Anda di halaman 1dari 18

Karakteristik Diagnostic (DSM-IV-TR)

Orang dengan Bulimia Nervosa akan mengalami :


Episode berulang dari makan berlebihan seperti yang ditunjukan oleh kedua hal berikut :
1.

a. Memakan makanan dalam jumlah yang sangat banyak dalam periode 2 jam.

2.

b. Merasa kehilangan kontrol terhadap pemasukan makanan pada saat episode tersebut.

Perilaku tidak sesuai yang sering terjadi untuk menjaga agar berat tubuh tidak bertambah seperti
membangkitkan rasa ingin muntah, penyalahgunaan obat pencahar, diuretic, atau dengan berpuasa, atau melakukan
latihan yang berlebihan.

Rata-rata minimal dalam seminggu terjadi dua kali episode makan berlebihan (pesta makan) dan perilaku
kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari bertambahnya berat badan, dan hal ini terjadi minimal selama 3
bulan.

Perhatian berlebihan yang terus-menerus pada bentuk dan berat badan.


Terdapat satu perbedan mencolok antara Bulimia Nervosa dengan Anoreksia Nervosa, yaitu adalah penurunan berat
badan. Pasien yang menderita Anoreksia nervosa mengalami penurunan berat badan yang secara drastic, sedangkan
pasien Bulimia nervosa tidak.
Pada Bulimia, makan berlebihan biasanya dilakukan secara diam-diam, dapat dipicu oleh stress dan berbagai emosi
negatif yang ditimbulkannya, dan terus berlangsung hingga orang yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan.
Orang dengan Bulimia nervosa akan hilang kendali ketika makan berlebihan, bahkan hingga ke titik mengalami
sesuatu yang mirip dengan keadaan dissosiatif, mungkin kehilangan kesadaran terhadap apa yang mereka lakukan
dan merasa bahwa bukan diri mereka yang makan berlebihan. Mereka biasanya malu dengan kondisi tersebut dan
mencoba menutupinya.
Setelah selesai makan berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman, dan takut bila berat badan bertambah memicu tahap
kedua Bulimia nervosa, pengurasan untuk menghilangkan efek asupan kalori karena telah makan berlebihan. Paling
sering pasien memasukkan jari-jari mereka ke tenggorokan agar tersedak dan muntah. Penyalahgunaan obat-obat
pencahar dan diuretic serta berpuasa dan olahraga berlebihan juga dilakukan untuk mencegah penambahan berat
badan.
Seperti halnya pada Anoreksia, terdapat dua subtipe Bulimia nervosa, yaitu :

1.

1. Tipe Purging : sengaja melakukan perbuatan mengeluarkan makanan atau sisa-sisa makanan, dengan
cara merangsang muntah dan menggunakan obat pencahar.

2.

2. Tipe Non-purging : dengan sengaja melakukan perbuatan berlebihan untuk mengkompensasi makanan
yang berlebihan. Misalnya dengan olahraga mati-matian sampai pingsan, atau puasa sampai sakit
maag/pingsan. Dalam beberapa studi, orang-orang Bulimia dengan tipe nonpurging memliki berat badan lebih besar,
lebih jarang makan berlebihan, dan menunjukkan lebih sedikit psikopatologi dibandingkan dengan orang-orang
Bulimia tipe purging.
Bulimia nervosa biasanya terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Sekitar 90 persen kasus terjadi
pada perempuan, dan prevalensi pada perempuan diperkirakan sekitar 1 hingga 2 persen dari populasi. Banyak
pasien Bulimia nervosa kelebihan berat badan sebelum onset gangguan tersebut, dan makan berlebihan sering kali
dimulai saat menjalani diet. Bulimia nervosa dikaitkan dengan sejumlah diagnosis lain, terutama depresi, gangguan
kepribadian borderline, gangguan anxietas, penyalahgunaan zat, dan gangguan tingkah laku.
Perubahan fisik dalam Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa terkait dengan beberapa efek samping pada fisik. Walaupun lebih sedikit dibandingkan dengan
Anoreksia, yaitu menstruasi tidak teratur, termasuk amenorea. Hal itu dapat terjadi meskipun pasien Bulimia

memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) yang normal. Selain itu, seringnya purging dapat menyebabkan kekurangan
potassium. Penggunaan obat pencahar secara berlebihan menyebabkan diare, yang juga dapat menyebabkan
perubahan elektroloit dan menyebabkan denyut jantung menjadi tidak tertatur. Muntah secara terus-menerus dapat
dihubungkan dengan masalah mestruasi dan rusaknya jaringan lambung dan tenggorokan, serta hilangnya enamel
gigi karena asam lambung dapat merusak gigi. Bulimia nervosa, seperti halnya Anoreksia, merupakan gangguan
serius yang mengandung konsekuensi fisik yang merugikan. Meskipun resiko kematian jauh lebih sedikit pada
Bulimia dibandingkan Anoreksia.
Prognosis
Pemantauan jangka panjang pada para pasien Bulimia nervosa mengungkap bahwa 70 persen memperoleh
kesembuhan, meskipun sekitar 10 persen tetap sepenuhnya somatik. Melakukan intervensi segera setelah diagnosis
ditegakkan berhubungan dengan prognosis yang lebih baik. Para pasien Bulimia nervosa yang lebih sering makan
berlebihan dan muntah, komorbid dengan penyalahgunaan zat, atau memiliki riwayat depresi memiliki prognosis
lebih buruk disbanding pasien tanpa fakto-faktor tersebut.
Etiologi
Perspektif Biologis
Genetik bulimia nervosa dapat terjadi dalam satu keluarga. Pada Bulimia nervosa ditemukan, di mana saudara
kandung dari perempuan yang menderita Bulimia nervosa memiliki kemungkinan sekitar empat kali lebih besar
disbanding rata-rata untuk menderita gangguan tersebut. Studi terhadap saudara kembar terkait gangguan makan
juga menunjukkan pengaruh genetik. Sebagian besar studi mengenai Bulimia dan Anoreksia menunjukkan tingkat
kesesuaian yang lebih tinggi pada kembar.
Gen memiliki pengaruh yang lebih besar pada orang-orang kembar yang menderita gangguan makan dibandingkan
dengan faktor-faktor lingkungan. Penelitian juga menunjukkan bahwa cirri penting gangguan makan, seperti
ketidakpuasan atas bentuk tubuh, keinginan yang kuat untuk menjadi langsing, makan berlebihan dan preokupasi
dengan berat badan dapat diturunkan dalam keluarga. Faktor-faktor genetic yang umum dapat berperan dalam
hubungan antara karakteristik kepribadian tertentu, seperti emosionalitas negatif dan gangguan makan.
Faktor Keluarga
Gangguan makan sering kali berkembang dari adanya konflik dalam keluarga. beberapa terori berfokus pada efek
brutal dari self awareness terhadap orang tua. Mereka mengatakan bahwa beberapa remaja menggunakan penolakan
untuk makan sebagai cara menghukum orang tua mereka karena perasaan kesepian dan keterasingan yang mereka
rasakan di rumah. Sebuah studi membandingkan ibu dari remaja putri dengan gangguan makan dan ibu dari remaja
putri lainnya. Ibu dari remaja putri dengan gangguan makan lebih tidak bahagia terhadap fungsi keluarganya, juga
meilimiki masalah makan dan diet, dan percaya bahwa putrinya harus menurunkan beratbadan, sertamemandang
putrinya sebagai orang yang tidak menarik. Keluarga dari wanita muda dengan gangguan makan cenderung lebih
sering mengalami konflik kurang memiliki kedekatan dan kurang saling memberi dukungan, namun lebih bersikap
kritris. Orang tua terlihat kurang mampu untuk membangkitkan kemandirian dalam diri anak perempuan mereka.
Konflik dengan orang tua mengenai isu otonimi sering kali mengakibatkan munculnya Buimia dan Anoreksia
nervosa. Namun belum pasti apakah keluarga dengan pola seperti ini berkontribusi pada kemunculan awal gangguan
makan atau apakah gangguan makan yang muncul mengganggu kehidupan keluarga. Tanpa memperhatikan faktor
yang memicu munculnya gangguan makan, dukungan sosial bisa menjadi salah satu faktor yang mempertahankan
keberadaan gangguan makan. anak-anak dengan gangguan makan dapat secara cepat menjadi pusat perhatian pada
keluarga mereka, dan menerima perhatian dari orang tua yang mungkin sebelumnya kurang.
Perspektif Sosiokultural
Berbagai standar telah ditetapkan masyarakat mengenai tubuh yang ideal, terutama tubuh perempuan ideal yang
sangat bervariasi. Dahulu standar modern para perempuan bertubuh gemuk, namun pada masa-masa sekarang ini
standar ideal dalam budaya Amerika bergerak ke arah lebih langsing lagi. Contohnya para model majalah mode
dunia yang memiliki tubuh tinggi dan langsing bahkan cenderung kurus dimulai pada tahun 1950 dan 1978. Dan
para peserta kontes kecantikan juga semakin langsing sejak tahun 1980an.
Secara cukup paradoksikal, sementara standar budaya bergerak ke arah tubuh yang kurus selama paruh waktu akhir
abad ke-20, semakin banyak orang yang mengalami kelebihan berat badan. Prevalensi obesitas meningkat dua kali
lipat sejak tahun 1900. Sekarang ini, 20-30 persen penduduk Amerika mengalami kelebihan berat badan, mungkin
karena terlalu banyaknya makanan dan gaya hidup yang tidak aktif, dan menjadi awal tahap kobflik yang semakin
besar antara bentuk tubuh ideal dan realitas berdasarkan budaya.
Para perempuan yang memang benar-benar kelebihan berat badan atau hanya takut menjadi gemuk mungkin juga
merasa tidak puas dengan tubuh mereka. Maka dari itu, berbagai studi menemukan bahwa IMT tinggi dan
ketidakpuasan dengan bentuk tubuh merupakan factor resiko terjadinya gangguan makan. Ketidakpuasan akan
bentuk tubuh tampaknya semakin meningkat dan merupakan predictor kuat perkembangan gangguan makan di

