Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDHAULUAN
Demokrasi dalam arti pembentukan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat
membutuhkan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya yang memadai. Untuk
menanggulangi demokrasi supaya tidak terdominasi oleh kekuasaan uang dan politik,
diperlukan tingkat pendidikan dan kesejahteraan rakyat yang memadai. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas demokrasi membutuhkan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan,
dan kesejahteraan di tambah lagi kuantitas demokrasi dengan maksu rakyat lebih banyak
yang memahami tentang demokrasi bukan hanya tentang sebuah demo dan tuntuntan rakyat
yang kian memuncak. Sementara itu, Sumarsono (Tukiran, 2009:58) menyatakan bahwa.
demos bukanlah rakyat secara keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yakni mereka
yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal dari para pengontrol akses ke sumbersumber kekuasaan, yang diakui dan bisa mengklaim memiliki hak-hak prerogratif dalam
proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau pemerintahan.
Selaras dengan perkembangan zaman modern, demokrasi mengalami perkembangan
yang signifikan. Demokrasi tidak lagi diwujudkan dalam bentuk partisipasi langsung,
masalah diskriminasi, dan kehidupan politik tetap berlangsung Akan tetapi, tidak semua
warga negara dapat berpartisipasi langsung dalam sebuah organisasi atau negara dan hanya
perwakilannya sajalah yang dapat ikut mengelola sebuah negara dan hanya beberapa diantara
mereka yang mampu menciptakan pengaruh dan menguasai suara politik yakni mereka yang
dapat terpilih sebagai wakil. Sumarsono (Tukiran, 2009:59) menyatakan bahwa, Sementara
sebagian besar rakyat hanya dapat puas jika kepentingannya terpenuhi dan terwakili , tetapi
tidak memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama untuk mengefektifkan hak-haknya
sebagai warga negara. Demokrasi membuka banyak alternatif bagi warga negara, sehingga
mereka memiliki kebebasan untuk berkelompok, termasuk membentuk partai baru maupun
memberikan dukungan kepada siapapun sesuai dengan kepentingan warga negara. Melalui
demokrasi, dapat membangun kondisi agar setiap warga mampu menyuarakan pendapatnya.
Kebebasan dalam demokrasi sesumgguhnya bukan merupakan kebebasan yang mutlak,
melainkan kebebasan yang memiliki koridor dan batasan, termasuk kebebasan yang dimiliki
orang lain.
Semua negara di dunia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi, namun dalam
prakteknya seringkali tidak sesuai dari pengertian demokrasi itu sendiri. Hal ini karena
adanya bermacam-macam demokrasi yang diterapkan di berbagai Negara

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NILAI- NILAI DEMOKRASI
Nilai- nilai demokrasi sesungguhnya merupakan nilai- nilai yang diperlukan untuk
mengembangkan pemerintahan demokratis. Berdasarkan nilai atau kondisi inilah sebuah
pemerintahan demokratis dapat ditegakkan. Sebaliknya, tanpa adanya kondisi ini maka
pemerintahan tersebut akan sulit ditegakkan. Nilai- nilai tersebut antara lain adalah:
1. Kebebasan Menyatakan Pendapat
2. Kebebasan Berkelompok
3. Kebebasan Berpartisipasi
4. Kesetaraan antar warga
5. Kesetaraan Gender
6. Kedaulatan Rakyat
7. Rasa Percaya (Trust)
8. Kerjasama
9. Pertumbuhan Ekonomi
10. Pluralisme
11. Negara dan Masyarakat
1. KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT
Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin
dengan undang- undang dalam sebuah sistem politik demokratis (Dahl,1971). Kebebasan ini
diperlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap
warga negara dalam era pemerintahan terbuka saat ini.
Hak untuk menyampaikan pendapat ini wajib dijamin oleh pemerintah sesuai dengan undangundang yang berlaku sebagai bentuk kewajiban untuk melindungi warga negaranya yang
merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah atau unsur swasta. Semakin cepat dan efektif cara
pemerintah memberikan tanggapan, maka semakin tinggi pula kualitas demokrasi pemerintah
tersebut.
Dalam rezim otoriter, kebebasan menyampaikan pendapat pada umunya dibatasi. Hanya
pendapat- pendapat yang mendukung atau memuja rezim berkuasa saja yang diberi
kesempatan untuk berkembang. Sedangkan di masa rezim Orde Baru, tindakan pemasungan
kebebasan menyatakan pendapat berlangsung intensif dan sistematis.
Penindasan kebebasan berpendapat merupakan penghalang besar bagi demokrasi, sehingga
harus dihindarkan sejauh mungkin dari tata kehidupan politik di Indonesia agar tidak
terjerumus kembali ke dalam krisis politik dan ekonomi yang pernah dialami Indonesia.

