Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang
dalam usia reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi
reproduksi manusia yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan
matang diluar kavitas endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada
kematian fetus. Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik
ini dapat menjadi keadaan yang membahayakan jiwa.
Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan
dengan kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan
terjadinya keadaan sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan
kemampuan wanita untuk hamil kembali dapat terpengaruh menjadi buruk.
Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai
pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. John Bard melaporkan satu
intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah kehamilan ektopik
di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19 sangat kecil,
satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi abdominal.
Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3
Pada permulaan abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik,
dan transfuse darah berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal
pertengahan abad ke-20, tercatat 200-400 kematian per 10.000 kasus. Sejak tahun
1970, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai mencatat dan
membuat statistik mengenai kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus.
Pada tahun 1992, angka kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus.
Namun, angka kematian menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970
menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.
Berdasarkan tempat implantasinnya.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi
implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus. Kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan.
Tuba Fallopii
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus

Gambar 1.1 : Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering


terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus,
dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan
intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.
Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin, namun
pendapat ini tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk dalam
kehamilan ektopik.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada
beberapa literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah
konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik
per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia produktif,
yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000 wanita dalam
rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan sebagai
jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000
total konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak
abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil
dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik
asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan
insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang sebenarnya tidak akan dapat
diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan di literature, bagaimanapun juga,
merupakan perkiraan yang baik dan, sejak metodologi yang digunakan sama , maka
dapat dibandingkan secara tepat.
Pada perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya di Inggris Raya. Di
Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada
tahun1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka

kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic


Inflammatory Disease (PID).
2.3 ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya
di tuba dipermudah. Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan
adanya beberapa factor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES),
penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini
mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis,
fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari
implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba.
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan
berjalan kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu
fungsi normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya
kehamilan ektopik. Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki
folikel de Gaaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam
folikel, atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di
ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba
atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan mudigah masuk di antara 2
lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas
yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio
sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan
tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik :
1. Faktor dalam lumen tuba :

a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga


lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia
uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi
yang tidak sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba :
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain :
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature
b) Fertilisasi in vitro.
Diantara faktor-faktor tersebut diatas, salpingitis akut merupakan penyebab
utama. Sequele morfologik berpengaruh pada setengah dari episode awal kehamilan
ektopik. Tempat keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai
peran dalam kehamilan ektopik. Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari
ovarium telah dianggap sebagai penyebab dari terlambatnya transport blastokist, dan
oleh Breen, dilaporkan bahwa ovulasi dari arah kontralateral ditemukan pada
sepertiga dari gestasi tuba yang diobati dengan laparatomi. Bagaimanapun juga, Saito
dkk. mengamati bahwa bagian dari tuba dimana terjadi implantasi pada wanita
dengan kehamilan ektopik adalah sama pada apakah korpus luteum berada di
ipsilateral atau kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor, hipotesis dari

mereka adalah ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal tuba dengan ovulasi
dari kontralateral ovarium.
Penyebab lain yang lebih fisiologik adalah ketidakseimbangan hormonal, yang
mana peningkatan kadar estrogen atau progesterone yang beredar dapat merusak
kontraktilitas normal tuba. Kenaikan rata-rata kehamilan ektopik dilaporkan terjadi
pada wanita yang digambarkan secara fisiologis dan farmakologis mempunyai kadar
progestin yang meningakat. Secara iatrogenik, dapat terjadi peningkatan estrogen dan
progesterone setelah induksi ovulasi baik itu dengan clomiphene citrate atau human
menopausal gonadotrophins, dan dilaporkan terjadi kenaikan angka kehamilan
ektopik pada wanita dengan perlakuan seperti itu. Kemungkinan penyebab lainnya
adalah perkembangan embrionik yang abnormal. Stratford memeriksa 44 konseptus
dari gestasi ektopik dengan mikrodiseksi dan potongan histologik dan menemukan
sekitar duapertiga abnormal dan setengahnya mempunyai binormalitas struktural
umum. Kelainan abnormal-abnormal ini dapat mengganggu transport normal di tuba.
Bahwa kehamilan yang mucul yang dikarenakan kegagalan beberapa metode
kontrasepsi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi ektopik
dibandingkan pada wanita yang hamil karena tidak memakai alat kontrasepsi. Wanita
yang menjadi hamil sewaktu memakai IUD Copper T380 atau kontrasepsi oral
progestin saja, mempunyai kemungkinan 5% lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan ektopik. Wanita yang menjadi hamil selama memakai progesteronereleasing IUD bahkan lebih tinggi, sekitar 25%, bahkan bila dibandingkan dengan
wanita yang tidak memakai alat kontrasepsi sama sekali, kemungkinan terjadi
kehamilan ektopik lebih besar dua lipat. Hal ini disebabkan progesterone
menghambat kontraksi tuba. Walaupun pada banyak laporan yang mengatakan bahwa
riwayat aborsi yang diinduksi meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.
menunjukkan metode statistik yang digunakan untuk mengontrol efek dari faktorfaktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang diinduksi tidak meningkatkan secara
bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu baru akan nyata bila
sudah dua atau lebih aborsi.

