Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi
oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya
bermanifestasi selama usia reproduktif. Faktor risiko mioma uteri antara lain usia
penderita, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, berat badan, diet, kehamilan
dan

paritas,

dan

kebiasaan

merokok.

Faktor-faktor

yang

menginisiasi

pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti, namun telah diketahui bahwa
hormon estrogen memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Bila
terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat
mengalami

perubahan

sekunder

atau

degeneratif.

Walaupun

seringkali

asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut


terasa penuh dan membesar, metroragia, nyeri panggul kronik, menoragia, hingga
infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan indikasi
utama histerektomi. Mioma dapat memberi komplikasi seperti perdarahan,
degenerasi ganas, dan torsi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. UTERUS
2. 1. Anatomi Uterus
Uterus merupakan organ otot yang sebagian tertutup oleh peritoneum,
sedangkan kavumnya dilapisi oleh endometrium. Bentuk uterus seperti buah pir
dengan struktur badannya berbentuk segitiga, dengan serviks agak lurus dan
menonjol ke vagina. Isthmus antara ostium uteri internum dan kavum endometrial
saat hamil menjadi segmen bawah rahim (SBR).
. Tuba Fallopii berinsersi pada kornu uteri, dan fundus uteri berada di atas
insersio tuba. Sedikit di bawah insersio tuba tempat asal ligamentum rotundum
dan ligamentum latum. Ukuran uterus sebelum menarke adalah 2.5 x 3.5 cm, saat
dewasa 6 x 8 cm, dan pada multipara 9 x 10 cm. Berat uterus sebelum hamil
adalah 70-80 gr, saat hamil 1100 gr, dengan volume saat hamil 5 liter. Peritoneum
penutup uterus melekat erat kecuali di bagian bawahnya plika vesikouterina dan
bagian lateralnya membentuk ligamentum latum, terus menuju dinding pelvis
melalui ligamentum infundibulopelvikum. Di bagian bawah dekat serviks terjadi
penebalan menjadi satu dengan jaringan ikat tulang pelvis menjadi ligamentum
kardinale

Mackenrodt.

Ligamentum

sakrouterina,

terletak

posterolateral

supravaginal dan serviks melingkari rektum menuju tulang sakrum S2 dan S3.
Pembuluh darah uterus terdiri atas arteri uterina dan arteri ovarika. Arteri
uterina, cabang arteri hipogastrika interna, masuk melalui ligamentum latum
menuju uterus. Arteri ovarika merupakan cabang dari aorta melalui ligamentum
infundibulopelvikum. Membentuk beberapa cabang menuju hilum ovarii dan
sepanjang ovarium di tepi bagian atasnya dan mengadakan anastomosis dengan
cabang arteri ovarika dari arteri uterina. Pembuluh darah vena di sekitar uterus
pada ligamentum latum terbentuk pleksus Pampiniformis yang menuangkan darah
ke vena ovarika. Vena ovarika kanan langsung ke vena kava inferior, vena ovarika
kiri menuju vena renalis kiri. Pembuluh limfa uterus menuju beberapa arah yaitu:
serviks menuju kelenjar iliaka atau percabangan arteri iliaka interna, lainnya
menuju kelenjar getah bening periaorta.

