Anda di halaman 1dari 16

EFEK PENUAAN

Pada negara-negara maju maupun berkembang, jumlah lansia meningkat. Tahun 2008,
23% populasi masyarakat USA berumur 55 tahun atau lebih. Jumlah orang-orang berumur 65
tahun diperkirakan meningkat dengan perkiraan 71 juta pada tahun 2030. Pergeseran
demografis mendorong tenaga kesehatan dan pemerintah untuk berhadapan dengan patofisiologi
penuaan dan masalah kesehatan yang berkaitan dengannya.
Penuaan adalah suatu proses penurunan yang progresif pada fungsi dan kapasitas
maksimal dari organ tubuh, termasuk kulit. Penurunan fungsional yang alami pada kulit ini
sering diperburuk dan dipercepat oleh kondisi lingkungan yang kronik misalnya sinal ultraviolet
dan radiasi inframerah, demikian pula halnya dengan karsinogen lingkungan lainnya yang
muncul pada udara tercemar pada pusat urban besar.

MEKANISME PENUAAN
Telomer dan Penuaan (Aging)
Telomere yang merupakan bagian terminal pada kromosom eukariotik terdiri dari
beratus-ratus tandem short sequence repeats (TTAGGG pada semua mamalia). Selama mitosis
dari sel somatic, DNA polymerase tidak dapat mereplikasi ujung pasangan basa dari tiap
kromosom, yang mengakibatkan pemendekan yang progresif dengan tiap putaran divisi sel.
Enzim transcriptase dan telomerase-balik dapat mereplikasi ujung kromosom-kromosom ini
tetapi dengan pengecualian stem cell dan germline cell, enzim-enzim ini umumnya diekspresikan
pada kadar yang sangat rendah. Telomere pada pasien dengan sindrom penuaan premature
seperti Werners syndrome juga diistilahkan dengan progreria dewasa dan yang berkaitan
dengan peningkaan resiko kanker, progresia dan dyskeratosis congenital lebih pendek daripada
kontrol pada usia yang sama. Kebanyakan penyakit yang berkaitan dengan defisiensi perbaikan
DNA seperti xeroderma pigmentosum juga menunjukkan beragam derajat percepatan penuaan
atau kanker bahkan keduanya.
Walaupun pada kadar yang rendah, telomerase diekspresikan pada sel epidermal secara in
vivo. Pada kulit secara relatif fibroblast dan melanosit yang inakif memiliki telomere yang lebih
panjang daripada keratinosit, tetapi tiga tipe sel hanya menghambat pemendekan telomere age-
dependent minor dari 11-25 bp (pasangan basa) minor per tahun. Beberapa peneliti percaya
bahwa telomerase membantu mempertahankan telomere dari keratinosit, sementara fibroblast

1
dan melanosit dermal mempertahankan telomer panjang mereka disebabkan oleh laju proliferasi
yang rendah. Sinyal telomere pendek untuk proses penuaan proliferatif atau apoptosis tergantung
pada tipe sel dan nampak berkompromi dengan stabilitas DNA dan transkripsi gen subtelomer,
yang diperkirakan berkontribusi pada fenotip yang menua. Kemudian, telomere nampak sebagai
jam biologis yang menentukan masa hidup proliferatif dan derajat fungsi dari sel.

KERUSAKAN DNA DAN PENUAAN


Pada manusia, hanya gen-gen yang berimplikasi pada laju penuaanlah yang mutasinya
bertanggung jawab terhadap sindrom penuaan dini, contohnya, pasien Cockaye syndrome
menunjukkan mutasi pada DNA helicase, suatu enzim yang berperan dalam perbaikan kerusakan
DNA; ataxia telangiectasia disebabkan oleh mutasi pada gen ATM, mengkode kinase yang
mendeteksi kerusakan DNA dan pada Werner syndrome disebabkan oleh mutasi pada protein
dengan domain DNA helicase dan exonuclease. Progreria, suatu penyakit yang mengakibatkan
kematian karena penyakt aterosklerosis jantung yang sering terjadi pada dekade pertama
kehidupan, disebabkan oleh mutasi di lamin A, suatu protein penting dalam mempertahankan
organisasi kromatin pada nucleus untuk kontrol transkripsi dan perbaikan kerusakan DNA.
Penyakit-penyakit penuaan dini pada manusia ini menunjukkan bahwa penurunan kapasitas
perbaikan DNA berhubungan dengan percepatan penuaan dan bahwa kumulatif kerusakan DNA
tersebut memaikan peran besar dalam proses penuaan. Peran dari gen-gen ini pada penuaan yang
normal belum diketahui, dikarenakan pasien dengan sindrom penuaan dini (premature aging
syndrome) menunjukkan beberapa manifestasi dari proses penuaan yang cepat tetapi tanpa
tampilan kulit normal dan mempunyai temuan-temuan karakeristik yang jauh berbeda dari kulit
normal.
Bahkan pada individu dengan perbaikan DNA yang normal, sepanjang hidupnya
kerusakan DNA terakumulasi di dalam sel, mengganggu metabolisme serta fungsi sel.
Pergeseran dari penggunaan energi pada sel dari pertumbuhan dan proliferasi sel rusak ke
pertahanan fungsi somatic pada sel individu telah berkembang sebagai jalan untuk memastikan
keutuhan ketahanan organisme dan sebagai mekanisme pencegahan kanker. Pengaruh-pengaruh
non-genetik yang merubah ekspresi gen (epigenetic) juga berperan dalam proses penuaan,
contohnya, metilasi DNA berefek dengan penuaan dan mungkin mengakibatkan penuaan seluler
dan meningkatan insidens kanker.

