Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt menemukan pada otopsi
bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% perdarahan
intrakranial menurut Saxena 13,1% kematian perinatal oleh perdarahan intracranial(PI).
Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan.
Perdarahan intrakranial neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting
karena dapat menyebabkan kematian atau cacat jasmani dan mental. Perdarahan Intrakranial
ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya, pada bayi sejak lahir sampai umur 4
minggu. Sebabnya perdarahan intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak
dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas. Perdarahan Intrakranial meliputi
perdarahan

epidural,

perdarahan

subdural,

perdarahan

subaraknoid,

perdarahan

intraserebral/parenkim dan intraventrikuler. Penatalaksanaan dan penanggulangan perdarahan


intrakranial neonatus masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian
perdarahan intrakranial neonatus, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti
perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya.
Pada umumnya prognosis perdarahan intrakranial neonatus tidak terlalu menggembirakan.
(Saxena HMK, Mithilesh C, Santos KB and Gosh S. Intracranial Haemorrhage, A Cause of
Perinatal Mortality. Indian Ped. 1978; 15: 403.)
(Behrman RE and Driscoll JM. Neonatology. St Louis: CV Mosby Co. 1973; pp 527-9.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi intraserebral
2.2 Definisi
Perdarahan intrakranial mengacu pada perdarahan yang terjadi didalam kepala atau
tengkorak namun belum tentu di dalam otak (intraserebral).( Garfunkel, C Lynn, et al. 2002.
Mosby`s pediatric clinical advisor: instant diagnosis and treatment. Elsevier Helath
Sciences.)
Perdarahan intrakranial neonatus atau PIN ialah perdarahan patologis dalam rongga
kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sering Perdarahan
Intrakranial

tak

dikenal/dipikirkan

karena

gejala-gejalanya

tidak

khas.(Snell

R.

Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. Jakarta: EGC; 2005. p.397)
2.3 Etiologi
Menurut etiologi dapat dibedakan PIN yang traumatik/trauma kelahiran dan
2.3.1

nontraumatik.
Traumatik
Ekstraksi pada bokong. Dimana persalinan dengan kejadian after-coming head
mendapatkan penanganan yang menyebabkan terjadinya persalinan dengan singkat

atau penuh dengan intervensi.


Partus presipitatus, dimana terdapat kompresi yang tiba-tiba terhadap kepala bayi.
Persalinan sulit atau persalinan lama dimana terjadi molase yang begitu kuat pada

kepala.
Persalinan dengan alat.
Terdapat disproporsi cepalopelvik
Presentasi abnormal
Kekerasan terhadap bayi

2.3.2

Non Traumatik
Umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (BKB)

Prematuritas
Perdarahan terjadi dengan melibatkan matriks germinal, suatu jalinan kapiler imatur
yang berada di kaput nucleus kaudatus. Perdarahan dapat terbatas pada matriks
germinal atau bahkan dapat meluas ke dalam ventrikel, atau melibatkan parenkim.

Lesi parenkimal hemoragik dipikirkan merupakan infark vena utama akibat aliran
vena terganggu. Perdarahan biasanya terjadi dalam 72 jam kelahiran. Matrrix germinal
menghilang pada usia gestasi sekitar 32 minggu, sehingga perdarahan tidak umum
terjadi di atas usia gestasi ini.

Gambar 2.. A. germinal matriks pada bayi prematur dengan jaringan lunak dan
gelatin, dengan dinding yang tipis dan tidak cukup kuat untuk menampung aliran
darah. Gambar B pembuluh darah dengan dinding yang tebal.

Penyakit Perdarahan/gangguan pembekuan darah. Lisseuer Tom, Fanaroff Avroy. At a


Glance: neonatology. Jakarta: Erlangga, 2008.
Roberton NRC and Howart P. Hypernatremia as a Cause of Intracranial

Haemorrhage. Arch Dis Child. 1975; 50: 938-41

Banerjee CK, Narang A and Bhakov ON. Cerebral Intraventricular Haemorrhage and
Autopsy. Indian Ped. 1977; 14: 115-6.
Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage: Past, Present and Future. J Paed.
1978; 92: 693-5.
2.4 Epidemiologi
2.5 Klasifikasi
Terdapat empat tipe perdarahan intrakranial yang dapat dialami oleh bayi, diantaranya;
perdarahan perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral dan
perdarahan periventrikuler-intraventikuler (PVH-IVH). PVH-IVH adalah perdarahan
intrakranial yang paling sering terjadi.
2.5.1

Perdarahan Subdural
Perdarahan ini umumnya terjadi akibat robekan tentorium di dekat falks serebri.
Keadaan ini karena molase kepala yang berlebihan pada letak vertex, letak muka dan
partus lama. Darah terkumpul di fosa posterior

dan dapat menekan batang otak.