kalangan remaja perempuan. Selain itu, preokupasi, untuk menjadi kurus atau merasa ditekan untuk menjadi kurus
memprediksi meningkatnya ketidakpuasan dengan bentuk tubuh di kalangan remaja perempuan, yang pada akhirnya
memprediksi diet yang lebih sering dan timbulnya berbagai emosi negatif.
Tubuh kurus yang ideal berdasarkan standar sosiokultural kemungkinan merupakan sarana yang membuat orangorang mempelajari rasa takut menjadi gemuk atau bahkan merasa gemuk. Selain menciptakan bentuk tubuh yang
tidak diinginkan, menjadi gemuk memiliki berbagai konotasi negatif, seperti ketidaksuksesan dan kurang memiliki
control diri. Orang lain memandang obese sebagai orang-orang yang kurang cerdas dan dicap sebagai orang yang
kesepian, pemalu, dan haus kasih sayang. Dengan demikian, perempuan mungkin merasa malu dengan tubuh
mereka bila melihat ketidakcocokan antara standar ideal individu sedikit berbeda dari standar ideal diri mereka dan
penilaian budaya (yang diobjektivikasi) tentang perempuan. Hal ini menunjukkan pengobjektivikasian diri sendiri
dan rasa malu tentang bentuk tubuh terkait dengan gangguan makan.
Perspektif Psikologis
Berdasarkan perspektif psikologis, gangguan makan banyak terjadi pada individu usia muda yang menderita
pergolakan batin dan rasa sakit serta menjadi terobsesi dengan permasalahan tubuh, sering kali berpaling pada
makanan untuk merasa nyaman dan tenang. Individu dengan gangguan makan sering kali merasa kesulitan dalam
memahami dan memberikan label terhadap emosi yang mereka rasakan, dan seiring dengan berjalannya waktu,
mereka belajar bahwa makan dapat menjadi jalan dalam menangani perasaan yang tidak nyaman dan emosi yang
tidak jelas.
Dalam memahami perkembangan respons gangguan makan terhadap rasa sakit yang terjadi dalam diri individu,
ppara peneliti memiliki ketertarikan terutama dengan adanya fakta bahwa beberapa perampuan dengan Bulimia
nervosa memiliki riwayat pernah mengalami pelecehan seksual atau kekerasan fisik pada masa kanak-kanak. Para
peneliti yang meneliti hubungan antara pengalaman disakiti pada masa kanak-kanak dan perilaku menyakiti diri
sendiri pada kehidupan yang akan dating mulai memahami adanya kemungkinan hubungan biokimia antara
pelecehan saat masa kanak-kanak dan gangguan makan. Keduanya menunjukkan adanya gangguan pada serotinin,
tetapi pelecehan huga berakibat pada penurunan kortisol, yaitu hormon stres.
Menurut perspektif psikologis, faktor kognitif dapat menjelaskan secara signifikan perilaku gangguan makan.
Menurut teori kognitif, dari waktu ke waktu, individu yang menalami gangguan makan terjebak dalam pola
patologisnya karena adanya kekuatan untuk melawan perubahan yang pada umumnya menjadi ciri khas dari proses
berpikir mereka. Mereka menghindari masalah, bukannya menyelesaikan masalah. Mereka melarikan diri ke dalam
khayalan daripada menilai masalah secara realistis dan mereka cenderung untuk tidak mencari dukungan sosial
meskipun mereka berada dalam permasalahan yang serius. baik untuk anak laki-laki maupun perempuan, pengaruh
negati juga memiliki peran penting dalam memperkuat hubungan antara kepedulian terhadap ukuran tubuh dan
perilaku Bulimia. Pengejaran dalam mencari kenyamanan emosional melalui makan dapat dilihat sebagai ekspresi
keputusan dari perasaan dependensi terhadap orang tua individu yang belum menemukan penyelesaian.
Trait kepribadian dependensi yang muncul bersamaan dengan Obsesi menunjukkan adanya kedekatan hubungan
dengan simtom Bulimia. Sejalan dengan pendekatan teoritis, wanita dengan gangguan makan memiliki perasaan
tidak aman, kelekatan jenis ambivalen bersamaan dengan banyaknya simtom gangguan kecemasan akan perpisahan
dengan masa kanak-kanak. Di antara wanita dengan Bulimia nervosa yang mengalami gangguan kepribadian,
gangguan kepribadian borderline adalah gangguan yang paling umum terjadi. Tampaknya orang dengan gangguan
makan yang berada dalam subkelompok tertentu mengalami kesulitan yang fundamental dalam perkembangan
identitas mereka.
Pandangan Psikodinamika
Teori Psikodinamika sebagian besar berpendapat bahwa penyebab utamanya terdapat dalam hubungan orang tuaanak yang terganggu dan sepekat bahwa beberapa karakteristik kepribadian penting, seperti harga diri yang rendah
dan perfeksionisme, ditemukan pada individu yang memiliki gangguan makan. Berbagai teori psikodinamika juga
menyatakan bahwa simtom-simtom gangguan makan menjadi suatu pemenuhan bagi keberhasilan mempertahankan
diet ketat atau tidak tumbuh secara seksual dengan menjadi sangat kurus sehingga tidak mencapai tubuh seorang
perempuan pada umumnya.
Teori psikodinamika lain, menyatakan bahwa Bulimia nervosa pada perempuan berakar dari kegagalan untuk
mengembangkan kesadaran diri yang kuat karena hubungan ibu-anak yang dipenuhi konflik. Makanan menjadi
symbol kegagalan hubungat tersebut. Makan berlebihan dan pengurasan yang dilakukan si anak mencerminkan
konflik antara kebutuhan akan ibu dan keinginan untuk meolak ibu.
Pandangan Kognitif-Perilaku
Para penderita Bulimia nervosa juga dianggap memiliki kekhawatiran berlebihan dengan penambahan berat bandan
dan penampilan tubuh. Pasien Bulimia nervosa memang menilai diri mereka terutama berdasarkan berat badan dan
bentuk tubuh mereka. Mereka juga memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan karena berat badan serta bentuk

