Anda di halaman 1dari 10

ADZAN DAN IQAMAH

I.

SEJARAH AZAN DAN IQAMAH


Azan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi
Muhammad S.A.W mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara
memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid
untuk melakukan salat berjamaah.
Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan
bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar,
hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang
mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama
Yahudi.
Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh
orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba,
maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan
mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun berada
di tempat yang jauh. Yang melihat api itu, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah.
Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan
assalatu jamiah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin
Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk
salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini bisa diterima oleh semua
orang dan Nabi Muhammad S.A.W juga menyetujuinya.
Asal muasal azan dan iqamat
Lafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas berkata sebagai berikut: "Ketika cara
memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku
bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati
orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika
memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru
bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu,
kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu berkata lagi,
"Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? Dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi
dengan suara yang amat lantang:
Allahu Akbar Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Hayya 'alash sholah (2 kali)
Hayya 'alal falah (2 kali)
Allahu Akbar Allahu Akbar
La ilaha illallah

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad S.A.W, dan menceritakan
perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad S.A.W, berkata, "Itu mimpi
yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana
mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki
suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi
serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata:
"Kau katakan jika salat akan didirikan:
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadarrasullulah
Hayya 'alash sholah
Hayya 'alal falah
Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
Allahu Akbar, Allahu Akbar
La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah S.A.W kemudian kuberitahu dia apa yang
kumimpikan. Diapun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah.
Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar
diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia
berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang
berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada
di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata:
"Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa
yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda: "Maka bagi Allah-lah
segala puji."
II.

PENGERTIAN ADZAN
Adzan artinya pemberitahuan, yaitu kata-kata seruan
untuk memberitahukan akan masuknya waktu shalat
fardhu. Orangnya dinamakan muadzhin. Sedangkan
iqamah dari segi bahasa adalah mendirikan, yaitu
kata-kata sebagai tanda bahwa shalat fardhu akan
segera dimulai.
Shalat-shalat sunat tidak disunatkan menggunakan
adzan, iqamah, kecuali shalat sunat yang disunatkan
berjama'ah, seperti tarawih, shalat 'id dsb.

Adzan dan iqamah hukumnya sunat mu'akkad bagi


shalat fardhu, baik jamaah maupun sendirian (munfarid),Pelaksanaannya disunatkan
dengan suara yang keras, berdiri dan menghadap kiblat.

III.

LAFADZ ADZAN:

IV.

HUKUM ADZAN

Ulama berselisih pendapat tentang hukum Adzan. Sebagian ulama mengatakan bahwa
hukum azan adalah sunnah muakkad, namun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini
adalah pendapat yang mengatakan hukum adzan adalah fardu kifayah. Akan tetapi perlu
diingat, hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak diwajibkan atau pun
disunnahkan untuk melakukan adzan.

V.

1.

SYARAT ADZAN

Telah Masuk Waktu Shalat

Syarat sah adzan adalah telah masuknya waktu shalat, sehingga adzan yang dilakukan
sebelum waktu solat masuk maka tidak sah. Akan tetapi terdapat pengecualian pada adzan
subuh. Adzan subuh diperbolehkan untuk dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum waktu
subuh tiba dan ketika waktu subuh tiba (terbitnya fajar shadiq).

2.

Berniat adzan

Hendaknya seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh
tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.

3.

Dikumandangkan dengan bahasa arab

Menurut sebagian ulama, tidak sah adzan jika menggunakan bahasa selain bahasa arab. Di
antara ulama yang berpendapat demikian adalah ulama dari Madzhab Hanafiah, Hambali,
dan Syafii.

4.

Tidak ada lahn dalam pengucapan lafadz adzan yang merubah makna

Maksudnya adalah hendaknya adzan terbebas dari kesalahan-kesalahan pengucapan yang


hal tersebut bisa merubah makna adzan. Lafadz-lafadz adzan harus diucapkan dengan jelas
dan benar.

5.

Lafadz-lafaznya diucapkan sesuai urutan

Hendaknya lafadz-lafadz adzan diucapkan sesuai urutan sebagaimana dijelaskan dalam


hadits-hadits yang sahih. Adapun bagaimana urutannya akan dibahas di bawah.

6.

Lafadz-lafadznya diucapkan bersambung

Maksudnya adalah hendaknya antara lafazh adzan yang satu dengan yang lain diucapkan
secara bersambung tanpa dipisah oleh sebuah perkataan atau pun perbuatan di luar adzan.
Akan tetapi diperbolehkan berkata atau berbuat sesuatu yang sifatnya ringan seperti bersin.

7.

Adzan diperdengarkan kepada orang yang tidak berada di tempat muadzin

Adzan yang dikumandangkan oleh muadzin haruslah terdengar oleh orang yang tidak
berada di tempat sang muadzin melakukan adzan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara
mengeraskan suara atau dengan alat pengerasa suara.

