PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian dari UPJO lebih sedikit pada dewasa dibanding pada anak-
anak. Pada kelompok usia pediatric, UPJO merupakan penyebab tersering dari
dilatasi traktus urinarius bagian atas. Sekitar 80% dilatasi dari tubulus penampung
diidentifikasikan pada periode antenatal oleh ultrasonografi fetus. Jumlah signifikan
dari dilatasi ini memerlukan intervensi pada suat masa yang berbeda, di mana
beberapa pasien mungkin tidak menimbulkan gejala obstruksi fungsional hingga
masa dewasa. Perbandingan angka kejadian antara pria dan wanita adalah 2:1, dan
ginjal kiri terkena dua kali lebih sering dibanding ginjal kanan. Walaupun obstruksi
UPJ lebih jarang terkena pada pasien dewasa, namun ini bukan merupakan hal yang
langka.5
2.3 Etiologi
a. Jaringan parut ginjal atau ureter.
b. Batu
c. Neoplasma atau tumor
d. Hipertrofi prostat
e. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
f. Penyempitan uretra
g. Pembesaran uterus pada kehamilan 6
Pada anak, pelvic uretero junction obstruction (PUJO) adalah penyebab yang
tersering.
2.4 Patofisiologi 4
Pembuangan urin dari pelvis renal ke ureter ditentukan oleh banyak faktor.
Tekanan di dalam pelvis renal ditentukan oleh volume urin yang diproduksi, diameter
ureteropelvic junction dan sistem pengumpul serta daya tahan pelvis renal demikian
pula peristaltik dari ureter.
Sebagai respons terhadap peningkatan volume dan tekanan, pelvis renal
berdilatasi. Otot polos pada pelvis renal akan menipis tetapi lama-kelamaan menjadi
hipertrofi dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Hambatan yang ditemukan pada PUJO diduga disebabkan oleh adanya
penyempitan kongenital dari ureteropelvic junction (UPJ) atau dapat juga disebabkan
oleh kompresi UPJ oleh pembuluh darah ke ginjal. Pelvicouretero Junction
Obstruction merupakan abnormalitas kongenital pada ureter yang paling sering
terjadi.
Sebagian besar PUJO bersifat primer dan kongenital, meskipun secara klinis
mungkin baru timbul gejala jauh hari setelah lahir. Penyebab dari PUJO kongenital
masih belum jelas namun telah diketahui secara umum bahwa tepat di distal dari PUJ
terdapat segmen yang adinamis, yang tidak berfungsi secara baik.
Obstruksi UPJ yang bersifat kongenital dapat mengakibatkan defek baik
anatomis maupun fisiologis di ureter bagian atas. Penyempitan lumen primer dapat
disebabkan oleh proses rekanalisasi yang inkomplit intrauterin pada bagian cefal dari
ureter yang sedang berkembang. Obstruksi parsial dapat menghasilkan jumlah atau
keadaan anomali pada sel otot polos dinding ureter bagian atas yang menyebabkan
disfungsi peristaltic. Pada segmen yang terlibat, lapisan otot polos tersebut dapat
mengalami hipertrofi.4
2.8 Penatalaksanaan 8
Karakteristik gejala disertai bukti morfologis PUJO merupakan indikasi
kebutuhan terapi. Gejala-gejala tersebut mencakup nyeri pinggang hilang timbul
setelah konsumsi cairan dalam volume yang besar, atau cairan-cairan dengan efek
diuretic. PUJO asimtomatik dapat pula diterapi bila terdapat bukti asimetrisnya fungsi
ginjal atau hidronefrosis. CT tiga dimensi telah menunjukkan manfaat-manfaat
pilihan terapi yang tersedia saat ini dan telah mempengaruhi manajemen pilihan atas
endopyelotomy retrograde atau pyeloplasti (laparoskopik dan bedah terbuka). Pada
kasus-kasus tertentu, pembuluh-pembuluh menyilang dieliminasi atau dilakukan
vaskulopleksi, karena pembuluh-pembuluh tersebut dapat menyebabkan obstruksi
berulang.
Pilihan terapi operatif yang ada meliputi endpyelotomi dan pyeloplasti.
Pyeloplasti lebih disukai karena memiliki tingkat keberhasilan jangka panjang yang
lebih baik dan dapat diterapkan pada hampir semua variasi anatomis PUJO.
Kegagalan dalam penanganan PUJO dapat terjadi bila panjang striktur >2 cm, Fungsi
renal <20 %, adanya pembuluh darah yang melewati anterior atau posterior UPJ dan
hidronefrosis masif.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
3.1.1 Identitas Penderita
Nama : An. A.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 7 tahun 8 bulan
Tempat/Tanggal Lahir : Palangka Raya, 23 April 2009
Alamat : Jl. Tjilik Riwut Km.2
2.2. Anamnesis
Kiriman dari : IGD Rumah Sakit dr.Doris Sylvanus.