tubuh cukup lebih mudah dikendalikan disbanding aspek diri yang lain, mereka cenderung memfokuskan pasa berat
badan dan bentuk tubuh, dan berharap bahwa usaha mereka dalam bidang ini akan membuat mereka secara umum
merasa lebih baik. Mereka mencoba mengikuti pola makan terbatas yang sangat kaku, dengan aturan ketat mengenai
jumlah asupan makanan, jenis makanan yang dimakan dan kapan harus makan. Aturan ketat tersebut pada akhirnya
dilanggar, dan pelanggaran tersebut meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah makan berlebihan, timbul
perasaan jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga memicu tindakan kompensatori seperti muntah. Meskipun
pengurasan untuk sementara mengurangi kecemasan karena telah makan berlebihan, yang memicu makan
berlebihan dan pengurasan yang semakin sering, suatu siklus yang mempertahankan berat badan yang dikehendaki,
namun mengandung berbagai konsekuensi medis. Ditemukan beberapa kondisi lain yang semakin meningkatkan
banyaknya asupan makanan pada orang-orang yang melakukan pembatasan makanan setelah asupan awal, yang
perlu dicatat adalah beragam mood negatif, seperti kecemasan dan depresi.
Meningkatnya konsumsi makanan pada orang-orang yang membatasi asupan makanannya terutama terjadi ketika
citra diri mereka terancam dan jika mereka memiliki harga diri rendah. Apabila orang-orang yang membatasi asupan
makanannya mendapatkan umpan balik yang salah bahwa mereka memiliki berat badan tinggi, mereka merespons
dengan peningkatan emosi negatif dan peningkatan kinsumsi makanan.
Pasien Bulimia nervosa umumnya makan berlebihan bila menghadapi stres dan mengalami afek negatif. Sehingga
makan berlebihan berfungsi sebagai alat mengendalikan afek negatif. Pasien Bulimia mengatakan meningkatnya
kadar kecemasan mereka ketika mereka makan, naum tidak dapat melakukan pengurasan dan penuturan diri tersebut
telah divalidasi melalui pengukuran fisiologis, seperti konduktans kulit. Secara sama , kadar kecemasan menurun
setelah pengurasan, sekali lagi memperkuat pemikiran bahwa pengurasan diperkuat oleh berkurangnya kecemasan.
Prevalensi

Pengaruh Gender
Banyak fakta menunjukan bahwa gangguan makan lebih umum terjadi pada perempuan disbanding pada laki-laki.
Salah satu alasan utama atas prevalensi gangguan makan yang lebih besar pada perempuan kemungkinan adalah
fakta bahwa standar budaya masyarakat Barat menguatkan keinginan untuk menjadi kurus pada perempuan
disbanding laki-laki. Selain itu, nilai-nilai sosiokultural mendorong objektivikasi tubuh perempuan, sedangkan kaum
laki-laki lebih dihargai berdasarkan berbagai keberhasilan mereka. Resiko gangguan makan pada kelompok
perempuan yang sangat peduli terhadap berat badan, misalnya para penari, model, dan pesenam sangat tinggi.

Berbagai Studi Lintas Budaya


Gangguan makan lebih banyak terjadi dalam masyarakat industry, seperti Amerika, Kanada, Jepang, Australia, dan
Eropa, disbanding dalam masyarakat nonindustri. dalam suatu epidemologis, kasus Bulimia nervosa meningkat
empat kali lipat dari tahun 1950-an hingga tahun 1970-an. Selain itu, seiring dengan masyarakat mengalami
berbagai praktik budaya Barat, kasus gangguan makan tampak mengalami peningkatan. Dari berbagai studi
menunjukan bahwa bila perempuan yang berasal dari masyarakat dengan tingkat prevalensi gangguan makan yang
rendah berubah menjadi masyarakat dengan tingkat prevalensi tinggi, maka prevalensi mengalami kenaikan.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh penekanan yang lebih besar pada tubuh yang langsing dan citra tubuh di
mayarakat Barat. Namun, dibeberapa budaya yang berbeda seperti Afrika, berat badan yang lebih besar pada
perempuan sangat dihargai dan dianggap sebagai lambing kesuburan dan kesehatan. Perbedaan besar dalam
prevalensi gangguan makan di antara berbagai budaya memberikan suatu gambaran tentang pentingnya budaya
dalam menetapkan pandangan realistik versus pandangan yang secara potensial menyimpang tentang bentuk tubuh.
Dengan demikian, variasi antarberbagai budaya dalam prevalensi gangguan makan tetap merupakan suatu pendapat
yang kontra.
Prevensi
Komplikasi medis dalam Bulimia nervosa maupun Anoreksia nervosa seperti ketidakseimbangan elektrolit, juga
memerlukan penanganan, jadi pada Bulimia dan Anoreksia diberikan penanganan biologis dan psikologis.

Penanganan Biologis

Karena Bulimia nervosa sering kali komorbid dengan depresi, ganguan ini ditangani dengan berbagai antidepresan.
Minat difokuskan pada fluoksetin. Perempuan dengan Bulimia ditangani sebagai pasien rawat jalan selama delapan
minggu. Fluoksetin ternyata lebih memberikan hasil dibandingkan placebo untuk mengurangi makan berlebihan dan
muntah, juga mengurangi depresi dan sikap yang menyimpang terhadap makanan dan makan. Dalam sebagian besar
studi termasuk studi double-blind dengan kelompok control placebo, mengkonfirmasi kemampuan berbagai macam
antidepresan untuk mengurangi pengurasan dan makan berlebihan, bahkan di kalangan pasien yang tidak mengalami
perbaikan dlaam penanganan psikologis yang diberikan sebelumnya.
Dalam studi multisentral tentang fluoksetin, hampir sepertiga pasien berhenti sebelum akhir masa penanganan yang
berlangsung selama delapan minggu, teruatama disebabkan efek samping obat-obatan yang diberikan. Bandingkan
dengan angka kurang dari lima persen pasien yang berhenti dari terapi kognitif-behavioral. Terlebih lagi, sebagian
besar pasien kambuh ketika pemberian berbagai jenis obat antidepresan dihentikan, seperti yang terjadi dengan
sebagian besar obat-obatan psikoaktif. Terdapat beberapa kecenderungan untuk kambuh tersebut berkurang bila
antidepresan diberikan dalam konteks terapi kognitif-behavioral.

