otak. Pasien paska stroke biasanya mengalami berbagai macam
disfungsi neurologik tergantung dari daerah kerusakan otak yang dialaminya. Disfungsi
ini akan menimbulkan dampak psikologis maupun sosial bagi pasien itu sendiri dan juga
pada keluarganya. Pada dasarnya pasien yang mengalami disfungsi neurologik,
sebelumnya tanpa persiapan dan tidak dikehendaki baik oleh dirinya maupun
keluarganya (Iskandar , 2004).
Status sehat dan status sakit para anggota keluarga saling mempengaruhi satu sama lain.
Keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan
dan pemulihan pasien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan
penyembuhan dan pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang. Dukungan keluarga
berperan sangat penting untuk menjaga dan memaksimalkan pemulihan fisik dan kognitif
(Friedmann, 2000).
Salah satu dampak dari penyakit stroke terlihat pada aspek fisik, stroke juga memberi
dampak pada aspek psikologis. Keterhambatan pada kerja fungsi tubuh membuat
penderita stroke tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti sebelumnya(Kuspita
S, 2014). Penderita pasca stroke yang masih menyandang cacat sisa seringkali
mengalami banyak masalah dalam dirinya sehubungan dengan keterbatasan fisiknya.
Ruang gerak penderita strokemenjadi terbatas sehingga individu sering menjadi rendah
diri, sedih, kecewa, dan putus asa. Individu sering merasa kesal pada saat tangannya
tidak dapat menjangkau barang yang hendak dipegang, individu menjadi murung ketika
tangannya tidak dapat dipergunakan untuk menulis, kakinya tidak mampu menapak
dengan sempurna, dan menjadi marah ketika semua orang tidak lagi mengerti apa yang
diucapkannya. Separuh badannya mati, separuh kemampuannya menjadi hilang
(Widyanto & Triwibowo, 2013).
Keadaan tersebut menimbulkan perasaan tidak nyaman, yang kemudian dapat
menghasilkan perubahan suasana hati (terutama mengarah pada keadaan depresi).
Perubahan suasana hati, terutama depresi, akan memberikan dampak dalam proses
pengobatan yang sedang dijalani sehingga menjadi hal yang perlu diperhatikan lebih
lanjut. Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan

bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur,
juga hal-hal yang menyenangkan lainnya (Nasir & Muhith, 2011).
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah yaitu adakah hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat depresi pada pasien paska stroke?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan tingkat depresi pada pasien paska stroke berdasarkan Indeks Barthel dengan
tingkat depresi pada pasien stroke
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khsusus Penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga pada pasien stroke di.
b. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien stroke.
c. Mengidentifikasi tingkat depresi pada pasien stroke.
d. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada
pasien paska stroke
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk
meningkatkan pelayanan profesional kepada pasien stroke agar resiko depresi bisa
dicegah.
2. Bagi Isnstitusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberi tambahan informasi untuk pengembangan dalam
perluasan wawasan belajar mahasiswa keperawatan tentang mengetahui hubungan
dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada pasien paska stroke.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dalam penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar srtoke
1. Definisi Stroke
Stroke disebut juga Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Brain Attack merupakan
gambaran perubahan neurologis yang terjadi karena adanya gangguan suplai darah ke
bagian otak atau bila pembuluh darah di otak pecah yang menyebabkan sel sel otak
mengalami penurunan suplai oksigen yang akan menimbulkan kematian sel, sehingga
stroke dapat menyebabkan kematian atau kecacatan permanen Stroke atau gangguan
peredaran darah otak adalah kelainan fungsi otak yang disebabkan terjadinva
gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak dan paling sering
menyebabkan cacat sebagai akibat gangguan fungsi otak seperti kelumpuhan aggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan lain sebaginya.Sedangkan
menurut Pinzon, dkk (2010) mendefinisikan stroke sebagai defisit (gangguan) fungsi
sistem syaraf yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Gangguan peredaran otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluhnya darah di otak.
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan
gejala neurologis klinis fokal dan/ atau global yang berkembang dengan cepat, adanya
gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular
(Arifputra dkk, 2014).
2. Klasifikasi Stroke
Menurut Pinzon,dkk (2010) secara patologi ada dua macam stroke, yaitu stroke
sumbatan (stroke iskemik) dan stroke perdarahan (stroke hemoragik). Menurut badan
Yayasan Stroke Indonesia, klasifikasi stroke dibagi menjadi 2 yaitu
1. Stroke sumbatan (iskemik)
Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan setempat pada suatu pembuluh darah
tertentu di otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis
(pengerasan dinding pembuluh darah akibat degenerasi hialin dari lemak) yang
dipercepat oleh berbagai faktor risiko, sehingga terjadi penebalan ke dalam lumen
pembuluh tersebut yang akhirnya dapat menyumbat sebagian atau seluruh lumen
(trombosis). Sumbatan juga dapat disebabkan oleh thrombus atau bekuan darah
yang berasal dari tempat lain di dalam tubuh.
2. Stroke pendarahan (hemoragik)
4

Stroke hemoragik disebabkan oeh pecahnya cabang pembuluh darah tertentu di


otak akibat dari kerapuhan dindingnya yang sudah berlangsung lama
(aterosklerosis/penuaan pembuluh darah) yang dipercepat oleh berbagai faktor
seperti halnya pada stroke iskemik, biasanya pada usia tua atau pecahnya
anomaly pembuluh darah bawaan yang biasanya pada manusia muda.
3. Etiologi Penyakit Stroke
a. Thrombosis Serebral(bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Kondisikondisi seperti aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis
emboli, hipertensi dan diabetes merupakan awal dari penyebab thrombosis otak.
b. Embolisme(bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain
Stroke embolik disebabkan oleh embolus yang menyumbat arteri serebral.
Terbentuknya embolus bukan dari otak, embolus pada umumnya berasal dari
thrombus di jantung dan terbawa aliran darah menuju sirkulasi serebral dan
melekat pada pembuluh sehingga menyumbat arteri serebri. Plak adalah embolus
yang paling sering terjadi. Pada bagian luka plak arteri karotis bagian dalam,
thrombus dapat terlepas dan terbawa dalam sirkulasi serebral.. Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi
serebral (Smeltzer, 2005).
c. Hemoragik (perdarahan)
Ruptur arteriosklerosis