2
Meskipun demikian, pada spesies lain, yang disebut dengan longevity genes telah
diidentifikasi mutasi atau ekspresi yang berlebih meningkatkan masa hidup. Namun, pada
organisme yang lebih rendah semua longevity genes mengkode protein yang mendukung
pengontrolan stress lingkungan seperti kelaparan, radiasi sinar UV, kerusakan oksidatif, dan heat
shock. Protein regulator yaitu sirtuin adalah kelas protein deacetylase yang membuat proses
penuaan melambat. Meskipun masih belum jelas bagaimana protein ini mempengaruhi penuaan,
diperkirakan bahwa protein ini mempertahankan integritas structural telomere, merangsang
penonaktifan transkripsional gen yang menyebabkan penuaan dan/atau memodulasi fungsi
mitokondria sebagai respons terhadap restriksi kalor. Resveratrol, suatu zat fenolik yang ada
anggur merah dipercaya sebagai activator sirtuin. Famili dari faktor transkripsi protein yang
baru-baru ditemukan yaitu FoxO meregulasi metabolisme sel, resistensi stress dan perpanjangan
masa hidup pada mamalia. Sebagai tambahan, FoxO merangsang transkripsi prokolagen I dan
menurunkan transkripsi matrix degradating metalloproteinase (MMP)-1 dan -2. Tikus dengan
masa hidup yang panjang menunjukkan ekpresi yang besar terhadap sejumlah kecil lokus gen
yang mnegontrol respon imun, suatu pertahanan yang penting dalam melawan masalah-masalah
dari lingkungan. Studi-studi ini dengan kuat mendukung peran kerusakan seluler kumulatif
terutama kerusakan DNA dalam proses penuaan dan perbaikan pada kerusakan-kerusakan
tersebut dalam jangka panjang.

PENUAAN DAN SISTEM IMUN


Sistem imun memiliki dua peran utama: sebagai pertahanan dalam melawan masalah-
masalah dari luar dan sebagai sistem imunologi internal. Penurunan memori sel T, kehilangan
populasi sel T naf, humoral defektif dan imunitas selular mencirikan penuaan pada sistem imun.
Kondisi inflamasi kronik, penurunan imunitas terhadap antigen eksogen dan peningkatan
autoreaktifitas berakibat pada kemampuan mempertahankan masalah-masalah dari lingkungan.
Dengan penuaan, peningkatan reactive oxygen species (ROS) di dalam sel menyebabkan stress
oksidatif dan berkontribusi pada inflamasi. Sebagai tambahan, transfer electron mitokondria
selama fosforilasi oksidatif pada proses penuaan berakibat pada pecahnya ROS ke sitoplasma.
Ketidakseimbangan ROS berkontribusi terhadap penuaan imun yang mulai dengan menurunnya
respons imun alami dan puncakya adalah respon imun adaptif menjadi lemah. Perubahan-
perubahan ini berkotribusi terhadap kejadian infeksi dan malignansi pada orang tua.

3
PENUAAN KULIT
Penuaan kulit meliputi dua fenomena berbeda. Penuaan instrinsik adalah universal, suatu
perubahan yang tidak dapat dihindari beraitan dengan waktu, penuaan ekstrinsik merupakan
superposisi pada penuaan intrinsik dari perubahan-perubahan yang berkaitan dengan masalah-
masalah lingkungan yang kronik seperti paparan sinar matahari. Penuaan kulit ekstrinsik disebut
juga dengan photoaging, menunjukkan besarnya peran paparan sinar matahari kronik.
Pembentuknya dimanifestasikan secara primer oleh perubahan fisiologis dengan konsekuensi
yang lemah tetapi penting untuk kulit sehat maupun sakit.

PENUAAN KULIT INSTRINSIK


Perubahan kulit yang terjadi dengan penuaan (Tabel 109-1) mengarah pada penurunan
fisiologis yang bertahap (Tabel 109-2). Perubahan yang berkaitan dengan usia yang utama pada
penampilan kulit meliputi kering, keriput, kendur dan berbagai neoplasma jinak. Kulit yang tua
menjadi tidak elastic dan lebih lambat sembuh setelah luka.

