Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ vital yang mempunyai peran penting dalam


mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh, elektrolit, dan asam-asam dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif
air, elektrolit, dan non elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urin.
Fungsi ekskresi ginjal seringkali terganggu diantaranya oleh batu saluran kemih yang
berdasarkan tempat terbentuknya terdiri dari nefrolitiasis, ureterolitiasis,
vesicolitiasis, batu prostat, dan batu uretra. Batu saluran kemih terutama dapat
merugikan karena obstruksi saluran kemih dan infeksi yang ditimbulkannya.1
Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks yang
dikenal sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan
fungsi ginjal karena menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung lama,
urin akan mengalir balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi
kerusakan ginjal. Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang
berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan
tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur
ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif, dan jika mengalami infeksi saluran
kemih dapat menimbulkan urosepsis.2
Proses ini umumnya berlangsung lama sekali. Tapi juga bisa mendadak (akut)
bila sumbatan secara total. Kasus hidronefrosis semakin sering didapati. Di Amerika
Serikat, insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9 % pada wanita dan 3,3 % pada pria.
Penyebabnya dapat bermacam macam dimana obstruksi merupakan penyebab yang
tersering.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definsi
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
kandung kemih tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi kalau obtruksi
terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal
saja yang rusak.4
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung
kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan
ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal.4
Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hidronefrosis adalah
bendungan dalam ginjal yang disebabkan oleh obtruksi yang terdapat pada ureter
yang disebabkan karena adanya batu ureter, sehingga terjadi tekanan balik ke ginjal.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian dari UPJO lebih sedikit pada dewasa dibanding pada anak-
anak. Pada kelompok usia pediatric, UPJO merupakan penyebab tersering dari
dilatasi traktus urinarius bagian atas. Sekitar 80% dilatasi dari tubulus penampung
diidentifikasikan pada periode antenatal oleh ultrasonografi fetus. Jumlah signifikan
dari dilatasi ini memerlukan intervensi pada suat masa yang berbeda, di mana
beberapa pasien mungkin tidak menimbulkan gejala obstruksi fungsional hingga
masa dewasa. Perbandingan angka kejadian antara pria dan wanita adalah 2:1, dan
ginjal kiri terkena dua kali lebih sering dibanding ginjal kanan. Walaupun obstruksi
UPJ lebih jarang terkena pada pasien dewasa, namun ini bukan merupakan hal yang
langka.5
2.3 Etiologi
a. Jaringan parut ginjal atau ureter.
b. Batu
c. Neoplasma atau tumor
d. Hipertrofi prostat
e. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
f. Penyempitan uretra
g. Pembesaran uterus pada kehamilan 6
Pada anak, pelvic uretero junction obstruction (PUJO) adalah penyebab yang
tersering.

2.4 Patofisiologi 4
Pembuangan urin dari pelvis renal ke ureter ditentukan oleh banyak faktor.
Tekanan di dalam pelvis renal ditentukan oleh volume urin yang diproduksi, diameter
ureteropelvic junction dan sistem pengumpul serta daya tahan pelvis renal demikian
pula peristaltik dari ureter.
Sebagai respons terhadap peningkatan volume dan tekanan, pelvis renal
berdilatasi. Otot polos pada pelvis renal akan menipis tetapi lama-kelamaan menjadi
hipertrofi dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Hambatan yang ditemukan pada PUJO diduga disebabkan oleh adanya
penyempitan kongenital dari ureteropelvic junction (UPJ) atau dapat juga disebabkan
oleh kompresi UPJ oleh pembuluh darah ke ginjal. Pelvicouretero Junction
Obstruction merupakan abnormalitas kongenital pada ureter yang paling sering
terjadi.
Sebagian besar PUJO bersifat primer dan kongenital, meskipun secara klinis
mungkin baru timbul gejala jauh hari setelah lahir. Penyebab dari PUJO kongenital
masih belum jelas namun telah diketahui secara umum bahwa tepat di distal dari PUJ
terdapat segmen yang adinamis, yang tidak berfungsi secara baik.
Obstruksi UPJ yang bersifat kongenital dapat mengakibatkan defek baik
anatomis maupun fisiologis di ureter bagian atas. Penyempitan lumen primer dapat
disebabkan oleh proses rekanalisasi yang inkomplit intrauterin pada bagian cefal dari
ureter yang sedang berkembang. Obstruksi parsial dapat menghasilkan jumlah atau
keadaan anomali pada sel otot polos dinding ureter bagian atas yang menyebabkan
disfungsi peristaltic. Pada segmen yang terlibat, lapisan otot polos tersebut dapat
mengalami hipertrofi.4