2.4 PATOFISIOLOGI
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang
paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturutturut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial
tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba
sangat jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan
kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari
tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang
sangat banyak bila terjadi rupture.
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak,
dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otototot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Dibawah
pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah
menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium
yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubanglubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya
terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.

Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam
tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10
minggu. Kemungkinan itu antara lain:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam
keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang
terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya,
tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam
tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum
terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding
tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan
pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan
masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii
dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping .

3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan
rupture pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran
kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir
pada trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih
sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul
pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka
muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan
ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena
invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadangkadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat
diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi
kehamilan abdominal sekunder.
2.5 GAMBARAN KLINIK
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan
penggunaan tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk
menegakkan diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila
umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul karena
keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila memang

10

terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan
ektopik belum terganggu.
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting
dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester
pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang
menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul
gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual, lelah,
nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan
gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbedabeda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan
abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan
banyak akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik
walau tanda itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal
tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital
yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada
pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri
gerakan serviks. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri
lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan
kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain,
ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya
massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat.
Dalam penelitian ini massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada
pasien yang di diagnosis dengan kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga
adalah pemeriksaan pelvik benar-benar normal pada kira-kira 10% pasien dengan
kehamilan ektopik. Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan
fisik menngkatkan kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun
juga, tidak ada kombinasi penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di

11

ruang gawat darurat yang menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan


penemuan klinik saja.
Macam - macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya antara lain :
1. Kehamilan Abdominal
Kehamilan/gestasi yang terjadi dalam kavum peritoneum (sinonim :
kehamilan intra perito neal)
2. Kehamilan Ampula
Kehamilan ektopik pada pars ampularis tuba fallopii. Umumnya berakhir
sebagai abortus tuba.
3. Kehamilan Servikal
Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi dalam
kanalis servi kalis uteri.
4. Kehamilan Heterotopik Kombinasi
Kehamilan bersamaan intrauterine dan ekstrauterin.
5. Kehamilan Kornu
Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri.
6. Kehamilan Interstisial
Kehamilan pada pars interstisialis tuba fallopii.
7. Kehmailan Intraligamenter
Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum latum, setelah
rupturnya keha milan tuba melalui dasar dari tuba fallopii.
8. Kehamilan Ismik
Gestasi pada pars ismikus tuba fallopii.
9. Kehamilan Ovarial
Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis berimplantasi
pada permuka an ovarium.
10. Kehamilan Tuba
Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopii.