Inervasi parasimpatikus berasal dari S2, S3 dan S4 dekat dengan serviks


menuju pleksus Frankenhauser. Simpatikus berasal dari pleksus pada aorta
menuju pleksus iliaka interna. Serat saraf sensori berasal dari T11, T12 menujukan
rasa sakit ke SSP. Rasa sakit sekitar serviks dan bagian atas jalan lahir menuju
sakrum melalui S2, S3 dan S4.
2. 2. Histologi Uterus
Lapisan uterus lainnya adalah miometrium, yakni suatu lapisan otot polos
tebal, dan endometrium, atau mukosa uterus.
Miometrium adalah lapisan paling tebal di uterus, terdiri atas berkas-berkas
serabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat.
Endometrium terdiri atas epitel dan lamina propria yang mengandung
kelenjar tubular simpleks yang kadang-kadang bercabang di bagian dalamnya
(dekat miometrium). Pembuluh darah yang menyuplai endometrium terutama
penting untuk pelepasan sebagian besar lapisan secara periodik. Arteri arkuata
tersusun melingkar di lapisan tengah miometrium. Dari pembuluh ini, 2 set arteri
muncul untuk mendarahi endometrium: arteri lurus (rekta), yang menyuplai
lapisan basal, dan arteri spiralis, yang mengalirkan darah ke lapisan fungsional.

2. 3. Fisiologi Uterus
Sistem reproduksi wanita ditandai oleh siklus-siklus kompleks yang terhenti
oleh perubahan yang lebih kompleks lagi sewaktu terjadi kehamilan. Ovarium
berfungsi menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon estrogen dan
progesteron.
Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon
ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron di endometrium agar dapat
dipertahankan setelah dipersiapkan oleh estrogen. Di bawah pengaruh
progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat
penimbunan elektrolit dan air untuk mempermudah implantasi, merangsang
kelenjar

endometrium

agar

mengeluarkan

dan

menyimpan

glikogen,

menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga


menurunkan kontraktilitas uterus agar kondusif untuk implantasi. Saat menstruasi
terjadi penurunan kadar hormon ovarium sehingga merangsang prostaglandin
uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh endometrium, penurunan
oksigenasi sehingga terjadi disintegrasi pembuluh darah yang dikeluarkan.
Prostaglandin juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium, untuk
membantu mengeluarkan darah dan debris sebagai darah haid.

B. MIOMA UTERI
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya. Oleh karena itu, dikenal juga istilah
fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid.
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi
padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel.
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 2030% dari seluruh
wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,3911,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada
wanita umur 3545 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun
dan wanita post menopause. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.
Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,kegemukan dan
nullipara.
2.3 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1) Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 3545 tahun.
2) Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma

uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah
kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3) Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4) Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
2.4 Patofisiologi
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat laindalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testosterone. Puuka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor esterogen pada mioma lebih banyak didapati
daripada miometrium normal. Menurut Meyer, asal mioma adalah sel imatur,
bukan dari selaput otot yang matur.
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
diketahui

pasti.

Dari

penelitian

menggunakan

glucose-6-phosphatase

dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.


Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks
dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam
proses pertumbuhan tumor.
Telah ditemukan banyak sekali mediator mioma uteri, seperti estrogen
growth factor, insulin growth factor-1 (IGF-1). Awal mulanya pembentukan tumor
adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi
rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara
keseluruhan.

Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah
dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari
mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran
tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan
dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi
jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya
sehingga mudah dikupas (enukleasi). Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat,
kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol
keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.
2.5 Klasifikasi Mioma Uteri
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%),
subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).

Gambar.

Jenis-

jenis

mioma

uteri
1.

Mioma

Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan.

Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan


adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan
pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi
yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas,
sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dari dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus dan diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern)
dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.

Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degenerasi,


karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.

Gambar. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya


A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada
uterus normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus
miomatosus
2.6 Gejala Klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 2050%
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia
dan dapat juga terjadi metroragia. .
2) Rasa nyeri

10

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila


kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri bisa terjadi saat menstruasi,
setelah berhubungan seksual, atau ketika terjadi penekanan pada panggul.
Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh
darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk
mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat
terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah
yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar
dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan.
Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persarafan
yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.