Table 109-1
Tampilan Histologis pada Kulit Manusia

MEKANISME PENUAAN KULIT INTRINSIK


Teori penuaan utama berpendapat bahwa kerusakan kumulatif pada biomolekul termasuk
DNA adalah sebagai akibat dari generasi berkelanjutan karen radikal bebas, sehingga

4
menyebabkan peningkatan kerapuhan selular dan biasanya berakhir pada penuaan atau apoptosis.
Kulit seperti hanya sistem tubuh lainnya secara terus-menerus terekspos ROS yang diaktifkan
selama metabolisme aerobic. Walaupun kulit mengandung jaringan enzim antioksidan
(superoksidan dismutase, katalase dan glutation peroksidase) dan molekul antioksidan nonenzim
(vitamin E, koenzim Q10, askorbat dan karotenoid), sistem ini kurang efektif dan cenderung
melemah seiring usia.
Stress oksidatif menyebabkan peningkatan protein pengatur stress seperti hypoxia-
inducible factors (HIFs) dan nuclear factor B (NFB). HIFs memengaruhi ekspresi gen yang
mengatur metabolisme selular, motilitas, ketahanan hidup, integritas dasar membrane,
angiogenesis, hematopoiesis dan fungsi-fungsi lainnya. Baik HIFs dan NFB merangsang
ekspresi sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan IL-6, vascular endothelial growth factor (VEGF)
dan tumor necrosis factor (TNF)-. Protein-protein ini berperan dalam imunoregulsi dan
ketahanan sel, menstimulasi ekspresi matrix-degrading metalloprotein dan dipercaya
memainkan peran penting dalam proses penuaan. Lebih lanjut, HIFs menstabilisasi subpopulasi
dari sel-se ganas dengan stem cell (stem cell kanker) dan merangsang penyembuhan diri sel itu
sendiri dengan menstimulasi ekspresi jalur sinyal yang penting pada kemampuan
menyembuhkan diri sendiri dengan menstimulasi ekspresi dari jalur yang penting bagi
keberlangsungan dan priliferasi. Hal ini menunjukkan bahwa hipoksia seluler yang terkait
dengan usia dapat terlibat dalam pertahanan kanker stem sel.36

5
Tabel 2 Fungsi Kulit Manusia yang Berkurang Seiring Usia

Kerusakan oksidatif juga mempengaruhi telomer. Sebuah hipotesis baru-baru ini


menunjukkan jalur pensinyalan seluler yang umum yang diaktifkan oleh kerusakan DNA dan
melibatkan bagian terminal telomere. Bagian terminal dari untai telomerik 3 melampaui
komplementer 5 (Gambar 109-1), meninggalkan tepi untai G-rich tunggal. Selama pemendekan
telomere dan perbaikan kerusakan telomer, seperti yang ditemui selama tekanan oksidatif,
struktur loop normal pada akhir telomere terganggu, memperlihatkan tepi 3 ' yang dalam kondisi
dasar "dikuburkan" pada struktur loop. Paparan pada sekuens TTAGGG kemudian muncul untuk
mengaktivasi p53 dan menstimulasi respons yang mencakup penuaan proliferatif dan apoptosis.
Dengan demikian, komponen intrinsik penuaan kulit melibatkan stress oksidatif progresif dan
penyignalan telomere saat telomere memendek selama masa divisi sel dan sebagai respons
terhadap serusakan DNA oksidatif.
Kerusakan oksidatif juga mempengaruhi protein seluler, yang menyebabkan
pembentukan beberapa gugus karbonil (C = O). Protein semacam itu biasanya ditargetkan untuk
didegradasi oleh proteasom yang fungsinya menurun seiring bertambahnya usia, menyebabkan
akumulasi protein rusak yang mengganggu fungsi seluler yang sesuai. Mekanisme lain yang
berperan dalam penuaan intrinsik adalah penuaan seluler, yakni keterbatasan kapasitas sel untuk
membelah. Hal ini dianggap oleh beberapa orang sebagai evolusi dalam organisme multisel
sebagai mekanisme pencegahan kanker.

6
Sel-sel tua menunjukkan telomere yang pendek, penahanan pertumbuhan yang
ireversibel, resistensi terhadap apoptosis, dan diferensiasi yang berubah. Sel-sel ini juga
melakukan overexpress gen yang menghalangi perkembangan siklus sel dan juga gen yang
mengkodekan protein seperti fibronektin dan protease yang terlibat dalam modulasi matriks
ekstraselular, seperti kolagenase dan stromelysin. Selain itu, tingkat penghambat jaringan
tertentu dari MMPs menurun.
Mekanisme tambahan termasuk racemisasi asam amino, sebuah proses yang
menggantikan asam D-amino untuk asam L-amino dalam protein, yang mempengaruhi fungsi
protein dan membuatnya kurang rentan terhadap degradasi. Akhirnya, glikosilasi nonenzimatik
protein terjadi saat aldehida gula yang berkurang memadat dengan gugus amino protein,
mengakibatkan perubahan warna coklat, kehilangan fungsi, dan degradasi yang berubah.
Glikosilasi protein matriks ekstraselular, seperti kolagen dermal, menyebabkan hubungan silang
dengan sekuestrasi protein yang tak terpengaruh lainnya.