2. KEBEBASAN BERKELOMPOK

Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi
setiap warga negara (Dahl,1971). Kebebasan berkelompok ini diperlukan untuk membentuk
organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok- kelompok
lain. Kebutuhan berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari.
Dalam era modern, kebutuhan berkelompok ini tumbuh semakin kuat. Persoalan- persoalan
yang muncul di tengah masyarakat yang sedemikian kompleks seringkali memerlukan
organisasi untuk menemukan jalan keluar.
Kebebasan berkelompok ini di dalam rezim orde baru dibatasi. Misalnya, dengan melarang
membentuk partai selain apa yang disetujui oleh rezim pada waktu itu. Bahkan, partai- partai
politik yang resmi disetujui rezim penguasa pun masih dibatasi.
Demokrasi menjamin kebebasan warga negara untuk berkelompok, termasuk membentuk
partai baru maupun mendukung partai apapun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan
dan intimidasi pemerintah. Tak ada lagi ketakutan untuk menyatakan afiliasinya ke dalam
partai selain partai penguasa/pemerintah. Demokrasi memberikan alternatif yang lebih
banyak dan lebih sehat bagi warga negara. Itu semua karena jaminan bahwa demokrasi
mendukung kebebasan berkelompok.
3. KEBEBASAN BERPARTISIPASI
Kebebasan berpartisipasi ini sesunggunya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat
dan berkelompok. Jenis pertisipasi pertama adalah pemberian suara dalam pemilihan umum,
baik pemilihan anggota DPRD maupun pemilihan presiden (Patterson et. al.) Di negaranegara demokrasi yang sedang berkembang seperti Indonesia, pemberian suara sering
dipersepsikan sebagai wujud kebebasan berpartipasi politik yang paling utama.
Bentuk partisipasi kedua yang belum berkembang luas di negara demokrasi baru adalah apa
yang disebut sebagai melakukan kontak/ hubungan dengan pejabat pemerintah (Patterson et.
al.) Kontak langsung dengan pejabat pemerintah ini akan semakin dibutuhkan karena
kegiatan pemberian suara secara reguler dalam perkembangannya tidak akan memberikan
kepuasan bagi masyarakat. Dengan banyaknya pejabat pemerintah yang terlibat dalam KKN,
membuat rakyat perlu melakukan kontrol langsung terhadap legislatif maupun eksekutif.
Melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah adalah bentuk partisipasi
ketiga yang diperlukan negara demokrasi, agar sistem politik bekerja lebih baik (Patterson et.
al.) Pernyataan protes terhadap kebijakan divestasi Bank, privatisasi BUMN, kenaikan harga
tarif listrik, telepon, dan harga BBM adalah bagian dari proses demokrasi, sejauh itu
diarahkan untuk memperbaiki kebijakan pemerintah atau swasta, dan tidak untuk
menciptakan gangguan bagi kehidupan publik.
Sedangkan bentuk partisipasi keempat adalah mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan
publik mulai dari pemilihan lurah, bupati, walikota, gubernur, anggota DPR, hingga presiden,
sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku (Patterson et. al.)

4. KESETARAAN ANTAR WARGA


Kesetaraan merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan
demokrasi. Kesetraan disini diartikan sebagai kesempatan yang sama bagi setiap warga
Negara. Kesetraaan member tempat bagi setiap warga Negara tanpa membedakan etnis
bahasa daerah maupun agama. Keragaman atau heterogenitas masyarakat Indonesia
seringkali mengundang masalh khususnya bila terjadi mis komunikasi antar kelompok yang
kemudian berkembang menjadi konflik antar kelompok.
Nilai nilai kesetaraan perlu dikembangkan dan dilembagakan dalam semua sector
pemerintahan dan masyarakt. Serta diperlukan usaha keras agar tidak terjadi diskriminasi atas
perbedaan kelompok, etnis, bahasa, daerah atau agam tertentu sehingga hubungan antar
kelompok dapat berlangsung dalam suasana yang setara.
5. KESETARAAN GENDER
Kesetraan gender adalah sebuah keniscayaan demokrasi dimana kedudukan lakilaki dan
permpuan memiliki hak yang sama di depan hukum, karena laki laki dan perempuan memilik
hak yang sama di depan hukum, karena laki laki dan permpuan memiliki kodrat yang sama
sebagai makhluk social. Laki laki dan permpuan memiliki akses yang sama dalam politik,
social, ekonomi dan sebagainya. Oleh karena itu demokrasi tanpa kesetaraan gender akan
berdampak pada ketidakadilan.
Di kalangan masyarakat masih terjadi domestifikasi perempuan, dimana perempuan hanya
memiliki peran kerumahtanggaan. Sementara seharusnya dalam demokrasi kesetraaan
gender adalah sebuah kesetaraan.
6. KEDAULATAN RAKYAT
Dalam Negara demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan. Dalam arti bahwa rakyat berdaulat
dalam menentukan pemerintahan. Warga Negara sebagai bagian dari rakyar memiliki
kedaulatan dalam pemilihan yang berujung pada pembentukan pemerintahan. Pemerintahan
dengan sendirinya berasal dan bertanggung jawab kepada rakyat. Rasa ketrergantungan
pemerintah kepada rakyat inilah yang kemudian menghasilkan makna accountability. Politisi
ynag accountable adalah politisi yang menyadari bahwa dirinya berasal dari rakyat. Oleh
karena itu ia wajib mengembalikan apa yang diperolehya kepada rakyat. Dalam demokrasi
kedaulatan rakyat memberi politisi mandate untuk menjabat dan sekaligus memenuhi
kewajibannya sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab kepada rakyat, dan bukan
sekedar kepada diri sendiri atau kelompok.
7. RASA PERCAYA DIRI (TRUST)
Rasa saling percaya antar kelompok masyarakat merupajkan nilai dasar lain yang diperlukan
agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila
rasa saling percaya satu sama lain tidak tumbuh. Kondisi ini sangat merugikan keseluruhan

system politik dan social. Jika rasa percaya tidak ada, maka besar kemungkinan pemerintahan
akan kesulitan menjalankan agendanya, karena lemahnya dukungan sebagai akibat dari
kelangkaan rasa percaya. Dalam kondisi seperti ini, pemrintahan yang terpilih secara
demokratis pun bahkan bisa terguling dengan mudah sbelum waktunya, sehingga membuat
proses demokrasi berjalan semakin lambat.
Sudah barang tentu, kelangkaan rasa saling percaya di antara anggota masyarakat akan
merongrong tumbuhnya demokrasi. Tanpa adanya rasa saling percaya satu sama lain,
bagaiman kesatuan masyarakat akan terjamin? Rasa percaya merupkan minyak pelumas guna
memperlancar hubungan antar kelompok masyarakat yang sering terhalang oleh rasa
ketakutan, kekhawatiran, serta permususan satu sama lain.
8. KERJA SAMA
Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam tubuh masyarakat.
Akan tetapi, kerja sama hanya mungkin terjadi jika setiap orang atau kelompok bersedia
untuk mengorbankan sebagian dari apa yang mereka peroleh dari kerja sama tersebut. Kerja
sama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat antar individu atau antar
kelompok. Tetapi perbedaan ini justru akan mendorong setiap kelompok untuk bersaing
mencapai tujuana yang lebih baik.
Dalam konteks yang lebih luas, kerjasama dan kompetisi dapat menghasilkan persaingan
yang sangat ketat, sehingga masing masing kelompok berpotensi untuk saling menjatuhkan,
bhakan menghancurkan. Oleh karena itu diperlukan nilai nilai kompromi agar persaingan
menjadi lebih bermanfaat, karena dengan kompromi itulah sisi sisi agresif dari persaingan
dapat diperhalus menjadi bentuk kerja sama yang baik.
9. PERTUMBUHAN EKONOMI
Nilai-nilai demokrasi tersebut diatas merupakan wacana normatif yang memerlukan kondisi
tertentu sebagai landasan pengembangannya. Tanpa kondisi ini nilai-nilai demokrasi tidak
akan mudah berkembang. Salah satu kondisi yang diperlukan guna pengembangan nilai-nilai
demokrasi adalah pertumbuhan ekonomi yang memadai. Salah seorang yang merintis tentang
penting nya faktor pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi adalah
Robert Dahl. Dalam Polyarchy ,fakta ekonomi dalam bentuk GNP per-kapita telah ditunjuk
sebagai salah satu faktor kondisional penentu demokrasi dalam ukuran dolar.
Pemikiran tentang perlunya memperhatikan faktorekonomi kembali populer sejak awal
dekade 90-an sejalan dengan semakin banyaknya negara demokrasi baru yang bermunculan.
Sekalipun demikian, sebagaimana disebutkan Huntinton , kemakmuran ekonomi bukan satusatunya faktor penentu tumbuhnya demokrasi. Jika kemakmuran ekonomi menjadi penentu
utama perubahan menuju demokrasi, maka Arab Saudi dan Libya tentunya telah berkembang
menjadi negara demokrasi. Dalam pernyataanya,negara-negara ini masih berada pada jajaran
negara-negara otoriter. Mengapa hal ini terjadi? Negara-negara kaya minyak pada umum nya

