Anda di halaman 1dari 19

Jihad

Sering kita mendengar orang-orang berteriak atau meneriakan "Jihad" namun


kebanyakan kurang memahami implementasi dari "Jihad" itu sendiri, atau bahkan
mungkin kita sendiri menafsirkan "Jihad" itu adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan perang.
Dalam kamus bahasa Arab : Jihad itu sendiri = Berjuang untuk kepentingan yang ber
orientasi di jalan Allah SWT.
Jihad itu sendiri dapat di golongkan menjadi :

Jihad Moril (Jiwa Raga)


Jihad Materil (Harta), dan
Jihad Spirituil (Semangat).
contoh Jihad Moril :
Ikut berjuang (dimedan perang) atau seorang Ibu yang akan melahirkan.
contoh Jihad Materil (Harta) :
Memberikan bantuan (uang atau benda) seperti yang dilakukan Siti Khodijah (istri
Rasulullah SAW),
atau menyumbangkan ke Mesjid.
contoh Jihad Sprituil (Semangat) :
Ikut membantu menyiapkan sarana (peralatan) perang atau
ikut membantu membangun sebuah Mesjid atau
ikut berunjuk rasa menentang kedzholiman.
Dari ketiga hal "Jihad" diatas, mana yang harus di utamakan ?
Ada dua buah kisah yang dapat dijadikan renungan kita semua.
Kisah Pertama :
Tatkala Rasulullah SAW akan berangkat menuju medan perang, seorang pemuda
menerobos masuk diantara kerumunan orang lainnya, dan menghampiri Rasulullah
seraya berkata : "Ya Rasulullah .. ijinkan saya ikut bersamamu, untuk berperang".
Rasulullah menatap orang tesebut kemudian berbicara :
"Apakah engkau mempunyai anak dan istri?"
orang itu menggeleng.
" Apakah engkau mempunyai Ayah atau Ibu ?"
kali ini orang itu mengangguk, lantas Rasulullah berkata :
"Kembalilah engkau kepada orang tuamu."
Kisah Kedua :
Suatu hari salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Anas bin Malik bertanya
"Ya Rasulullah, mana yang engkau senangi, nafkah yang diberikan kepada Keluarga
(istri dan anak) atau yang diberikan untuk Fisabilillah (dijalan Allah) ?"
Kemudian Rasulullah SAW menjawab :
"Satu dinar yang dinafkahkan oleh seseorang untuk keluarganya itu lebih aku senangi
dari pada 100 dinar yang dinafkahkan dijalan Allah."

Dalam suatu hadist, Rasulullah menerangkan :


"Barang siapa seharian bersusah payah mencari nafkah untuk anak-anaknya, maka
Allah akan mengampuni dirinya "
Jadi disini sudah jelas persepsi kita tentang " Jihad " dan implementasi serta
manifestasinya bukan seperti apa yang dipikirkan atau di gambarkan oleh Gerrt
"FITNA" Wilders dan kaum liberalisnya tersebut.
Dimana Allah SWT juga menuangkannya di dalam salah satu firman Nya :
" Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dijalan Allah
.............mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. " (QS: Al-Anfaal
ayat 74)
Demikian Renungan Islam kali ini, semoga dapat menambah wawasan, pengetahuan
dan pengalaman bagi teman-teman-semua.
Wassalam ..
Wallahualam Bishawab.

ANTARA JIHAD DAN TERORISME

Oleh: Anjar Nugroho

A.

Pendahuluan

Jihad menempati posisi yang cukup penting dalam agama Islam. Jihad juga
menjadi kata kunci dalam menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam,
dari awal penyebarannya pada masa Rasulullah sampai saat ini. Karena
urgensinya itulah, maka sekelompok umat Islam bahkan menempatkan jihad
sebagai rukun Islam yang keenam setelah syahadat, shalat, zakat, puasa
dan haji.

Ayat-ayat jihad pun bertebaran dalam al-Quran al-Karim dengan beragam


kata turunannya. Dari yang bermakna sekuat-kuatnya (jahd), kesungguhan
(juhd), atau perjuangan (jihad) (Rahardjo: 516-7). Kata jihad dalam
beberapa kesempatan dalam al-Quran senafas dengan qital (perang). Pada
aspek inilah, jihad yang pada akhirnya banyak disalah pahami sebagian
orientalis sebagai sesuatu yang selalu strike againt(menyerang melawan).