2.5 Manifestasi Klinis


Pemeriksaan USG antenatal memungkinkan PUJO dideteksi sebelum
menimbulkan gejala, namun, tetap saja ditemukan PUJO yang baru terdeteksi pada
bayi dan anak-anak. Gejala yang dijumpai sangat bervariasi, tergantung dari usia
pasien. Pada bayi, PUJO biasanya dijumpai sebagai massa abdomen asimtomatik.
Sekitar 50% massa intraabdomen merupakan hidronefrosis dan 40% diantaranya
disebabkan oleh PUJO. Dapat juga dijumpai adanya kegagalan pertumbuhan (failure
to thrive), demam yang tidak jelas penyebabnya serta infeksi saluran kemih berulang.
Pada kasus-kasus yang parah, dapat terjadi sepsis. Pada anak-anak, gejala yang paling
sering dijumpai pada pasien saat datang adalah nyeri yang hilang timbul di abdomen
atau flank, yang ditemukan pada sekitar 50% kasus. Rasa nyeri ini mencerminkan
distensi akut pada pelvis renis dan dapat disertai timbulnya rasa mual serta muntah,
yang sering dianggap sebagai gangguan di saluran pencernaan. Pada kasus-kasus
yang klasik, rasa nyeri timbul 2-3 jam setelah pasien minum. Gejala lain yang sering
dijumpai meliputi infeksi saluran kemih serta teraba massa di intraabdomen.
Meskipun jarang, dapat juga dijumpai adanya hematuria dan hipertensi. Hematuria
diperkirakan terjadi akibat terjadinya ruptur pada pembuluh-pembuluh darah yang
terdilatasi di sistem pengumpul ginjal. Hipertensi kemungkin terjadi akibat adanya
regangan pada arteri renalis yang disebabkan oleh dilatasi pelvis renis. Bila dijumpai
pada pasien-pasien dewasa, biasanya gejala yang muncul minimal, sehingga PUJO
ditemukan secara kebetulan pada saat melakukan CT scan abdomen. Pada kelompok
pasien ini, bila tidak bergejala atau gejala yang muncul tidak parah, PUJO yang ada
tidak memerlukan terapi operatif.7
2.6 Diagnosis 3
Diagnosa penyakit hidronefrosis bisa merasakan adanya massa di daerah
antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar.
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea yang tinggi karena ginjal
tidak mampu membuang limbah metabolik ini.
Beberapa prosedur digunakan untuk mendiagnosis hidronefrosis:
USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal
Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung.

2.7 Gambaran radiologi 2


Gambaran radiologis dari hidronefrosis terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4
grade hidronefrosis, antara lain :
a. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks
berbentuk blunting, alias tumpul.
b. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks
berbentuk flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor.
Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor.
Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias
menggembung.

2.8 Penatalaksanaan 8
Karakteristik gejala disertai bukti morfologis PUJO merupakan indikasi
kebutuhan terapi. Gejala-gejala tersebut mencakup nyeri pinggang hilang timbul
setelah konsumsi cairan dalam volume yang besar, atau cairan-cairan dengan efek
diuretic. PUJO asimtomatik dapat pula diterapi bila terdapat bukti asimetrisnya fungsi
ginjal atau hidronefrosis. CT tiga dimensi telah menunjukkan manfaat-manfaat
pilihan terapi yang tersedia saat ini dan telah mempengaruhi manajemen pilihan atas
endopyelotomy retrograde atau pyeloplasti (laparoskopik dan bedah terbuka). Pada
kasus-kasus tertentu, pembuluh-pembuluh menyilang dieliminasi atau dilakukan
vaskulopleksi, karena pembuluh-pembuluh tersebut dapat menyebabkan obstruksi
berulang.
Pilihan terapi operatif yang ada meliputi endpyelotomi dan pyeloplasti.
Pyeloplasti lebih disukai karena memiliki tingkat keberhasilan jangka panjang yang
lebih baik dan dapat diterapkan pada hampir semua variasi anatomis PUJO.
Kegagalan dalam penanganan PUJO dapat terjadi bila panjang striktur >2 cm, Fungsi
renal <20 %, adanya pembuluh darah yang melewati anterior atau posterior UPJ dan
hidronefrosis masif.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
3.1.1 Identitas Penderita
Nama : An. A.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 7 tahun 8 bulan
Tempat/Tanggal Lahir : Palangka Raya, 23 April 2009
Alamat : Jl. Tjilik Riwut Km.2