dan

hipertensi

pembuluh

darah

paling

banyak

menyebabkan perdarahan intraserebral yang dapat menyebabkan perdarahan ke


dalam jaringan otak. Pada umumnya perdarahan ini terjadi setelah usia 50 tahun,
perdarahan ini terjadi karena hipertensi. Aneurisma atau pembengkakan pembuluh
darah merupakan akibat lain dari perdarahan, walaupun aneurisma serebral ini
kecil (diameter 2-6 mm) namun dapat menyebabkan ruptur dan sekitar 6% stroke
disebabkan oleh aneurisma.
d. Penyebab lain
Infeksi yang menyebabkan spasme arteri serebral dapat menurunkan aliran darah
ke otak yang disebabkan pembuluh darah menyempit. Kerusakan otak tidak
selamanya disebabkan oleh spasme yang berdurasi pendek. Pada Kondisi
kekurangan protein S dan protein C serta gangguan aliran gumpalan darah dapat
menyebabkan terjadinya penggumpalan darah berlebihan pada pembuluh darah
(hiperkoagulasi) sehingga menyebabkan stroke thrombosis dan iskemik. Tumor,
gumpalan darah yang besar, pembengkakan jaringan otak, perlukaan pada otak
5

dan gangguan lainnya dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serebral,
namun jarang terjadi pada stroke.
4. Faktor Risiko
Lewis et al (2011) menyatakan bahwa faktor risiko stroke dapat dikategorikan
kedalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat
dimodifikasi (modifiable).
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan
herediter/keturunan (WHO, 2006).
1)
Risiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat
lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi
2)

juga pada semua usia.


Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada wanita, namun lebih

3)

banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada laki-laki.


Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki risiko yang lebih besar
mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan
dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus pada ras

4)

Africa- America (Lewis et al, 2011).


Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan TIA sebelumnya, atau
stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko terjadinya stroke (Lewis et al,
2011). Framingham Heart Study menyatakan orang tua yang pernah
mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian
stroke pada keturunannya (American Heart Association, 2015) .

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang berpotensi dapat
diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan medis, sehingga mengurangi
risiko terjadinya stroke. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain
hipertensi, penyakit jantung,merokok, konsumsi alkohol, obesitas, diabetes
mellitus, kurangaktivitas fisik, sleep apnea, penggunaan obat-oban, dan pola
makanyang buruk.
1) Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg. Lee (2011) menyatakan
prehipertensi memiliki hubungan yang erat terhadap insiden stroke. rata-rata
77% mereka yang menderita stroke memiliki riwayat tekanan darah > 140/90
mmHg (AHA, 2015).
6

2) Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard, kardiomiopati,


abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung conginetal juga temasuk
kedalam faktor risiko stroke. Fibrilasi
atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati (Pinzon, dkk 2010).
3) Dibetes melitus (DM) didefinisikan sebagai keadaan dimana kadar gula darah
puasa 126 mg/dl atau lebih besar yang diukur dalam dua kesempatan pada hari
yang berlainan. DM merupakan faktor risiko yang penting terhadap kejadian
stroke, dan meningkatkan risiko kejadian stroke pada semua usia. Individu
dengan diabetes mellitus memiliki risiko lima kali lebih besar terserang stroke
dari pada individu yang tidak menderita diabetes mellitus (Lewis et al, 2011).
4) Peningkatan kolesterol serum (hiperlipidemia) didefinisikan sebagai kondisi
dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar
kolesterol yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular dan sebrovaskular. Data dari Honolulu Heart Program/ NHLBI
menemukan bahwa pada pria Jepang 71-93 tahun, memiliki konsentrasi
kolesterol HDL yang rendah, hal ini dihubungkan dengan risiko stroke
tromboemboli di masa depan daripada yang konsentrasi kolesterol HDL tinggi
(American Heart Association, 2015).
5) Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat meningkatkan
efek terbentuknya thrombus dan pembentukan aterosklerosis pada pembuluh
darah. Merokok meningkatkan hampir dua sampai emapt kali lipat risiko
stroke. Risiko stroke akibat merokok berkurang secara substansial dari waktu
ke waktu setelah perokok berhenti, dan setelah 5 sampai 10 tahun, perokok
yang telah berhenti memiliki risiko yang sama dengan individu yang tidak
merokok (American Heart Association, 2015).
6) Efek alkohol terhadap risiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol
dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap hari
memiliki risiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan risiko
mereka menderita stroke.
7) Obesitas adalah keadaan dimana indeks massa tubuh > 25 kg/m2. Individu
yang kelebihan berat badan atau obesitas mengalami penurunan yang
signifikan dalam harapan hidup. Di samping itu, obesitas juga berkaitan
dengan hipertensi, gula darah tinggi, dan kadar lipid darah, yang semuanya
meningkatkan risiko stroke (Pinzon, dkk 2010).
8) Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar baik
pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik
7

yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang
menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko. Dalam case-control
studi di Denmark, pasien yang mengalami stroke iskemik adalah mereka yang
kurang aktif secara fisik pada minggu-minggu sebelumnya (American Heart
Association, 2015).
9) Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko
stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah
dikaitkan dengan risiko stroke.
10) Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat. Selain itu, keparahan
Sleep apnea dikaitkan dengan risiko stroke yang lebih besar, pasien dengan
sleep apnea parah memiliki 3 sampai 4 kali lipat kemungkinan stroke
(American Heart Association, 2015).
5. Patofisiologi
Menurut Black & Hawks,Iskemik serebral disebabkan oleh hipoksia dan kondisi
ini sangat sensitive terhadap otak kita karena menurunnya atau hilangnya suplai
oksigen dan otak tidak seperti pada jaringan tubuh lain seperti otot yang dapat
melakukan metabolism aerobic jika terjadi kekurangan oksigen dan glukosa.
Penurunan sistem neurologis sementara atau TIA dapat terjadi karena iskemik
jangka pendek, namun jika aliran darah tidak segera diperbaiki akan terjadi
kerusakan jaringan otak yang tidak dapat diperbaiki. Lokasi dan ukuran arteri
yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke area yang disuplai dapat
menentukan luasnya infark.
Metabolisme dapat terganggu karena iskemi yang cepat, dalam waktu 3-10 menit
dapat terjadi kematian sel dan perubahan yang permanen. Yang menjadi faktor
penting dalam mengetahui sebarapa cepat perubahan permanen adalah tingkat
oksigen dasar dan kemampuan mengkompensasi.Tekanan tekanan arterial harus
turun dua pertiga di bawah nilai normal (nilai tengah tekanan arterial sebanyak 50
mmHg atau kurang dari itu) sebelum tidak adekuatnya darah menuju ke otak.
Klien akan mengalami gangguan neurologis jika klien telah kehilangan
kompensasi autoregulasi dalam waktu singkat.
Sumbatan pada arteri serebral atau perdarahan intraserebral dapat menyebabkan
penurunan perfusi serebral. Sumbatan mengakibatkan iskemik pada jaringan otak