Karena beberapa peristiwa yang membawa-bawa jihad sebagai alasan dalam


melakukan tindak kekerasan, seperti pada era tahun 1970-an di Indonesia
muncul kerusuhan sosial yang dipicu oleh gerakan Komando Jihad,
peristiwa Bom Bali yang setelah pelakunya ditangkap mengaku melakukan
itu dalam rangka jihad fi sabilillah dan berbagai tindak kekerasan baik di
Indonesia maupun di wilayah lain yang dimotori oleh gerakan Islam radikal,
sehingga istilah jihad hampir-hampir telah menimbulkan persepsi yang
mengandung unsur pejoratif.

Pada akhirnya jihad oleh banyak kalangan non-Muslim dipahami setali tiga
uang dengan terorisme. Jika mendengar kata jihad yang terbayang adalah
perang, kerusuhan atau bom bunuh diri. Pada titik inilah, makna ajaran suci
jihad telah tereduksi sedemian rupa menjadi stigma (noda hitam) dalam
sejarah umat. Jihad yang disebut-sebut sebagai sumber kekuatan (doktrin)

perjuangan membela agama dan nilai-nilai luhur yang terkandung di


dalamnya, seperti kemerdekaan, keadilan dan perdamaian, telah menjadi
sumber fitnah bagi umat Islam.

Untuk itulah, tema jihad perlu diangkat dalam makalah ini untuk
mendudukkan kembali secara benar jihad dalam struktur ajaran Islam dan
memilah secara cerdas antara jihad dan berbagai macam tindak kekerasan
yang dapat dikategorikan sebagai perilaku terorisme.

B.

Pengertian Jihad

Jihad dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata jaahada,
jihaadan, wa mujaahadatan. Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat
al-Thaalib, mengatakan, bahwa dalam pengertian bahasa, jihaad diambil
dari kata al-jahd yang bermakna al-taab wa al-masyaqqah (kesukaran dan
kesulitan). (al-Malikiy, t.t.:3-4)

Para ulama berbeda dalam memberi definisi tentang jihad. Secara umum,
ulama Salaf mengartikan bahwa jihad adalah suatu usaha optimal untuk
memerangi orang-orang kafir pada satu sisi, dan sisi lainnya adalah usaha
optimal untuk mengendalikan hawa nafsu dalam rangka mentaati Allah atau
lebih dikenal dengan (mujahadatun nafsi), seperti makna kata jihad dalam
sabda Rasulullah

Seorang mujahid adalah orang yang mengendalikan hawa nafsunya untuk
mentaati Allah

Hasan al-Banna (1965: 87), pemimpin terkemuka Ikhwan al-Muslimin,


dalam bukunya,Risalah Jihad, juga cenderung mengartikan jihad sebagai
perjuangan bersenjata dan kata jihad memang dipakai untuk
membangkitkan semangat dan motivasi untuk berjuang dengan
mempertaruhkan nyawa.