VI.
1.

SIFAT MUADZIN
Muslim

Disyaratkan bahwa seorang muadzin haruslah seorang muslim. Tidak sah adzan dari
seorang yang kafir.

2.

Ikhlas hanya mengharap wajah Allah

Sepatutnya seorang muadzin melakukan adzan dengan niat ikhlas mengaharap wajah
Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda : Tetapkanlah seorang muadzin
yang tidak mengambil upah dari adzannya itu.

3.

Adil dan amanah

Yaitu hendaklah muadzin adil dan amanah dalam waktu-waktu shalat.

4.

Memiliki suara yang bagus

Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda kepada sahabat Abdullah bin Zaid:
pergilah dan ajarkanlah apa yang kamu lihat (dalam mimpi) kepada Bilal, sebab ia
memiliki suara yang lebih bagus dari pada suaramu

5.

Mengetahui kapan waktu solat masuk

Hendaknya seorang muadzin mengetahui kapan waktu solat masuk sehingga ia bisa
mengumandangkan adzan tepat pada awal waktu dan terhindar dari kesalahan.

VII. DOA SESUDAH ADZAN


Selesai muadzin mengumandangkan adzan,baik muadzin maupun yang mendengar
disunahkan membaca dao sebagai berikut:
ALLAHUMMA RABBAHAADZIHID DA'WATIT TAAMMAT' WASSHALAATIL
QAAIMATI AATI SAYYIDINA MUHAMMADINIL WASHIILATA WAL FADHIILATA
WASYSYARAFA
WADDARAJATAL'AALIYATARRAFI'ATA
WAB
ASTUL
MAQAAMAL MAHMUDALLADZII WA'ATTAHU INNAKA LAATUKHLIFUL
MII'ADD.
Artinya:
"Wahai Tuhanku, Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan shalat yang
didirikan, berikanlah kepada Nabi Muhammad perantaraan (wasilah), keutamaan
kemulyaan dan pangkat (derajat) yang terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya
Engkau tidak pernah menyalahi janji."

A. PENGERTIAN IQAMAH
6

Iqamah adalah panggilan bahwa shalat akan segera dimulai, jamaah agar bersiap diri untuk
melakukan shalat bersama-sama. Hukum iqamah adalah sunah, baik bagi yang berjamaah
maupun perseorangan.
B. HUKUM IQAMAH
Hukum iqamah sama dengan hukum adzan, yaitu fardu kifayah. Dan hukum ini juga tidak
berlaku untuk wanita.
Sebagian besar ulama mengatakan hukumnya adalah hanya anjuran dan tidak wajib,
sebagaimana kebiasaan Sahabat Bilal, beliau yang adzan beliau pula yang iqamah. Dan
boleh hukumnya jika yang adzan dan iqamah berbeda.
C. LAFAZ IQAMAH DAN ATURANNYA
Lafaz iqamah mempunyai 11 kalimat, setiap kalimah diucapkan hanya sekali saja kecuali
takbir yang pertama dan akhirnya diulang sebanyak dua kali.

D. DOA SESUDAH IQAMAH


7

ALLAAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAAMMATI WASH-SHALAATIL


QAA'IMAH, SHALLI WA SALLIM'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA
AATIHI SU'LAHUU YAUMAL QIYAAMAH.
Artinya:
"Ya Allah tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna, dan memiliki shalat yang
ditegakkan, curahkanlah rahmat dan salam atas junjungan kami, Muhammad, dan
berilah/kabulkanlah segaala permohonan pada hari kiamat."
E. HIKMAH DISYARI'ATKANNYA ADZAN DAN IQAMAH
1. Adzan merupakan pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dan mengajak
untuk shalat berjamaah yang mengandung banyak kebaikan.
2. Adzan merupakan peringatan bagi orang yang lalai, mengingatkan orang-orang
yang lupa menunaikan shalat yang merupakan nikmat yang paling besar, dan
mendekatkan seorang hamba kepada tuhannya dan inilah keuntungan yang
sebenarnya, adzan adalah panggilan bagi seorang muslim agar tidak terlewatkan
baginya nikmat ini.
3. Iqamah merupakan pemberitahuan bahwa shalat segera akan dimulai.