2.1.1 Identitas Orangtua


2.1.1.1. Identitas Ayah
Nama : Tn. H.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Tjilik Riwut Km.2

2.1.1.2. Identitas Ibu


Nama : Ny.T.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 44 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Tjilik Riwut Km.2

2.2. Anamnesis
Kiriman dari : IGD Rumah Sakit dr.Doris Sylvanus.
Os. datang ke IGD tanggal 27 November 2016
pukul 23.10 WIB
Dengan diagnosis : Dehidrasi berat + vomitus aktif + hipokalemia
Alloanamnesis dengan : Ibu Pasien
Tanggal/Jam : 9 Desember 2016; Pukul 18.00 WIB

2.2.1. Keluhan Utama : Tidak sadarkan diri


2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak malam tanggal 27
November 2016. Sebelumnya os muntah-muntah sebanyak 4 kali di rumah
dengan isi muntahan makanan dan air, muntah tidak menyemprot. Banyaknya
muntah setengah liter tiap kali muntah, muntah darah dan muntah hitam
disangkal. Setelah muntah-muntah tidak lama kemudian os tidak sadarkan diri.
Sebelum muntah diketahui os makan kulit singkong goreng. Dari semua
anggota keluarga os makan kulit singkong goreng paling banyak. Selain os, ibu
os juga diketahui muntah setelah makan kulit singkong goreng. Riwayat cedera
kepala (-), riwayat trauma atau dipukul di perut (-), riwayat pengobatan keluhan
muntah di rumah (-), riwayat alergi (-)
Os juga memiliki benjolan di perut kanan yang mulai muncul sejak usia 2
tahun. Awalnya benjolan berukuran sebesar telur ayam kampong dan makin
membesar hingga sekarang. Benjolan dirasakan tidak nyeri baik saat ditekan
ataupun tidak ditekan. Keluhan buang air kecil disangkal, buang air kecil
lancar, buang air kecil memancar tidak menetes, nyeri saat berkemih (-), nyeri
setelah minum air (-), warna air kencing jernih sampai kuning, kencing berpasir
(-), keluhan mual dan muntah (-), buang air besar disangkal, sembelit (-),
mencret (-). Riwayat demam dan penurunan berat badan dalam beberapa tahun
terakhir disangkal, nafsu makan (+) baik. Riwayat keganasan dalam keluarga
disangkal. Os sudah pernah dikontrolkan ke poli anak dan urologi setahun yang
lalu dengan keluhan benjolan di perut kanan dan didiagnosis hidronefrosis renal
dextra. Dokter menyarankan operasi tetapi ibu masih ragu-ragu.
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Os. pernah mengalami TBC 2 tahun yang lalu dan sudah menjalani pengobatan
tuntas. Riwayat penyakit lain: diare dan cacar.

2.2.4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Riwayat antenatal : ANC (+) ke bidan tiap 1x per bulan.
Periksa USG ke dokter kandungan pada usia
kehamilan 5 bulan. Hasil pemeriksaan USG tidak
didapatkan adanya kelainan pada janin.
Riwayat natal : G2P1A0. Hamil aterm (usia gestasi 39-40 minggu).
Letak sungsang (-). penyakit kehamilan (-) KPD (-)
Spontan/tidak spontan : Lahir spontan per vaginam tanpa induksi dan vacum
Nilai APGAR : Bayi segera menangis ketika lahir
Berat badan lahir : 2.700 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa
Penolong : Bidan
Tempat : Klinik bidan
Riwayat neonatal : Prematur (-), Asfiksia (-) Ikterik neonatorum (-).
Gerak aktif (+), Menangis kuat (+), Hisap Kuat(+).
Tidak pernah sakit saat neonatal.