EPIDERMIS
Banyak perubahan morfologis dan fungsional yang terkait usia didokumentasikan bertahun-
tahun yang lalu47 dan tidak secara khusus disebutkan di sini. Perubahan histologis yang paling
mencolok dan konsisten adalah perataan dermal-epidermal junction dengan mengurangi papilla
dermal dan rete peg epidermal.48 Hal ini menghasilkan permukaan yang jauh lebih kecil antara
epidermis dan dermis dan mungkin menyebabkan kurangnya komunikasi dan transfer nutrisi.
Pemisahan kulit-epidermal telah terbukti terjadi lebih mudah pada kulit lama, menjelaskan
kecenderungan orang tua terhadap kulit yang robek dan abrasi superfisial setelah trauma ringan.
Terdapat penipisan epidermal terkait usia sebesar 10% -50% pada rentang usia 30 tahun
dan 80 tahun. Variabilitas ketebalan epidermal dan ukuran keratinosit individu meningkat,
termasuk lapisan basal. Bukti menunjukkan bahwa keratinosit epidermal yang tua dan sel-sel tua
lebih tahan terhadap apoptosis. Oleh karena itu, keratinosit semacam itu cenderung
mengakumulasi mutasi, meningkatkan risiko menjadi transformasi ganas. Sel induk epidermal
adalah populasi sel yang bertanggung jawab untuk kelangsungan sel epidermal. Masih belum
jelas apakah ada penurunan sel induk epidermis yang berkaitan dengan usia. Beberapa penelitian
juga menunjukkan hilangnya populasi sel induk epidermis pada kulit tua seperti yang ditentukan
oleh hilangnya sel yang mengekspresikan CD71 (reseptor transferrin) dan integrin 6, menerima

7
marker untuk sel induk keratinosit, sementara yang lain mengklaim bahwa tidak seperti sel induk
dari jaringan lain, sel induk epidermal mempertahankan jumlah dan fungsinya seiring dengan
usia dan tidak menunjukkan peningkatan ROS.
Yang terakhir ini dikaitkan dengan tingginya kadar enzim antioksidan terutama
superoksida dismutase-1. Pada tingkat mikroskopis elektron, kulit tua yang terlindung sinar
matahari ditandai oleh beberapa pelebaran ruang interkeratinosit, dengan reduplikasi lamina
densa dan penahan (anchoring) kompleks fibril di zona membran dasar, dan dengan hilangnya
sejumlah proyeksi mikrovilar dari sitoplasma sel basal ke dalam dermis.
Ketebalan rata-rata dan tingkat pemadatan stratum korneum tampak konstan seiring
bertambahnya usia, meskipun korneosit individu menjadi lebih besar. Pola permukaan kulit,
berupa garis-garis halus kemungkinan ditentukan oleh arsitektur dermal papiler,
memperlihatkan sedikit hilangnya regularitas terkait usia. Terdapat kandungan lemak yang
menurun secara keseluruhan pada stratum korneum lansia serta penurunan kadar air sebagai hasil
dari penurunan sintesis kolesterol. Peningkatan pH stratum corneum pada usia lanjut
mengakibatkan terhambatnya aktivitas enzim pengolah lipid. Pengaruh usia terhadap penyerapan
perkutan bergantung pada struktur obat. Zat hidrofilik seperti hydrocortisone dan asam benzoat
kurang diserap dengan baik melalui kulit orang tua daripada orang muda namun zat hidrofobik
seperti testosteron dan estradiol mampu diserap dengan baik. Mungkin pentingnya klinis yang
lebih besar, penuaan secara nyata menunda pemulihan fungsi barrier pada stratum korneum
yang rusak, tampaknya karena penggantian lipid netral yang lambat, menyebabkan penurunan
kadar lipid pada badan lamelar yang baru terbentuk. Sintesis lipid dan aktivitas enzim yang
dibutuhkan untuk menghasilkan lipid stratum korneum menurun seiring bertambahnya usia
karena penyimpangan pada elemen yang mengatur transkripsi enzim, atau sinyal autokrin /
paracrin yang abnormal.
Pada orang tua, kulit sering tampak kering dan terkelupas, terutama di bagian bawah
ekstremitas bawah, area di mana penurunan kandungan filaggrin epidermis yang signifikan telah
dilaporkan. Fillagrin yang dibutuhkan untuk mengikat filamen keratin ke dalam makrofibril, juga
menurun pada kulit pasien dengan ichthyosis vulgaris, dan kekurangannya telah dipostulasikan
untuk menyebabkan peningkatan skaliness pada kedua kondisi tersebut.
Fungsi barrier juga mungkin terpengaruh oleh perubahan struktural ini.