Manifestasi klinis hampir sama dengan enselopati hipoksik iskemik ringan sampai
sedang. Bila terjadi penekanan pada batang otak terdapat pernapasan yang tidak teratur,
kesadaran menurun, tangis melengking, ubun-ubun besar membonjol dan kejang.
Pendarahan pada parenkim otak kadang-kadang dapat menyertai perdarahan subdural.
Deteksi kelainan ini dengan pemeriksaan USG atau CT scan. Perdarahan yang kecil tidak
membutuhkan pengobatan, tetapi pada perdarahan yang besar dan menekan batang otak
perlu dilakukan tindakan bedah untuk mengeluarkan darah. Mortalitas tinggi dan pada
bayi hidup biasanya terdapat gejala sisa neurologis.
Kosim M Soleh, Yunanto Ari, Dewi Rizalya, dkk. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI,
2008)
Perdarahan subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma kapitis
walaupun mungkin traumanya tak berarti. Yang sering berdarah ialah bridging veins,
karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural paling
sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di daerah
temporal sesuai dengan bridging veins. Karena perdarahan subdural sering oleh
perdarahan vena, maka darah yang terkumpul berjumlah hanya 100 sampai 200 cc saja.

Gejala-gejala tersebut berupa kesadaran yang menurun, organic brain syndrome,


hemiparesis ringan, hemihipestesia, adakalanya epilepsi fokal dengan adanya tandatanda papil edema. Perdarahan subdural pada bayi baru lahir biasanya terjadi karena
trauma yang disebabkan adanya disproporsi sepalopelvik, presentasi abnormal, partus
presipitatus dan persalinan dengan intervensi alat.

Gambar

2.5.2

Perdarahan

subdural

Perdarahan subarachnoid
Perdarahan yang sering dijumpai pada bayi baru lahir, kemungkinan karena robekan
vena superfisial akibat partus lama. Pada mulanya bayi tampak baik, tiba-tiba dapat
terjadi kejang pada hari pertama atau kedua. Pungsi lumbal harus dikerjakan untuk
mengetahui apakah terdapat darah di dalam cairan serebrospinal. Darah biasanya terdapat
di fisura interhemisfer dan resesus supra dan infra tentorial. Kemudian bayi tampak
seperti ubun-ubun besar tegang dan membonjol, muntah, muntah, tangis yang
melengking dan kejang-kejang. Pemeriksaan CT-scan sangat berguna untuk menentukan
letak dan luasnya perdarahan. Pemeriksaan pembekuan darah pada dikerjakan untuk
menyingkirkan kemungkinan koagulopati.

Kosim M Soleh, Yunanto Ari, Dewi Rizalya, dkk. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI,
2008)

2.5.3

Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di bagian lateral ventrikel
ke tiga dan keempat. Terjadi perdarahan plexus koroid dan pemanjangan dari matriks
subependimal atau thalamus. Intraparekimal hemorrhage adalah perdarahan yang terjadi
diantara jarinngan parenkim otak. Biasanya terjadi edeme vasogenik dalam jumlah yang
besar.
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering terdapat di lobus
frontalis dan temporalis.
Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya
akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologic sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
Bayi preterm GMH-IVH sering juga mengalami infark karena perdarahan vena
yang kemudian berperan sebagai fokus kejang. Kejang pada bayi aterm dengan apgar
skor normal yang tetap sadar diantara kejang seringkali disebabkan oleh lesi infark fokal
arteri serebral media. Kondisi ini sering membutuhkan identifikasi dengan MRI.
Kosim M Soleh, Yunanto Ari, Dewi Rizalya, dkk. Buku ajar neonatologi. Edisi 1.
Jakarta: IDAI, 2008)

