merupakan DNA sirkuler yang ukurannya relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa DNA total
yang diisolasi mempunyai keutuhan yang tinggi. Akan tetapi pada beberapa kelompok
pergerakan DNA tiadak dapat diamati. Kejadian ini dapat terjadi karena kesalahan teknis saat
memasukan DNA ke dalam sumur gel agarose. Bisa jadi DNA yang dimasukan tidak masuk
benar-benar ke dalam sumur gel sehingga saat elektroforesis DNA tidak bergerak. Selain itu
kesalahan juga dapat terjadi karena DNA yang telah masuk ke dalam sumur tersedot kembali
masuk ke dalam pipet mikro. Sehingga sumur tidak berisi DNA.
Kuantifikasi DNA total dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm menunjukkan
bahwa rendemen isolasi DNA konsentrasinya berkisar antara 19610 ng/ L dan 19800 ng/ L
tiap 1500 L bahan biakan E. coli. Tingkat kemurnian DNA plasmid yang diisolasi dilihat dari
nilai absorban pada panjang gelombang 260 nm dibadi nilai absorban pada panjang gelombang
280 nm. Kemurnian DNA plasmid kelompok 8 menunjukan hasil sebesar 1,115. Nilai ini belim
termasuk nilai DNA murni karena isolasi DNA murni nilainya lebih besar atau sama dengan 1,8.
Posted in Academic
http://asris07.student.ipb.ac.id/2010/06/19/isolasi-dna/
LANDASAN TEORI
Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA berdasarkan atas ukuran
(berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa digunakan antara lain agarosa.
Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari
beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (bp).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui
matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju
migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju
migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang
telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar
ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan larutan etidium bromid.
Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan etidium bromid
sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet.
TUJUAN
Melakukan elektroforesis DNA menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa
BAHAN DAN ALAT
1. DNA marker, misalnya DNA yang dipotong dengan HindIII
2. Sampel DNA, misalnya :
3. Siapkan baki gel agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (pastikan bahwa
selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki)
4. Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi hampir
menyentuh dasar baki
5. Periksalah suhu larutan agarosa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan, jika
suhunya sudah turun hingga sekitar 50-60 0C, tambahkan 1 l etidium bromid
(PERINGATAN KERAS!!, gunakan sarung tangan karena bersifat karsinogenik).
6. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian tuangkan larutan ke dalam baki gel
agarosa, biarkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat.
7. ambil sisir dengan hati-hati, lepaskan selotip dari ujung-ujung baki.
8. masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang telah
diisi dengan larutan bufer TAE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya dalam TAE).
9. siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.
10. masukkan 10 l sampel DNA dan 2 l loading dye 6x ke dalam sumuran gel agarosa
dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara merata pada
kertas parafilm menggunakan mikropipet.
11. buatlah catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.
12. hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel yang
tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak demikian, ubahlah posisi
baki/gel ke arah sebaliknya).
13. nyalakan sumber arus, aturlah volatase dan waktu running hingga diperoleh angka 70 V
dan 45 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.
14. jalankan elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada sumber
arus.
15. elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang ditandai
oleh adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki dari tangki
elektroforesis.
16. keluarkan gel dan letakkan di atas UV transluminator (letakkan selubung kaca hitam di
atas UV transluminator).
17. nyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.
HASIL
Gambarlah pita-pita DNA hasil elektroforesis dengan nomor sumuran dan jenis sampelnya.
Perkirakan ukuran masing-masing fragmen/pita dengan membandingkannya dengan posisi
migrasi pada DNA marker.
http://02bios2unsoed.wordpress.com/tentang/acara-praktikum/3-gel-elektroforesisdna/
Penggunaan materi genetik sebagai alat diagnostik untuk penyakit menjadi sebuah kebutuhan.
Dulu, purifikasi DNA dengan metode klasik sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang lama.
Selain itu, penggunaan reagen pada metode klasik dapat membahayakan peneliti karena
penggunaan senyawa-senyawa organik yang berbahaya dan meningkatkan risiko transmisi DNA
dari sampel ke sampel sehingga hasil positif palsu dapat terjadi.
DNA dapat diisolasi, baik pada manusia maupun pada tumbuhan. Isolasi DNA dilakukan untuk
mendapatkan DNA murni dari sebuah sel bernukleus. Secara umum, isolasi DNA meliputi empat
tahap: melepaskan sel-sel dari jaringan, melisiskan dinding sel, memisahkan DNA dari
makromolekul lain, dan memurnikan hasil ekstraksi DNA. Setelah dilakukan isolasi DNA, DNA
yang diperoleh dapat dilihat konsentrasinya dengan alat photometer. Setelah itu, DNA dapat
langsung digunakan atau disimpan pada suhu -20C.
Polimerase Chain Reaction (PCR), tujuannya adalah membuat tiruan DNA berlipat ganda secara
in vitro. Pada saat PCR terjadi peristiwa denaturasi, annealing, dan extention. Pada saat
denaturasi, rantai ganda DNA dibuka dengan memberi suhu yang tinggi. Nilai temperaturnya
berbanding lurus dengan jumlah ikatan G dan C (Guanin-Cytosin). Tahap kedua adalah
annealing, yaitu menempelkan primer pada DNA untuk amplifikasi. Pada tahap ini dibutuhkan
suhu yang lebih rendah agar primer bisa menempel pada rantai DNA. Pada tahap extention, suhu
yang diperlukan adalah 72oC. Setelah itu, sampel dimasukkan pada mesin PCR dan dilakukan
amplifikasi dengan kondisi sebagai berikut.