8
Tingkat perputaran epidermis dan indeks pelabelan timidin turun sekitar 30% -50%
antara dekade ketiga dan delapan, dengan prolongasi yang sesuai pada laju penggantian stratum
corneum. Tingkat pertumbuhan linier juga menurun untuk rambut dan kuku. Laju perbaikan
epidermal setelah luka juga menurun seiring bertambahnya usia.
Penurunan jumlah melanosit aktif (secara enzimatik) per unit area permukaan kulit, kira-
kira 10%-20% dari populasi sel yang tersisa pada tiap dekade telah didokumentasikan berulang
kali, sehingga mengurangi barrier pelindung tubuh terhadap radiasi sinar UV. Penurunan
kapasitas DNA yang terkait dengan usia mempengaruhi hilangnya melanin protektif dan
meningkatkan risiko pengembangan kanker kulit. Jumlah nevi melanositik juga menurun secara
progresif dengan usia, dari puncak 15 sampai 40 pada dekade ketiga dan keempat; rata-rata
empat per orang setelah usia 50 tahun; nevi semacam itu jarang terlihat pada orang yang berusia
di atas 80 tahun.
Antara awal dan akhir masa dewasa terdapat pengurangan 20% -50% jumlah sel
Langerhans epidermal yang dapat diidentifikasi secara morfologis. Sel Langerhans merupakan
sel efektor kekebalan tubuh yang bertanggung jawab untuk presentasi antigen. Sel yang tersisa
menampilkan kelainan morfologis, termasuk dendrit yang kurang dan lebih pendek, dan juga
memperlihatkan penurunan kapasitas antigen-presenting. Perubahan ini, ditambah dengan
penurunan produksi sitokin oleh keratinosit dan limfosit dan kegagalan migrasi melalui sistem
limfatik, mungkin memberikan kontribusi terhadap penurunan respons yang terkait dengan usia
pada kekebalan kutaneus.
Fungsi endokrin dari epidermis manusia yang menurun seiring bertambahnya usia adalah
produksi vitamin D. Vitamin D, dengan mengikat reseptor nukleusnya, menginduksi transkripsi
sejumlah gen. Kekurangan vitamin D pada orang dewasa menyebabkan osteomalacia dan kadar
yang rendah secara epidemiologi berkaitan terhadap kontribusi kejadian diabetes, hipertensi, dan
tumor.63 Selain perannya dalam homeostasis kalsium, vitamin D, ketika terikat pada reseptor
nukleus (1,25D-VDR) akan mempengaruhi transkripsi sejumlah gen termasuk yang mengkode
protein dari jalur pensinyalan Wnt yang mempengaruhi pembentukan epitel seperti pertumbuhan
rambut. 1,25D-VDR juga mengaktifkan gen yang mengkodekan protein yang berpartisipasi
dalam respons imun bawaan dan adaptif dan menekan IL-17, pemicu utama gangguan autoimun
seperti diabetes mellitus tipe-I, multiple sclerosis, lupus, dan rheumatoid arthritis. 1,25D-VDR
juga merupakan antiinflamasi, karena menurunkan aktivasi NFkB dan COX2. Akhirnya, 1,25D-

9
VDR menginduksi aktivitas protein supresor tumor p53 dan p21 dan aktivitas FoxO, mencegah
kerusakan oksidatif dan mengaktifkan enzim perbaikan DNA di kulit. Orang-orang lanjut usia
sering kekurangan kadar vitamin D pada serumnya.
Meskipun menghindari produk susu (sumber makanan utama vitamin D), paparan sinar
matahari yang tidak mencukupi, dan penggunaan tabir surya tidak diragukan lagi berkontribusi
terhadap defisiensi vitamin D pada orang tua, tingkat epidermal 7-dehydrocholesterol per unit
permukaan kulit juga menurun secara linear kira-kira 75% antara awal dan akhir dewasa,
menunjukkan bahwa kekurangan prekursor biosintesis langsung juga dapat membatasi produksi
vitamin D. Penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan vitamin D terkait usia dapat
mempercepat proses penuaan dan memperdebatkan penggunaan suplemen diet vitamin D pada
orang tua.
Berkenaan dengan kerentanan terhadap kerusakan oksidatif, terjadi akumulasi progresif
dari protein selular dan lipid yang rusak seiring dengan penuaan. Selanjutnya, sistem pertahanan
antioksidan menurun seiring bertambahnya usia, dan di samping itu, ada penurunan kapasitas
perbaikan kerusakan DNA. Kombinasi perubahan ini meningkatkan kemungkinan mutasi selular
atau kecenderungan untuk menjadi tua, atau keduanya.

DERMIS
Hilangnya ketebalan dermis mendekati 20% pada orang tua, meskipun di area yang
dilindungi matahari, penipisan yang signifikan terjadi hanya setelah dekade kedelapan. Dermis
yang tua relatif aselular dan avaskular. Serat elastis normal dan kolagen dermal hilang seiring
dengan usia.
Penurunan respons inflamasi pada orang tua adalah hasil dari penurunan sintesis dan
sekresi sitokin yang diturunkan dari keratinosit dan mediator inflamasi selain menurunnya
respon endotel. Dermis pada orang-orang paruh baya atau lansia juga mungkin menunjukkan
penebalan dinding vaskular yang ringan, terutama di kaki bagian bawah akibat gaya gravitasi.
Dinding vaskular yang menipis hingga kurang dari setengah ukuran normal orang dewasa muda,
terkait dengan sel penutup perivaskular yang tidak ada atau berkurang, telah dilaporkan terjadi
pada kulit orang-orang yang sangat tua dan mungkin berkontribusi pada kerapuhan vaskular.
Hilangnya elastin berkontribusi terhadap kekakuan vaskular. Studi mikroskopis elektron
menunjukkan degenerasi fokal dari komposisi elastis arteriol dermal. Hilangnya vaskular yang
terkait dengan usia, terutama dari loop kapiler vertikal yang menempati papila dermal pada kulit