2.5.4

Perdarahan periventrikuler-intraventrikuler
Perdarahan periventrikuler-intraventikuler umum terjadi pada bayi-bayi kurang
bulan. karena matriks germinal (daerah dengan vaskularisasi tinggi berbatasan dengan
daerah vebtrikel otak) ada sampai kehamilan 35 minggu. Pada saat perdarahan keluar
melalu matriks germinal dan masuk ke system ventrikulear, disebut perdarahan
intraventikuler (IVH).
IVH ringan jika tidak ada pelebaran ventrikel.
IVH sedang jika ventrikel melebar.
IVH berat jika perdarahan meluas ke parenkim otak.
Perdarahan sedang dan berat disertai dengan peningkatan insidesn kesakitan dan
kematian. Banyak yang akan mengalami hidrosefalus pasca perdarahan dalam waktu
2-3 minggu sejak perdarahan semula. Beberapa kasus hidrosefalus akan sembuh
spontan, sedangkan yang lain memerlukan tindakan drainase. Penundaan perkembangan
atau deficit neurologis atau keduanya akan terjadi pada dua pertiga bayi dengan IVH
sedang dan berat.
Gambaran klinis perdarahan intraventrikuler tergantung kepada beratnya penyakit
dan saat terjadinya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma adiksi biasanya
kelainan timbul pada hari pertama atau kedua setelah lahir.

Pada bayi kurang bulan dapat mengalami perdarahan hebat, gejala timbul dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa jam berupa gangguan nafas kejang tonik umum,
pupil terfiksasi, kuadrapiresis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam.
Pada perdarahan sedikit, gejala timbul dalam beberapa jam sampai beberapa hari
sampai penurunan kesadaran, kurang aktif, hipotonia, kelainan posisi dan pergerakan
bola mata seperti deviasi, fiksasi vertical dan horisontal disertai dengan gangguan
respirasi. Bila keadaan memburuk akan timbul kejang. Bayi cukup bulan biasanya
disertai cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia. Manifestasi klinis yang timbul
bervariasi mulai dari asimtomatik sampai gejala yang hebat. Gejala neurologis yang
paling umum dijumpai adalah kejang yang dapat bersifat fokal, multifocal atau umum.
Disamping itu terdapat manifestasi lain berupa apnea, sianosis, letargi, jitterness,
muntah, ubun-ubun besar membonjol, tangis melengking dan perubahan tonus otot.
Untuk menegakkan diagnosis perdarahan intravenrikular yang pasti dilakukan pungsi
lumbal, pemeriksaan darah misalnya HB, Ht, dan trombosit, pemeriksaan EEG dan
USG. Pemeriksaan USG mempunyai nilai diagnostik yang tidak invasif, aman bayi dan
relatif murah. USG digunakan untuk menentukan saat timbulnya perdarahan, memantau
perubahan yang terjadi dan meramalkan akibat perdarahan pada masa akut. Kosim M
Soleh, Yunanto Ari, Dewi Rizalya, dkk. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI,
2008)

2.6 Patogenesis
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh
pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma
kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak
masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada
beberapa tempat tertentu jalannya berkelok kelok, kadang kadang membentuk huruf U
sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor faktor pencetus
(hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/
periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningia media
antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus.
Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB (bayi
cukup bulan). Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang

menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural


lebih sering pada BCB (bayi cukup bulan) daripada BKB (bayi kurang bulan) sebab pada
BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat
jarang terjadi. (Behrman RE and Driscoll JM. Neonatology. St Louis: CV Mosby Co. 1973;
pp 527-9). Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma
subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma
retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu,
memberikan gejala gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang
obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Cermin Dunia Kedokteran
No. 41, 1986 43
Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya
ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan
fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam
parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang
sangat hebat (kecelakaan)( Leksmono PR, Hafid A dan Sajid DM. Cedera Otak dan Dasardasar Pengelolaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 1984; 34: 32-4)

