Anda di halaman 1dari 8

Nama : tia adriany putri

NIM : 1201456
Prodi : Fisika
Kesimpulan :
1. Limbah radioaktif merupakan zat yang sudah tidak bisa digunakan lagi yang tidak
dapat difungsikan atau dimanfaatkan.
2. Menurut peraturan perundang undangan no 27. Zat radioaktif dikelompokan menjadi
tiga : limbah aktivitas sedang, rendah dan tinggi.
3. Dalam manajemen pengelolaan limbah ada berbagai pihak yang terlibat yaitu Badan
Pengawas, Badan Pelaksana (BATAN) dan Pemanfaat zat radioaktif atau dinamakan
sebagai penghasil limbah.

4. LIMBAH RADIOAKTIF (NUKLIR)


5.
6.

Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau

terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi batas yang
diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Definisi tersebut digunakan di dalam peraturan perundang-undangan. Pengertian
limbah radioaktif yang lain mendefinisikan sebagai zat radioaktif yang sudah tidak
dapat digunakan lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau
menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat difungsikan/dimanfaatkan. Bahan atau
peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian
instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
7. Klasifikasi Limbah Radioaktif
8. Undang-Undang Nomor 10/1997 tentang Ketenaganukliran mengklasifikasikan
1.
2.
3.
9.

limbah radiokaktif menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:


Limbah Tingkat Rendah (Low Level Waste-LLW)
Limbah Tingkat Sedang (Intermediate Level Waste - ILW); dan
Limbah Tingkat Tinggi (High Level Waste - HLW)
Sedangkan menurut PP No. 27 tahun 2002 tentang pengelolaan limbah radioaktif

limbah aktivitas rendah, sedang dan tinggi di jelaskan sebagai berikut:


10. 1. Limbah Aktivitas Rendah
11. Yaitu limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman (clearance level) tetapi
di bawah tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama penanganan
dalam keadaan normal dan pengangkutan
12. 2. Limbah Aktivitas Sedang
13. Limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat
tinggi yang tidak memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama
penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
14. 3. Limbah Aktivitas Tinggi
15. Limbah radioaktif dengan tingkat aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan
pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan
pengangkutan, termasuk bahan bakar nuklir
16. Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
17.
Selain dari penggunaan radioisotop di rumah sakit dan industri,
kegiatan litbang nuklir oleh lembaga penelitian dan pengembangan juga
menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut dihasilkan dari pengoperasian
(aktivitas) beberapa fasilitas nuklir yang umumnya dimiliki lembaga litbang nuklir.
Fasilitas tersebut dapat berupa reaktor riset, instalasi produksi radioisotop, instalasi
pengelolaan limbah radioaktif serta laboratorium penunjang lainnya,

18. Selain penggunaan sumber radioaktif dilembaga litbang nuklir, lembaga penelitian
lainnya, seperti universitas juga menghasilkan limbah radioaktif. Aktivitas yang
mungkin di lakukan adalah misalnya penggunaan radioisotop untuk keperluan
pemantauan untuk mengetahui sistem metabolisme atau mekanisme perpindahan
(pathways) suatu unsur/mineral di lingkungan, atau penelitian untuk mengetahui
optimalisasi penyerapan pupuk oleh tanaman, efisiensi penggunaan pestisida dan lainlain.
19.
20. Industri
21.

Pemanfaatan bahan radioaktif dalam bidang industri sangat beragam

tergantung dari tujuan penggunaannya, misalnya untuk pembangkitan energi (PLTN),


pengujian kualitas pengelasan, pengujian ketebalan bahan, sebagai alat kontrol,
pengujian homogenitas suatu campuran (perunut), penentuan kandungan mineral atau
minyak bumi dalam industri pertambangan dan lain-lain. Sesuai dengan tujuan
penggunaan tersebut maka jenis radionuklida yang digunakan bervariasi sebagai
pemancar alpha (), beta (), gamma () dan netron dengan aktivitas yang beragam.
Beberapa radionuklida yang sering digunakan dalam bidang industri adalah 60Co, 85Kr,
137

Cs,

192

Ir,

241

Am,

90

Sr dan

241

Am-Be. Limbah radioaktif dari penggunaan sumber

radiasi di industri merupakan sumber bekas (spent source) yang sudah tidak dapat
digunakan lagi. Limbah yang dihasilkan dari PLTN adalah limbah aktivitas rendah,
sedang dan bahan bakar nuklir bekas
22. Sumber limbah radioaktif
23.
Limbah radioaktif dihasilkan dari segala aktivitas yang memanfaatkan
bahan radioaktif, baik dari seluruh tahapan dalam pengoperasian reaktor nuklir,
produksi dan penggunaan radioisotop (bahan radioaktif) dalam bidang kesehatan,
industri dan penelitian.
24.
25. Rumah Sakit
26.
Di bidang kedokteran sumber radioaktif terutama digunakan untuk
keperluan diagnosa dan terapi penyakit. Beberapa radioisotop yang sering digunakan
untuk keperluan diagnosa antara lain

99

Tc,

125

I,

153

radioisotop yang digunakan untuk terapi antara lain

241

Gd, dan
60

Co,

Am, sedangkan

90

Sr,

137

Cs dan

192

Ir.