Para ulama-ulama fiqih, seperti Ibn Rusyd dalam Bidayah alMujtahid memberi nama bab kitab jihad ketika menulis tentang perang dan
damai. Hal ini memberi kesan bahwa jihad identik dengan peperangan
antara pihak islam vis--vis musuh Islam. Tetapi seperti dikatakan oleh
Muhammad Ali, memberi judul jihad dalam pembahasan mengenai hukum
perang (qital) dalam kitab-kitab fikih klasik adalah karena para ahli fiqih itu,
sebagai yuris, ingin menelaah kedudukan hukum dari perang. Dengan
meletakkan hukum tentang perang dalam konteks ajaran jihad, maka para
ulama sebenarnya telah mengendalikan dan meluruskan persepsi
masyarakat tentang perang (Rahardjo: 514)
.
Pengertian yang lebih luas tentang jihad diberikan oleh seorang mantan
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Abuya A.R. Sutan Mansur. Menurut dia,
jihad adalah bekerja sepenuh hati. Diakuinya, bahwa jihad bisa berbentuk
perang, tapi baginya perintah perang adalah terbatas. Ia berpendapat
bahwa jihad di waktu damai itu adalah berat karena jihad dimaknai sebagai
membangun, menegakkan, dan menyusun (Basyir, 1980: 54).
Sejalan dengan pengertian jihad yang diberikan oleh Abuya A.R. Sutan
Mansur, dalam Ensiklopedi Dunia Islam Modern, jihad mempunyai makna
dasar berikhtiar keras untuk mencapai tujuan yang terpuji. Kata ini bisa
berarti perjuangan melawan kecenderungan jahat atau pengerahan daya
untuk atau demi Islam dan ummah (Esposito, 2001: 63). Pengertian ini
diperkuat oleh pengertian jihad yang telah dirumuskan oleh madzab Hanafi
sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Badai as-Shanai, Secara
literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan
sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh
kemampuan dan tenaga dalam berjuang di jalan Allah, baik dengan jiwa,
harta, lisan ataupun yang lain. (Kasani, t.t.: 97)
Dua pengertian jihad terdahulu (oleh Sutan Mansur dan dalam Ensiklopedi
Dunia Islam Modern), diperkuat oleh Ziauddin Sardar (1979: 45) yang
mengatakan bahwa jihad adalah upaya yang terarah dan menerus untuk
menciptakan perkembangan (development) Islam. Itulah, menurut Sardar,
yang disebut jihad fi sabilillah atau berjuang di jalan Allah.

Dalam konteks kehidupan sekarang ini, muncul predikat-predikat baru di


belakang kata jihad, seperti jihad al-dawah atau jihad al-tarbiyah, yang
mengatakan semangat jihad dapat diwujudkan dalam bentuk dakwah dan
pendidikan. Ada pula jihad bi al-lisan danjihad bi al-qalam (jihad dengan

perantara lisan dan pena), serta jihad bi al-mal (jihad dengan harta benda).
Keseluruhan itu termasuk dalam jihad fi sabilillah atau perjuangan di jalan
Allah, yaitu jalan kebenaran (shirat al-mustaqim).

C.

Jihad dalam al-Quran

Di dalam Al-Quran kata jihad dalam berbagai kata bentukannya disebutkan


sebanyak 41 kali. Tetapi kata jihad itu sendiri hanya disebut 4 kali. Dari
beberapa ayat tersebut, jihad dapat berarti perjuangan yang berat,
mengerahkan segenap kemampuan untuk meraih suatu tujuan dan
berperang. Jihad yang berarti berperang lebih banyak disebutkan dengan
kata qital, hanya sebagian kecil yang disebutkan dengan kata jihad. Jihad
dalam pengertian pertama bekerja keras dengan seluruh kemampuanantara lain disebutkan dalam Qs. Luqman/31 : 15:

b)ur #yygy_ #n?t br& @ 1 $tB }s9 y7s9 m/ N= xs


$yJg? ( $yJg6m$|ur $uR9$# $]rtB ( 7?$#ur @6y `tB
z>$tRr& n<) 4 OO n<) N3_tB N6m;tRs $yJ/ OFZ.
tbq=yJs?

Apabila keduanya (ibu bapak) berjihad (bersungguh-sungguh hingga letih


me-maksamu) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
bagimu pengetahuan tentang itu (apalagi jika kamu telah mengetahui
bahwa Allah tidak boleh dipersekutukan dengan sesuatu apapun), jangan
taati mereka, namun pergauli keduanya di dunia dengan baik.

Ayat pertama yang menggunakan kata jihad adalah yang termaktub dalam
Qs. Al-Furqan/25: 52:
xs ? x69$# Ndgy_ur m/ #Y$yg_ #Z72
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.