Perdarahan

intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral


yang disebut perdarahan periventrikuler.( Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage:
Past, Present and Future. J Paed. 1978; 92: 693-5).
Dari semua jenis PIN, perdarahan periventrikuler meme gang peranan penting, karena
frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 7590% perdarahan peri
ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di
sekitar ventrikel lateral.
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran
darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman
kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan
perdarahan intraventrikuler 1Roberton NRC and Howart P. Hypernatremia as a Cause of
Intracranial Haemorrhage. Arch Dis Child. 1975; 50: 938-41. Hiperosmolaritas antara lain
terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma
ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler

sehingga dapat pecah. 1Roberton NRC and Howart P. Hypernatremia as a Cause of


Intracranial Haemorrhage. Arch Dis Child. 1975; 50: 938-41
2.7 Diagnosis
Perdarahan

intrakranial

didagnosis

atas

dasar

riwayat,

manifestasi

klinis,

ultrasonografi atau tomografi terkomputasi (CT) transfontanela kranium, dan pengetahuan


tentang resiko spesifik berat badan lahir terhadap tipe perdarahan. Diagnosis perdarahan
subdural pada bayi cukup bulan yang berat badan lahirnya besar menurut (BBLB) dengan
disproporsi kepala panggul dapat tertunda 1 bulan sampai cairan sudural kronis bertambah,
menyebabkan sefalomegali, dominasi frontal, fontanela cembung, kejang-kejang dan
anemia. Alternatif lainnya, neonatus sehat dengan kejang-kejang singkat mungkin
menderita perdarahan subarachnoid ringan.
Richard E Behrmen, Robert M Kliegman, Ann M Arvin. Buku kesehatan anak nelson.
Vol 1. Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999.)
Diagnosis PIN sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma
kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus/BKB, sekitar 20%
kasus dengan gejala- gejala yang diduga PIN, ternyata bukan. Oleh karena itu, PIN harus
didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan gejala
gejala yang hampir sama, misalnya:

Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala gejala
kesukaran bernapas (apnea, takipnea, sianosis), lemah (letargi), kejang kejang,
muntah dan lain-lain. Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan
seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang
agak khas pada infeksi ialah hepatosplenomegali, ikterus, pneumoni 13(Purnomo
Suryantoro, Moch Bachtiar dan Achmad Suryono. Penanganan Infeksi Pada Bayi
Baru Lahir. Kumpulan Naskah Ilmiah Simposium dan Seminar Neonatologi,

Jakarta 1977.). Selain itu leukositosis.


Tetanus neonatorum dengan kejang kejang, dibedakan dengan PIN karena partus
tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. Tetanus neonatorum hampir selalu
terjadi pada akhir minggu pertama,bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar

minum karena trismus dan gejala lain.


Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi.
Ibunya penderita DM dan perlu pemeriksaan kadar glukosa darah bayi.

Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang kejang akibat ketergantungan
vitamin B6 karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B6 dosis
tinggi. Dibedakan dengan PIN berdasarkan anamnesis dan pengobatan

exjuvantibus pada bayi.


Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya
disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada PIN kadang-kadang ada

perdarahan.
Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan
kosta, merintih (expiratory grunting), bradikardi, hipotermi, kejang kejang,
hipotoni. Dibedakan dengan PIN yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat

persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain).


Lebih jelas, diagnosis PIN ditegakkan berdasarkan :
o Anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah
lahir dan gejalagejala yang mencurigakan.
o Pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda perdarahan intrakranial, gejalagejala
nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial.
o Pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.
o Pemeriksaan penunjang: CT Scan,USG, dan foto kepala
2.7.1

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan likuor terutama

untuk

perdarahan

subaraknoid

dan

intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada PIN untuk diagnostik,


sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah
komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada pemeriksaan likuor
dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein
meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan likuor berdarah, dianjurkan CT Scan
untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya perdarahan.
Pungsi lumbal merupakan indikasi bila ada tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial atau penjelekan keadaan klinis untuk megidentifikasi perdarahan
subarachnoid tersamar atau untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis bakteri,
cairan serebrospinal biasanya mempunyai kadar protein yang meningkat dengan
banyak sel darah merah. Tidak jarang dijumpai hipoglikorakia dan limfositosis
ringan. Karena pada perjalanan persalinan normal dan bahkan persalinan sesaria
sering terjadi sejumlah kecil perdarahan yang masuk ke dalam cairan serebrospinal,