10
muda, dan meningkatnya jarak dari epidermis loop yang ada, diperkirakan mendasari banyak
perubahan fisiologis pada kulit tua, termasuk pucat, penurunan suhu kulit dan pengurangan
sekitar 60% pada aliran darah basal.
VEGF epidermal tampaknya memainkan peran utama dalam mempertahankan pembuluh
darah kulit, merangsang ekspresi protein antiapoptosis di sel endotel, dan penurunan kadar
VEGF yang ditunjukkan pada kulit tikus dan kelinci tua mungkin berkontribusi pada apoptosis
sel endotel. Juga, ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya penurunan faktor angiogenik dan
anti-angiogenik yang terkait usia yang mengganggu homeostasis angiogenik kutaneus. Respons
permeabilitas sel endotel yang menurun dan penurunan kapasitas untuk menginduksi adhesi sel
putih berkontribusi terhadap respons kekebalan. Bila terkena panas atau dingin yang hebat,
pembuluh darah tua menunjukkan kemampuan yang berkurang untuk menyempit, melebar atau
melangsir. Termoregulasi yang terkadang mempredisposisi orang tua terhadap heat stroke atau
hipotermia yang fatal, kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya aktivitas vasoarteriol dermal
dan, pada contoh yang terakhir, hilangnya lemak subkutan yang berfungsi mengkorversikan
panas. Pengurangan jaringan vaskular yang mengelilingi pangkal rambut dan kelenjar ekrin,
apokrin, dan sebasea dapat menyebabkan atrofi dan fibrosis yang bertahap seiring bertambahnya
usia.
Penurunan terkait usia dalam klirens dermal dari material transepidermial yang terserap
telah dilaporkan, kemungkinan karena perubahan pada vaskular dan matriks ekstraselular.
Sebaliknya, waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi lepuhan yang tegang setelah penggunaan
amonium hidroksida topikal hampir dua kali lebih lama pada individu yang lebih tua,
menunjukkan penurunan tingkat transudasi dengan usia pada kulit yang terluka. Gangguan
transfer sel dan juga zat antara kompartemen kulit ekstravaskuler dan intravaskular diajukan oleh
beberapa penelitian; beberapa faktor tidak diragukan lagi berkontribusi.
Dengan penuaan terdapat penurunan densitas dan ukuran lumen kelenjar getah bening
yang disertai peningkatan kekakuan dan penurunan pada drainase limfatik, dipengaruhi oleh
penurunan serat elastis sekitarnya. Kemampuan untuk memompa cairan limfe secara efektif dari
ruang interstisial ke dalam limfatik terganggu sebagian dengan penuaan karena penurunan
aktivitas enzim yang meniru produksi nitrit oksida.
Perubahan biokimia pada substansi dasar kolagen, elastin, dan dermis menyebabkan
kekakuan kulit meningkat terutama karena modifikasi kolagen. Kandungan kolagen per satuan

11
luas permukaan kulit menurun kira-kira 1% per tahun sepanjang kehidupan orang dewasa, dan
fibril kolagen yang tersisa tampak tidak teratur, lebih kompak, dan terperinci.
Yang terakhir adalah hasil sintesis kolagen I dan III yang menurun; penurunan dalam pengolahan
enzimatik kolagen serta glikosilasi nonenzimatik, sebuah proses yang menyebabkan kerusakan
molekuler protein dengan waktu paruh yang lama seperti kolagen, dan kadar kolagenase
meningkat. Perubahan semacam itu hampir dipastikan berkontribusi pada gangguan
penyembuhan luka pada orang tua.
Dimulai pada awal masa dewasa, serat elastis menurun jumlah dan diameternya; pada
usia tua, akan sering tampak terfragmentasi, dengan kista kecil dan lakuna, terutama di dekat
dermal-epidermal junction yang paling mungkin terjadi karena degradasi enzimatik elastin. Serat
elastis juga menunjukkan hubungan silang dan kalsifikasi progresif seiring bertambahnya usia.
Pada tingkat biokimia, terdapat penurunan terkait usia pada berbagai komponen serat elastis,
termasuk elastin, fibrillin, dan fibulin-2. Dengan penuaan, tingkat fibulin-5, protein matriks
ekstraselular yang berfungsi sebagai perancah untuk serat elastis, nampak menurun sebelum
perubahan lain diamati, menunjukkan bahwa hilangnya fibulin-5 adalah penanda penuaan kulit.
Bahan dasar mukopolisakarida, glikosaminoglikan (GAGs), dan proteoglikan menurun
relatif terhadap berat kering atau kandungan kolagen kulit, terutama asam hialuronat, mungkin
karena berkurangnya sekresi hialuronan atau karena penurunan kemampuan ekstrak asam
hialuronik. Penuaan juga mempengaruhi komposisi GAG dan mengikat elastin, menghambat
drainase molekul ke dalam kelenjar getah bening. Perubahan ini dapat mempengaruhi turgor kulit
karena proteoglikan mengikat 1.000 kali beratnya sendiri dalam air dan juga mempengaruhi
deposisi serat kolagen, orientasi, dan ukuran.
Perubahan dengan usia pada properti mekanik kulit selama masa dewasa meliputi
hilangnya pemulihan elastis secara progresif, kerusakan jaringan dermal elastis secara bertahap,
dan prolongasi dari waktu yang dibutuhkan untuk kulit yang cedera agar kembali ke ketebalan
aslinya. Studi ultrasonografi in vivo juga menunjukkan perbedaan usia dalam distribusi air di
dermis, tidak diragukan lagi mempengaruhi kelenturan, ketahanan, dan elastisitas dermis. Secara
keseluruhan, gambaran muncul dari dermis yang tua sebagai jaringan yang semakin kaku,
inelastis, dan tidak responsif yang kurang mampu mengalami modifikasi sebagai respons
terhadap cedera atau stres.