12

2.6 DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang
teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk
menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan
dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik
sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus dilakukan,apabila
memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa
waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan
pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut
bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir
seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan.
Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat
menstruasinya.
Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan. Pada
perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan pasien merasakan
nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak mendadak, mungkin hanya terlihat perut
bagian bawah yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.
KLASIFIKASI BERDASARKAN DIAGNOSIS
1) Kehamilan ektopik belum terganggu
a. Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui,karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas.
b. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75%-95% penderita. Tanda-kehamilan
muda seperti nausea hanya dilaporkan oleh 10%-25% kasus.
c. Disamping gangguan haid,keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri diperut
bawah yang tidak khas,walaupun kehamilan ektopik belum mengalami rupture. Kadangkadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini

13

pun masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain,seperti
Ultrasonografi dan Laparoskopi.
d. Bagaimana pun juga,mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir
dengan abortus atau rupture yang disertai perdarahan dalam rongga perut yang apabila
terlambat diatasi akan membahayakan jiwa penderita,maka pada setiap wanita dengan
gangguan haid dan lebih-lebih setelah diperiksa dicurigai akan adanya kehamilan
ektopik ,harus ditangani dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan alat bantu
diagnostic yang ada,sampai diperoleh kepastian diagnostic kehamilan ektopik.
2) Kehamilan ektopik terganggu
a. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak(akut) biasanya tidak
sulit. Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang terlambat untuk beberapa waktu
atau terjadi gangguan siklus haid disertai nyeri perut bagian bawah dan penesmus. Dapat
terjadi perdarahan pervaginam.
b. Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan,pucat,dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan servik yang nyeri bila digerakkan dan kavum douglas yang
menonjol dan nyeri raba.
c. Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis apitik
atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas,tanda dan gejala kehamilan muda tidak
jelas,demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu
pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu
berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian,alat bantu diagnostik amat diperlukan
untuk memastikan diagnosis.
3) Kehamilan ektopik lanjut
Yaitu kehamilan ektopik diman janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat
makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul ,dan sebagainya.

14

Gambar 1.4. Jalur yang digunakan untuk mendiagnosis suspek kehamilan ektopik
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda. Perabaan
serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba
sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan adanya
hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan perbedaan
dengan infeksi pelvik.
Pemeriksaan

laboratorium

biasanya

menggunakan

beta-human

chorionic

gonadotropin (-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu menentukan


potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. -hCG diproduksi oleh trofoblas dan dapat
dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid berikutnya. Jika serum -hCG

15

negative, kemunkinan besar tidak terjadi kehamilan. Hanya ada sedikit sekali kasus yang
dilaporkan pasien dengan tes serum -hCG negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika
normal kenaikan kadar -hCG dua kali lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai
mencapai puncaknya 100.000 mIU/ml. kenaikan ini akan melambat bila sudah mencapai nilai
puncaknya, dan pada saat itu sudah harus dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan
tunggal tes -hCG kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat
membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan
laboratorium umum lainnya adalah pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar
hemoglobin yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar
leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan
ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi
hingga dapat lebih dari 20.000.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah
terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal
diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi
terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi
penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang
merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal
Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang
ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih menguntungkan.
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan ektopik
adalah berikut ini
Ultrasonography
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan pada tahun
1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada kantong gestasi pada
uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak berguna secara klinik, karena
banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik mempunyai level hCG yang jauh dibawah
nilai diatas.
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0
MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan dibandingkan
transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk mengidentifikasi kantong

16

gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah
mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi
kehamilan intrauterine dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang jarang, maka
penemuan kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan
ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih Gambar 1.6. Langkah
yang digunakan untuk mendiagnosa suspek kehamilan ektopik menggunakan USG
transvaginal.
Dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu kehamilan
ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan kemungkinannya.
Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang menyerupai kantong gestasi dapat dikenali
pada saluran telur saat kehamilan ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500
mIU/ml. Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakan transduser transvagina untuk
kehamilan ektopik termasuk adanya komplek atau massa kistik adneksa atau terlihatnya
embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana diketahui
bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang tertentu,
biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.
Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada kehamilan
normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi tidak diketahui pada banyak
wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya
tidak meningkat seperti seharusnya. Jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari
66%, maka kemungkinan seseorang untuk mempunyai kehamilan abnormal tinggi.
Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan informasi
untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan beberapa hari untuk
melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh beberapa
kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan normal
intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan
korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum
pada kehamilan normal. Mengukur sampel kadar progesterone pada beberapa wanita hamil di
minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka melaporkan bahwa pada minggu ke-4 dengan kadar

17

kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas yang didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun
seiring meningkatnya umur gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25 ng/ml
menyingkirkan kehamilan ektopik dengan kepastian 97,4%.
Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin yang
terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi
pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk
menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku 93
% akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang terlihat
pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan dilakukan
tindakan.
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk mengenali
kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan
terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna .
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.
2.8 PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi
bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala
resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.
A. TERAPI BEDAH
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan
tindakan bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif
( biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau

18

laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas
dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk
melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan
salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya
stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi.
Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum
rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat
komplit melalui laparaskop.
Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada
pasien hamil ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan
antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian
diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik
dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter.
Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien
dengan tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai
kemungkinan invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil
dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih
baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika
diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan
salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat
dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan
trofoblastik melalui fimbriae.
B. TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan
dengan obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari
tindakan bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi
dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti
termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan

19

actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih


jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu
banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik
yang berhasil. Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka
mulai diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan methotrexate tidak
digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia
gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah
mati, dan -hCG kurang dari 15.00 mIU. Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan
ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai
antagonis asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien
yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil
dengan hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal
dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m 2 IM) atau dengan
menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin
0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate yang
berhasil, -hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14 dan 21
hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan -hCG, kemungkinan ada massa
ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.
2.9 PROGNOSIS
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka
angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan
mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya
tumbuh.

20

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.


Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang,
kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus didukung
kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.
2.10 DIAGNOSIS BANDING
1. Salpingitis Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes
kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.
2. Abortus (imminens atau inkomplitus) Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan,
umumnya terjadi sebelum ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua
seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram).
Uterus membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari
pemeriksaan vagina.
3. Appendisitis Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan.
Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak dalam di
pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit berat.
Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
4. Torsio kista ovarium Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba
umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat
perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada
riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya.
5. Ruptur korpus luteum Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur korpus
luteum sangat jarang ditemukan.

21

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehamilan ektopik adalah
kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau
rongga perut.
Sebagian besar penyebabnya tidak di ketahui, namun ada beberapa factor yang
menghambat perjalanan ovum ke uterus sehingga mengadakan implantasi di tuba, seperti
migratio externa, hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok, gangguan fungsi silia
endosalping, operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna, bekas radang pada tuba,
kelainan bawaan pada tuba, dan abortus buatan.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu, dapat menyebabkan hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi , abortus ke dalam lumen
tuba, dan ruptur pada dinding tuba. Gejala dan tanda pada kehamilan ektopik terganggu
tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan ektopik terganggu, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita
sebelum hamil. Namun gejala yang paling sering terjadi diantaranya adalah nyeri perut,
adanya amenorea, perdarahan, shock karena hypovolemia, nyeri bahu dan leher, nyeri pada
palpasi, pembesaran uterus, pembesaran uterus
Beberapa hal yang termasuk faktor risiko pada kehamilan ektopik adalah umur ibu,
paritas ibu dan riwayat abortus. Pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik
terganggu adalah lakukan tes kehamilan, pemeriksaan umum, anamnesis, pemeriksaan
ginekologi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan kuldosentesis, pemeriksaan ultra
sonografi, dan pemeriksaan laparoskopi. Penanganan kehamilan ektopik terganggu yaitu
setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat
dapat berupa parsial salpingektomi dan salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya
konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada), berikan anti biotik
kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas, berikan analgesic untuk mengendalikan
nyeri pasca tindakan dan atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan,


Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
2. . Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan,
2008. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
3 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002.
Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
4. Anonim. 2012. Askeb Kehamilan. Ektopik
http://lindamelania22.blogspot.com/2012/06/makalah-askeb-patologiskehamilan.html
5. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002.
Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan,
2008. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
7. Prawiro, Sarwono, 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. PT Bina Pustaka, Jakarta
8. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
9. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. 2002. Kehamilan ektopik
Terganggu.Jakarta.
10. Stikes husada, 2012. Fatwa dan hukum islam menurut Majelis Ulama Indonesia
https://sites.google.com/site/stikeshusada/agama/sterilisasi-dan-iud
11. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 323-338.

23

12. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu


Kandungan edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta..hal 250-260.
13. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi
pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 198-210.

Anda mungkin juga menyukai