Os. datang ke IGD tanggal 27 November 2016
pukul 23.10 WIB
Dengan diagnosis : Dehidrasi berat + vomitus aktif + hipokalemia
Alloanamnesis dengan : Ibu Pasien
Tanggal/Jam : 9 Desember 2016; Pukul 18.00 WIB
2.2.5. Riwayat Perkembangan: motorik kasar, motorik halus, verbal, sosial dan
kemandirian. Perkembangan sesuai usia.
: Perempuan
Susunan Keluarga :
No Nama Umur Jenis Kelamin Keterangan
1. Tn. H.S 45 tahun L Sehat
2. Ny. Y 44 tahun P Sehat
3. An. A 15 tahun L Sehat
4. An. A.A 7 tahun 8 bulan L Sakit
2.3.1. Pengukuran
2.3.1.1. Tanda-tanda vital
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 91x/menit, kuat angkat, isi cukup, reguler
Nafas : 22x/menit, torakoabdominal
Suhu : 36,4C
2.3.1.2. Antropometri
Berat badan : 24 kg
Panjang badan : 120 cm
Status gizi : BB/TB = 24/25 x 100% = 96% (Gizi baik)
2.3.2. Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangiom : Tidak ada
Turgor : Cukup
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
2.3.3. Kepala
Bentuk : Mesosefal
UUB : Ubun-ubun besar sudah menutup
UUK :Ubun-ubun kecil sudah menutup
2.3.3.1. Rambut
Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada
2.3.3.2. Mata
Palpebra : Cekung (-)
Alis, bulumata : Tipis, Lentik, tidak mudah tercabut
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : Isokhor
Simetris : +/+
Refleks Cahaya :+/+ langsung dan +/+ tak langsung
Kornea : Jernih
2.3.3.3. Telinga
Bentuk : Normal
Sekret : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
2.3.3.4. Hidung
Bentuk : Normal, deviasi septum (-)
Nafas cuping hidung : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
2.3.3.5. Mulut
Bentuk : Normal
Bibir : Mukosa kering (-)
Gusi : Bengkak (-), berdarah (-)
Gigi geligi : Caries dentis (-)
2.3.3.6. Lidah
Bentuk : Normal
Pucat : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Kotor : Tidak ada
Warna : Merah muda
2.3.3.7. Faring
Hiperemi : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Membran/Pseudomembran : Tidak ada
2.3.3.8. Tonsil
Warna : Hiperemi (-)
Pembesaran : T1-T1
Abses : Tidak ada
Membran/Pseudomembran : Tidak ada
2.3.3.9. Leher
Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
Pembesaran KGB : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Tortikolis : Tidak ada
2.3.3.10. Thorak
2.3.3.10.1. Dinding Dada/Paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris +/+, Pectus ekscavatum (-),
Pectus carinatum (-), barrel chest (-)
Retraksi : Tidak ada
Dispnea : Tidak ada
Pernafasan : Thorakoabdominal
Palpasi : Fremitus fokal: simetris +/+
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara nafas dasar : Vesikuler +/+
Suara nafas tambahan : Rhonki -/-, wheezing -/-
2.3.3.10.2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis : Tak terlihat
Palpasi : Apeks : Tak teraba
Perkusi : Batas Kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Batas Kiri :ICS V linea midclavicula sinistra
Batas Atas : ICS II linea parasternalis dextra
Auskultasi : Frekuensi : 91x/menit, reguler
Suara Dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : Tidak ada
2.3.3.11. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Datar
Palpasi : Hati : Tak teraba
Lien : Tak teraba
Ginjal : Flank mass (+/-), nyeri ketok CVA (-/-), ballotemen
(+/-)
Massa : (+) regio hiokondria dekstra, konsistensi keras,
permukaan rata, mobile, tidak teraba nyeri
Lain-lain : Turgor cukup
Perkusi : Timfani/Pekak: Pekak
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising Usus : Normal
2.3.3.11. Ekstremitas
Umum : Akral hangat, CRT<2 detik
Neurologis:
Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Kuat Kuat Kuat Kuat
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - - - -
Refleks Fisiologis + + + +
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas + + + +
Tanda Meningeal - - - -
Jaringan parut
Hidronefrosis
Batu
Ureterolitiasis
2.6. Penatalaksanaan
Pro pyeloplasti
2.6. Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini dilaporkan anak berusia 7 tahun 8 bulan yang datang ke IGD
dengan keluhan tidak sadarkan diri setelah sebelumnya muntah-muntah sebanyak 4
kali. Pasien dirawat selama 20 hari mulai dari tanggal 27 November sampai 17
desmber 2016 di ruang flamboyant RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya. Selain
keluhan tersebut, pasien juga dikeluhkan oleh orangtua pasien benjolan pada perut
kanan yang sudah muncul sejak pasien berumur 4 tahun dan makin membesar sampai
sekarang. Benjolan dirasakan tidak nyeri saat diraba, ditekan maupun saat tidak
diraba. Keluhan buang air kecil dan buang air besar juga disangkal. Tetapi pasien
dikatakan sering mengeluh nyeri perut bawah yang kadang-kadang muncul sejak
benjolan muncul. Nyeri dirasakan tidak tajam dan tidak sampai membuat pasien
menjerit-jerit. Nyeri dirasakan tidak sampai menembus ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan flank mass pada flank area dextra, nyeri ketok
costovertebrae (-), sedangkan pada pemeriksaan abdomen ditemukan massa pada
regio hipokondria dextra, konsistensi keras, permukaan rata dan tidak teraba nyeri,
balotemen (+).