memainkan peran besar dalam dinamika perubaha ekonomi. Besarnya kontribusi negara
dalam meningkatkan kemakmuran masyarakat menyebabkan rakyat tergantung pada uluran
tangan negara. Kondisi ini pada waktu yang sama juga menyebabkan kebutuhan untuk
mendapatkan pajak dari rakyat relatif berkurang karena negara dapat memenuhi sendiri
kebutuhannya.
Rendahnya kebutuhan negara atas pajak menutup jalan bagi rakyat untuk mengajunkan
tuntan terhadap negara. Di negara demokrasi maju, kewajiban membayar pajak seiring
dengan besarnya tuntutan rakyat terhadar negara. Semakin banyak negara menarik pajak dari
rakyat, maka semakin banyak pula tuntutan rakyat terhadap negara. Oleh sebab itu, negara
kaya minyak tidak merasa perlu mempercepat demokratisasi selama mereka masih dapat
memenuhi kebutuhan sebagaian besar rakyat, tanpa harus terlalu banyak menarik pajak.
Dengan kata lain,kebutuhan akan wakil rakyat yang kritis menjadi berkurang,sehingga
menyebabkan tumpulnya semangat mengembangkan demokrasi (Huntington 1995).
Sebalikna, pertumbuhan ekonomi di negara industri menciptakan sektor-sektor ekonomi yang
lebih beragam dan kompleks. Kompleksitas masyarakat sebagai akibat dari industrialisasi
menghasilkan lapisan-lapisan masyarakat yang relatif bebas dari tekanan nagara, karena
rendahnya tingkat ketergantungan mereka pada kontribusi negara dalam ekonomi.
Perkembangan ekonomi yang tidak menggantungkan diri pada rezeki minyak mendorong
perubahan struktur dan nilai masyarakat yang mengarah pada pengembangan nilai-nilai
demokrasi.
Menurut Huntington, ada beberapa alasan mengapa negara industri lebih mampu
mengembangkan demokrasi dibandingkan, misalnya, dengan negara yang menjadi kaya
karena hasil minyak bumi. Pertama, industrialisasi dengan kemakmuran ekonomi yang
menyertainya menghasilkan orang-orang yang lebih percaya diri dan menumbuhkan etos
dalam dirinya untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Keyakinan dan
tujuan hidup ini secara terus menerus menuntut tumbuhnya institusi-institusi politik yang
responsif terhadap rakyatnya. Kedua, kemakmuran ekonomi mendorong pula peningkatan
lapisan masyarakat yang mendapatkan pendidikan tinggi, dan dengan sendirinya
memperbesar porsi komponen masyarakat yang cenderung kritis, percaya diri dan
bermotivasi tinggi dalam kehidupan mereka. Ketiga, kemakmuran ekonomi memperkuat
kemampuan masyarakat dalam mendistribusikan sumber daya alam dan manusia.
Kemampuan ini kemudian diubah menjadi saran untuk menciptakan kompromi dan
akomodasi di tengah masyarakat.
Kemakmuran ekonomi yang diperoleh melalui industri mampu mengubah struktur
masyarakat pertanian yang didominasi oleh segelintir orang kaya ditengah mayoritas
penduduk petani miskin. Dengan semakin bertambahnya kemakmuran ekonomi melalui
perluasan sektor-sektor swasta dalam skala besar, menengah maupun kecil, akan membuat
kelompok minoritas yang dominan dan sangat menentukan secara bertahap berkurang
kemampuannya, karena bertambahnya lapisan masyarakat yang lebih mampu secara material.

Dalam bahasa yang lebih umum, pertambahan jumlah kelas menengah diharapkan akan
mendorong perkembangan nilai-nilai demokrasi.
10. PLURALISME
Masyarakat plura dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri berbagai kelompok.
Didalam masyarakat plura, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa
adanya rintangan-rintangan sistemik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk
berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu. Kemudahan bergabung dengan
setiap kelompok yang ada juga diperkuat oleh kesediaan dan keringanan satu kelompok
dalam menerima kemenangan kelompok lain dalam sebuah persaingn secara jujur.
Masyarakat heterogen membuka peluang bagi persaingan dan konflik antar- kelompok yang
ada. Akan tetapi, kemenangan suatu kelompok yang telah sesuai dengan aturan yang diakui
secara kolektif harus diterima dengan tangan terbuka sehingga konflik yang parah dapat
terhindar.
Pluralisme mengajarkan kepada kelompok-kelompok yang ada didalam masyarakat untuk
meningkatkan kualitas dan daya saing masing-masing kelompok. Usaha kolektif untuk
menuju kehidupan yang lebih baik dijalankan melalui sebuah kompetisi antar-kelompok
dengan aturan main yang telah disepakati. Kesadaran pluralisme masyarakat ini dapat
menghindarkan pecahnya konflik antar- kelompok setiap kali terjadi persaingan didalamnya.
11. NEGARA DAN MASYARAKAT
Pola hubungan negara dan masyarakat merupakan kondisi lain yang menentukan kualitas
pengembangan demokrasi (Diamond et.al.). dinegara-negara yang terdapat suatau
kepercayaan tentang negara kuat, maka hubungan negara dan masyarakat pada umumnya
didominasi oleh negara. Wacana yang berkembang dalam tradisi negara yang kuat adaalah
masyarakat harus tunduk dan patuh pada negara, tanp harus memperdulikan bagimana watak
negara. ketundukan dan kepatuhan rakyat terhadap negara ini kemudian diekploitasi oleh para
pemimpin negara untuk menciptakn tatana politik yang berpusat pada negara melalui caracara represif. Dalam tradisi negara kuat, tidak dibenarkan adanya kelompok kritis atau
oposisi. Mantan presiden suharto pada era orde baru, misalnya, senantiasa membuat
pernyataan dalam pidato-pidatonya bahwa masyarakat indonesia tidak mengenal oposisi.
Pernyataan ini merupakan penegasan tentang tradisi negara kuat terhadap konsep oposisi
karena dikawatirkan akan membahayakan posisinya sebagai penguasa negara. Demokrasi
dengan sendirinya sulit berkembang dalam tradisi negara kuat karena kecenderungan negara
kuat ialah melakukan represi terhadap kekuatan tandingan dari masyarakat.
Apakah demokrasi kemudian memerlukan negara lemah sebagai lawan dari negara kuat yang
memiliki kecenderungan menghancurkan pondasi-pondasi demokrasi? Negara yang lemah
sudah tentu tidak mungkin memainka peran utamanya sebagai pelindung seluruh masyarakat.
Bila negara tidak memiliki militer yang kuat, bisa diperkirakan negara itu akan mudah