maka adanya sejumlah kecil sel darah merah atau santokromia ringan pada cairan
subaracnoid tidak perlu menandakan suatu perdarahan intrakranial yang berarti.
Sebaliknya cairan subarachnoid bisa tampak sangat jernih pada perdarahan subdural
atau perdarahan intraserebral yang berat bila tidak ada hubungan dengan ruang
subaraknoid. Richard E Behrmen, Robert M Kliegman, Ann M Arvin. Buku
kesehatan anak nelson. Vol 1. Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999.)
Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:
o Tanda-tanda anemi posthemoragik
o Analisa gas darah (O2 dan CO2 )
o Gangguan pembekuan darah terutama pada PIN yang non traumatik. Mc
Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III
faktor VIII 10.
(Mc Donald MM, Johnson ML, Rumack CM, Koops BL, Guggen- heim MA and
Hathaway WE. Role of Coagulopathy in Newborn Intracranial Haemorrhage.
Pediatrics. 1984;74: 26-7.)
o Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik
Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya
fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan- lipatan kulit

kepala dan molase.


Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG,
Burstein dkk menentukan derajat perdarahan intraven- trikuler

sebagai berikut 11
(Mc Donald MM, Koops BL, Johnson ML, Guggenheim MA and
Hathaway WE. Timing and Antecedent of Intracranial Haemorrhage in
The Newborn Pediatrics. 1984; 74: 32.)
Derajat 0: tidak ada perdarahan intrakranial.
Derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub- ependimal.
Derajat II: perdarahan intraventrikuler.
Derajat III: perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel.
Derajat IV: perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel
dengan perluasan ke parenkim otak.
Derajat I, II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 34 minggu
kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi.
Derajat III, IV umumnya berprognosis

buruk,

meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus.

bila

tidak

2.7.2

Pemeriksaan radiologi

(Richard E Behrmen, Robert M Kliegman, Ann M Arvin. Buku kesehatan anak nelson. Vol 1.
Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999.)
Perdarahan

intrakranial

didagnosis

atas

dasar

riwayat,

manifestasi

klinis,

ultrasonografi atau tomografi terkomputasi (CT) transfontanela kranium, dan pengetahuan


tentang resiko spesifik berat badan lahir terhadap tipe perdarahann. Diagnosis perdarahan
subdural pada bayi cukup bulan yang berat badan lahirnya besar menurut (BBLB) dengan
disproporsi kepala panggul dapat tertunda 1 bulan sampai cairan sudural kronis bertambah,
menyebabkan sefalomegali, dominasi frontal, fontanela cembung, kejang-kejang dan
anemia. Alternatif lainnya, neonatus sehat dengan kejang-kejang singkat mungkin
menderita perdarahan subarachnoid ringan.
Walaupun bayi preterm dengan PIV menampakakkan syok yang cepat, burik, anemia,
koma atau fontanela cembung, namun banyak tanda PIV yang tidak spesifik atau tidak
terlihat. Oleh karenanya dianjurkan bahwa bayi prematur

harus dievaluasi Dengan

ultrasonografi serebral real time melalui fontanela anterior untuk deteksi PIV. Bayi dengan
berat badan dibawah 1.000 g memiliki resiko tinggi untuk mengalami PIV dan harus
diperiksa dalam 3-5 hari pertama dan periksa lagi pda minggu berikutnya. Pemeriksaan
ultrasonografi juga akan mendeteksi lesi LPV simetris prakistik dan kistik, dan lesi
ekogenik intraparenkim asimetris dari infark perdarahan korteks. Lebih jauh,
perkembangan yang lambat dari atrofi korteks atau prosensefali dan keparahan
progresivitas atau regresi hidrosefalus pasca perdarahan dapat ditenntukan dengan
ultrasonografi.
Empat tingkat bertambahnya keparahan PIV ditentukan dengan ultrasonografi untuk
bayi BBLR. Tingkat I adalah perdarahan yang terbatas pada matriks germinal daerah
subependim atau pada kurang dari 10% ventrikel, tingkat II adalah perdarahan
intraventrikuler dengan pengisian ventrikel 10 -50%; tingkat III keterlibatanya lebih dari
50% disertai dengan dilatasi ventrikel; tingkat IV meliputi tingkat III dengan lesi
intraparenkim kortikoventrikular yang tidak perlu adanya perluasan langsung PIV. Tujuh
puluh lima persen bayi dengan PIV adalah tingkat I-II. PIV berat tidak bergantung pada
imaturitas dan sindrom kegawatan pernapasan (RDS). Bayi imatur tanpa RDS mempunyai

resiko PIV sedangkan bayi dengan RDS berat mempunyai resiko lebih besar daripada bayi
yang menderita RDS ringan atautanpa RDS umur kehamilan yang sama.
CT scan diindikasikan pada bayi cukup bulan bila padannya terdapat diagnosis yang
dicurigai, karena ultrasonografi tidak dapat menunjukkan perdarahan atau infark
intraparenkim.
2.8 Gambaran Klinis
Gejala-gejala perdarahan intrakranial neonatus tidak khas, dan umumnya sukar
didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut
dapat ditemukan :

Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada
perdarahan subaraknoid.

Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus.


Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya
perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan
tentorium yang luas.

Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar,
refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina,
nistagmus dan eksoftalmus.

Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan
kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan
normal/takipnea dan sianosis intermiten.

Cephalic cry (menangis merintih).

Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular
(snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan
kerusakan pada korteks
Schaffer and Avery. Intracranial Haemorrhage, Disease of New- born. 3rd ed.
Philadelphia-London-Toronto: WB Saunders Co. 1971; pp 601-5.

Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian
bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung
lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung

lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan
lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot
muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/
parenkim.
Cedera Otak dan Dasar-dasar Pengelolaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 1984;
34: 32-4.)
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan:
1. Gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma),
2. Tidak mau minum,
3. Menangis lemah,
4. Nadi lambat/cepat.
5. Kadang-kadang ada hipotermi yang menetap.
Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 2448
jam sebelumnya menderita asfiksia, maka pencegahan infeksi dapat dipikirkan.
Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrrakranial Neonatus dapat dibedakan 2
sindrom :
1. Saltatory Syndrome
Gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian
berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala
sisa.
2. Catastrophic Syndrome.
Gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai
berjam-jam dan akhirnya meninggal.
( Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage: Past, Present and Future. J
Paed. 1978; 92: 693-5.)

2.9 Penatalaksanaan
Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang
lebih parah. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan
pemberian O2.
Tatalaksana perdarahan intrakranial neoatus:
1. Optimalkan, jalan napas dan pernapasan. Berikan oksigenasi/ventilasi
sesuai kebutuhan, hindari hipo atau hiperkarbia. Optimalkan sirkulasi
dengan mempertahankan volume intravaskuler dan tekanan darah yang
adekuat. Optimalkan sedasi/analgesia, menghindarkan manipulasi yang

2.9.1

tidak perlu.
2. Atasi kejang
3. Koreksi kelainan koagulasi yang signifikan
4. Pantau komplikasi - hidrosefalus
Pemberian obat-obatan :

Valium/luminal bila ada kejang-kejang.Dosis valium 0,30,5 mg/kgBB,


tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau
berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian
luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4
mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya.

Kortikosteroid

berupa

deksametason

0,51

mg/kgBB/24

jam

yang

mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.

Antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila


ada manipulasi yang berlebihan.

2.9.2

Tindakan bedah darurat

Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative


Burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma
dan hemostasis yang cermat .

Pada

perdarahan/hematoma

subdural,

tindakan

explorative

burrhole

dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma


dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan
intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt
antara ventrikel lateral dan atrium kanan.
2.10 Prognosis
Karena kemajuan obstetri, Perdarahan Intrakranial Neonatus oleh trauma kelahiran sudah
sangat berkurang. Mortalitas Perdarahan Intrakranial Neonatus non traumatik 5070%.
Prognosis Perdarahan Intrakranial Neonatus bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan,
umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi
penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan
kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak mendapat pertolongan segera.
Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau
strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang
meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada
perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna
setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah.
Mealy J. Infantile Subdural Hematomas. The Ped Clinics North
Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan
tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek.
Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan.
Pada derajat 12 (ringan-sedang), angka kematian 1025%, sebagian besar sembuh
sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan.
Pada derajat 34 (sedang-berat), mortalitas 5070% dan sekitar 30% sembuh dengan
sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi,

retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering


(44%) dari perdarahan periventrikuler
Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage: Past, Present and Future. J Paed.
1978; 92: 693-5.