Ayat yang turun di Makkah ini berbicara mengenai fungsi al-Quran, yaitu
sebagai alat ukur untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Dalam ayat ini, al-Quran adalah senjata perjuangan. Ia dibuka dengan
kata-kata (Qs. Al-Furqan/25: 1:
x8u$t6s? %!$# tAtR tb$s%9$# 4n?t n6t tbq3u9 Jn=y=9
#tR
Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

Selanjutnya, ayat-ayat dalam surat ini berbicara mengenai keesaan Allah


dan menolak tuduhan orang-orang kafir dan musyrik yang menganggap alQuran sebagai dongeng orang-orang terdahulu (asathiru al-awwalin),
yang dibacakan pada pagi dan petang. Tentang tuduhan itu, surat ini
menjawab (Qs. Al-Furqan/25: 6):
@% &s!tRr& %!$# Nn=t c9$# NuqyJ9$# F{$#ur 4
mR) tb%2 #Yqx $\Km
Katakanlah: Al Quran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia
di langit dan di bumi. Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

Penduduk di Makkah waktu itu juga menggugat peran Nabi dan


mempertanyakan (Qs. Al-Furqan/25: 7):
q9$s%ur A$tB #xyd Aq9$# @2t uQ$y9$# Jtur -#)
n=tB cq3us mytB #tR (#uqF{$# Iwqs9 tAR& ms9
Dan mereka berkata: Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar
malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia

Orang-orang Makkah tidak bisa mengerti mengapa seorang manusia biasa


yang berjual beli di pasar seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, karena
pekerjaan beliau sebagai pedagang, bisa dipilih sebagai Rasul. Maka

kemudian ayat-ayat al-Quran turun tentang kejadian langit dan bumi dan
tanda-tanda kekuasaan Allah dalam berbagai peristiwa alam. Dengan
keterangan-keterangan seperti itulah Rasulullah harus berjuang terhadap
orang-orang yang menolak (kafir). Dalam situasi seperti ini, Rasulullah
berjuang sekuat tenaga untuk bisa menginsafkan masyarakat. Dan senjata
yang dipakai adalah al-Quran (Qs. Al-Furqan/25: 51-52):
qs9ur $oY $oYWyt7s9 e@2 7pts% #\R xs ?
x69$# Ndgy_ur m/ #Y$yg_ #Z72
Dan Andaikata kami menghendaki benar-benarlah kami utus pada tiap-tiap
negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu
mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al
Quran dengan jihad yang besar.

Dari ayat ini dapat disimpulkan mengenai makna jihad, yaitu suatu
perjuangan berat yang harus dilaksanakan Rasulullah untuk memberi
penjelasan mengenai keesaan Allah kepada masyarakat yang masih
cenderung politeis (menyembah banyak Tuhan) dengan bahan-bahan bacaan
dalam al-Quran.

Kata-kata jihad disebut dua kali dalam satu ayat (jahada dan yujahidu) yang
mengandung arti berjuang. Hal itu disebut Allah dalam Qs.
Al-Ankabut/29:6:
tBur yygy_ $yJR*s gpg muZ9 4 b) !$# ;_ts9 `t `
tJn=y9$#
Dan barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah
untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Dalam ayat tersebut, jihad dimaknai sebagai perjuangan di jalan Allah dalam
arti yang seluas-luasnya. Dan jika dihubungkan (munasabatu al-ayat)
dengan ayat berikutnya, maka yang menjadi inti dari pesan Allah tentang
jihad ini adalah iman dan amal shalih. Perhatikan ayat Qs. Al-Ankabut/29:7
berikut:

t%!$#ur (#qZtB#u (#q=Hxur Mys=9$# btes3Zs9


OgYt Mg?$thy MgYtfuZs9ur z`|mr& %!$# (#qR%x. tbq=yJt

Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan kami
hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan kami beri
mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.

Beriman membutuhkan kesungguhan (jihad), begitu pula beramal shalih.


Iman seseorang akan mendapat ujian dari Allah untuk mengukur kedalaman
dan kesungguhan iman. Dan seseoang yang lolos dari ujian itu yang bisa
berupa musibah, celaan dari orang lain, dan sebagainya maka
keimanannya mengalami kenaikan (eskalatif). Hal ini disampaikan Allah
dalam Qs. Al-Ankabut/29:2:
ymr& $Z9$# br& (#q.uI br& (#q9q)t $YtB#u Ndur w =|
tbqZtF
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
Kami Telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?