yang mendapatkan suplai dari arteri yang terganggu dan karena adanya
pembengkakan pada sekeliling jaringannya (Arifputra dkk, 2014).
Selsel pada bagian utama (tengah) akan mengalami kematian dengan segera
setelah stroke terjeadi, yang disebut cedera sel sel saraf primer (primary
neuronal injury). Pada sekitar daerah tersebut akan mengalami hipeoperfusi
(penumbra) yang luasnya tergantung pada jumlah sirkulasi kolateral yang ada,
sirkulasi ini adalah pembuluh darah yang .memperbesar sirkulasi darah ke otak.
Jumlah dan ukuran pembuluh darah ini akan menentukan tingkat keparahan
manifestasi stroke yang dialami klien pada daerah anatomis yang sama.
Pada kondisi iskemik serebral, dalam hitungan menit akan terjadi beberapa proses
reaksi biokimia seperti neurotoksin, oksigen radikal bebas (oxygen free radicals),
nitro oksida (nitric oxide), dan glutamate (glutamate) akan dilepaskan.
Terbentuknya asidosis lokal, terjadinya depolarisasi membrane dan hasilnya akan
terjadi edema sitotoksik dan kematian sel, yang sebut sebagai perlukaan sel sel
saraf sekunder (secondary neuronal injury). Yang paling dicurigai terjadi adalah
pada bagian neuron penumbra yang diakibatkan oleh iskemik serebral. Penurunan
fungsi saraf sementara dapat terjadi karena edema setelah iskemik dan dapat
berkurang dalam beberapa jam, hari, atau klien akan mendapatkan kembali
beberapa fungsinya (Muttaqin, 2012).
6. Manifestasi klinik
a. Menifestasi secara umum
1) Hipertensi
2) Sakit kepala
3) Muntah
4) Kejang
5) Perubahan status mental
6) Demam
7) Perubahan pada EKG, termasuk atrial fibrilasi, infark miokard
b. Gangguan khusus setelah stroke
1) Hemiparesis dan hemiplagia
Terjadinya penurunan kemampuan tersebut disebabkan stroke yang terjadi
pada lokasi arteri serebral anterior atau media yang dapat mengakibatkan
infark pada bagian saraf morotik (pengontrol gerakan) dari korteks bagian
depan. Hemiplagia sinistra diakibatkan oleh infark bagian kanan otak dan
sebaliknya karena jaringan saraf berjalan bersilangan dalam jalur piramid
dari otak ke saraf spinal.

Stroke biasanya mempengaruhi bagian kortikal lain selain saraf motorik,


sehingga menyebabkan menifestasi seperti kehilangan sensori sebagian,
kebutaan sebagian, tidak bias melakukan gerakan tertentu (apraksia), tidak
bias mengenali atau merasakan sesuatu (agnosia), gangguan komunikasi
(afasia). Namun biasanya tidak terpengaruh pada otot dada dan perut
karena diatur oleh kedua bagian serebral.
2) Afasia (penurunan kemampuan berkomunikasi)
a) Afasia wernick (sensori / penerima)
Infark yang terjadi pada lobus temporal otak akan mempengaruhi
pemahaman berbicara.
Afasia ini akan kehilangan kemampuan memahami tulisan, menulis,
atau bahasa yang diucapkan.
- Afasia akustik (klien mampu mendengar bunyi bicara, namun
bagian otak yang membaca makna bicara tersebut mengalami
-

kerusakan)
Afasia visual (klien mampu melihat kata kata, namun tidak dapat

membaca kata kata tersebut)


b) Afasia broca (ekspresi / motorik)
Infark pada lobus frontal pada otak sehingga mempengaruhi produksi
bicara. Afasia ini tidak lancar seperti kehilangan kemampuan dalam
menulis, membuat tanda atau berbicara. Memiliki tingkatan kesulitan
memperoduksi bicara yang bervariasi, kata kata yang diucapkan
perlahan, susah payah, dan artikulasi yang buruk.
c) Afasia global
Memperngaruhi pada keduanya yaitu produksi bicara maupun
komprehensi berbicara. Kebanyakan afasia adalah jenis ini.Pusat
bicara berada pada bagian otak kiri, sehingga afasia dikaitkan dengan
hemiplegia sebelah kanan.
3) Disartria
Disartria merupakan kesulitan berbicara yang disebabkan oleh kondisi
artikulasi yang diucapkan tidak sempurna. Klien memahami bahasa yang
diucapkan seseorang, namun kesulitan dalam melafalkan kata dan
pengucapannya tidak jelas. Klien dapat membaca dan menulis (kecuali
kelumpuhan dominan terjadi).
Kondisi ini terjadi karena stroke pada arteri vertebrobasilar atau cabangnya
sehingga

menyebabkan

disfungsi

saraf

kranial.

Biasanya

terjadi

kelumpuhan/kelemahan pada otot bibir, lidah, laring, atau karena

10

kehilangan sensasi, gangguan dalam mengunyah, menelan karena kontrol


otot yang menurun.
4) Disfagia
Stroke yang terjadi pada daerah vertebrobasilar yang menyebabkan
penurunan kemampuan menelan.
5) Apraksia
Merupakan kondisi yang mempengaruhi integrasi motorik kompleks,
disebabkan stroke yang terjadi pada beberapa bagian di otak, sehingga
klien tidak dapat melakukan beberapa keterampilan seperti berpakaian
(walaupun

tidak

lumpuh).