Penanganan Psikologis Bulimia Nervosa


Psikoterapi Kognitif-Behavioral Therapy (CBT) harus dianggap sebagai, patokan lini pertama pengobatan untuk
bulimia nervosa. Data pendukung efektivitas CBT didasarkan pada kepatuhan yang ketat dan harus betul-betul
dilaksanakan dengan sangat rinci, petunjuk-dipandu perawatan yang mencakup sekitar 18 sampai 20 sesi selama 5
sampai 6 bulan. CBTmenerapkan sejumlah prosedur kognitif dan perilaku untuk (1) mengganggu siklus
mempertahankan diri perilaku makan berlebihan dan diet dan (2) mengubah kognisidisi fungsional individu, yaitu
keyakinan tentang makanan, berat badan, citra tubuh, dan keseluruhan konsep diri.
Dynamic Psikoterapi (Pengobatan psikodinamik) pasien dengan bulimia nervosa telah mengungkapkan
kecenderungan untuk mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjective dan proyektif.Dengan cara yang analog
dengan membelah, pasien membagi makanan ke dalam dua kategori: item yang bergizi dan mereka yang tidak sehat.
Makanan yang ditunjuk bergizi dapat dicerna dan dipertahankan karena secara tidak sadar melambangkan introjects
baik. Tapi junk food secara tidak sadar berhubungan dengan introjects buruk dan oleh karena itu, dikeluarkan
melalui muntah, dengan sadar bahwa semua fantasi merusak, kebencian, dan kejahatan sedang dievakuasi. Pasien
sementara dapat merasa nyaman setelah muntah karena evakuasi fantasi, tapi perasaan yang terkait menjadi baik
adalah singkat karena didasarkan pada kombinasi tidak stabil. Tabel 23,2-2 DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik
Gangguan Makan Not Otherwise Specified Gangguan makan tidak ditentukan kategori untuk gangguan makan yang
tidak memenuhi kriteria untuk gangguan makan tertentu. Contoh termasuk:

1.

1. Untuk perempuan, semua kriteria untuk anoreksia nervosa terpenuhi kecuali bahwaindividu memiliki
siklus haid yang normal.

2.

2. Semua kriteria untuk anoreksia nervosa terpenuhi kecuali bahwa, meskipun penurunan berat badan yang
signifikan, berat saat individu berada dalam rentang normal.

3.

3. Semua kriteria untuk bulimia nervosa terpenuhi kecuali bahwa pesta makan dan mekanisme kompensasi
yang tidak tepat terjadi pada frekuensi kurang dari dua kali seminggu atau untuk durasi kurang dari 3 bulan.

4.

4. Penggunaan secara teratur perilaku kompensasi yang tidak tepat oleh individu berat badan normal setelah
makan sejumlah kecil makanan (misalnya, self-induced muntah setelah mengkonsumsi dua kue).

5.

5. Berulang kali mengunyah dan meludah keluar, namun tidak menelan sejumlah besar makanan.

6.

6. Pesta-gangguan makan: episode berulang pesta makan dengan tidak adanya penggunaan rutin perilaku
kompensasi yang tidak tepat karakteristik bulimia nervosa.

Prevensi primer

Ditujukan pada populasi yang berisiko tinggi seperti murid SMP perempuan untuk mencegah timbulnya gangguan
makan pada mereka yang asimtomatik. Sejumlah program pendidikan dapat dicoba berdasarkan asumsi bahwa
pengetahuan dapat mengubah sikap dan perilaku, program tersebut ditekankan pada pemahaman tentang citra diri.

Prevensi sekunder
Bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat
pelayanan kesehatan primer. Dengan intervensi dini morbiditas dapat diturunkan.
Pada perspektif sosiokultural, intervensi yang melibatkan komponen keluarga digunakan pada klien remaja dengan
gangguan makan dan berada dalam kondisi tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa jenis terspis
menemukan jika kelompok terapi multikeluarga berfungsi secara efektif terutama dalam menangani gangguan
makan. pada terapi jenis tersebut, beberapa keluarga berpartisipasi dalam sesi kelompok secara simultan. Salah satu
faktor positif dari intervensi tersebut adalah penurunan perasaan yang menyebabkan stigma dan isolasi yang muncul
saat salah satu anggota keluarga menderita gangguan makan.
Kesimpulannya, gangguan makan adalah suatu kondisi yang di dalamnya terdapat interaksi kompleks antara faktor
biologis, psikologis, dan sosiokultural. tidak seperti beberapa gangguan lainnya hanya satu faktor saja yang menjadi
dasar terjadinya gangguan, gangguan makan tampaknya muncul sebagai akibat dari konflik interpersoanal dan
intrapersonal. Pengaruh interpersonal, khususnya berasal dari sistem keluarga dan hubungan dengan teman sebaya,
membangkitkan perhatian yang berlebihan terhadap citra tubuh dan daya tarik.
Distrorsi persepsi diri dan gangguan pola pikir menambah permasalahan yang sudah ada, dan sejalan dengan waktu,
perubahan tubuh menjadi gambaran keseluruhan masalah. Intervensi pendekatan biopsikososial menghubungkan
teknik dari ketiga perspektif.
Pada perspektif biologis treatmen mungkin dapat melibatkan penggunaan obat-obatan, tetapi cara tersebut tidak
harus selalu digunakan. Komponen medis yang paling penting adalah yang memfokuskan pada fungsi tubuh dan
perilaku makan yang sehat. Teknik psikologis yang paling efektif adalah yang sasarannya pada pola pikir dan
persepsi yang terdistorsi. Komponen sosiokultural dapat melibatkan keluarga atau terapi kelompok. Intervensi yang
kuat terutama pada tahap awal gangguan makan dapat mengubah arah gangguan yang secara potensial dapat
merusak.
Contoh Kasus
Demi Lovato adalah seorang aktris dan penyanyi muda berkebangsaan Amerika Serikat yang juga
berdarah Mexico dan Italia dari orang tuanya. Dia bermain di beberapa film disney seperti Camp Rock dan Sonny
With A Chance. Dia mulai berkarier di dunia hiburan sejak tahun 2002 lewat perannya sebagai Angela di Barney &
Friends.
Demi Lovato is not happy at all. Pada tahun 2010, Demi menghentikan konser internasionalnya bersama Jonas
Brothers dan juga berhenti dari perannya sebagai pemeran utama dalam Sonny with a Chance di Disney Chanel
series yang sangat populer dikalangan remaja. Pada saat itu, para pengamat Hollywood dibuat bingung setengah
mati oleh artis cantik ini, karena di tengah popularitasnya yang sedang menanjak, Demi malah mengambil langkah
yang dapat menghancurkan kariernya. Alasan mengapa Demi melakukan langkah kontroversial itu adalah karena
Demi mengalami apa yang disebutnya sebagai physical and emotional issue yang belakangan diketahui berupa
depresi dan bulimia. Karena itu, ia mencoba untuk menyembuhkan diri dengan tinggal di tempat rehabilitasi selama
tiga bulan.
Semua berawal dari kelas 7th Grade, setara dengan kelas 2 SMP di Indonesia, Demi Lovato di-bully oleh temanteman sekolahnya. Ia yang saat itu masih kanak-kanak dan innocentdiledek sebagai: Cewe Gemuk oleh tidak
hanya satu, tapi banyak teman yang menyebutnya demikian. Memang itu hanya dua kata yang sederhana, tapi siapa
sangka dua kata tersebut terekam kuat di otak Demi, bahkan mempengaruhi hidupnya sampai sekarang. Sejak usia
12 tahun, Demi membenci tubuhnya. Ia menjadi seorang penderita eating disorder yang semakin lama semakin
berkembang menjadi bulimia. Bagi yang belum tahu, Bulimia adalah gangguan pola makan yang serius, dimana
seseorang makan makanan dengan jumlah yang banyak dalam waktu singkat dan kemudian dia membersihkan diri
dari makanan tersebut dengan cara memuntahkan kembali makanan tersebut atau dengan menelan obat pencahar.
Hal ini diakibatkan oleh keinginan kuatnya untuk menjadi kurus.
Dengan menjadi artis, tidak membuat hidup Demi lebih baik, bahkan sebaliknya. Ia semakin kehilangan
kepercayaan diri dan malu akan tubuh yang menurutnya gemuk tersebut. Pola pikir ini membuat Demi
mengadakan konser dalam keadaan lapar, kehilangan suara karena muntah, dan dalam keadaan paling buruk, ia
muntah lima kali dalam sehari. it was just blood in the toilet ujar Demi. Demi pun merasa risih