Begitu pula amal shalih, dalam aplikasinya pada realitas sehari-hari


membutuhkan jihad (kesungguhan). Amal shalih adalah jihad untuk
mengorbankan harta yang disukai kepada orang lain yang membutuhkan,
diantaranya fakir-miskin, anak yatim, kerabat atau ibn sabil (Q.s. alBaqarah/2: 177). Amal shalih juga berarti jihad untuk ber-amar maruf nahi
munkar (Qs. Ali Imran/3: 104, 110). Atau amal shalih juga bisa dimaknai
sebagai jihad untuk menuntut ilmu demi kemajuan dan kemashlahatan umat
(Qs. Al-Kahfi/16: 64-70).

Dari beberapa paparan ayat-ayat jihad di atas, dapat disimpulkan sementara


bahwa jihad adalah kesungguhan untuk berjuang di jalan Allah dengan
melakukan penyadaran terhadap suatu kaum yang masih berbalut dengan
kemusyrikan. Jihad juga adalah kesungguhan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kadar keimanan setelah melalui berbagai cobaaan. Dan jihad

juga merupakan perjuangan yang sungguh-sungguh merealisasikan amal


shalih dalam arti seluas-luasnya dalam ranah kehidupan nyata.

Dan bagaimana tentang ayat-ayat jihad yang terkait dengan perang (qital)?
Untuk masalah ini, perlu dicermati sekali lagi ayat-ayat tentang qital, seperti
dalam Qs. Al-Anfal/8: 39:
Ndq=Gs%ur 4Lym w cq3s? puZG tbq6tur `e$!$# &#2
! 4 c*s (#qygtGR$# c*s !$# $yJ/ cq=yJt t/
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka
Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.

Senafas dengan ayat di atas, adalah ayat-ayat yang terdapat dalam Qs. AlBaqarah/2: 190-193:
wur (#rtGs? 4 (q=Gs%ur @6y !$# t%!$# O3tRq=Gs#)
c) !$# w =s tGJ9$# Ndq=F%$#ur ]ym
NdqJG)rO Ndq_zr&ur `iB ]ym N.q_tzr& 4 puZF9$#ur
xr& z`B @Gs)9$# 4 wur Ndq=Gs)? yZ fpRQ$# Q#tpt:$#
4Lym N.q=Fs) m ( b*s N.q=tGs% Ndq=F%$$s 3 y79xx. !
#ty_ ts39$# b*s (#qpktJR$# b*s !$# qx Lm
Ndq=Gs%ur 4Lym w tbq3s? poYF tbq3tur e$!$# ! ( b*s
(#qpktJR$# xs tbur w) n?t tH>9$#
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan Bunuhlah mereka di
mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka
Telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari
pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram,
kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi
kamu (di tempat itu), Maka Bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi
orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu Hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim.

Pertama-tama yang harus dipahami ketika membaca ayat-ayat itu adalah


konteks mikro dan makro yang menyertai turunnya ayat. Telah diketahui
secara jamak bahwa hampir setengah dari sejarah Islam pada masa
Rasulullah (saat turun ayat-ayat al-Quran) adalah situasi konfliktual antara
kaum Muslimin dan kaum kafir Quraisy. Pada beberapa kasus, situasi
konfliktual itu berujung pada peperangan fisik yang melibatkan kekuatan
penuh antara kedua belah pihak. Secara historis konflik itu berakhir saat
peristiwa yang kemudian diabadikan dengan nama fathu al-Makkah.

Suasana perang kala itu harus disertakan secara linier pada ayat-ayat yang
terkait dengan jihad dalam pengertian perang (qital). Pada ayat Q.s. alBaqarah/2:190 berbicara tentang kapan peperangan dimulai, yaitu disaat
kaum kafir Quraisy menyerang umat Islam. Posisi umat Islam saat itu
sebagai pihak yang bertahan (didhalimi) atas serangan pihak lain yang ingin
mengusasi dan tentunya menghalagi umat Islam dalam melakukan ajaranajarannya. Teori perang manapun dan kapanpun tentu memaklumi situasi
seperti ini yang tergambar dalam Q.s. al-Baqarah/2:191-192.

Perang itu sendiri harus diakhiri di saat ancaman fitnah oleh kaum kafir
Quraisy dapat dipadamkan oleh kekuatan Islam seperti disampaikan dalam
Q.s. al-Baqarah/2:193, karena tujuan peperangan dalam Islam adalah
menghentikan kedhaliman dan penganiayaan, bukan ingin menguasai dan
memaksa kaum atau pihak lain menerima ajaran Islam. Penguasaan dan
pemaksaan agama Islam kepada pihak lain tentunya bertentangan dengan
Qs. Al-Baqarah/2: 256:
Iw on#t.) e$!$# ( s% tt6? 9$# z`B cx9$# 4 `yJs
3t Nq9$$/ -Bsur !$$/ s)s y7|JtG$# our9$$/
4s+Oq9$# w tP$|R$# $olm; 3 !$#ur x L=t
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Memberi kebebasan atau keleluasaan kepada orang lain untuk menyakini


dan mengamalkan ajaran agamanya adalah menjadi prinsip dalam ajaran
Islam. Dalam hal ini menjadi semata-mata urusan Allah untuk menilai dan
meminta pertanggungjawaban kepada masing-masing penganut keyakinan
itu, seperti yang tergambar dalam Qs. Al-Kafirun/109: 1-6:
@% $pkrt crx69$# Iw 6r& $tB tbr7s? Iwur
OFRr& tbr7t !$tB 7r& Iwur O$tRr& /%t $B Lnt6t Iwur
OFRr& tbr7t !$tB 6r& /3s9 /3Y u<ur
Katakanlah: Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan
Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Kalau diperhatikan sekali lagi penggalan terakhir Qs. Al-Baqarah/2: 193:


b*s (#qpktJR$# xs tbur w) n?t tH>9$#
jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan
(lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.

Cuplikan ayat ini menggambarkan betapa


sesungguhnya stressing (penekanan) ajaran Islam, bahkan pada
ayat qital sekalipun, adalah perdamaian. Perang menjadi jalan terakhir
ketika umat Islam pada posisi didhalimi dan diserang. Sedemikan penting
penghentian perang dan keinginan kuat al-Quran untuk menciptakan
perdamaian, sehingga Allah mengingatkan dalam Qs. Al-Anfal/8: 61:
b)ur (#qsuZy_ N==9 xuZ_$$s $olm; @.uqs?ur n?t !$# 4 *
mR) uqd J9$# L=y9$#
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya
dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya dialah yang Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.

D.

Jihad dan Terorisme

TerorIsme sebagaimana definidsi dalam e-dictionary Wikipedia, adalah


serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan
teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi
terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan
yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali
merupakan warga sipil.

Masih menurut Wikipedia, banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan


terorisme, satu diantaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal
14 ayat 1 The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984,
sebagai berikut: Terrorism means the use of violence for political ends and
includes any use of violence for the purpose putting the public or any section
of the public in fear.
Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa
ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang,
kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila
tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya.
Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana
panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat
terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok
tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Terorisme tidak ditujukan
langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana
saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang ingin
disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut
mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psywar.
Dengan pengertian yang demikian itu, maka secara sepintas dapat
disimpulkan bahwa antara terorisme dan jihad adalah jauh panggang dari
api, baik dari segi tujuan, motif maupun modus. Tujuan jihad adalah
kemaslahatan dan hilangnya kedhaliman serta dengan motif untuk
menegakkan nilai-nilai luhur agama dan modus yang tidak boleh melanggar
hak orang lain, sedangkan terorisme mempunyai tujuan
memperjuangangkan kepentingan sempit pribadi maupun kelompok, dan
motif ingin membuat sensasi (menarik perhatian publik dengan aksinya)
serta modusnya dengan berbuat kerusakan yang melanggar hak-hak orang
lain, termasuk hak hidup.

Senada dengan itu, dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 3 Tahun
2004 tentang terorisme dijelaskan secara mendasar karakteristik yang
membedakan antara jihad dan terorisme yaitu; Pertama, jihad sifatnya
melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan,
sedangkan terorisme bersifat merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos
(faudha). Kedua, jihad bertujuan untuk menegakkan agama Allah dan/atau
membela hak-hak pihak yang terzholimi, sementara terorisme bertujuan
untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain.

Ketiga, jihad dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh


syariat dengan sasaran musuh yang sudah jelas, sedangkan terorisme
dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas (indiskriminatif) (Sunu,
2009). Di samping itu Allah SWT melarang keras tindakan terorisme ini yang
tercermin dalam firman-Nya antara lain, (Qs. Al-Maidah/5: 33):
yJR) (#tty_ t%!$# tbq/$pt !$# &s!quur tbqytur F{$#$
#$|s br& (#q=Gs) rr& (#q6=| rr& ys)? Ogr& Ng=_r&ur
`iB A#n=z rr& (#qxY B F{$# 4 9s Ogs9 z
$uR9$# ( Ogs9ur otzFy$# >#xt Ot
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah
dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka
dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di
akhirat mereka beroleh siksaan yang besar

Disebut pula dalam Q.s al-Maidah/5: 32:


`B @_r& y79s $oY;tF2 4n?t _t/ @u ) mRr& `tB @tFs
%$GtR t/ CtR rr& 7$|s F{$# $yJRrx6s @tFs% }
$Z9$# $YJy_ `tBur $yd$umr& !$uKRrx6s $umr& }$Y9$# $YJy_ 4
s)s9ur Og?u!$y_ $uZ= MuZit79$$/ OO b) #ZWx. OgYiB y
t/ 9s F{$# cqJs9
Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain], atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, Maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,

Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan


Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi.

Dengan demikian, maka tidak ada dalil dan alasan yang kuat bagi mereka
yang mengatakan bahwa terorisme adalah jihad, dan begitu pula bagi
mereka yang melakukan tindakan terorisme atas nama jihad. Oleh sebab itu
terorisme sama sekali tidak dapat dibenarkan.

E.

Bom Bunuh Diri: Jihad atau Teror?

Para aktor bom Bali dikala belum dikesekusi mati, diantaranya Imam
Samudra, Jangankan menyesali perbuatannya, malah menganggap aksinya
sebagai jihad fi sabilillah dan mengajak umat Islam untuk mengikuti.
Pengakuan tersebut tertuang dalam bukunya, Aku Melawan Teroris!
terbitan Jazera, Solo, 2004 (Romli, 2005). Jika itu jihad, dalam keyakinan
mereka, mati adalah pintu gerbang menuju jalan tol yang menghantarkan
mereka menuju surga.

Apa yang diyakini Imam Samudra cs., diyakini pula oleh para pelaku bom
bunuh diri baik yang di Bali sampai di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton
yang terletak di kawasan Mega Kuningan Jakarta. Seakan mereka tidak
peduli dengan banyaknya korban dari warga biasa yang tentunya tidak ada
sangkut-pautnya sama sekali dengan musuh yang harus diserang dalam
bayangan para pelaku bom itu.

Apakah yang mereka lakukan itu bisa dikatakan jihad, yang bernilai tinggi
dihadapan Allah atau bagian dari kegiatan terorisme yang melanggar secara
berat hak manusia? Pertanyaan ini tentu sederhana saja untuk dijawab,
karena jika menilik ajaran Islam, maka bisa dipastikan bahwa ajaran suci ini
tidak akan pernah merestui motif apapun bom bunuh diri.

Pada zaman Nabi, dalam situasi perang sekalipun, jatuhnya korban sebisa
mungkin bisa diminimalisir, dan jangan sampai orang-orang yang tidak
berdosa (dalam konteks ini anak-anak dan perempuan) jatuh menjadi
korban. Bandingkan dengan perilaku teror bom bunuh diri yang korbannya
tidak pandang bulu. Pesan Allah dalam Qs. Al-Mumtahanan/60: 8, bisa
menjadi renungan:
w /38ygYt !$# `t t%!$# Ns9 N.q=Gs) d9$# Os9ur
/.q_ `iB N.t br& Odry9s? (#q)?ur Nks9) 4 b) !$#
=t t)J9$#
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.