Richard E Behrmen, Robert M Kliegman, Ann M Arvin. Buku kesehatan anak nelson. Vol 1.
Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999.)
Penderita dengan perdarahan massif akibat robekan tentorium atau falks serebri,
keadaannya cepat memburuk dan dapat mati sesudah lahir. Perdarahan dalam uterus akibat
trombositopenia idiopatik ibu atau lebih sering, trombositopenia alloimun janin dapat
menimbulkan perdarahan serebral berat atau suatu kista pronsefalus sesudah penyembuhan
perdarahan korteks janin.
Kebanyakan bayi dengan PIV akan distensi ventricular yang akut tidak berkembang
menjadi hidrosefalus pasca perdarahan. Sepuluh sampai lima belas persen neonatus BBLR
dengan PIV menderita hidrosefalus yang pada mulanya dapat munncul tanpa tannda-tanda
klinis seperti pembesaran lingkaran kepala, apnea, bradikardia, letargi, fontanela cembung,
atau sutura yang melebar. Pada bayi yang menderita hidrosefalus, tanda-tanda klinis dapat
terlambat 2-4 minggu walaupun distensi ventrkular progresf dan kompresi (penipisan)
korteks Serebral. Hidrosefalus pasca perdarahan berhenti atau menyusut pada 65% bayi yang
terkena.
Hidrosefalus progresif memerlukan shunt ventrikuler peritoneum, umur kehamilan
kurang dari 30 minggu peritoneum, umur kehamilan kurang dari 30 minggu, ventilasi
mekanik ynag lama (> 28 hari) perdarahan intra perenkim menggambarkan jejas hipoksik
iskemik, perdarahan ini tidak tergantung faktor resiko untuk menderita diplegia dan defisit
motorik lainnya. PIV dengan ekodenstas intraparenkim yang lebih besar dari 1 cm
dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi. PIV tingkat I dan II dpat disebabkan oleh faktorfaktor lain selain hipoksia-iskemia berat, dan pada kasus demikian PIV ini mempunyai resiko
Sekuele neurologis jangka panjang yang lebih rendah jika tidak berkaitan dengan LPV atau
perdarahan intraparenkim.

2.11 Pencegahan
Richard E Behrmen, Robert M Kliegman, Ann M Arvin. Buku kesehatan anak nelson. Vol 1.
Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999.)
Insiden perdarahan traumatik dapat dikurangi dengan managemen yang bijaksana pada
disproporsi kepala panggul dan persalinan operatif (forsep , seksio sesaria) . Perdarahan janin
atau neonatus karena purpura trombositopenia idiopatik (ITP), atau trombositopenia alloimun
dapat dicegah dengan mengobati ibu dengan steroid. Imunoglobulin intravena, atau transfusi
trombosit pada janin. Insidensi PIV mungkin dapat diturunkan dengan pemberian
indometasin doss rendah dan vitamin E pada neonatus. Fluktuasi tekanan darah yang lebar
harus dihindari. Vitamin K harus diberikan sebelum persalinan pada wanita yang mendapat
fenobarbital atau fenitoin selama hamil.

BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan intrakranial neonatus atau PIN ialah perdarahan patologis dalam rongga kranium
dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sering Perdarahan Intrakranial tak
dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas.
Terdapat empat tipe perdarahan intrakranial yang dapat dialami oleh bayi.

Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral

Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan subaraknoid

Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural

Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.

Menurut etiologi dapat dibedakan PIN yang traumatik/trauma kelahiran dan non-traumatik.
Perdarahan intrakranial didagnosis atas dasar riwayat, manifestasi klinis, ultrasonografi atau
tomografi terkomputasi (CT) transfontanela cranium.
Karena kemajuan obstetri, Perdarahan Intrakranial Neonatus oleh trauma kelahiran sudah
sangat berkurang. Mortalitas Perdarahan Intrakranial Neonatus non traumatik 5070%.
Prognosis Perdarahan Intrakranial Neonatus bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan,
umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan.
Insiden perdarahan traumatik dapat dikurangi dengan managemen yang bijaksana pada
disproporsi kepala panggul dan persalinan operatif (forsep , seksio sesaria) . Perdarahan janin
atau neonatus karena purpura trombositopenia idiopatik (ITP), atau trombositopenia alloimun
dapat dicegah dengan mengobati ibu dengan steroid. Imunoglobulin intravena, atau transfusi
trombosit pada janin.

Anda mungkin juga menyukai