3) Gejala dan tanda penekanan


Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
4) Infertilitas dan abortus

11

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Mioma yang terletak di
daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet
dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Dapat menyebabkan
gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas
sperma di dalam uterus. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada
keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium di mana terjadi
atrofi karena kompresi massa tumor.
2.7 Mioma Uteri dan Kehamilan
Pengaruh mioma uteri pada kehamilan:
-

Kemungkinan abortus lebih besar


karena

distorsi

khususnya

kavum

pada

Pengaruh kehamilan pada mioma


uteri:
- Mioma membesar terutama pada

uteri
mioma

submukosum
-

Kelainan letak janin

Plasenta

previa

bulan-bulan

pertama

karena

pengaruh

estrogen

yang

meningkat
dan

plasenta

Dapat terjadi degenerasi merah


pada waktu hamil maupun masa

akreta

nifas

HPP akibat inersia maupun atonia

sebelumnya, yang kadang-kadang

uteri akibat gangguan mekanik

memerlukan pembedahan segera

dalam fungsi miometrium

guna mengangkat sarang mioma.

Plasenta sukar lepas (retensio

Namun,

plasenta) terutama pada mioma

mioma

submukosa dengan intramural.

menyebabkan perdarahan.

Menganggu proses involusi uterus

seperti

telah

diutarakan

pengangkatan
demikian

itu

sarang
jarang

Meskipun jarang, mioma yang

dalam masa nifas

bertangkai dapat mengalami torsi

Jika letaknya dekat pada serviks,

dengan gejala dan tanda sindrom

dapat

akut abdomen.

menghalangi

kemajuan

persalinan dan menghalangi jalan


lahir.

12

Persalinan prematuritas.
Terapi mioma dengan kehamilan adalah konservatif karena miomektomi

pada kehamilan sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan


dapat juga menimbulkan abortus. Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada
penyulit-penyulit yang menimbulkan gejala akut atau karena mioma sangat besar.
Jika mioma menghalangi jalan lahir, dilakukan SC disusul histerektomi tapi kalau
akan dilakukan miomektomi lebih baik ditunda sampai sesudah masa nifas.
Penanganan

berdasarkan

pada

kemungkinan

adanya

keganasan,

kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi


obstetrik, maka:
1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus
dikeluarkan.
2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16-20 minggu.
3. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan di bawah 20 minggu harus
diberikan substitusi progesteron:
a. Beberapa hari sebelum operasi.
b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum
terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.
4. Operasi darurat apabila terjadi torsi dan abdomen akut.
5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi
persalinan, penanganan yang dilakukan:
a. Coba reposisi, kalau perlu dalam narkose.
b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea dan jangan
lupa, tumor sekaligus diangkat.

2.8 Diagnosis
Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
Pemeriksaan fisik

13

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin


uterus. Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri
dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk
yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar
Hb.
b) Imaging
a. Dapat dilakukan USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.
Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan
diagnosa jaringan. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali
karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi
juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
b. Foto BNO/IVP, pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
c. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
d. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
2.9 Diagnosis banding
Kehamilan, inversion uteri, adenomiosis, koriokarsinoma, karsinoma korpus
uteri, kista ovarium, sarkoma uteri, Ca Endometrium, Ca Serviks.
2.10 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan
miomauteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran

14

tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara
cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara
umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan
operatif.
1. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih
besar dari kehamilan 1012 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi
torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi. Penanganan konservatif
bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
2. Terapi Operatif

Pengobatan
operatif

meliputi

miomektomi dan histerektomi. Miomektomiadalah pengambilan sarang


mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan inidapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan caraekstirpasi
lewat

vagina.