Pola/skema

motorik

penting

dalam

mengantarkan pesan impuls yang tidak dapat diperbaiki sehingga akurasi


dari perintah dari otak ke bagian otot tidak sampai, sehingga gerakan yang
diinginkan tidak dapat terjadi.
6) Perubahan penglihatan
Terganggunya jaringan penglihatan dari saluran optik ke korteks oksipital
yang disebabkan oleh stroke pada lobus parietal atau temporal sehingga
mengganggu

ketajaman

penglihatan.

Gangguan

penglihatan

akan

mempengaruhi kemampuan dalam mempelajari keterampilan motorik,


diplopia dapat terjadi karena kelumpuhan saraf kranial yang disebabkan
oleh infark yang mempengaruhi fungsi SK III, IV dan VI.
7) Hemianopia Homonimus
Merupakan kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang sama dari
lapang pandang dari setiap mata, sehingga klien hanya dapat melihat
setengah dari penglihatan normal. Klien mungkin bias melihat dengan
jelas pada garis tengah pada satu bagian mata tetapi tidak dapat melihat
bagian tersebut pada mata yang lain.
8) Sindrom Horner
Merupakan tenggelamnya bola mata, ptosis bagian atas kelopak mata,
bagian bawah kelopak mata sedikit terangkat, pupil mengecil, dan air mata
berkurang.

Hal

tersebut

diakibatkan

oleh

paralisis

pada

syaraf

parasimpatik ke mata.
9) Agnosia
Merupakan gangguan pada indra untuk mengenali benda yang disebabkan
oleh sumbatan pada arteri serebral tengah atau posterior yang menyuplai
lobus temporal atau oksipital, agnosia pada indra penglihatan dan
pendengaran yang paling sering terjadi. Klien tidak dapat mengenali suatu
benda meskipun dapat melihat benda tersebut. klien tidak dapat mengenali
memahami arti bunyi karena kehilangan pendengaran atau penurunan
tingkat kesadaran.
10) Negleksi Unilateral
11

Merupakan ketidakmampuan bagian kontralateral (dari bagian infark


serebral) merespon stimulus yang disebabkan oleh cedera pada lobus
temporoparietal, lobus parietal inferior, lobus frontal lateral,

girus

singulatum, thalamus, dan striatum sebagai akibat dari sumbatan arteri


pada bagian tengah. Hal ini nampak didominasi dari otak bagian kanan
dalam mengarahkan perhatian.
Adapun manifestasinya adalah :
a) Memberikan perhatian pada satu sisi bagian tubuh
b) Merespon atau melaporkan stimulus pada satu bagian tubuh
c) Hanya salah satu ekstremitas yang digunakan
d) Mengarahkan mata atau kepala hanya pada satu sisi.
11) Penurunan sensorik
Penurunan ini terjadi pada sisi lateral tubuh yang disebabkan oleh stroke
pada pada jalur sensoris dari lobus parietal yang disuplai oleh arteri
serebral anterior bagian tengah. Biasanya disertai hemiparesis atau
hemiplegia.
Klien biasa tidak merasakan sisi tubuhnya atau tidak lengkap. Adanya
sensasi seperti sentuhan, tekanan, nyeri dan suhu berbeda beda
tingkatannya.
Klien dapat mengalami parastesia seperti rasa nyeri terbakar yang
persisten, perasaan keberatan, kesemutan, kebas, tertusuk atau peningkatan
sensasi.
Terjadi gangguan pada propriosepsi yaitu kemampuan dalam menerima
hubungan tubuh dengan lingkungan luar dan terjadi penurunan rasa sendi
otot yang menyebabkan gangguan rasa pada bagian postural.
12) Perubahan perilaku
Kerika otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka reaksi dan
respons emosi akan menghambat fungsi kontrol seperti korteks serebral,
bagian temporal dan limbik, hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
Stroke yang terjadi pada belahan serebral kanan biasanya menimbulkan
impulsive, estimasi terlalu tinggi pada kemampuan, penurunan rentang
perhatian. Sedangkan infark pada lobus frontal yang disebabkan stroke
pada arteri serebral anterior atau media dapat mengalami gangguan
ingatan, penilaian, pemikiran abstrak, pemahaman, kemampuan menahan
diri dan emosi. Klien mungkin dapat mengalami penurunan spontanitas,
efek datar, selalu terdistraksi dan pelupa. Atau mungkin dapat mengalami
emosi yang labil, tiba tiba menangis, atau tertawa tanpa sebab, namun
jarang terjadi.
13) Inkontinensia
Penyebab inkontinensia karena disfungsi perkemihan maupun pencernaan,
saraf mengirim pesan kondisi kandung kemih penuhke otak namun otak
12

tidak mengartikan dan tidak meneruskan pada sistem perkemihan untuk


mengeluarkan

urin

ke

kandung

kemih.

Sedangkan

pada

pencernaanmengakibatkan kesulitan buang air besar.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a Pemindaian Compted Tomography (CT) non kontras pada kepala. Bertujuan
untuk menyingkirkan dugaan stroke hemoragik yang menyebabkan gangguan
neurologis akut. Namun tidak dapat tampak perubahan sel yang merupakan
b

gambaran diagnostic stroke.


Standar Magnetic Resonance Imaging (MRI). Karena infark biasanya tidak akan
muncul sampai 8-12 jam, sehingga alat ini terbatas dalam mendiagnosis stroke
iskemik. Namun dengan teknik baru yaitu diffusion-weighted imaging (DWI) dan
perfusion imaging (PI) dengan sensitivitas dan resolusi anatomi yang lebih besar

c
d

dapat mendeteksi lebih awal dan memberikan gambaran pada stroke iskemik akut
EKG untuk menyingkirkan dugaan fibrilasi atrium dan kecurigaan emboli atrium
Carotid duplex scanning bertujuan untuk mengidentifikasi stenosis atau sumbatan
pada arteri karotis.

8. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan menurut Wiwit (2010) dan adalah :
a Identifikasi awal stroke
Menggunakan alat pengkajian standar seperti Acute Strore Quick Screen dan
National Institutes of Health Stroke Scale (NHSS). Pengkajian ini untuk deteksi
awal dan dapat diberikan terapi trombolisis. Skala kurang dari 5 dari skala 42
menyatakan stroke minor.
b

Mempertahankan Oksigenasi Serebral


1 Klien yang mengalami kehilangan kesadaran harus dibaringkan ke bagian
yang terkena stroke, yang bertujuan untuk meningkatkan penyaluran saliva

dari jalan napas.