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ADZAN


8

Adzan dengan Pengeras Suara


Di zaman dahulu, tatkala angka kepadatan penduduk masih rendah, teriakan manusia
mungkin masih terdengar dari jarak jauh. Namun di zaman kini, ketika penduduk semakin
berjejal, ditambah lagi kebisingan suara mesin atau gemuruh aktifitas manusia yang kian
hari kian meningkat, seperti di kota-kota besar, jarak jangkau suara manusia bila tidak
diperkuat dengan mikrofon sangatlah pendek. Oleh sebab itu para ulama berpendapat
bolehnya menggunakan mikrofon ketika adzan, sebab tujuan adzan adalah agar manusia
mengetahui waktu-waktu shalat. Jika suara adzan lemah dan tidak bisa terdengar oleh
orang yang hendak melakukan shalat, maka tentunya tujuan ini tidak dicapai.
Iqamah dengan Pengeras Suara
Adapun iqamah, tidak mengapa dilakukan dengan pengeras suara atau tanpa pengeras
suara, karena fungsi iqamah adalah memberi tahu orang-orang di masjid bahwa imam telah
datang dan shalat akan ditegakkan. Dan inilah yang difatwakan oleh Asy Syaik Muqbil dan
Asy Syaikh Yahya.
Hukum Adzan Menggunakan Kaset
Berkembangnya teknologi elektronika di tengah-tengah umat yang jahil terhadap Islam
justru semakin menambah jauhnya mereka dari agamanya. Sampai-sampai adzan di masjid
pun diganti dengan suara kaset. Ini adalah bidah. Adzan semacam ini tidak sah dan wajib
untuk diulangi. Semoga kaum muslimin mendapatkan hidayah, amin.
Hukum Shalat Jamaah Tanpa Adzan
Disyariatkan bagi yang melakukam shalat untuk beradzan dan beriqamah. Adapun shalat
jamaah yang ditegakkan tanpa adzan dan iqamah, sah hukumnya. Demikian menurut
fatwa Lajnah Daimah. Tetapi jika dalam satu kampung, penduduknya bersepakat untuk
meninggalkan adzan maka Syaikhul Islam berfatwa bahwa kampung tersebut berhak
diperangi.
Hukum Adzan Bagi yang Shalat Sendirian
Demikian pula bagi yang sendirian seperti penggembala yang jauh dari masjid, atau yang
pergi ke hutan untuk mencari rumput dan pepohonan, atau tertidur hingga telah berlalu
shalat jamaah maka bagi orang seperti ini disyariatkan Nabi untuk melakukan adzan dan
iqamah sebelum menunaikan shalat sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
Saya melihat engkau sangat menyukai gembalaan dan perkampungan. Jika engkau sedang
menggembala atau berada di perkampungan, lalu engkau lakukan adzan untuk shalat,
maka keraskan suara adzan engkau. Karena tidaklah ada makhluk yang mendengar adzan
baik jin, manusia, atau apapun, melainkan masing-masing akan menjadi saksi pada hari
kiamat. (HR. Bukhari dari Abu Said Al Khudri)
Hukum Adzan Bagi Musafir (Bepergian)
Adapun orang yang bepergian, maka diwajibkan pula atasnya untuk melakukan adzan dan
iqamah sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
Kalau tiba waktu shalat maka hendaklah beradzan satu di antara kalian. (HR. Bukhari
dari Malik bin Huwairits)
Perintah untuk menyerukan adzan dalam hadits tersebut bersifat umum, baik itu ditujukan
bagi orang muqim (tidak bepergian) ataupun yang musafir (bepergian). Demikian pula apa

yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan para shahabatnya,
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Segala sesuatu yang datang dari rasul maka ambillah dan segala sesuatu yang dilarang
maka tinggalkanlah. (Al Hasyr: 7)
Hukum Adzannya Wanita
Permasalahan ini perlu perincian sebagai berikut:
Pertama: Wanita beradzan di hadapan kaum lelaki.
Tidak ternukil sama sekali dari para ulama pembolehan hal ini. Bahkan suara perempuan
di hadapan laki-laki termasuk fitnah yang bisa membangkitkan penyakit hati bagi kaum
lelaki. Sebagaimana firman Allah:
Jika kalian bertaqwa (wahai istri-istri Nabi), maka janganlah kamu berlembut-lembut
dalam berbicara sehingga kaum lelaki yang hatinya berpenyakit mempunyai keinginan keji
(zina), dan hendaklah kalian ucapkan perkataan yang baik. (Al Ahzab: 32)
Kedua: Wanita adzan di tengah-tengah kaum wanita.
Pendapat yang rajih, hal seperti ini disyariatkan. Demikianlah pendapat Imam Asy Syafii,
Imam Ahmad, Imam Ibnu Hazm dan sebagainya.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits di mana Umar bin Khaththab ditanya, apakah bagi para
wanita disyariatkan adzan atau tidak? Maka ia marah seraya berkata:
Apakah aku hendak melarang dari dzikir kepada Allah? (HR. Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu
Umar)
Tetapi tidak sepantasnya adzan mereka menggunakan pengeras suara atau dilakukan di
tempat yang tinggi karena shalat jamaah di masjid hanya diwajibkan atas kaum lelaki dan
tidak diwajibkan atas kaum wamita. Sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam:
Sesungguhnya saya hendak memerintahkan agar shalat ditunaikan lalu memerintahkan
seseorang untuk mengimami manusia kemudian saya akan pergi bersama beberapa orang
yang membawa kayu bakar pada suatu kaum yang tidak melakukan shalat jamaah. Saya
bakar rumah-rumah mereka. (HR. Bukhari (2242) dari Abu Hurairah)

***

10

Anda mungkin juga menyukai