Diagnosis hidronefrosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda-tanda hidronefrosis tergantung pada
penyebab obstruksi, kletak obstruksi, lama timbulnya obstruksi (akut atau kronik),
unilateral atau bilateral. Pada hidronefrosis akut yang biasanya disebabkan oleh
adanya batu, terdapat kolik renalis (nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang
rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena yang dapat disertai mual,
muntah serta hematuria. Sednagkan pada hidronefrosis kronik dimana obstruksinya
terjadi secara perlahan, bisa tidak menimbulkan gejala atau terdapat nyeri tumpul di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul. Biasa disertai dengan gejala yang tidak
spesifik antara lain lemah, letih. Lesu, mual dan muntah. Jika terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul gangguan irama jantung dan spasme otot.
Pada pasien ini pada anamnesis tidak didapatkan adanya keluhan kemungkinan
karena hidronefrosis yang dialami adalah hidronefrosis kronik dengan perjalanan
penyakit yang perlahan sehingga keluhan penyerta tidak dirasakan.
Normalnya volume urin yang terkandung dalam kaliks dan pelvis tiap ginjal
adalah sedikit sekitar 5-10 ml, tetapi dengan adanya obstruksi yang menetap maka
saluran kemih bagian proksimal tempat obstruksi akan mnegalami dilatasi dan jika
obstruksi berlangsung lama ginjal akan menjadi sangat membesar ukurannya. Dalam
keadaan ini kaliks dan pelvis akan sangat melebar, medulla hampir rusak dan korteks
akan menjadi tipis sebagai bingkai yang sklerotik. Obstruksi yang terjaadi
menyebabkan peningkatan tekanan pada ginjal yang ditandai dengan adanya
perubahan pada filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus dan aliran darah ginjal.
Lahu giltrasi glomerulus (GFR) secara signifikan mengalami penurunan dalam
beberapa jam setelah obstruksi akut. Penurunan GRF ini dapat bertahan sampai
berminggu-minggu meskipun telah terjadi perbaikan. Sebagai tambahan kemampuan
fungsi tubulus untuk traspor natrium, kalium dan elektrolit lainnya juga mengalami
kegagalan.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosis.
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk melihat kemungkinan anemia dan proses
infeksi sedangkan pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Penegakan diagnosis juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan USG
abdomen untuk memastikan massa intrabdomen pada pasien. Pemeriksaan USG
ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif yang dapat dipakai untuk
memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk, letak dan struktur anatomi dalam
ginjal. Pemeriksaan USG sangat sensitif untuk mendeteksi hidronefrosis dengan
akurasi >90%. Pada pasien dengan hidronefrosis biasanya akan didapatkan
pembesaran ginjal dan pelebaran pada sistem pelviokalisesnya. Hasil pemeriksaan
yang dilakukan pada 29 November 2016 ditemukan hidronefrosis dekstra grade IV
kemungkinan e.c PUJO. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan untuk
melihat kelainan ginjal adalah adalah pemeriksaan BNO-IVP. Pada pemeriksaan
BNO-IVP yang dilakukan pada 3 Desember 2016 didapatkan :
1. Fungsi ekskresi ginjal kanan normal, kiri delayed
2. Hidronefrosis kanan grade IV, non-visualized ureter e.c sugestif PUJO
3. Pelvoectasis renal kiri e.c stenosis pada ureter proksimal
Penatalaksanaan pada pasien ini pada prinsipnya adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dengan menghilangkan faktor penyebab utama yang
kebanyakan disebabkan oleh obstruksi. Dalam kasus ini karena pada pasien tidak
ditemukan tanda-tanda keluhan pada sistem perkemihan maka pasien ini tidak
diberikan terapi simptomatik. Untuk tatalaksana selanjutnya pasien ini memerlukan
konsultasi di bidang urologi. Metode bedah yang dipilih adalah pyeloplasti.
Pyeloplasty masih merupakan standar terapi PUJO. Pyeloplasty merupakan metode
untuk mengatasi obstruksi UPJ.
Jika hidronefrosis tidak tertangani dengan baik maka peningkatan tekanan
dalam ginjal akan menurunkan kemampuan ginjal untuk meyaring darah dan
mengatur keseimbangan elektrolit tubuh. Hidronefrosis dapat menyebabkan infeksi
pada ginjal (pyelonefrosis), sepsis dan pada beberapa kasus terjadi gagal ginjal yang
akhirnya dapat menimbulkan kematian.