Melonggarkan kerah baju yang bertujuan untuk memfasilitasi aliran balik

3
4
5

vena
Elevasi kepala namun leher tidak boleh tertekuk
Klien harus dalam kondisi tenang
Hubungi segera personel gawat darurat

Memperbaiki Aliran Darah Serebral

13

Pada saat tidak terjadi lagi perdarahan, evaluasi klien untuk mendapatkan terapi
trombolisis yang bertujuan untuk membuat kembali saluran (rekanalasi) pada
pembuluh darah yang tersumbat serta mengembalikan perfusi ke jaringan orak
yang iskemik. Agen trombolisis bekerja dengan melarutkan thrombus dan
embolus yang menyumbat aliran darah yang dilakukan oleh activator
plasminogen eksogenus sebesar 30% klien mempunyai kesempatan terhindar dari
kecacatan atau kecacatan minimal jika klien menerima activator rekombinasi
jaringan plasminogen (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)) dalam
waktu tiga jam dari serangan awal stroke iskemik akut dan mengurangi risiko
kematian.
d

Perawatan Setelah Stroke


1) Kaji secara menyeluruh dan dokumentasi kondisi klien termasuk gangguan,
penyakit lainnya, perubahan status, dan status fungsional sebelum stroke
2) Setelah kondisi fisik mulai stabil, segera lakukan kegiatan fisik. Pada saat
melakukan mobilisasi dini, diharapkan berhati hati jika pada klien dengan
penurunan

neurologis

yang

progresif,

perdarahan

subarachnoid

dan

intraserebral, hipotensi orortatik yang parah, IMA, atau DVT (deep vein
thrombosis) akut.
3) Selama seluruh tahap pengobatan, berikan bantuan dalam mengendalikan
fungsi kesehatan umum, seperti mengelola nutrisi, disfagia, hidrasi, fungsi
perkemihan dan pencernaan, istirahat dan tidur, kondisi penyakit penyakit
akut serta penyakit lain yang menyertai.
4) Mencegah komplikasi seperti emboli paru dan DVT, aspirasi, ISK, kerusakan
kulit, jatuh, cedera bahu, kejang, kelemahan otot dan kontraktur.
5) Mengontrol faktor risiko yang bias dimodifikasi untuk mencegah stroke
berulang termasuk antikoagulan oral, terapi antiplatelet, atau tindakan
6)
7)
8)
9)

pembedahan.
Sepanjang masa akut dan rehabilitasi, perlu dilakukan pengkajian
Perlu menggunakan alat ukur yang bias diandalkan dan bias dievaluasi.
Selama tahap akut, evaluasi untuk waktu awal rehabilitasi
Libatkan keluarga untuk memilih program individual dan interdisiplin

berdasarkan kebutuhan klien dan keluarga


10) Untuk memenuhi kebutuhan klien dan keluarganya, pilih program lokal yang
paling terbaik.
e

Fisioterapi
Fisioterapi dapat membangun dan mempertahankan rentang gerak (ROM) dan
tonus otot di bagian yang tidak terkena stroke maupun pada bagian yang terkena
14

stroke. Klien dapat berlatih keseimbangan dan keterampilan untuk merasakan


posisi, lokasi, dan orientasi serta gerakan dari bagian bagian tubuh lainnya. Hal
ini dapat meningkatkan kemampuan klien untuk duduk pada ujung tempat tidur
dan akhirnya pasien mampu berjalan. Klien dengan hemiplegia dapat
menggukanan alat bantu berjalan dan berlatih memakainya.
f

Terapi Okupasi
Terapi ini untuk mempelajari kembali ADL atau aktivitas sehari hari klien,
meningkatkan kemandirian dengan menggunakan alat bantu. Contohnya pada
klien dengan hemiplegia dapat memakai baju jika pakaian ditutup dengan
pengikat yang terbuat dari perekat dari pada menggunakan kancing.
Ahli okupasi juga membantu mengatasi masalah seperti pada pasien yang nyeri
hebat yang dapat membatasi mobilitas dan perawatan diri, peregangan yang
berlebihan akibat dari kegiatan berbalik dan berpindah, dislokasi parsial atau
subluksasi pada kedua bahu. Ahli ini dapat menginstruksikan cara memindahkan
dan mengganti posisi yang benar untuk mencegah cedera selanjutnya.

Terapi bicara
Membantu perkembangan penyembuhan bicara dalam jumlah maksimum belajar
kembali, penekanan pada bunyi bicara atau penggunaan alat komunikasi
alternatif. Klien juga dapat dikaji mekanisme menelannya dan dibuatkan
rekomendasi untuk inisiasi dan kemajuan makan dan minum yang dapat
menurunan risiko aspirasi.

9. Komplikasi
a. Infeksi
Pneumonia, infeksi dada, infeksi daluran kemih, sepsis, selulitis, clostridium
difficile enteritis. Komplikasi yang terjadi setelah stroke akut yang umum adalah
pneumonia dan infeksi saluran perkemihan. Penelitian di Jerman, sekitar 3866
pasien dengan stroke iskemik, 7,4% mengalami pneumonia, sedangkan 6,3 %
mengalami infeksi saluran perkemihan. Asosiasi stroke pneumonia adalah
asosiasi dengan kejadian yang sangat fatal dan hasil klinik buruk dalam jangka
panjang.
Pneumonia disebabkan oleh dispagia dan aspirasi. Untuk mencegahnya, pasien
harus discreening dalam potensial aspirasi dari cairan atau makanan setengah
padat, dan diet yang dapat diadaptasi.
b. Masalah pergerakan
15

Jatuh, fraktur, nyeri otot, edema anggota badan, thrombosis vena di betis, paha
atau axial, emboli pulmonal, kehilangan integritas kulit, pressure ulcers, retensi
atau inkontinensia urin, kerusakan kulit, konstipasi, diare.
c. Komordibitas
Angina, infark miokard, CHF, aritmia atrial atau ventricular, cardiac arrest,
hipertensi, hipotensi, control jelek pada diabetes, hipoglikemia, iskemik colitis,
penyakit vascular perifer.
d. Komplikasi lainnya
Edema paru non kardiak, edema otak yang disebabkan oleh pergeseran garis
tengah, herniasi otak, transformasi gejala haemoragik, kejang, sepsis, selulitis,
inkontinensia, gejala lanjut thrombosis vena, depresi, dispagia, perdarahan GI,
CHF, hidrosepalus, mania, aphasia, halusinasi,

amnesia, dehidrasi, anemia,

malnutrisi, gangguan ginjal


B. Dukungan Keluarga
1. Pengertia Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang melindungi
seseorang dari efek stress yang buruk (Kaplan dan Sadock, 2002).Dukungan keluarga
menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk
hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap
anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.
2. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif.
Gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain, saling menghargai dan
kehangatan di dalam keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Interaksi atau hubungan dalam keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin,
norma, budaya dan perilaku.
c. Fungsi kesehatan
Sejauh mana keluarga menyediakan pangan, perlindungan dan merawat anggota
yang sakit, sejauh mana pengetahuan tentang masalah kesehatan, kesehatan dalam

16

keluarga serta kemauan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang
dihadapi.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan. Keluarga memanfaatkan
sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan
keluarga. Hal yang menjadi pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga
yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan.
Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari
masyarakat setempat.
3. Jenis dukungan sosial keluarga
Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa jenis dukungan
yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator

(penyebar)

informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi


yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan anggota keluarga diantaranya
memberikan support, penghargaan, perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya:
kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,
terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan di dengarkan.

17

4. Manfaat dukungan keluarga


Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap
siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan
sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan
akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Friedman, 1998). Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik
efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap
kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi
akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan
utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan
dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin
dalam Friedman, 1998).
5. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil
penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif
menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal
dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga
yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga
dipengaruhi oleh usia. Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung
untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih
egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial
ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis
dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada
lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah
mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada
orang tua dengan kelas sosial bawah.

18

C. Depresi
1. Pengertian Depresi
Depresi adalah perasaan sedih, ketidak berdayaan dan pesimis yang berhubungan
dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri
atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2012).
Depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan
(affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak
gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa (Hawari, 2011).
Depresi merupakan salah satu dari gangguan suasana perasaan yaituHilangnya kontrol
penderita terhadap mood atau afek disertai perubahan tingkat aktivitas, kemampuan
kognitif, dan bicara. Manifestasi klinis utama yang ditemukan pada penderita depresi
yaitu afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, mudah lelah, dan penurunan
aktivitas yang nyata. Dapat pula ditemukan gejala tambahan lain, seperti gangguan
pemusatan perhatian, berkurangnya rasa percaya diri, ide mengenai rasa bersalah dan
rasa tidak berguna bagi lingkungan, pesimis menghadapi masa depan, ide melukai diri
sendiri atau bunuh diri, gangguan tidur, berkurangnya nafsu makan dan nafsu seksual
(Rosani, 2014).
2. Tanda dan Gejala Depresi
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang
menyebutkan depresi gejala menjadi utama dan lainnya seperti dibawah ini
Gejala utama meliputi :
a. Perasaan depresif atau perasaan tertekan
b. Kehilangan minat dan semangat
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
Gejala lain meliputi :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Perasaan bersalah dan tidak berguna
c. Tidur terganggu
d. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
e. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
f. Pesimistik
g. Nafsu makan berkurang
3. Tingkat Depresi
Kriteria diagnostik untuk tingkat gangguan depresi mayor menurut DSM- IV dibagi
dua yaitu gangguan depresi mayor dengan psikotik dan nonpsikotik serta gangguan
mayor dalam remisi parsial dan gangguan parsial dalam revisi penuh. Gangguan
19

depresi mayor meliputi gangguan depresi ringan, sedang dan berat tanpa ciri psikotik
yang dapat diuraikan sebagai berikut (Hawari, 2011) :
a. Ringan, jika ada beberapa gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gejala hanya menyebabkan gangguan ringan dalam
fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
b. Sedang, gangguan fungsional berada diantara ringan dan berat
c. Berat, tanpa ciri psikotik, beberapa gejala melabihi dari yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Berpedoman pada PPDGJ III dijelaskan bahwa, depresi digolongkan ke dalam depresi
berat, sedang dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya
terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan
gejala lainnya yaitu :
a. Ringan, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua
dari gejala di atas ditambah dua dari gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala
berat diantaranya. Lama periode depresi sekurang- kurangnya selama dua
minggu. Hanya sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan.
b. Sedang, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama
episode depresi minimum dua minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk
meneruskan kegiatan sosial.
c. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah
sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurangkurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat
cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam
dua minggu. Orang sangat tidak mungkin akan mampu meneruska kegiatan
sosialnya.
4. Etiologi Depresi
Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah :
a. Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenic- seperti
asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4hdroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis
pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan
20

hipotesisi bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin


biogenic.

b. Faktor Neurokimia
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide
neuro aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti
telah mengajukan bahwa system messengers seperti regulasi kalsium, adenilat
siklase, dan fosfatidilinositol dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate
dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf
pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat
(NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus
memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika
glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif
pada stress kronis. Terdapat bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi
antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan.
c. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi
melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh
psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam
timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki
peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi
berat.
d. Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode
gangguan mood. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresi
berat. Sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah
bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang
bertahan lama didalam biologi otak. Perubahan yang bertahan lama ini dapat
menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup
21

hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya


seseorang memiliki resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya,
bahkan tanpa stressor eksternal.
Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam depresi.
Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan
terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan
menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya
depresi dikemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum
usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan timbulnya
awitan depresi adalah kematian pasangan. Factor ressiko lain adalah PHKseseorang yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung
memberikan laporan gejala episode depresif berat daripada orang yang bekerja.
e. Faktor Kepribadian
Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas
merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang
sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif,
histrionic dan borderline- mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisocial atau
paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme
defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri
mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar
I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan
siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I
kemudian hari.
f. Faktor Psikodinamik Depresi
Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud dan
dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai
depresi. Teori ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi
selama fase oral (10-18 bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi
kerentanan selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan
kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal
adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan
akibat kehilangan objek; (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta
dan benci sehingga rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri.
22