Kata dhamir hum pada ayat itu merujuk kepada orang kafir yang hidup
damai berdampingan dengan umat Islam. Bahkan kalau diperhatikan pada
ayat sebelumnya (Qs. Al-Mumtahanan/60: 7), justru Allah menganjurkan
untuk mencurahkan kasih sayang kepada mereka.
|t !$# br& @ygs /3oYt/ tt/ur t%!$# NFy$t Nk]iB *
ZouqB 4 !$#ur s% 4 !$#ur qx Lm
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orangorang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa.
dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Lebih dari itu, Islam juga menetapkan aturan main untuk berjihad dalam arti
perang berupa batasan untuk tidak memerangi anak-anak, wanita, dan
orang jompo, sebab mereka adalah kaum lemah yang tidak pantas untuk
menjadi korban, sehingga mereka harus dilindungi. Aturan yang sungguh
mulia ini Allah tetapkan dalam (QS. Al-Baqarah/2: 190):
wur (#rtGs? 4 (q=Gs%ur @6y !$# t%!$# O3tRq=Gs#)
c) !$# w =s tGJ9$#
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Bom bunuh diri, disamping menganiaya bahkan menghilangkan nyawa orang


lain yang semetinya dijaga, juga menganiaya dan menghilangkan nyawa diri
para pelaku bom bunuh diri itu. Tentang hal ini Rasulullah secara tegas
menyatakan pelakunya (orang yang bunuh diri) berdosa besar dan akan
menerima akibat buruk di akherat kelak. Sebagaimana hadis riwayat
Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah ra:

Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi di tangannya, dia (akan)


menikam perutnya di dalam neraka jahannam yang kekal (nantinya), (dan)
dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang meminum
racun lalu bunuh diri dengannya, maka dia (akan) meminumnya perlahanlahan di dalam neraka jahannam yang kekal, (dan) dikekalkan di dalamnya
selama-lamanya. Dan barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan
dirinya dari atas gunung, dia akan jatuh ke dalam neraka jahannam yang
kekal (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya.

Senada dengan hadis itu, sabda Rasulullah yang lain diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin Dhahhak ra:

Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka dia
disiksa dengan (alat tersebut) pada hari kiamat.

Memperhatikan keterangan ayat al-Quran dan hadis di atas, dapat


didimpulkan bahwa bom bunuh diri adalah dilarang dalam agama Islam
karena akibat dari perbuatan itu merusak diri sendiri maupun orang lain.
Sehingga bom bunuh diri bisa dikategorikan sebagai bagian dari terorisme
dari pada jihad fi sabilillah.

F.

Penutup

Dari uraian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa terorisme bukan
menjadi bagian dari jihad. Masing mempunyai karakteristik yang berbeda,
walaupun kebanyakan orang masih menyalahpahami dengan menyamakan
antara keduanya. Lewat penelusuran ayat-ayat al-Quran dapat diketahui
bahwa tindakan terorisme melanggar ketentuan syariat Islam. Dan jika
merujuk kepada fatwa yang dikeluarkan oleh MUI bahwa jihad hukumnya
wajib, sementara terorisme hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh
perorangan, kelompok, maupun negara. Serta yang terakhir, bahwa bom
bunuh diri secara nyata adalah bagian dari tindakan teror dan tidak bisa
dibenarkan dengan motif apapun termasuk jihad fi sabilillah. Jihad
mempunyai tujuan mulia dan harus dikerjakan dengan cara-cara mulia dan
beradab.

Satu : Menyeru kaum muslimin untuk berpegang teguh terhadap Al-Quran


dan As-Sunnah dan kembali kepada keduanya dalam segala perkara.
Tidak diragukan bahwa kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah adalah
kesejahteraan dan kemulian umat,
Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak
akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.(QS. Thoha :
123-124)
Dan berpegang teguh kepadanya adalah tonggak keselamatan dan benteng
dari kehancuran,
Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kalian bercerai berai. (QS. Ali Imran : 103)
Dan segala masalah yang dihadapi oleh umat akan bisa terselesaikan
dengan merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah,
Tentang sesuatu apapun kalian berselisih maka putusannya kembali kepada
Allah. (QS. Asy-Syra

Anda mungkin juga menyukai