diserbu musuh dari luar, dan dengan demikian menghancurkan kedaulatan negara. Namun,
militer yang terlampau kuat, dalam arti tidak dapat dikendalikan sipil, maka militer akan
cenderung merongrong kekuatan sipil. Dengan demikian, yang diperlukan sebuah negara
demokrasi adalah hubungan antara negara dan rakyat seimbang.
Dalam konteks yang lebih ril, maka negara dituntut untuk menghormati partai politik, bdan
legislatif, badan eksekutif, media massa, ormas, dan kelompok lain dari luar negara dalam
hubungan yang setara satu sama lain. Negara dituntut untuk menghilangkan rasa takut dari
rakyat biasa, karena ketakutan rakyat akan menumbuhkan motivasi bagi negara untuk
menekan rakyat lebih rendah lagi. Kondisi ini bisa dihindari bila para pejabat negara taat
pada hukum yang berlaku, hormat pada prinsip kesejahteraan didepan hukum, dan bersedia
menanggung akibatnya bila seorang pejabat negara melanggar hukum yang berlaku. Pejabat
negara disini bisa pejabat sipil maupun militer.
Pejabat negara yang patuh dan taat pada hukum mengurangi ancaman terjadinya tindakan
sewenang-wenang dari negara. Sebaliknya, pehabat negara baik sipil maupun militer yang
tidak ragu-ragu menginjak-injak hukum akan membuat ketidakpastian hukumyang berlaku.
Kondisi inilah yang terjadi pada rezim-rezim represif, sehingga nilai-nilai demokrasi dengan
sendirinya terkubur dibawah penindasan hak asasi manusia oleh aparat negara yang merasa
paling kuat. Demokrasi, oleh karena itu, memerlukan sebuah negara yang kuat akan tetapi
menghormati hukum, menghormati politik, legislatif, media massa, dan rakyat pada
umumnya. Negara seperti inilah yang dapat memberi perlindungan bagi rakyatnya dan
menjadi penopang bagi pengembangan nilai-nilai demokrasi.
kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan khususnya nilai-nilai yang terkandung
dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945, demi meneguhkan kembali jati diri bangsa dan
membangun kesadaran tentang sistem kenegaraan yang menjadi konsensus nasional,
sehingga diharapkan bangsa Indonesia dapat tetap menjaga keutuhan dan mampu
menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah terpaan arus
globalisasi yang bersifat multidimensial.
Nilai-nilai Kebangsaan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945, yaitu:
1) Nilai demokrasi, mengandung makna bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap
warga Negara memiliki kebebasan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaran
pemerintahan.
2) Nilai kesamaan derajat, setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan kedudukan
yang sama di depan hukum.
3) Nilai ketaatan hukum, setiap warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap
hukum dan peraturan yang belaku.

Sehingga diharapkan nilai-nilai tersebut untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Nilai Demokrasi
Kedaulatan berada di tangan rakyat, berarti setiap warga negara memiliki kebebasan yang
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat terwujud
persatuan dan kesatuan Indonesia. Pilar utama persatuan dan kesatuan Indonesia. Pilar utama
dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa dalam masyarakat, adalah:
a)
Rasa cinta tanah air.
b)
Jiwa patriot bangsa.
c)
Tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pondasi utama tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa adalah rasa cinta dan patriotisme
terhadap tanah air serta hadirnya kesejahteraan rakyat. Berkaitan dengan faktor penting dalam
membina dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa adalah:
a)
Segala derap langkah yang utama harus didasarkan pada upaya mengejar kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
b)
Terpeliharanya rasa kemanusiaan dan keadilan.
c)
Pemahaman yang benar atas realitas adanya perbedaan dalam keberagaman.
d)
Tumbuhnya kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pemahaman Nilai-nilai Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan untuk memperluas wawasan dan mempertajam analisis guna terwujudnya
kesamaan persepsi dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dalam melaksanakan kewenangan dan kekuasaan sesai tanggung jawab yang
dibebankan negara, senantiasa berpikir, bersikap dan bertindak secara komprehensif dan
integral, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, daerah
dan golongan. Berpikir, bersikap dan bertindak yang dilandasi penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai konstitusi, nilai-nilai perbedaan dalam keberagaman dalam
rangka menjamin tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berpikir, bersikap
dan bertindak untuk senantiasa menjaga terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa dengan
berlandaskan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam Konstitusi
UUD NRI Tahun 1945.
SARAN
Sebagai warga Negara yang baik adalah memiliki kesetiaan terhadap bangsa dan Negara,
yang meliputi kesetiaan terhadap ideologi Negara, kesetiaan terhadap konstitusi, kesetiaan
terhadap peraturan perundang-undangan, dan kesetiaan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh
sebab itu maka setiap warga Negara harus dan wajib untuk memiliki prilaku positif terhadap
konstitusi, yang mempunyai makna berprilaku peduli atau memperhatikan konstitusi (UUD),
mempelajari isinya, mengkaji maknanya, melaksanakan nilai-nilai yang terjandung
didalamnya, mengamalkan dalam kehidupan, dan berani menegakkan jika konstitusi di
langgar.
Cita-cita tersebut dapat terwujud seandainya masyarakat Indonesia dapat memahami nilainilai dengan sikap yang positif.

Anda mungkin juga menyukai