5. Depresi Pasca Stroke


a. Defenisi
Depresi pasca-stroke(PSD) merupakan salah satu komplikasi strokeyang ditandai
oleh abnormalitas mood, menyalahkan diri sendiri, kesedihan, dan depresi. PSD
merupakan faktor utama yang dapat menghambat penyem-buhan fungsi neurologi
dan aktivitas harian pada pasien stroke,dan berhubungan dengan peningkatan
mortalitas (Susilawat, 2014).
b. Gejalah Depresi Pasca Stroke
Gejala klinis Depresi Pasca Stroke berupa perubahan mood depresi, apatis,
penurunan berat badan, perubahan tidur, kelelahan, berkurangnya rasa berguna
dan anhedonia. Ada juga yang membagi gejala Depresi pasca-stroke menjadi dua,
yaitu gejala somatik dan gejala psikologi. Gejala somatik seperti berkurangnya
nafsu makan, kelelahan, melambatnya psikomotor, sedangkan gejala psikologi
berupa mood yang depresi (Susilawat, 2014).
c. PatofisiologiDepresi Pasca Stroke
Teori terjadinya depresi pada pasien stroke yaitu :
1) Depresi merupakan reaksi psikologis sebagai konsekuensi klinis akibat
stroke(Dharmady, 2009)
2) Depresi timbul sebagai akibat lesi pada daerah otak tertentu yang
menyebabkan terjadinya perubahan neurotransmitter(Dharmady, 2009).
3) Hipotesis Ukuran Infark
Ukuran infark berhubungan dengan timbulnya dan beratnya Depresi pascastroke. Infark luas menyebabkan kerusakan berat pada area yang memodulasi
perilaku emosional dan perubahan biokimia. Defisit neurologi berat akibat
infark luas dapat menjadi faktor psikologis sosial yang berhubungan dengan
patogenesis Depresi pasca-stroke(Susilawat, 2014).
d. Faktor Risiko PSD
Beberapa faktor risiko depresi pasca-stroke antara lain:
1) Riwayat depresi sebelumnya pada pasien dan keluarga
2) Gangguan fungsional
3) Menurunnya mobilitas
4) Disfungsi bicara dan bahasa, apraksia
5) Gangguan kognitif
6) Ketergantungan berat pada fungsi activity daily living (ADL)
7) Dukungan sosial buruk (isolasi sosial)
8) Lokasi lesi
9) Jenis kelamin
23

D. Penelitian Terkait
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Wurtiningsih, 2014 dengan judul Dukungan
Keluarga pada Pasien Stroke di Ruang Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan hasil
Anggota keluarga mampu memberikan berbagai bentuk dukungan kepada penderita
stroke yaitu dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental
dandukungan penghargaan. Tidak semua responden mengatakan penyakit yang
sesungguhnya kepada penderita. Tetapi mereka memberikan dukungan emosional dengan
merawat penderita. Dukungan instrumental dilakukan dengan memberikan terapi
rehabilitasi. Sedangkan dukungan penghargaan diberikan dalam bentuk ucapan
terimakasih dan perhatian.
Penelitian yang di lakukan oleh Nauli, 2014, dengan judul Hubungan Tingkat Depresi
Dengan Tingkat Kemandirian Dalam Aktifitas Sehari-Hari Pada Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu, Peneliti menyebutkan dari hasil uji statistik terdapat
hubungan signifikan antara tingkat depresi dengan tingkat kemandirian dengan (p =
0,014).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep.
Kerangka konsep penelitian menurut Iskandar (2008), menjelaskan model konseptual
variable variable penelitian, tentang bagaimana kaitan teori teori yang berhubungan
dengan variable variable penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas
(independent) dengan variabel terikat (dependent). Kerangka konsep penelitian adalah
suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah
yang akan diteliti sesuai dengan tujuan dan pemikiran peneliti. Variabel adalah sesuatu
yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu
penelitian. Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam
macam nilai (Notoatmodjo, 2010).
Karakteristik yang diamati mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi
dari suatu konsep. Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan variabel menjadi dua
bagian yaitu :
1. Variabel Bebas (Variable Independent)
Adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2010). Sedangkan merurut
Nursalam (2014) variabel independen yaitu variabel yang memengaruhi atau
24

nilainya mempengaruhi veriabel lain, dalam ilmu keperawatan variabel bebas


biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang di berikan kepada
klien untuk memengaruhi tingka laku klien. Variable independent yang dimaksud
pada penelitian ini adalah dukungan keluarga
2. Variabel Terikat (variable dependent)
Adalah variabel yang dipengaruhi atau veriabel yang menjadi akibat, kerena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 2010). Sedangkan menurut Nursalam, (2014) variabel
terikat yaitu variabel yang di pengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain,
dengan kata lain variabel terikat adalah vaktor yang di amati dan di ukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengeruh dari variabel bebas.Variabel
dependent pada penelitian ini adalah Depresi paska stroke.

Berdasarkan Landasan Teori maka :


Variabel Independen

Variabel Dependen

Dukungan keluarga

Depresi paska stroke

Counfonding
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga

Keterangan :
Diteliti dan Dihubungkan:
Tidak diteliti dan tidak dihubungkan:

B. Hipotesis
Untuk hasil yang digunakan Uji Statistik terlebih dahulu membuat Rumusan Hipotesa
Penelitian dengan langkah langkah Sebagai berikut :
a. H0 : tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi paska stroke
b. H1 : ada hubungann tingkat hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi
paska stroke
25

C. Defenisi Operasional
Pada penelitian ini yang di amati adalah tingkat Activity Daily Living (ADL) berdasarkan
Indeks Barthel dengan tingkat depresi pada pasien stroke. Dibawah ini variabel akan
diuraikan secara operasional :
No

Variabel

Variabel Independen
1. Dukungan
keluarga.