Pre Heat 95 C : 5
Denaturasi 95 C : 1
Annealing 35 C : 1
Extention 72 C : 2
Extra Extention 72 C : 10
Agarose gel elektroforesis adalah metode yang digunakan untuk memisahkan DNA berdasarkan
besar molekul. Pemisahan molekul terjadi melalui pergerakan asam nukleat yang negatively
charged yang menembus matriks agarose dalam tank elektroforesis. Molekul dengan berat
molekul lebih rendah akan bergerak lebih cepat. Setelah pembuatan gel elektroforesis, DNA
dapat segera dirunning tetapi sebelumnya perlu diberi loading buffer (Bromophenol blue) untuk
memberikan berat sampel dan sebagai penanda sampai kapan elektroforesis bisa dihentikan.
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2086857-isolasi-dna-pcrdan-agarose/#ixzz1uTR7Ws2S
Mungkin banyak mahasiswa kimia, sekarang ini yang bercita-cita untuk menjadi
seorang ahli forensik. Bekerja membuktikan suatu kejahatan dengan cara-cara
ilmiah dan khas seorang kimiawan (terdapat sampel, peralatan laboratorium dan
metode analisis) tentunya adalah suatu pekerjaan yang menarik dan tak lupa pula
gaji yang lumayan besar. Tetapi sebelum sampai ke benar-benar bekerja di forensik,
penulis akan menginformasikan salah satu metode analisis kejahatan di forensik
yakni DNA fingerprint.
Di Indonesia, DNA fingerprint mencuat namanya sebagai cara identifikasi kejahatan
dan korban yang telah hancur setelah terjadi peristiwa peledakan bom di tanah air
seperti kasus bom Bali, bom Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia
dan lain-lain. Pengunaan informasi DNA fingerprint di Indonesia boleh dibilang
masih sangat baru sedangkan di negara-negara maju, hal ini telah biasa dilakukan.
DNA fingerprint
Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam nukleat
merupakan senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang
genetika. Penemuan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan
perubahan yang cukup revolusioner di berbagai bidang. Hasil aplikasi dari tehnik
PCR ini disebut dengan DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan
DNA dari setiap individu. Karena setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang
berbeda maka dalam kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat
kejahatan di pengadilan.
DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA
yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah
sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis
keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya.
Dalam kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada
barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika
ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat
dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada
yang tertinggal di puntung rokok. Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang
dapat dilacak.
Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah
kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan jika di
TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya.
Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut
karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan
akar rambut terdapat DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang dapat
diperiksa selain epitel bibir, sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan
kuku.
Metode analisis DNA fingerprint
Sistematika analisis DNA fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa
dilakukan di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan
http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/dna_fingerprint_metode_analisis_kejahatan_pada_forensi
k/
DNA fingerprinting is a way of identifying a specific individual, rather than simply identifying a
species or some particular trait. It is also known as genetic fingerprinting or DNA profiling. As a
technology, it has been around since at least 1985, when it was announced by its inventor, Sir
Alec Jeffreys. DNA fingerprinting is currently used both for identifying paternity or maternity
and for identifying criminals or victims. There is discussion of using DNA fingerprinting as a
sort of personal identifier as well, although the viability of this is debatable.
The vast majority of a human's DNA will match exactly that of any other human, making
distinguishing between two people rather difficult. DNA fingerprinting uses a specific type of
DNA sequence, known as a microsatellite, to make identification much easier. Microsatellites are
short pieces of DNA which repeat many times in a given person's DNA. In a given area,
microsatellites tend to be highly variable, making them ideal for DNA fingerprinting. By
comparing a number of microsatellites in a given area, one can identify a person relatively easily.
AdChoices
DNA in Saliva
Serum vials warehouse
iDeal Chip-seq kit
DNA Methylation
Products
IDLink FingerPrint
System
The sections of DNA used in DNA fingerprinting, although highly variable, are passed down
from parents to their children. Although not all of the sections will necessarily be passed on, no
child has pairs that their parents do not have. This means that by comparing large groups of these
sections, paternity, maternity, or even both, may be determined. DNA fingerprinting has a high
success rate and a very low false-positive rate, making it an extremely popular form of paternity
and maternity verification.
In forensics, DNA fingerprinting is very attractive because it doesn't require actual fingerprints,
which may or may not be left behind, and may or may not be obscured. Because all of the DNA
sections are contained in every cell, any piece of a person's body, from a strand of hair to a skin
follicle to a drop of blood, may be used to identify them using DNA fingerprinting. This is useful
in the case of identifying a criminal, because even a drop of blood or skin left at the crime scene
may be enough to establish innocence or guilt, and it is virtually impossible to remove all
physical trace of one's presence. DNA fingerprinting is useful in the case of identifying victims
because even in cases where the body may be disfigured past identification, and teeth or other
identifying features may be destroyed, all it takes is a single cell for positive identification.
DNA fingerprinting is by no means perfect, however. It cannot establish beyond the shadow of a
doubt that a specific cell comes from a specific person; it can only establish a probability. In
many cases this probability is very high -- one in ten billion, for example -- but in some cases it
may be much lower. The probability also becomes obscured when dealing with direct
descendents, who may share a large portion of the examined areas of DNA with a parent.
Despite these problems, DNA fingerprinting is becoming more and more prevalent in the world
of criminal forensics. Though some legal questions exist, such as the conclusiveness of DNA
fingerprinting and the extent to which it is legal by national laws to compile databases of
people's DNA and to take samples of their DNA for comparison, the benefits currently seem to
outweigh the problems.
AdChoices
DNA in Saliva
Serum vials warehouse
iDeal Chip-seq kit
DNA Methylation
Products
http://www.wisegeek.com/what-is-dna-fingerprinting.htm
http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/90/file/Cara-Mengidentifikasi-Padi.pdf