dengan papparazi yang selalu ada di sekitarnya. Bahkan Demi merasa depresi apabila papparazi tersebut mengambil
fotonya dengan angel yang buruk, sehingga ia kelihatan lebih gemuk. Depresi ini mengantarkan Demi untuk mulai
berkenalan dengan alkohol dan mulai menyayat-nyayat tangannya dengan benda tajam. Menurut Demi, ini adalah
cara untuk keluar dari kecemasan dan depresi yang dialaminya. It was a way of expressing my own shame, of
myself, on my own body kata Demi.
Walaupun ia telah menjadi artis, dipuja akan kecantikannya, bahkan jutaan wanita ingin menjadi seperti dirinya,
namun tetap saja pengalaman di-bully oleh teman-teman sekolah menghantui hidupnya.
berusaha keras untuk sembuh dari bulimia dan depresi yang dialaminya.

Contoh Kasus Gangguan Somatoform


Contoh kasus
Budi Santoso Spegawai swasta berusia 30 tahun ini sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang
sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan
mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin.
Budi juga sering merasa dadanya sesak bila bernapas. Dia bercerita bahwa ia pernah berobat di bagian penyakit
dalam dan telah dilakukan beberapa tes, namun dinyatakan hasilnya semua dalam batas normal.
Pria itu tentunya tidak percaya hal tersebut, karena sebenarnya dia merasa ada yang salah memang dengan dirinya.
Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Budi disarankan untuk datang ke bagian psikiatri/jiwa karena mungkin ada
problem psikis yang melatari keluhannya.
Dia pun sempat kesal karena saran itu, dia berkata Memangnya saya gila Dok?!. Hal itu dikarenakan dia

merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Iwan memang cenderung lebih menyimpannya sendiri
dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun.
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri,
mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik
adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform
mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan,
dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan
buatan.
B. Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.
Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa ia menderita
penyakit tertentu.
Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan bahwa suatu
bagian tubuh mengalami cacat.
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara
bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform:
Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada
selama enam bulan atau lebih.
1. Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
a. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun
dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
b. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama
perjalanan gangguan:
Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama miksi)
Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual,
kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya
indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan,
muntah sepanjang kehamilan).
Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi
neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis
atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya
kesadaran selain pingsan).
c. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah
kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah
melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
d. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).
2. Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
a. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada
kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala
atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpurapura).
d. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis
umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
f. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
3. Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
a. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada
interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.
b. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan
tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
f. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
4. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
a. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang
tersebut adalah berlebihan dengan nyat.
b. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
c. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk
dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
5. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
a. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan
perhatian klinis.
b. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
c. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya
nyeri.
d. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpurapura).
e. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak
memenuhi kriteria dispareunia.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B. Salah satu (1)atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang
diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.


E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform,
disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)
C. Kerangka Teori
Gangguan somatoform dibagi menjadi beberapa sub, namun yang paling sering dijumpai di klinik adalah yang
dinamakan gangguan somatisasi dan gangguan hipokondrik.
Gangguan Somatisasi, Ganguan ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacammacam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama dan biasanya
keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat.
Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter (doctor shopping). Beberapa pasien bahkan ada yang
sampai dilakukan operasi, namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem
organ gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa
gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung,
persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi
seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria.
Biasanya bermula sebelum usia 30-an dan telah berlangsung beberapa tahun. Pasien biasanya tidak mau menerima
pendapat dokter bahwa mungkin ada dasar psikologis yang mendasari gejalanya. (Andri Suryadi, 2007)
1. Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika, simtom histerikal memiliki fungsi : Memberikan orang tersebut keuntungan primer
dan keuntungan sekunder. Keuntungan primer, yang didapat adalah memungkinkan individu untuk mempertahankan
konflik internal direpresi. Orang tersebut sadar akan simtom fisik yang muncul namun bukan konflik yang
diwakilinya. Dalam kasus-kasus seperti itu, simtom merupakan symbol dari, dan memberikan orang tersebut
pemecahan sebagian untuk konflik yang mendasarinya.
2. Teori Belajar
Dalam pandangan teori belajar, simtom dari gangguan hipokondrias dan gangguan dismorfik tubuh dihubungkan
dengan gangguan obsesif kompulsif (Barsky dkk., 1992; Cororve&Gleaves, 2001). Pada hipokandrias, orang
terganggu oleh pikiran-pikiran yang obsesif dan menimbulkan kecemasan mengenai kesehatan mereka. Pergi dari
satu dokter ke dokter lain dapat merupakan suatu bentuk dari perilaku kompulsif yang diperkuat oleh hilangnya
kecemasan yang dialami secara temporer saat mereka diyakinkan kembali oleh dokternya bahwa kekuatan mereka
tidak terbukti. Namun pikiran-pikiran yang menggangu kembali muncul, mendorong mereka melakukan konsultasi
ayng berulang.
3. Teori Kognitif
Teori kognitif berspekulasi bahwa hipokondrias dapat mewakili sebuah tipe dari strategi self-handicapping, suatu
cara menyalahkan kinerja yang rendah pada kesehatan yang buruk (Smith, Synder & Perkins, 1983).
Teori ini juga berspekulasi bahwa hipokondriasis dan gangguan panic yang sering kali terjadi secara bersamaan,
dapat memiliki penyebab yang sama, cara berpikir yang terdiostorsi yang membuat orang tersebut salah mengartikan
perubahan kecil dalam sensasi tubuh sebagai tanda dari bencana yang akan terjadi (Salkovskis7 Clark, 1993).
Perbedaan antara kedua gangguan itu terletak pada apakah interpretasi yang salah dari tanda-tanda tubuh membawa
sebuah persepsi tentang ancaman yang akan segera terwujud dan lalu menyebabkan terjadinya kecemasan yang
berputar cepat ataukah tentang ancaman dengan kisaran yang lebih panjang dalam bentruk proses penyakit yang
mendasarinya.
D. ANALISIS
Berdasarkan hasil analisis bahwa subjek sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering
berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta
sering merasa seperti keluar keringat dingin, hal ini menurut Andri Suryadi (2007), bahwa Pasien biasanya telah
sering pergi ke berbagai macam dokter (doctor shopping). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan

operasi, namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ
gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal,
terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung,
persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi
seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria.
REFERENSI
Ahead. 2008. Gangguan Jiwa : Siapa yang Waras. http://sedanghidup.blogspot.com/
Andri Suryadi. 2007. Gangguan psikomatik, problem psikis yang gerogoti fisik. http://www.maitreya.or.id/forums
Arya Verdi. 2008. Gangguan Identitas Gender. http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2008/06/vj33vi2008gangguan-identitas-gender.html
dr. Engelberta Pardamean, SpKJ, 2007. Gangguan Somatoform. Symposium sehari kesehatan jiwa dalam rangka
menyambut hari kesehatan jiwa sedunia. Ikatan Dokter Indonesia
Jeffrey S. Dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid I. Jakarta. Erlangga

Menurut DSM-IV-TR, gangguan identitas disosiatif (DID) sebelumnya disebut kepribadian ganda, gangguan (GKG)
adalah gangguan disosiatif yang dramatis dimana pasien memanifestasikan dua atau lebih identitas berbeda yang
dalam beberapa cara alternative dalam mengendalikan perilaku.Adajuga ketidakmampuan untuk mengingat
informasi yang penting yang tidak dapat dijelaskan. Setiap identitas tampak memiliki sejarah pribadi yang berbeda,
citra diri dan nama meskipun ada beerapa identitas yang hanya parsial yang berbeda dan independent dari identitas
lainnya.
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan identitas disosiatif (DID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki
sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah dan berbeda dalam keberadaan, perasaan, dan
tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu
yang berbeda. Kadangkala terdapat satu kepribadian primer, dan penanganan biasanya diperuntukkan bagi
kepribadian primer. Umumnya terdapat dua hingga empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun
selama berlangsungnya terapi seringkali muncul beberapa kepribadian baru. Kesenjangan memori juga umum terjadi
dan biasanya karena sekurang-kurangnya satu kepribadian tidak memiliki kontak dengan yang lain; yaitu,
kepribadian A tidak memiliki memori mengenai seperti apa kepribadian B atau bahkan tidak mengetahui sedikitpun
bahwa ia memiliki kepribadian lain yang berbeda.
DID biasanya berawal pada masa kanak-kanak, namun jarang didiagnosis hingga usia dewasa. Gangguan ini lebih
luas dibanding gangguan disosiatif lain, dan penyembuhannya kurang menyeluruh. Gangguan ini jauh lebih sering
terjadi pada perempuan disbanding laki-laki.
DID umumnya disertai sakit kepala, penyalahgunaan zat, fobia, halusinasi, upaya bunuh diri, disfungsi seksual,

perilaku melukai diri sendiri, dan juga simtom-simtom disosiatif lain seperti amnesia dan depersonlisasi (Scrappo
dkk, 1998).
Kriteria DSM-IV-TR untuk DID, diantaranya :
1) Harus ada dua atau lebih identitas atau kesadaran yang berbeda di dalam diri orang tersebut.
2) Kepribadian-kepribadian ini secara berulang mengambil alih perilaku orang tersebut (Switching).
3) Adaketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan dengan dirinya yang terlalu luar biasa
untuk dianggap hanya sebagai lupa biasa.
4) Gangguan-gangguan yang terjadi ini tidak terjadi karena efek psikologis dari substansi seperti alkohol atau obatobatan atau karena kondisi medis seperti demam.
Kluft (1984b) Empat faktor untuk pengembangan kepribadian ganda yang terintegrasi, antaranya:

1.

1. Kapasitas internal untuk memisahkan dari lingkungan seseorang. Kapasitas ini dapat berasal dari
genetik.

2.

2. Terjadinya trauma yang luar biasa, seperti pelecehan fisik atau seksual yang dilakukan oleh orang tua
yang mendorong penggunaan disosiasi sebagai mekanisme pertahanan.

3.

3. Pengembangan kepribadian seperti fenomena yang mencegah kepribadian dari diri yang kohesif.

4.

4. Kegagalan orang lain untuk melindungi anak dari trauma lebih lanjut atau untuk memberikan
pengasuhan yang dapat membantu anak bertahan dari trauma dan berkembang secara normal.

5.

B. P ERSPEKTIF

1.

1. Teori sociocognitif
Menyatakan bahwa DID berkembang ketika orang yang sangat dibisikkan belajar untuk mengadopsi dan
memberlakukan peran identitas ganda, terutama karena dokter tidak sengaja menyarankan, mengesahkan, dan
memperkuat mereka karena identitas yang berbeda diarahkan untuk individu itu sendiri. Perspektif sociocognitive
berpendapat bahwa hal ini tidak dilakukan dengan sengaja atau secara sadar oleh individu yang menderita,
melainkan terjadi secara spontan dengan kesadaran sedikit atau tidak ada (Lilienfeld et al, 1999).
Teori Sociocognitive juga konsisten dengan bukti bahwa sebagian besar pasien DID tidak menunjukkan tanda-tanda
jelas dari gangguan sebelum mereka memasuki terapi dan dengan bukti bahwa jumlah mengubah identitas sering
meningkat (kadang-kadang secara dramatis) dengan waktu dalam terapi (Piper & Merskey, 2004b).

1.

2. Sociocultural
DID, dipengaruhi oleh sejauh mana fenomena tersebut diterima atau ditoleransi baik sebagai normalatau sebagai
gangguan mental sah oleh konteks budaya sekitarnya.
Memang dalam masyarakat kita sendiri, penerimaan dan toleransi DID sebagai gangguan yang sah telah sangat
bervariasi dari waktu ke waktu. Namun demikian, meskipun prevalensi bervariasi, DID sekarang telah diidentifikasi
pada semua kelompok ras, kelas sosial ekonomi, dan budaya di mana telah dipelajari. Sebagai contoh,di luar
Amerika Utara telah ditemukan di negara-negara mulai dari Nigeria dan Ethiopia ke Turki, India, Australia, dan
Karibia, untuk beberapa nama (Maldonado et al., 2002). Banyak fenomena yang terkait sering terjadi dalam

berbagai bagian dunia dimana sanksi budaya lokal masuk dan kepemilikan Negara yang tidak dianggap patologis
dan tidak dapat dianggap sebagai gangguan mental mungkin didiagnosis dengan gangguan disosiatif trans ( kategori
diagnostic sementara dalam DSM-IV-TR).

1.