Variabel Dependen
2.
Depresi

Defenisi Operasional

Alat Ukur

suatu bentuk
hubungan
interpersonal yang
melindungi seseorang
dari efek stress yang
buruk

Kuesioner

Depresi merupakan
salah satu dari
gangguan suasana
perasaan yaitu
Hilangnya kontrol
penderita terhadap
mood atau afek
disertai perubahan
tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif,
dan bicara

Kuesioner

26

Hasil ukur

Skala
Ukur

Tidak
Ordinal
gangguan :
Mean, Median
Gangguan
ADL :
Mean, Median
Tidak depresi : Ordinal
Mean,
Median
Depresi :
Mean,
Median

BAB IV
METOLOGI PENALITIAN
A. Desain Penelitian.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross
sectional adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi paska stroke

B. Waktu dan Tempat Penelitian.


Penelitian ini dilakukan di RSIJ cempaka putih, waktu yang digunakan untuk
penelitian ini adalah mulai bulan Januari - Pebruari 2017.
C. Populasi dan Sampel.
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang,
tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar
jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu. Dalam
penelitian populasi dibedakan menjadi 2, yaitu: Populasi secara umum dan
populasi target (target population). Populasi target adalah populasi yang menjadi
sasaran keterbelakukan kesimpulan penelitian kita (Sukmadinata, 2007). Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien stroke di RSIJ cempaka putih yang berjumlah
893 pasien pada tahun 2015, dengan rata-rata per bulan 74 pasien
2. Sampel
Setelah ditentukan populasinya kemudian dapat diambil sampel dari populasi
tersebut. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti. Berdasarkan
pengertian diatas, dapat disimpulkan sampel adalah bagian populasi yang hendak
diteliti dan mewakili karakteristik populasi. Menurut arikunto (2010). Apabila
populasi penelitian berjumlah kurang dari 100 maka sampel yang diambil adalah
semuanya, namun apabila populasi peneltian berjumlah lebih dari 100 maka
sampel dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.

27

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Non ProbabilitySampling


dengan cara totalsampling dikarenakan populasi yang ada hanya 74 responden
atau kurang dari 100 maka jumlah sampel yang diambil adalah sama dengan
jumlah populasi. Untukmenentukanpopulasidan sampel peneliti menetapkan dua
kriteriayaitu:
a

Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak
untuk di teliti.Kriteria inklusi yaitu
- Bersedia menjadi responden
- Pasien yang mengalami stroke di RSIJ cempaka putih.
Kriteria eksklusi
Kriteriaeksklusiadalahkarakteristiksampelyang tidakdapat dimasukkanatau
tidaklayakuntukditeliti.Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
- Pasien stroke yang mengalami penurunan kesadaran
- Pasien stroke yang mengalami depresi berat
- Pasien stroke yang tidak bisa baca dan tidak tulis

D. Etika Penelitian.
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Kerahasiaan informasi subjek yang akan diteliti etika penelitian bertujuan untuk
melindungi hak-hak subjek dengan menjamin kerahasiaan responden dan
kemungkinan terjadi ancaman terhadap subjek, setelah mendapatkan responden
yang memiliki kriteria, dilanjutkan dengan memberi penjelasan tentang tujuan,
manfaat penelitian, jaminan kerahasiaan responden. Apabila responden bersedia,
maka responden dipersilahkan untuk menandatangani surat pernyatan persetujuan
menjadi responden dan ikut berpartisipasi dalam penelitian.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak mencatumkan namanya pada
lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode pada masingmasing lembar tersebut.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
E. Alat Pengumpulan Data.
Alat ukur yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
28

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis


kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008). Kuesioner yang digunakan dalam
penulisan penelitian ini adalah jenis kuesioner atau kuesioner langsung yang tertutup
karena responden hanya tinggal memberikan tanda checklist pada salah satu
jawaban yang dianggap benar.
F. Metode Pengumpulan Data.
Pengumpulan data telah dilaksanakan ditempat penelitian dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada HRD RSIJ cempaka putih
berdasarkan surat pengantar dari Ketua Program Studi (Kaprodi) di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FIK UMJ).
2. Meminta ijin kepada coordinator perawat ruangan poli dan kepala ruangan saraf
untuk melakukan pengambilan data responden dengan menunjukan surat
persetujuan dari RSIJ cempaka putih..
3. Sebelum dilakukan pengambilan data, responden diberikan penjelasan tentang
cara mengisi kuesioner dan dipersilahkan bertanya jika belum jelas.
4. Apabila responden menyetujui untuk menjadi responden maka peneliti meminta
kesediaan responden untuk menandatangani lembar kesediaan menjadi responden.
5. Selama

pengisian

kuesioner,

peneliti

berada

didekat

responden

untuk

mengantisipasi pertanyaan atau pernyataan akan ketidakjelasan responden.


6. Setelah mengisi kuesioner maka peneliti mengambil angket yang ada pada
responden kemudian dikumpulkan oleh peneliti.
7. Peneliti mengecek kelengkapan jawaban dari responden apabila belum lengkap
maka responden diminta untuk melengkapinya.
Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan untuk pengolahan data melalui proses
tabulasi dan kemudian dianalisa
G. Pengolahan Data.
Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data telah selesai. Teknik yang
digunakan dalam pengolahan data ini adalah tekhnik uji Pearson Chi Square untuk
melihat ada tidaknya hubungan variabel independent dan variabel dependent dengan
nilai kemaknaan (signicance level) 95%. Daftar pertanyaan dan pernyataan yang telah
diisi dikumpulkan dan dilakukan prosedur analisa data, meliputi:
1. Seleksi: Salah satu kegiatan untuk penelitian dalam menghasilkan data

29

2. Editing : Pengecekan kembali terhadap data yang masuk dan melengkapi data
yang dianggap masih kurang
3. Coding : Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden kedalam bentuk
nilai yang dilakukan dengan memberi tanda/kode berbentuk angka pada masingmasing jawaban
4. Prosesing : Pemprosesan data yang dila kukan dengan cara mengentri data dari
quesioner kepaket program komputer.
5. Cleaning: Membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah di entry apakah ada keselahan atau tidak
H. Analisa Data
Agar dapat menafsirkan data dan memahami arti data yang di kumpulkan maka, data
tersebut perlu dianalisa dan diolah dengan uji statistik. Analisa data dilakukan dengan
dua tahap yaitu analisa Univariat dan bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah dengan membuat distribusi frekwensi, dari data
demografi responden dan masing masing variable independen dan dependen dan
kemudian diinterprestasikan.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variable independen
dan dependen. Analisa penelitian dilakukan dengan menggunakan Uji statistik Chi
square.
Rumus Uji Chi Square :

2
( 0E )
E

X 2=

Keterangan :
X2 : Nilai Chi Square atau distribusi Kuesioner
O : Observed frekuensi
E : Expected frekuensi

30

Iskandar , 2004. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke, Edisi I. PT


Bhuana Ilmu Populer.
Friedmann, MM. 2000. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Edisi 3. Alih bahasa ;
Ina Debora RL, Yoakin Asy. Jakarta EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai