Referat Edema Paru
Referat Edema Paru
KATA PENGANTAR..........................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................3
I.1 Latar belakang....................................................................................3
BAB II. Tinjauan pustaka..................................................................................4
II.1 Anatomi paru.....................................................................................4
II.2 Definisi................................................................................................5
II.3 Klasifikasi dan Etiologi.....................................................................5
II.4 Patogenesis.........................................................................................6
II.5 Diagnosis.............................................................................................8
II.6 Gambaran radiologi..........................................................................9
II.7 Penatalaksanaan...............................................................................17
BAB III. Kesimpulan...........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar belakang
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi cairan di
paru-paru (ruang interstitial dan alveolus). Cairan ini memenuhi alveolus di dalam
paru-paru yang menyebabkan seseorang sulit untuk bernafas. Penyebab tersering
edema paru disebabkan oleh permasalahan jantung. Namun, akumulasi cairan di
dalam paru dapat disebabkan oleh beberapa alasan diantaranya adalah pneumonia,
beberapa racun, maupun obat-obatan. Edema paru yang terjadi secara akut
merupakan kondisi kegawatan medis yang harus segera ditangani. Walaupun
edema paru kadang merupakan kondisi yang fatal, namun penanganan yang tepat
untuk edema paru dan kondisi yang mendasarinya dapat memberikan tingkat
perbaikan yang tinggi. Terapi untuk edema paru sangat bervariasi, tergantung dari
penyebab yang mendasarinya, namun secara umum terapi ini termasuk
suplementasi oksigen dan pengobatan medikametosa.
Menurut salah satu penelitian, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta edema
paru di seluruh dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru perlu
pengobatan dan pengawasan secara komprehensif, di AS 5,5 juta penduduk
menderita edema paru, dan di Jerman 6 juta penduduk menderita edema paru.
Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu
menyebar ke berbagai daerah, sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan hasil dengan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia
insiden terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per
100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99
(tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Paru1,2
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Paru-paru merupakan
organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau konus, terletak
dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura.
Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis
(dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Paru-paru kanan
mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paru-paru
kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus
medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius
dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan
lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique.
Organ paru-paru memiliki tube bronkial atau bronchi, yang bercabangcabang dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang
dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam
darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin. Darah terdeoksigenisasi dari
jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-paru dan, setelah dioksigenisasi,
beredar kembali melalui vena paru-paru.
permeabilitas
kapiler
tanpa
adanya
gangguan
tekanan
pada
Valvular
Kardiogenik
Non-valvular
Edema Paru
Tekanan
Rendah
Alveolus
Nonkardiogenik
Peningkatan
Permeabilitas
Alveolus
Neurogenik
II.4 Patogenesis3,7,8,9
Protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di
atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada
permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang
Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:
a. Membran kapiler alveoli
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan
normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang
interstitial.
Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan
pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.
Q = K (Pcap Pis) I (Pcap Pis)
Dimana Q adalah filtrasi cairan; K adalah koefisien filtrasi; Pcap adalah
tekanan hidrostatik kapiler, yang cenderung untuk mendorong cairan keluar; Pis
adalah tekanan hidrostatik cairan interstitial, yang cenderung untuk mendorog
EPNK
Anamnesis
Acute cardiac event
(+)
Jarang
Penemuan Klinis
Perifer
meter)
S3 gallop/kardiomegali
(+)
Nadi kuat
JVP
Meningkat
(-)
Ronki
Basah
Tak meningkat
Kering
Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG
Iskemia/infark
Biasanya normal
Foto toraks
DIstribusi perihiler
Distribusi perifer
ENzim kardiak
Bisa meningkat
Biasanya normal
PCWP
> 18 mmHg
Sedikit
< 0.5
< 18 mmHg
Hebat
> 0.7
Gambar 5. [Gambar Kiri] Kerley lines A (panah putih), Kerley lines B (kepala
panah putih), Kerley lines C (kepala panah hitam), [Gambar Kanan]
Peribronchial cuffing, pleural effusion.
Tabel 2 Perbedaan gambaran radiologis CPE dan non CPE
10
Gambar 6. Gambaran foto thorax pada pasien laki-laki, 33 tahun dengan edema
peningkatan tekanan hidrostatik karena akut mikolitik leukemia yang datang
dengan kelebihan cairan karena gagal ginjal dan gagal jantung. Panah hitam pada
gambar b menunjukkan adanya pelebaran progresif pembuluh darah lobus
(peribronchial cuffing), panah putih gambar c menunjukkan adanya bilateral
kerley lines, dan juga terdapat area noduler dengan peningkatan opasitas.
Kelebihan cairan dapat dikonfirmasi dari pertambahan ukuran dari vena zygos.
11
12
Gambar 8. Bat wing edema pada pasien wanita, 77 tahun dengan kelebihan cairan
dan gagal jantung. Pada gambaran foto thorax dada (3.a) dan gambaran CT-scan
(3.b) menunjukkan adanya wing alveolar edema yang distribusinya sentral dan
sparing dari konteks paru. Infiltrat pada pasien ini berkurang setelah 32 jam
menjalani pengobatan.
II.6.3 Distribusi Asimetris dari Edema Peningkatan Tekanan
Penyebab tersering terjadinya distribusi asimetris dari edema tekanan
adalah perubahan morfologi dari parenkim paru pada kasus penyakit paru
obstruksi kronis. Selain itu, pada kasus gagal jantung, emfisema pada apices atau
gambaran destruksi dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering
ditemukan pada kasus end-stage tuberculosis, sarcoidosis, atau asbestosis) akan
terlihat pada kasus edema paru yang predominan pada bagian yang kurang
berpengaruh pada proses penyakit ini.
13
Gambar 9. Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan end-stage
fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan gagal jantung. Pada
gambaran radiografi didapatkan infiltrat edema paru predominan pada basis paru
karena aliran darah paru mengalir ke bagian ini dari bula lobus bagian atas.
Gambar 10. Edema paru asimetris pada pasien pria dengan chronic obstructive
pulmonary disease. Pada gambar 5.a yang merupakan parenkim paru dan gambar
5.b yang merupakan gambaran mediastinum menunjukkan edema dengan
gambaran diffuse ground-glass attentuation dengan gradien anteroposterior.
Cairan yang memenuhi bula subpleura paling jelas terlihat pada gambar 5.b di
bagian kiri bawah.
II.6.4 Near Drowning Pulmonary Edema
Near drowning didefinisikan sebagai asfiksiasi yang diakibatkan karena
inhalasi air dan masih bertahan hidup sampai minimal 24 jam setelahnya. Terdapat
tiga stadium pada kasus ini. Stadium pertama adalah laringospasme akut yang
14
diakibatkan karena inhalasi air yang sedikit (dry drowning). Gambaran radiologis
yang dapat terlihat adalah kerley lines, peribronchial cuffing, patchy, konsolidasi
alveolar perihilar. Gambaran tersebut akan hilang setelah 24 sampai 48 jam
dilakukan terapi. Pada stadium kedua, masih terdapat laringospasme pada korban,
dan sebagian air akan ditelan ke perut. Pada stadium ketiga, 10-15% pasien masih
menampakkan gejala dry drowning dikarenakan laringospasme yang persisten,
sedangkan sisanya sekitar 90% pasien, laringospasme yang terjadi akan mulai
berelaksasi karena hipoksia dan aspirasi air dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada kasus seperti ini, lesi di paru tidak lagi berhubungan dengan edema tekanan,
namun lebih karena hipoksia yang dapat menyebabkan pengeluaran sitokin, dan
akhirnya terjadi edema permeabilitas. Gambaran radiologis pada stadium dua dan
tiga biasanya tidak spesifik. Bisa didapatkan gambaran ill-defiined lessions dan
konsolidasi ruang udara lobus. Besarnya lesi tergantung dari volume air yang
dihirup dan durasi dari hipoksia, maupun jenis air yang terhirup (air garam atau
air segar).
Gambar 11. Gambaran edema paru pada anak berumur 5 tahun yang hampir
tenggelam 1 jam sebelum dibawa ke rumah sakit. Terdapat pembesaran jantung,
diffuse confluent alveolar patterns of pulmonary edema, dan peribronchial
cuffing. Gambaran cortikal paru bersih dari edema interstitial, hal ini
15
mengindikasikan edema berasal dari kerusakan alveolar langsung dari inhalasi air
atau edema karena laringospasme dibandingkan dengan edema karena hipoksia.
Gambar 12. Gambaran foto thorax dan CT scan setelah 3 jam kejadian,
menunjukkan adanya penurunan edema paru.
16
Gambar 13. Edema paru neurogenik pada pasien wantia berumur 54 tahun dengan
perdarahan intrakranial karena hipertensi arteri. Gambar a. menunjukkan foto
rontgen thorax dengan gambaran konsolidasi yang predominan pada daerah
apices. Tanpa disertai efusi pleura, Kerley lines, maupun ukuran jantung yang
abnormal. Gambar b. menunjukkan CT scan dengan gambaran konsolidasi
alveolar pada sentral paru, dan penebalan septum interlobus (tanda panah hitam).
II.7 Penatalaksanaan5,10,12
Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita cari
penyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan segera penyebabnya.
Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab
diketahui, maka pemberian terapi suportif sangatlah penting. Tujuan umum adalah
mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar. Yaitu dengan cara
memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi. Pemeriksaan
tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga perlu dipasang.
1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah,
PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan
aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
17
berat,
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
1.
20