12
JARINGAN SUBKUTANEUS, OTOT DAN TULANG
Seperti otot lurik lainnya, otot wajah menunjukkan akumulasi pigmen "pigmen penuaan"
lipofusin, sebuah penanda kerusakan sel. Bersamaan dengan penurunan kontrol neuromuskular,
kemunduran ini berkontribusi pada pembentukan keriput. Sebagai tambahan, lemak subkutan
berkurang dari daerah wajah yang berbeda, termasuk daerah dahi, preorbital, bukal, temporal,
dan perioral. Sebaliknya, ada peningkatan yang menonjol pada jaringan lemak di daerah lain,
termasuk daerah submental, rahang, lipatan nasolabial dan daerah malar lateral. Berbeda dengan
wajah orang muda dimana lemak tersebar, lemak di wajah berusia lanjut, yang terkena gaya
gravitasi, berkontribusi pada kulit yang kendur dan nampak terkulai.
Akhirnya, seperti bagian kerangka lainnya, tampilan tulang wajah berkurang massanya
seiring bertambahnya usia. Resorbsi tulang terutama mempengaruhi mandibula, rahang atas dan
tulang depan. Hilangnya tulang di daerah ini meningkatkan kemunduran kulit wajah dan
berkontribusi pada kontur rahang dan leher yang sangat berbeda pada orang dewasa muda.

RAMBUT
Pada akhir dekade kelima, kira-kira separuh populasi memiliki setidaknya 50% rambut
kepala yang berwarna abu-abu (putih), dan hampir setiap orang memiliki kadar abu-abu karena
hilangnya melanosit secara progresif dan akhirnya total dari pangkal rambut. Hilangnya
melanosit diyakini terjadi lebih cepat pada rambut daripada di kulit karena sel-sel berproliferasi
dan memproduksi melanin pada tingkat maksimal selama fase anagen dari siklus rambut,
sedangkan melanosit epidermal tidak aktif sepanjang masa hidupnya. Secara khusus, rambut
beruban mencerminkan hilangnya populasi sel induk melanosit dalam folikel rambut yang
disebabkan, setidaknya sebagian, untuk mengkompromikan interaksi antara dua faktor
transkripsi, microphtalmia-associated transcription factor (Mitf) dan Pax3. Migrasi yang salah
dari sel induk melanosit ke daerah pangkal rambut92 juga diperkirakan turut berkontribusi. Selain
itu, kadar H2O2 tinggi dalam kisaran milimolar telah dilaporkan terjadi pada kulit kepala
berwarna abu-abu / putih. Dengan mengoksidasi residu ethionine, tryptophan, dan sistein pada
enzim, H2O2 cenderung mengganggu aktivitas enzim tyrosinase dan antioksidan dengan
mengubah struktur tersier dan karenanya dapat mempengaruhi melanogenesis pada folikel
rambut manusia.
Rambut kepala mungkin berubah warna lebih cepat dari pada rambut tubuh lainnya
karena rasio anagen terhadap telogen jauh lebih besar daripada rambut tubuh lainnya. Usia lanjut

13
juga disertai dengan penurunan jumlah folikel rambut, karena sebagian atrofi dan fibrosis. Selain
itu, dengan penuaan ada peningkatan proporsi folikel rambut telogen. Sisa rambut mungkin lebih
kecil diameternya dan tumbuh lebih lambat. Satu hipotesis menunjukkan bahwa kehilangan
melanosit dan kurangnya transfer melanosomal dapat meningkatkan tingkat stres oksidatif pada
keratinosit folikel rambut metabolik yang tinggi, yang mempengaruhi fungsi dan kelangsungan
hidupnya.
Proses yang disebut balding (kebotakan) muncul terutama berasal dari konversi
androgen-dependen dari rambut kepala yang relatif gelap dan tebal menjadi rambut yang kurang
berpigmen, pendek, halus, mirip dengan yang ada pada lengan bawah ventral. Wanita kurang
terpengaruh dan tidak separah pria. Namun, pada wanita pascamenopause, rambut rontok juga
merupakan hasil penurunan kadar estrogen dan rasio estrogen terhadap androgen. Selain rambut
rontok, hampir 50% wanita berusia di atas 60 tahun menunjukkan hirsutisme ringan pada wajah,
yang mungkin disebabkan oleh perubahan hormonal yang sama seperti rambut rontok. Pada
wanita yang rentan, turunan testosteron dan / atau progestin yang muncul dalam beberapa
regimen penggantian hormon dapat memperburuk perubahan ini.