Pengambilan

sarang

mioma

subserosum

dapat

mudahdilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini


dikerjakan karenakeinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan
terjadi kehamilan adalah 3050%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus,
yang

umumnya

tindakan

terpilih.Histerektomi

dapat

dilaksanakan

perabdominan atau pervaginam. Yang akhir inijarang dilakukan karena uterus


harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak adaperlekatan dengan sekitarnya.
Adanya

prolapsus

Histerektomi

total

uteri

akan

umumnya

mempermudah
dilakukan

dengan

prosedurpembedahan.
alasan

mencegah

15

akantimbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya


dilakukanapabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
Obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of
Reproductive Medicine (ASRM):
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif


Sangkaan adanya keganasan
Pertumbuhan mioma pada masa menopause
Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan

3. Terapi Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti
sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRH,

progesteron,

danazol,

gestrinon,

tamoksifen,

goserelin,

antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).


a. GnRH analog
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara
kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga
kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause.
Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap
pemberian GnRHa.
b. Progesteron
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada
pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg
perhari selama 21 hari dan tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan

16

pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri, hal ini belum
terbukti saat ini.
c. Danazol
Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis
substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus
sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi
androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen pada mioma terjadi
peningkatan

aktifitas

5-reduktase

pada

miometrium

dibandingkan

endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas aromatase yang tinggi


dapat membentuk estrogen dari androgen.
d. Tamoksifen
Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun
antiestrogenik, dan dikenal sebagai

selective estrogen receptor modulator

(SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg


tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3
bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi
reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena
peningkatan kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan.
e. Goserelin
Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan
sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada
pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan
dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pemberian goserelin
400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan
pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara pemberian injeksi
subkutan.
2.11 Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi.Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain:
o Atrofi

17

Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.


o Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya
sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut
otot dari kelompok lainnya.
o Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor
sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
o Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.
o Degenerasi merah (carneus degeneration)
Diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi.
Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium
atau mioma bertangkai.
o Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri antara lain:

18

o o

Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,320,6% dari
seluruh mioma; serta merupakan 5075% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaanakan keganasan uterus apabila mioma uteri
cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.

o Torsi (putaran tangkai).


Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindrom abdomen akut. Jika torsi perlahan gangguan akut tidak terjadi.
o Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya.
2.12 Prognosis
Rekurensi setelah miomektomi terdapat pada 1540% penderita dan 2/3-nya
memerlukan pembedahan lagi.
BAB 3
KESIMPULAN

19

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi
oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya
bermanifestasi selama usia reproduktif. Faktor risiko mioma uteri antara lain usia
penderita, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, berat badan, diet, kehamilan
dan

paritas,

dan

kebiasaan

merokok.

Faktor-faktor

yang

menginisiasi

pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti, namun telah diketahui bahwa
hormon estrogen memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Bila
terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat
mengalami

perubahan

sekunder

atau

degeneratif.

Walaupun

seringkali

asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut


terasa penuh dan membesar, metroragia, nyeri panggul kronik, menoragia, hingga
infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan indikasi
utama histerektomi. Mioma dapat memberi komplikasi seperti perdarahan,
degenerasi ganas, dan torsi.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Coronado, GD et all. Complications in Pregnancy, Labor, and Delivery


with Uterine Leiomyomas: a Population Based Study. Obstet Gynecol.
2000;95;764-769.
2. Suwiyoga K, 2003. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman DiagnosisTerapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS
Sanglah, Denpasar. 201-206.
3. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku
Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo,
Jakarta.338-345.
4. Kapita selekta Kedokteran. Mioma Uteri. 2006.
5. Baziad A. Pengobatan Medikamentosa Mioma Uteri Dengan Analog
Gnrh. Dalam: Endokrinologi Ginekologi edisi kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI, 2003; 151-156.
6. Gross K, Morton C, Genetic And Development Of Fibroid. Clin Obstet
and Gynecology 2001; 44: 335-349.
7. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku
Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo,
Jakarta.338-345.
8. Brosens I, Deprest J, Dal Cin P, et al. Clinical significance of
cytogenetic abnormalities in uterine myomas. Fertil Steril, 1998; 69:
232-235.
9. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku
Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo,
Jakarta.338-345.
10. Meloni AM, Surti U, Contento AM, et al. Uterine leiomyoma:
cytogenetic abnormalities in uterine myomas are associated with myoma
size. MolHum Reprod, 1998; 4:83-86 .

Anda mungkin juga menyukai