3. Teori Behavioral
Pada teori ini menganggap bahwa disosiasi sebagai respon menghindar yang melindungi seseorang dari berbagai
kejadian yang penuh stress dan ingatan akan kejadian tersebut. Karena orang yang bersangkutan tidak secara sadar
mengonfrontasi kenangan menyakitkan tersebut, rasa takut yang diakibatkannya tidak dapat hilang.

1.

4. Teori Psikoanalisis
Teori ini beranggapan bahwa berbagai kenangan traumatis dilupakan atau disosiasikan karena sifatnya yang
menyakitkan adalah bahwa penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa tingkat stress yang tinggi
umumnya memperkuat memori dan bukan melemahkannya (Shobe & Kihlstom, 1997). Ini merupakan suatu hal
yang dapat ditemukan pada gangguan stress pasca trauma, dimana seseorang terkadang dikuasai oleh berbagai citra
yang mengganggu dan berulang tentang kejadian traumatik di masa lalu.

1.

C. PREVENSI PRIMER

1.

1. Pendekatan psikodinamik
Tradisional psikoanalisis bertujuan membantu orang dengan gangguan identitas disosiatif mengungkap dan belajar
untuk mengatasi trauma anak usia dini. Wilbur (1986) menawarkan beberapa variasi pada tema dalam diskusinya
pengobatan psikoanalitik orang dengan kepribadian ganda. Pertama, Wilbur menunjukkan bahwa analis dapat
bekerja dengan apa pun kepribadian adalah naiknya selama sesi terapi. Setiap dan semua kepribadian dapat diminta
untuk berbicara tentang kenangan dan impian mereka sebaik yang mereka bisa. Setiap dan semua kepribadian dapat
yakin terapis akan membantu mereka memahami kecemasan mereka dan aman pengalaman "menghidupkan
kembali" traumatik sehingga mereka dapat dibuat sadar dan mereka dapat membebaskan energi psikisterperangkap
oleh mereka. Wilbur memerintahkan terapis untuk diingat bahwa kecemasan yang dialami selama sesi terapi dapat
menyebabkan saklardalam kepribadian karena kepribadian alternatif yang mungkin dikembangkan sebagai sarana
untuk mengatasi kecemasanintens. Namun akhirnya, pengalaman awal yang cukup dapat dibawa ke cahaya sehingga
reintegrasi kepribadian menjadi mungkin.

1.

2. Pendekatan biologi
Tidak ada obat telah dikembangkan untuk mengintegrasikan kepribadian mengubah. Namun, orang dengan
kepribadian gandasering menderita kecemasan depresi, dan masalah lain yangdapat diobati dengan obat seperti
antidepresan dan agen anti ansietas. Obat sepuluh, untuk menjadi yang paling mudahdiresepkan ketika kepribadian
yang berbeda "setuju" dalam masalah mereka hadir-apakah anxiet, depresi, atau masalah lain(Barkin, Braun, &
Klufi 1986).
Beberapa bukti menunjukkan ada selective serotonin-reuptake inhibitor seperti Prozac untuk memiliki beberapa

manfaatsederhana dalam mengobati gangguan depersonalisasi (Simeonet al., 1997). Namun, penelitian lebih lanjut
diperlukan untukmenyelidiki pendekatan biologis yang dapat membantu doktermendorong integrasi dari berbagai
kepribadian.

1.

3. Pendekatan perilaku
Teknik perilaku telah diterapkan untuk pengobatan orang dengan kepribadian ganda. Sini juga, kita yang terbatas
pada studi kasus terisolasi Kohlenberg (1973), misalnya melaporkan sebuah kasus dimana reinforcers tanda (chip
poker yang dapat ditukar dengan hadiah yang nyata) digunakan untuk meningkatkan frekuensi respon yang terbaik
disesuaikan tiga kepribadian alternatif pada orang 51 tahun dilembagakan. Setiap kali kepribadian yang disukai
dipancarkan jawaban,subjek memperoleh token dan tepukan di tangan. Selama percobaan diperkuat, kepribadian
pilihan "muncul" secara signifikan lebih sering.
Selama percobaan kepunahan, namunketika penguatan dirahasiakan, kepribadian disukai turun ke tingkat respon di
bawah dasar asli, dan kepribadian alternatifmenghabiskan lebih banyak waktu di tempat terbuka. Kohlenberg
menyimpulkan bahwa kepribadian ganda adalah pola respons yang dipelajari yang kinerjanya terhubung
dengankontinjensi penguatan. Dalam kasus kepribadian ganda, seperti dicatat oleh Spanos dan rekan-rekannya
(1985), penguatan dapat mengambil bentuk perhatian ekstra dari terapis yang menganggap kasus kepribadian ganda
menjadi glamor dan eksotis. Ada bukti terlalu sedikit untuk menyimpulkan bahwa orang dengan kepribadian ganda
pada umumnya akan merespon penguatan selektif dari kepribadian yang paling adaptif. Bentuk Theraphy juga
menimbulkan masalah etis tentang apakah atau tidak terapis memiliki hak untuk menentukan kepribadian harus
selektif diperkuat.

1.

D. CONTOH KASUS
Sybil adalah seorang gadis (berusia 37 tahun-an) yang mengalami perpecahan kepribadian sejak kecil. Setelah
seringkali mengalami black out / benar2 lupa atas kejadian yang telah dialami, Sybil pun berobat ke psikiater, Dr
Wilbur. Dari sanalah diketahui bahwa didalam tubuh Sybil terdapat 16 orang yang lain yang sering mengambil
alih tubuh Sybil sehingga Sybil mengalami black out. Mereka adalah: Clara, Helen, Marcia, Marjorie, Mary, Mike
(laki-laki), Nancy Lou Ann Baldwin, Peggy Ann Baldwin, Peggy Lou Baldwin, Ruthie, Sid (laki-laki), Sybil Ann,
Sybil Isabel Dorsett, Vanessa Gaile, Victoria Antoniette Shcarleu (Vicky) dan pribadi terakhir yang tak diketahui
namanya.
Semua pribadiyang sama sekali tidak diketahui sybil, seolah-olah merupakan orang lain yang memakai raga sybil
dan mereka mengenal sybil dengan baik. Personal-personal itu juga memiliki usia yang berbeda-beda, hobi
berbeda, Bahkan tingkat keyakinan terhadap agama yang berbeda. Pada saat diskusi dengan Dr. Wilbur, personalpersonal itu sering muncul dan menyebabkan sybil bertanya kepada dokter, apa yang telah saya lakukan?.
Personal-personal itu, dalam dialog dengan Dr Wilbur juga sering merasa kasihan kepada Sybil , yang tidak bisa
marah, ceria dan bahkan menangis saat ia seharusnya melakukan sehingga mereka sesekali merasa perlu muncul ke
permukaan menggantikan peran Sybil. Masing-masing personal itu benar-benar menggantikan peran sybil, sampai
kepada hafalan perkalian, kemampuan menyanyi,seni menggambar dlsb sehingga membuat orang2 disekitarnya
merasa heran kenapa Sybil yang kemarin begitu hafal perkalian, ceria, tenang dan cerdas dan tanpa sebab mendadak
melupakan semuanya dan menjadi seorang pemurung atau seseorang yang pemarah atau bahkan kekanak-kanakan .
Setelah Sybil ,yang kehadirannya diwakili oleh personal yang lain, menjalani psikoanalisa oleh Dr Wilbur,
ditemukanlah trigger-trigger mengapa kepribadiannya pecah. Sybil mendapat siksaan yang luar biasa dari sang ibu ,
yang mengidap schizoprenia, sejak kecil tanpa pencegahan dari sang ayah sedikitpun. Hal itu, secara tidak langsung
membuat sybil tidak mampu mengungkapkan kemarahan, kesedihan dan emosinya. Selain itu, nilai2 yang dianut
secara ketat oleh orangtua sybil, namun kadang dinafikkan secara vulgar dihadapan sybil juga menjadi salah satu
pemicu munculnya personal-personal lain dalam dirinya, personal-personal yang tidak terima akan penerimaan sybil
terhadap lingkungan yang menekan dan mengabaikan dirinya.
Akhirnya setelah 11 tahun melakukan psikoanalisa, Dr. Wilbur berusaha menyamakan usia seluruh personal melalui
hipnotis dan berusaha meyakinkan sybil untuk memenuhi keinginan-keinginan masing2 personal. Seperti kenyataan
bahwa sybil sangat membenci ibunya yang telah menyiksanya, yang dinafikkan oleh Sybil karena norma
mengatakan bahwa seorang anak tidak boleh membenci ibunya. Dan Sybil yang sebelumnya tidak bisa marah, tidak