Radioisotop yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka
(unsealed source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak
dapat dipergunakan lagi, maka sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah
radioaktif.
27. Upaya Penanganan Limbah Nuklir

28. Secara umum, pengelolaan limbah nuklir yang lazim digunakan oleh negaranegara maju meliputi tiga pendekatan pokok yang bergantung pada besar kecilnya
volume limbah, tinggi rendahnya aktivitas zat radioaktif yang terkandung dalam
limbah serta sifat-sifat fisika dan kimia limbah tersebut. Tiga pendekatan pokok itu
meliputi:
1. Limbah nuklir dipekatkan dan dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan dalam
wadah khusus untuk selanjutnya disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Cara ini efektif untuk menangani limbah nuklir cair yang mengandung zat radioaktif
beraktivitas sedang dan atau tinggi
2. Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan meluruh dalam tempat penyimpanan khusus
sampai aktivitasnya sama dengan aktivitas zat radioaktif lingkungan. Cara ini efektif
bila dipakai untuk pengelolaan limbah nuklir cair atau padat yang beraktivitas rendah
dan berwaktu paruh pendek.
3. Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke lingkungan. Cara ini efektif dalam
pengelolaan limbah nuklir cair dan gas beraktivitas rendah (Sofyan, 1998)
29. Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas
rendah (70 80%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur
ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak
didaur ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit. Penangan limbah
radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya

mengikuti tiga prinsip, yaitu :


Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi, kompaksi/ditekan.
Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk memudahkan dalam

transportasi dan penyimpanan


Menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi
30. Tabel Perbedaan Penyimpanan Bahan Bakar Nuklir Bekas

1. Penyimpanan Sementara
2. Bahan Bakar Nuklir Bekas

3. Penyimpanan Lestari
5. Lokasi

4. Lokasi bebas banjir

bebas

31.

banjir

dan

terhindar dari erosi


7. Lokasi tahan terhadap gempa

6. Tahan terhadap gempa


8. Didesain

sehingga

dan memenuhi karakteristik


terhindar

dari

kekritisan
10. Dilengkapi dengan peralatan proteksi

radiasi
12. Dilengkapi dengan penahan radiasi
14. Dilengkapi dengan sistem proteksi fisik

16. Dilengkapi

radiasi

dengan sistem pemantau

materi bumi dan sifat kimia air


9. Didesain sehingga terhindar
dari terjadinya kekritisan
11. Dilengkapi dengan sistem
pemantau

radiasi

31.
31.
31.
31.
31.
31.
31.

dan

31.

radioaktivitas lingkungan
13. Dilengkapi dengan sistem

31.

pendingin
15. Dilengkapi

31.

dengan

penahan radiasi
17. Dilengkapi dengan

sistem

31.
31.

sistem

proteksi fisik
18. Memenuhi distribusi populasi

penduduk dan tata wilayah


sekitar lokasi penyimpanan

31.
31.
31.
31.
31.

Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume,


kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di
dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari
baja tahan karat (B,xxxx). Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu
mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m 3 limbah
cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m 3
hanyalah berupa air destilat yang sudahtidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).
32.
Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses
insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat
dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan dalam
drum/beton dengan semen. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar/dikompaksi, harus
dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas
masif (B,xxxx). Proses pemadatan bisa dilakukan dengan semen (sementasi), aspal
(bitumentasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan gelas (vitrifikasi) (Sofyan,1998)

Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50
tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara
lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih ditempat/lokasi khusus dengan
kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat (B,xxxx).
33.
34. Keselamatan terpasang
35.
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air
dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak
tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah,
sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga
berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun
sistem kendali gagal beroperasi
36.
Penghalang ganda
37.
Zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium
sebagian besar (>99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang
berfungsi sebagai penghalang pertama. Selama operasi maupun jika terjadi
kecelakaan, kelongsongan bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua
untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Apabila
masih dapat keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang ketiga yaitu
sistem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada penghalang keempat berupa
bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal 20 cm. penghalang kelima adalah perisai
beton dengan ketebalan 1,5 2 meter. Bila zat radioaktif tersebut masih ada yang
lolos dari perisai beton, masih ada penghalang ke enam yaitu sistem pengukung yang
terdiri pelat baja setebal 7 cm dan beton setebal 1,5 2 meter yang kedap udara.
38.
Pertahanan berlapis
39.
Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN
dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat,
mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi
dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan
mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin terjadi selama umur PLTN;
dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan
(B,xxxx).
40.

Selain itu terdapat juga dua pendekatan utama dalam pengelolaan

limbah radioaktif yaitu pendekatan Dilute and Disperse dan pendekatan

Concentrate and Contain. Pada pendekatan Dilute and Disperse, limbah yang
mengandung radionuklida dengan konsentrasi rendah di buang secara langsung ke
lingkungan. Pembuangan atau pelepasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui atmosfer (material gas dan partikulat kasar) dan air pada lingkungan perairan
maupun lingkungan air tawar (cairan, substansi terlarut dan suspended solid).
Biasanya dalam fase cair dan gas yang disebut juga sebagai effluen. Keuntungan
pendekatan Dilute and Disperse adalah dimungkinkan untuk melakukan verifikasi
dan kontrol. Pada pendekatan Concentrate and Contain, limbah dalam fase padat di
isolasi dari lingkungan manusia untuk meminimalkan paparan yang mungkin terjadi.
Untuk kasus radionuklida umur pendek (hanya beberapa tahun), dimungkinkan untuk
mengisolasi limbah di tempat penyimpanan yang aman sampai waktu peluruhan
radioaktif berkurang ke level kurang berbahaya. Hal tersebut berlaku juga untuk
limbah radionuklida dalam bentuk cair dan gas. Limbah yang mengandung
radionuklida dengan waktu paruh yang lama dalam jumlah besar, harus di isolasi ke
tempat penyimpanan (repository). Berbagai alternatif harus di identifikasi dan
diperhitungkan termasuk ketersediaan modal, operasional, biaya perawatan,
penerapan pengelolaan limbah, dan efek yang diberikan baik secara individual
maupun kolektif terhadap masyarakat dan pekerja (Cooper,2003)
41.
Limbah yang mengandung radionuklida dengan level rendah dapat
dibuang ke landfill dengan material limbah biasa. Limbah yang mengandung
radionuklida level tinggi memerlukan standar isolasi yang lebih besar terhadap
lingkungan hidup (biosfer). Limbah bahan nuklir bekas dan hasil belahan
berkonsentrasi tinggi, yang mengalami peningkatan selama reprocessing bahan bakar
bekas, harus memenuhi standar tertinggi pada saat melakukan isolasi limbah.
Pembuangan atau penyimpanan limbah radionuklida dilakukan pada kedalaman
ratusan meter di bawah tanah dengan mempertimbangkan pendekatan pengukungan
berlapis. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan terhadap pembuangan limbah
antara lain bentuk limbah, kontainer, fasilitas lining disposal, formasi geologi dimana
fasilitas ditempatkan, perlindungan biosfer terhadap perpindahan radionuklida
(Cooper,2003).
42. Limbah radioaktif dihasilkan dalam fase gas, cair dan padatan melalui proses
industri termasuk listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga nuklir. International
Atomic Energy Agency (IAEA) mengeluarkan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif,
yaitu:

1. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tingkat keamanan yang dapat melindungi
kesehatan manusia dan lingkungan
2. Limbah radioaktif harus dikelola dalam hal memberikan level yang dapat diterima
guna perlindungan lingkungan
3. Limbah radioaktif harus dikelola untuk menjamin bahwa efek yang mungkin terjadi
pada kesehatan manusia diluar batas standar nasional, turut diperhitungkan
4. Limbah radioaktif harus dikelola dalam memberikan prediksi bahwa dampak terhadap
kesehatan generasi masa depan tidak lebih besar dari yang sekarang di terima
5. Limbah radioaktif hars dikelola dengan cara tertentu yang tidak memberikan
pengaruh atau akibat fatal pada generasi berikutnya
6. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tujuan yang sesuai frame work nasinal
termasuk pembagian tanggung jawab dan provisi untuk fungsi kelembagaan
independen.
7. Limbah radioaktif yang dihasilkan harus minimum practicable.
8. Keterkaitan antara seluruh tahapan dalam menghasilkan limbah radioaktif serta
pengelolaannya harus dapat diukur atau diperhitungkan.
9. Keamanan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan limbah radioaktif harus
dipastikan selama masa lifetime (Cooper, 2003)
43. Akan tetapi pelaksanaan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif tersebut tidak
lepas dari aturan perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga butuh adaptasi
sebelum adanya aplikasi. Ada beberapa pengertian limbah radioaktif :
1. zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan atau
2. bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, dan sudah
tidak dapat difungsikan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif
kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan
radiasi pengion.
44. Jenis limbah radioaktif :
Dari segi besarnya aktivitas dibagi dalam limbah aktivitas tinggi, aktivitas sedang dan

aktivitas rendah.
Dari umurnya di bagi menjadi limbah umur paruh panjang, dan limbah umur paruh

pendek.
Dari bentuk fisiknya dibagi menjadi limbah padat, cair dan gas.

Anda mungkin juga menyukai