KUTANEUS GLOBAL DAN SARAF


Kelenjar ekrin menurun sekitar 15% dalam jumlah rata-rata selama masa dewasa di
sebagian besar situs tubuh. Keringat spontan lebih jauh berkurang lebih dari 70% pada subjek
lanjut usia yang sehat dibandingkan dengan kontrol pada orang-orang yang lebih muda, terutama
disebabkan penurunan produksi per kelenjar, yang memicu orang tua rentan terhadap heat stroke.
Ukuran dan fungsi kelenjar apokrin juga menurun seiring bertambahnya usia. Ukuran dan jumlah
kelenjar sebasea tampaknya tidak berubah seiring bertambahnya usia, namun terjadi penurunan
produksi sebum secara eksponensial pada pria dan wanita karena penurunan produksi gonad atau
androgen adrenal.
Badan Pacini dan Meissner, organ akhir kutaneus yang bertanggung jawab atas persepsi
tekanan dan sentuhan, secara progresif turun menjadi kira-kira sepertiga dari kerapatan rata-rata
awal antara dekade kedua dan kesembilan kehidupan dan menampilkan variasi ukuran dan
ketidakteraturan struktural yang lebih besar.
Berkurangnya persepsi sensorik pada kulit tua melewati rangsangan optimal untuk
sentuhan ringan, sensasi getaran, dan sensasi kornea; kemampuan untuk membedakan dua titik;

14
dan ketajaman spasial. Ambang rasa sakit kulit meningkat hingga 20% dengan bertambahnya
usia dewasa, dan konstriksi arteriolar yang terganggu pada perubahan posisi dari telentang ke
posisi berdiri mencerminkan respons yang menurun dari sistem saraf simpatis.

EFEK MENOPAUSE
Estrogen memainkan peran penting dalam perkembangan dan reproduksi wanita dan juga
mempengaruhi kulit dan rambut. Tidak mengherankan, pengaruhnya menurun drastis setelah
menopause. Menopause biasanya terjadi pada wanita berusia 50-an, sehingga, dengan harapan
hidup di negara maju mendekati usia 80 tahun wanita mengalami postmenopause sekitar
sepertiga dari kehidupan mereka. Pada wanita pramenopause, estrogen yang dominan adalah
estradiol, yang diproduksi oleh ovarium, dan setelah tingkat menopause kadarnya menurun lebih
dari 90%, dengan estron, estrogen yang kurang aktif, menjadi bentuk pra-dominan. Tingkat
progestin dan androgen juga menurun tajam setelah menopause. Penurunan kadar estrogen
mendasari banyak efek fisiologis, termasuk hot flashes, atrofi jaringan reproduksi, dan perubahan
pada jaringan nonreproduktif yang sensitif terhadap estrogen.
Penurunan fungsi barrier keratinosit terkait usia, regulasi imun dan penyembuhan luka
tampaknya diperparah oleh penurunan tingkat estrogen dan / atau penurunan responsivitas sel
terhadap estrogen yang ada. Karena reseptor estrogen dan androgen diekspresikan oleh sel yang
diturunkan dari kulit, kedua hormon tersebut cenderung berperan dalam struktur dan fungsi kulit.

Perubahan Struktur dan Fungsional pada Kulit Pasca Menopause


Penurunan tingkat peredaran estrogen dalam darah dikaitkan dengan kandungan kolagen
dermal yang berkurang, meningkatnya kemampuan bertahan kulit, dan penurunan elastisitas.109
Selain itu, penurunan kapasitas menahan air, meningkatnya kekeringan, dan meningkatnya
kerutan halus dilaporkan terjadi setelah menopause seperti penurunan kadar sebum. Perubahan
ini lebih terkait dengan menopause daripada usia kronologis sendiri, dan kerutan dilaporkan
lebih banyak dilaporkan pada wanita pascamenopause yang tidak memakai terapi sulih hormon
dibandingkan wanita yang mendapat terapi.
Setelah menopause, tingkat penyembuhan luka yang menurun dikaitkan dengan
penurunan kadar kolagen I. Estrogen dan progesteron juga dilaporkan memodulasi peradangan

15
kulit, meningkatkan proliferasi keratinosit dan sintesis kolagen, menurunkan aktivitas MMP, dan
meningkatkan sintesis mukopolisakarida dermal dan asam hialuronat.

16

Anda mungkin juga menyukai