bisa menangis pun akhirnya bisa mengungkapkan emosi-emosinya. Hal ini pun berhasil membuat personal-personal
lain untuk menerima kondisi sybil, seperti Vicky yang sebelumnya selalu berharap ibunya akan datang
menjemputnya dari Paris, akhirnya mengakui bahwa Hattie Dorsett / Ibu Sybil adalah ibunya juga. Perlahan-lahan,
trauma-trauma lain dibuka dan pada akhirnya Sybil pun berhasil mengungkapkan emosinya dan berhasil menolak
penekanan-penekanan terhadap dirinya. Dan seiring waktu berlalu, semakin banyak personal yang menyatukan diri
sebagai Sybil sehingga Sybil pun menjadi Sybil yang satu.
SUMBER :
Butcher,James N;mineka,Susan;Hooley,Jill M.2008.Abnormal Psychology core concepts.Pearson education Inc.
New York.
Nevid, Jeffrey S;Rathus Spencer A;Greene, Beverly.2000.Abnormal Psychology.4th edition.Prentice Hall. New
Jersey.
Davison, Gerald C;Neale,John M;Kring,Ann M.Abnormal Psychology.9th edition

1. GADIS KEMBAR IDENTIK YANG MENGIDAP ANOREKSIA

Konon katanya, dua orang kembar identik memiliki ikatan emosional yang
besar satu sama lainnya. Kedua gadis kembar identik ini saking dekatnya, bahkan sama-sama pula mengidap
Anoreksia. Kedua gadis ini sama-sama berumur 20 tahun, dan mereka berjuang untuk tetap hidup dengan kondisi
badannya yang bagai tulang terbungkus kulit saja. Anoreksia yang mereka derita membuat kedua gadis belia ini
setidaknya kehilangan 30 tahun dari penampilannya. Mereka terlihat seperti wanita lanjut usia. Orang tua mereka,
Christy (58) dan Clare (56) juga bekerja keras membantu kedua gadis kembar identik ini melawan penyakit
Anoreksia mereka. Sebagian besar masa muda mereka telah dihabiskan di klinik pemulihan, hingga mereka
terkadang harus tinggal berbulan-bulan dalam klinik tersebut.

2. JEREMY GILLITZER: MODEL YANG MENINGGAL KARENA ANOREKSIA

Ada masa ketika Jeremy Gillitzer adalah seorang model dengan


tubuh yang ideal dan wajah yang tampan. Tapi tidak banyak yang tau bahwa ia telah menghabiskan sebagian besar
karirnya melawan Bulimia dan Anoreksia yang ia idap. Diet ketat yang ia lakukan kemudian membuatnya sangat
kelaparan, yang kemudian merangsangnya untuk muntah setiap kali ia makan. Ditambah lagi dengan pola
olahraganya yang berlebihan dan tidak seimbang dengan nutrisi yang dikonsumsinya (yang hampir nihil setiap
harinya). Berat badan Jeremy Gillitzer kemudian turun drastis dari waktu ke waktu. Ia akhirnya meninggal di
usianya yang baru 38 tahun dengan jasad yang hanya seberat 29 kilogram. Kasus Jeremy Gillitzer dikenal sebagai
salah satu kasus Anoreksia yang paling mengenaskan.

3. REBECCA JONES: IBU YANG MENGENAKAN BAJU PUTRINYA

Ibu rumah tangga yang satu ini tidak pernah tau bahwa dibalik kebanggannya
sebagai Ibu rumah tangga yang dapat menjaga berat badannya (secara ekstrim), ada resiko kesehatan yang fatal.
Rebecca Jones yang berumur 26 tahun mengaku dengan bangga bisa mengenakan baju-baju putrinya yang masih
berumur 7 tahun. Tentu saja putrinya ini memiliki berat badan yang lebih ketimbang dirinya sendiri. Rebecca telah
melakukan diet ekstrimnya selama 4 tahun terakhir. Selama itu, ia hanya bertahan dengan mengkonsumsi minuman
energi, sup dan roti bakar, itupun dengan jumlah yang sangat sedikit setiap harinya. Pola makan seperti ini membuat
tubuhnya sudah beradaptasi dengan kondisi kelaparan berat yang biasanya sudah cukup untuk menumbangkan
seorang pria. Tapi sekitar setahun yang lalu ia terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Pihak medis menemukan
tubuh Rebecca dalam keadaan yang tidak normal, dengan kadar kalium yang terlalu rendah dan denyut nadi yang
terlalu tinggi.

4. LAUREN BAILEY: OLAHRAGA 12 JAM SETIAP HARI

Tampil dengan tubuh ideal itu penting untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Namun Lauren Bailey punya definisi yang agak miring soal tubuh yang ideal. Lauren Bailey berjalan setiap
harinya selama 12 jam demi menurunkan berat badannya dan mendapatkan tubuh ideal yang ia inginkan. Walhasil,

berat badan Lauren turun hingga 22 kilogram, sebelum akhirnya ia dirawat intensif di rumah sakit selama 18 bulan
untuk menyelamatkannya dari kematian dari Anoreksia yang ia derita.

5. HAYLEY WILDE, MELAWAN ANOREKSIA DEMI MELAHIRKAN

Hayley Wilde adalah pengidap Anoreksia yang usianya sempat


divonis oleh pihak medis. Dokter menyimpulkan bahwa ia tidak akan bertahan lebih dari satu minggu, kita ia
dilarikan ke rumah sakit dengan tubuh bagai tulang terbungkus kulit yang hanya seberat 31 kilogram. Bagi Hayley
Wilde, penyakit Anoreksia yang ia idap sudah bukan sebuah hal yang baru. Ia telah berjuang melawan penyakit
tersebut sejak berusia 11 tahun. Secercah harapan kemudian datang ketika Hayley Wilde bertekad pulih total dari
Anoreksia untuk bisa melahirkan seperti wanita-wanita lain. Perjuangannya melawan Anoreksia selama 8 tahun
akhirnya ia menangkan. Hayley Wilde pulih total dari Anoreksia dan berhasil melahirkan anak laki-laki

Anda mungkin juga menyukai