2.2.5. Riwayat Perkembangan: motorik kasar, motorik halus, verbal, sosial dan
kemandirian. Perkembangan sesuai usia.

2.2.6. Riwayat Imunisasi : BCG/Polio/Hep.B/DPT/Campak (+). Imunisasi dasar


lengkap sesuai usia

2.2.7. Riwayat Makanan


Usia 0-12 bulan :
ASI eksklusif diberikan tiap 2 jam.
Usia 1-2 tahun:
ASI berhenti, Susu formula 3 sendok takar + 120 mL air hangat, diberikan tiap 2 jam.
Usia 2 tahun:
Susu formula (Vitalac) 3 sendok takar + 120 mL air hangat, diberikan tiap 2 jam
melalui botol susu. Nasi lunak berisi sayur sop dan ikan yang dipotong kecil-kecil
dengan frekuensi makan 2-3 kali per hari sebanyak 1 mangkok kecil (8-10 sendok
habis dimakan). Bubur bayi siap saji 2-3 kali per hari sebanyak 1 mangkok kecil (8-
10 sendok habis dimakan)
Usia 3 tahun 5 tahun:
Susu formula (Vitalac) 3 sendok takar + 120 mL air hangat, diberikan tiap 2 jam
melalui botol susu. Nasi dengan sayur sop dan ikan atau ayam dengan frekuensi
makan 3 kali sehari sebanyak 10 sendok habis dimakan.
Usia 6 tahun sekarang:
Sudah tidak rutin minum susu. Nasi dengan sayur (lebih suka kentang dan wortel)
dan kulit ayam goreng dengan frekuensi makan 3 kali sehari sebanyak 7-10 sendok
habis dimakan.
2.2.7.1. Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan kurang lengkap

2.2.8. Riwayat Keluarga


Riwayat keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.
Ikhtisar Keturunan :
Keterangan:
: Laki-laki : Pasien (An.A.A)

: Perempuan

Susunan Keluarga :
No Nama Umur Jenis Kelamin Keterangan
1. Tn. H.S 45 tahun L Sehat
2. Ny. Y 44 tahun P Sehat
3. An. A 15 tahun L Sehat
4. An. A.A 7 tahun 8 bulan L Sakit

2.2.9. Riwayat Sosial Lingkungan


Anak tinggal dirumah beton tipe 36. Rumah pasien adalah rumah sementara
yang ditempati di area kerja. Ukuran rumah 7x4 meter dan terdiri dari 1 ranjang,
lemari dan perabotan rumah tangga yang lain. Dapur dan kamar mandi berada di
dalam rumah. Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah hanya berjumlah 4
orang yaitu orang tua pasien, kakak pasien dan pasien sendiri.
Di area kerja hanya terdapat rumah yang ditempati anak dan keluarga saja,
tidak ada tetangga. Rumah terletak di pinggir jalan yang sering dilalui oleh truk arah
luar kota sehingga udara dirasakan sering berdebu. Pencahayaan dan sinar matahari
cukup masuk ke dalam rumah.
Sumber air untuk mandi, memasak, dan mencuci menggunakan sumur bor
dengan kedalaman 10 meter dengan jarak antar septic tank 5 meter. Sumber air
minum menggunakan galon air isi ulang kemasan yang dijual tanpa merk. Anak
biasanya jajan di sekitar rumah dengan membeli makanan ringan dan es yang dijual
di warung atau yang dijajakan penjual keliling.

2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak aktif
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5 = 15

2.3.1. Pengukuran
2.3.1.1. Tanda-tanda vital
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 91x/menit, kuat angkat, isi cukup, reguler
Nafas : 22x/menit, torakoabdominal
Suhu : 36,4C

2.3.1.2. Antropometri
Berat badan : 24 kg
Panjang badan : 120 cm
Status gizi : BB/TB = 24/25 x 100% = 96% (Gizi baik)
2.3.2. Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangiom : Tidak ada
Turgor : Cukup
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada

2.3.3. Kepala
Bentuk : Mesosefal
UUB : Ubun-ubun besar sudah menutup
UUK :Ubun-ubun kecil sudah menutup

2.3.3.1. Rambut
Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada

2.3.3.2. Mata
Palpebra : Cekung (-)
Alis, bulumata : Tipis, Lentik, tidak mudah tercabut
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : Isokhor
Simetris : +/+
Refleks Cahaya :+/+ langsung dan +/+ tak langsung
Kornea : Jernih

2.3.3.3. Telinga
Bentuk : Normal
Sekret : Tidak ada
Serumen : Tidak ada

2.3.3.4. Hidung
Bentuk : Normal, deviasi septum (-)
Nafas cuping hidung : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada

2.3.3.5. Mulut
Bentuk : Normal
Bibir : Mukosa kering (-)
Gusi : Bengkak (-), berdarah (-)
Gigi geligi : Caries dentis (-)

2.3.3.6. Lidah
Bentuk : Normal
Pucat : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Kotor : Tidak ada
Warna : Merah muda

2.3.3.7. Faring
Hiperemi : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Membran/Pseudomembran : Tidak ada

2.3.3.8. Tonsil
Warna : Hiperemi (-)
Pembesaran : T1-T1
Abses : Tidak ada
Membran/Pseudomembran : Tidak ada

2.3.3.9. Leher
Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
Pembesaran KGB : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Tortikolis : Tidak ada

2.3.3.10. Thorak
2.3.3.10.1. Dinding Dada/Paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris +/+, Pectus ekscavatum (-),
Pectus carinatum (-), barrel chest (-)
Retraksi : Tidak ada
Dispnea : Tidak ada
Pernafasan : Thorakoabdominal
Palpasi : Fremitus fokal: simetris +/+
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara nafas dasar : Vesikuler +/+
Suara nafas tambahan : Rhonki -/-, wheezing -/-

2.3.3.10.2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis : Tak terlihat
Palpasi : Apeks : Tak teraba
Perkusi : Batas Kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Batas Kiri :ICS V linea midclavicula sinistra
Batas Atas : ICS II linea parasternalis dextra
Auskultasi : Frekuensi : 91x/menit, reguler
Suara Dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : Tidak ada

2.3.3.11. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Datar
Palpasi : Hati : Tak teraba
Lien : Tak teraba
Ginjal : Flank mass (+/-), nyeri ketok CVA (-/-), ballotemen
(+/-)
Massa : (+) regio hiokondria dekstra, konsistensi keras,
permukaan rata, mobile, tidak teraba nyeri
Lain-lain : Turgor cukup
Perkusi : Timfani/Pekak: Pekak
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising Usus : Normal

2.3.3.11. Ekstremitas
Umum : Akral hangat, CRT<2 detik
Neurologis:
Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Kuat Kuat Kuat Kuat
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - - - -
Refleks Fisiologis + + + +
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas + + + +
Tanda Meningeal - - - -

2.3.3.12. Susunan Saraf


N. II, III, IV, VI, V, VII, XII : Normal
N.I, VIII, IX, X, XI : Sulit dinilai

2.3.3.13. Genitalia : Laki-laki, Kelainan (-), Fimosis (-)

2.3.3.14. Anus : Iritasi dubur (-) Eritema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Kimia darah (27 November 2016)
Glukosa darah sewaktu : 207 mg/dL
Ureum : 28 mg/dL
Creatinin : 1.35 mg/dL
Elektrolit
Natrium (Na) : 143 mmol/L
Kalium (K) : 2.8 mmol/L
Chlorida (Cl) :-
Calcium (Ca) : 0.12 mmol/L
Darah rutin (28 November 2016)
Hemoglobin : 12.2 g/dL
Leukosit : 18.100/mm3
Eosinofil :1
Basofil :0
Staf :3
Neutrofil/Segmen : 56
Limfosit : 37
Monosit :3
Eritrosit : 4.43 juta/mm3
Trombosit : 270.000/mm3
Hematokrit : 31
Elektrolit
Natrium (Na) : 143 mmol/L
Kalium (K) : 4.1 mmol/L
Chlorida (Cl) :-
Calcium (Ca) : 1,12 mmol/L
Kimia darah
Glukosa darah sewaktu : 153 mg/dL
Creatinin : 0.83 mg/dL
Darah rutin (9 Desember 2016)
Hemoglobin : 12.1 g/dL
Leukosit : 8.130/uL
Eritrosit : 4.50 juta/uL
Trombosit : 201.000/uL
Hematokrit : 32.9%
MCV : 73.1fL
MCH : 26.9 pg
MCHC : 36.8 g/dL
Kimia darah
Glukosa darah puasa : 98 mg/dL
Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 0.72 mg/dL
SGOT : 27 U/L
SGPT : 10 U/L
Albumin : 4.94 g/dL
CT : 500
BT : 230
Elektrolit
Natrium (Na) : 136 mmol/L
Kalium (K) : 3.2 mmol/L
Chlorida (Cl) :-
Calcium (Ca) : 1.18 mmol/L

Darah rutin (10 Desember 2016)


Hemoglobin : 9.8 g/dL
Leukosit : 9.070/uL
Eritrosit : 3.64 juta/uL
Trombosit : 198.000/uL
Hematokrit : 26.7%
MCV : 73.3 fL
MCH : 26.9 pg
MCHC : 36.7 g/dL

Radiologi/USG Abdomen (29 November 2016)


- Terlihat ginjal kanan membesar, pcs sangat melebar, cortex menipis, tidak
terlihat batu, ureter proksimal tidak melebar
- Organ intraabdomen lainnya dalam batas normal
- Kesan: Hidronefrosis dekstra grade IV kemungkinan e.c PUJO
Radiologi/BNO-IVP (3 Desember 2016)
BNO : Kontur ginjal kanan membesar, kiri normal dan psoas line jelas, tidak
tampak bayangan batu di sepanjang traktus urinarius, tidak tampak distensi pada
usus. Persiapan baik.
IVP : Pada menit ke 5 10:
Fase ekskresi ginjal kiri sudah tampak pada menit ke-5, ginjal kanan mulai menit
ke-7
- Sistem pelvokalises pada ginjal kanan tampak dilatasi, kalises melebar,
tidak tampak batu/filling defek
- Pelvis renal pad aginjal kiri tampak dilatsi, kalises melebar, tidak tampak
batu/filling defek
- Ureter kiri tampak menyempit pada 1/3 proksimal, ureter kanan tidak terisi
kontras
Pada full blass: terisi penuh, mukosa reguler, tidak tampak batu/filling defek atau
pun additional shadow
Post voiding: pasase kontras masih sisa pada sistem pelvokalises kiri, pada VU
tampak lancar.
Kesan: - Fungsi ekskresi ginjal kanan normal, kiri delayed
- Hidronefrosis kanan grade IV, non visualized ureter e.c sugestif PUJO
- Pelvoectasis renal kiri e.c stenosis pada ureter proksimal.
2.5 Diagnosis
2.5.1 Diagnosis Banding
Kongenital

Jaringan parut

Hidronefrosis
Batu

Massa Intraabbdomen Tumor


Neoplasma

Ureterolitiasis

2.5.2. Diagnosis Kerja : Hidronefrosis e.c PUJO


2.5.3. Status Gizi : Gizi baik (BB/TB (kurva CDC) 96%)

2.6. Penatalaksanaan
Pro pyeloplasti
2.6. Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
BAB IV
DISKUSI

Pada kasus ini dilaporkan anak berusia 7 tahun 8 bulan yang datang ke IGD
dengan keluhan tidak sadarkan diri setelah sebelumnya muntah-muntah sebanyak 4
kali. Pasien dirawat selama 20 hari mulai dari tanggal 27 November sampai 17
desmber 2016 di ruang flamboyant RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya. Selain
keluhan tersebut, pasien juga dikeluhkan oleh orangtua pasien benjolan pada perut
kanan yang sudah muncul sejak pasien berumur 4 tahun dan makin membesar sampai
sekarang. Benjolan dirasakan tidak nyeri saat diraba, ditekan maupun saat tidak
diraba. Keluhan buang air kecil dan buang air besar juga disangkal. Tetapi pasien
dikatakan sering mengeluh nyeri perut bawah yang kadang-kadang muncul sejak
benjolan muncul. Nyeri dirasakan tidak tajam dan tidak sampai membuat pasien
menjerit-jerit. Nyeri dirasakan tidak sampai menembus ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan flank mass pada flank area dextra, nyeri ketok
costovertebrae (-), sedangkan pada pemeriksaan abdomen ditemukan massa pada
regio hipokondria dextra, konsistensi keras, permukaan rata dan tidak teraba nyeri,
balotemen (+).
Diagnosis hidronefrosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda-tanda hidronefrosis tergantung pada
penyebab obstruksi, kletak obstruksi, lama timbulnya obstruksi (akut atau kronik),
unilateral atau bilateral. Pada hidronefrosis akut yang biasanya disebabkan oleh
adanya batu, terdapat kolik renalis (nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang
rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena yang dapat disertai mual,
muntah serta hematuria. Sednagkan pada hidronefrosis kronik dimana obstruksinya
terjadi secara perlahan, bisa tidak menimbulkan gejala atau terdapat nyeri tumpul di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul. Biasa disertai dengan gejala yang tidak
spesifik antara lain lemah, letih. Lesu, mual dan muntah. Jika terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul gangguan irama jantung dan spasme otot.
Pada pasien ini pada anamnesis tidak didapatkan adanya keluhan kemungkinan
karena hidronefrosis yang dialami adalah hidronefrosis kronik dengan perjalanan
penyakit yang perlahan sehingga keluhan penyerta tidak dirasakan.
Normalnya volume urin yang terkandung dalam kaliks dan pelvis tiap ginjal
adalah sedikit sekitar 5-10 ml, tetapi dengan adanya obstruksi yang menetap maka
saluran kemih bagian proksimal tempat obstruksi akan mnegalami dilatasi dan jika
obstruksi berlangsung lama ginjal akan menjadi sangat membesar ukurannya. Dalam
keadaan ini kaliks dan pelvis akan sangat melebar, medulla hampir rusak dan korteks
akan menjadi tipis sebagai bingkai yang sklerotik. Obstruksi yang terjaadi
menyebabkan peningkatan tekanan pada ginjal yang ditandai dengan adanya
perubahan pada filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus dan aliran darah ginjal.
Lahu giltrasi glomerulus (GFR) secara signifikan mengalami penurunan dalam
beberapa jam setelah obstruksi akut. Penurunan GRF ini dapat bertahan sampai
berminggu-minggu meskipun telah terjadi perbaikan. Sebagai tambahan kemampuan
fungsi tubulus untuk traspor natrium, kalium dan elektrolit lainnya juga mengalami
kegagalan.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosis.
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk melihat kemungkinan anemia dan proses
infeksi sedangkan pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Penegakan diagnosis juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan USG
abdomen untuk memastikan massa intrabdomen pada pasien. Pemeriksaan USG
ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif yang dapat dipakai untuk
memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk, letak dan struktur anatomi dalam
ginjal. Pemeriksaan USG sangat sensitif untuk mendeteksi hidronefrosis dengan
akurasi >90%. Pada pasien dengan hidronefrosis biasanya akan didapatkan
pembesaran ginjal dan pelebaran pada sistem pelviokalisesnya. Hasil pemeriksaan
yang dilakukan pada 29 November 2016 ditemukan hidronefrosis dekstra grade IV
kemungkinan e.c PUJO. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan untuk
melihat kelainan ginjal adalah adalah pemeriksaan BNO-IVP. Pada pemeriksaan
BNO-IVP yang dilakukan pada 3 Desember 2016 didapatkan :
1. Fungsi ekskresi ginjal kanan normal, kiri delayed
2. Hidronefrosis kanan grade IV, non-visualized ureter e.c sugestif PUJO
3. Pelvoectasis renal kiri e.c stenosis pada ureter proksimal
Penatalaksanaan pada pasien ini pada prinsipnya adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dengan menghilangkan faktor penyebab utama yang
kebanyakan disebabkan oleh obstruksi. Dalam kasus ini karena pada pasien tidak
ditemukan tanda-tanda keluhan pada sistem perkemihan maka pasien ini tidak
diberikan terapi simptomatik. Untuk tatalaksana selanjutnya pasien ini memerlukan
konsultasi di bidang urologi. Metode bedah yang dipilih adalah pyeloplasti.
Pyeloplasty masih merupakan standar terapi PUJO. Pyeloplasty merupakan metode
untuk mengatasi obstruksi UPJ.
Jika hidronefrosis tidak tertangani dengan baik maka peningkatan tekanan
dalam ginjal akan menurunkan kemampuan ginjal untuk meyaring darah dan
mengatur keseimbangan elektrolit tubuh. Hidronefrosis dapat menyebabkan infeksi
pada ginjal (pyelonefrosis), sepsis dan pada beberapa kasus terjadi gagal ginjal yang
akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai