Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sung
Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sung
A. LATAR BELAKANG
Kota Palu yang beberapa tahun belakangan ini telah melaksanakan program Green
and Clean ternyata masih memiliki ruang terbuka hijau yang belum dikelola dengan baik.
Banyak yang belum tersentuh sehingga potensinya belum dimanfaatkan secara luas. Salah
satunya adalah RTH bantaran sungai kelurahan Lere. Walaupun RTH tersebut berada di
kawasan strategis Kota, kondisinya masih dipenuhi oleh rawa dan semak belukar yang
belum dikelola secara arif untuk kebutuhan masyarakat Kota.
Banyak permasalahan kenyamanan dan keamanan yang dapat kita temukan dalam
bantaran sungai ini. Masalah-masalah tersebut antara lain tidak adanya penerangan saat
malam hari, tidak adanya pagar pembatas pada tepian tanggul, kurang rapatnya area teduh
dan masih banyak hal lainnya. Sebagaimna RTH harus memberikan kenyamanan dan
keamanan bagi penggunanya dan vegetasi suatu RTH bantaran sungai harus memiliki
tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap yaitu rapat 90% dari luas area.
Kerena tidak adanya penataan, vegetasi yang tumbuh di bataran sungai tersebut pun
tidak sesuai dengan kriteria vegetasi untuk RTH bantaran sungai yang terdapat pada
Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008. Umumnya vegetasi yang terdapat berupa
pohon-pohon kelapa yang memiliki perakaran kurang baik, dan memiliki buah yang dapat
seketika jatuh menimpa aktifitas seseorang yang berada di bawahnya. Kriteria vegetasi
yang diinginkan oleh RTH bantaran sungai antara lain vegetasi yang memiliki sistem
perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah.
Pada RTH bantaran sungai kelurahan Lere yang bersebelahan dengan permukiman
penduduk masih terdapat bangunan yang melanggar garis sempadan sungai. Bangunan
tersebut berjarak kurang dari 3 meter dari bibir tanggul, yaitu ada yang mencapai 2 meter
dari bibir tanggul. Bangunan tersebut harus ditertibkan dan perlu diantisipasi dalam desain
RTH bantaran sungai kedepannya.
Banyaknya masalah-masalah menyebabkan RTH bantaran sungai kelurahan Lere
tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh penduduk Kota Palu sebagai fasilitas publik maupun
sebagai paru-paru Kota Palu. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bagaimana membuat
desain RTH bantaran sungai yang memiiki fungsi ekologis, nyaman dan tetap memiliki
estetika.
1
Kelurahan Lere sejatinya memiliki potensi yang menjanjikan dalam hal budaya yang
dapat mencerminkan identitas kota. Potensi tersebut terdapat pada bangunan bersejarah
Souraja/ Banua Oge. Untuk memunculkan citra kota sebaiknya filosofi desain dari sebuah
bangunan Souraja dapat diterapkan dalam mendesain sebuah RTH bantaran sungai yang
lebih bermakna (meaningful) bagi masyarakat Kota Palu khususnya.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mendesain Ruang Terbuka Hijau bantaran sungai yang berfungsi ekologis,
sosial, kultural dan ekonomi?
2. Bagaimana mendesain RTH Bantaran sungai kelurahan lere yang memunculkan
estetika arsitektur lokal?
E. MANFAAT
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Profesi; diharapkan bahwa tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu arsitektur khususnya di bidang perencanaan ruang luar. Selain itu
2
tulisan ini juga dapat berguna bagi penelitian yang sama pada masa-masa yang akan
datang.
2. Jasa pengembangan; tulisan dan rekomendasi yang akan dikemukakan pada penilitian
ini kelak dapat dijadikan acuan dalam perencanaan kota Palu di sektor Ruang Terbuka
Hijau oleh pemerintah Kota Palu.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Adapun masalah-masalah yang teridentifikasi antara lain:
1. Terdapat bangunan yang melanggar garis sempadan sungai bertanggul di dalam
kawasan perkotaan yang ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar
sepanjang kaki tanggul. Yaitu sekitar 2 meter dari tepian tanggul.
2. Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH tidak sesuai dengan standar Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2008. Sebab banyak tanaman kelapa dan pisang
yang bukan meruapakan tanaman untuk RTH bantaran sungai.
3. Jarak tanaman peneduh berjauhan, menyebabkan banyak daerah yang tak terlindungi
tajuk pohon peneduh. Tidak setengah rapat sampai rapat 90% dari luas area, harus
dihijaukan
4. Pembagian zona-zona tidak jelas untuk fungsi lindung dan budi daya. Menyebabkan
eksploitasi dapat dilakukan pada seluruh kawasan bantaran sungai.
5. Desain RTH yang telah ada kurang mencerminkan identitas Kota Palu.
6. Tidak memenuhi standar kenyamanan termis ruang luar.
B. TEMA
Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere Kota Palu
4
C. GAGASAN/ IDE AWAL
Adapun gagasan yang dapat diajukan untuk mendesai RTH bantaran sungai
kelurahan Lere adalah:
1. Mendesain RTH bantaran sungai dengan mempertimbangkan faktor ekologis, sosial,
kultural, dan ekonomi
2. RTH bantaran sungai yang nyaman secara termis iklim tropis lembab kota Palu
dengan peningkatan fungsi RTH hampir seperti hutan kota
3. Mendesain bantaran sungai yang berwawasan budaya karena dekat dengan kompleks
rumah tradisional SouRaja dan bersebelahan dengan kawasan teluk yang merupakan
identitas kota Palu
4. RTH bantaran sungai yang Aman, Hijau dan Bersih serta tanggap bencana.
5. Disain RTH yang mengarahkan view pada jembatan 4 yang telah menjadi landmark
kawasan, sehingga pengunjung RTH dapat mengambil foto melatar belakangi sebuah
landmark.
5
BAB III KAJIAN PUSTAKA
6
a) Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas 500 km2 atau lebih, penetapan garis sempadannya sekurang-
kurangnya 100 m;
b) Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
kurang dari 500 km2, penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya
50 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
3) Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada butir 1) dan 2) diukur ruas per
ruas dari tepi sungai dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran
sungai pada ruas yang bersangkutan.
4) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah
tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan
penggunaan harus menjamin kelestarian dan keamanan sungai serta
bangunan sungai.
5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak terpenuhi,
maka segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan
bangunan sungai menjadi tanggungjawab pengelola jalan.
Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, jalur hijau terletak pada garis
sempadan yang ditetapkan sekurang- kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai.
Tabel berikut ini adalah alternatif vegetasi yang dapat digunakan pada RTH sempadan
sungai, namun karena adanya perbedaan biogeofisik maka pemilihan vegetasi untuk RTH
sempadan sungai disesuaikan dengan potensi dan kesesuaian lahan pada daerah masing-
masing.
7
8
C. Persyaratan Pola Tanam Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai
Persyaratan pola tanam vegetasi pada RTH sempadan sungai adalah sebagai berikut:
a) jalur hijau tanaman meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri- kanan sungai
besar dan sungai kecil (anak sungai);
b) sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m diambil secara
sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang sungai;
c) sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan acak
( random start ) pada peta. sampel jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis
sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon terjauh;
d) sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak
sungai yang berada di luar permukiman;
e) untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan
cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m;
f) jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;
9
g) pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar
rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.
Untuk menghindari kerusakan dan gangguan terhadap kelestarian dan keindahan sungai, maka
aktivitas yang dapat dilakukan pada RTH sempadan sungai adalah sebagai berikut:
a) Memantau penutupan vegetasi dan kondisi kawasan DAS agar lahan tidak mengalami
penurunan;
b) Mengamankan kawasan sempadan sungai, serta penutupan vegetasi di sempadan
sungai, dipantau dengan menggunakan metode pemeriksaaan langsung dan analisis
deskriptif komparatif. Tolak ukur 100 m di kanan kiri sungai dan 50 m kanan kiri anak
sungai;
c) Menjaga kelestarian konservasi dan aktivitas perambahan, keanekaragaman vegetasi
terutama jenis unggulan lokal dan bernilai ekologi dipantau dengan metode kuadrat
10
dengan jalur masing-masing lokasi 2 km menggunakan analisis vegetasi yang
diarahkan pada jenis-jenis flora yang bernilai sebagai tumbuhan obat;
d) Memantau fluktuasi debit sungai maksimum;
e) Aktivitas memantau, menghalau, menjaga dan mengamankan harus diikuti dengan
aktivitas melaporkan pada instansi berwenang dan yang terkait sehingga pada
akhirnya kawasan sempadan sungai yang berfungsi sebagai RTH terpelihara dan
lestari selamanya.
11
2. TEORI KENYAMANAN TERMIS DI RUANG BERIKLIM TROPIS LEMBAB
A. Pandangan Umum
Dalam bidang atau teori arsitektur dan perancangan kota, atau teori mengenai ruang
kehidupan manusia, pengetahuan tentang kenyamanan menjadi bagian penting.
Kenyamanan adalah situasi dimana manusia mengekspresikan setuju dengan kondisi yang
ada di lingkungannya. Karena itu keberhasilan suatu produk rancangan ruang senantiasa
diukur dengan seberapa besar tingkat kenyamanan dalam konteks perencanaan arsitektur
meliputi kenyamanan termis, suara, gerak dan cahaya, namun dalam bagian ini yang
dibahas hanya menyangkut kenyamanan Termis.
Kenyamanan Termis secara umum dikenal sebagai rasa nyaman terhadap situasi
termik di lingkungan sekitar tubuh. Situasi kenyamanan termis senantiasa dihubungkan
dengan situasi klimatik.
Di daerah beriklim tropis lembab, temperatur udara dan terutama kelembaban udara
yang relatif tinggi merupakan penyebab utama situasi tidak nyaman secara termal bagi
manusia. Namun begitu masyarakat yang telah lama hidup di daerah beriklim tropis dan
lembab ini, telah menunjukkan keberhasilannya dalam menghadapi tantangan iklim
tersebut dari waktu ke waktu, yakni dengan menerapkan suatu tatanan dan rancangan
hunian yang mampu beradaptasi dengan lingkungan klimatis di sekitarnya.
12
3. ARSITEKTUR BERWAWASAN IDENTITAS
Kesalahan gerakan arsitektur modern yang universal yang menempatkan bentuk di
atas manusia, kiranya tidak perlu diulangi. Makna dan wawasan identitas, adalah
menggali keunikan, kekhasan, karakter dan potensi setempat dengan segala kearifan
tradisionalnya untuk diejawantahkan kembali dalam penampilan baru yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman, bukan status quo.
5. PENANGGULANGAN BANJIR
Penanggulangan secara umum (Hulu, Hilir, Menyerap, dan Mengalir)
a. Keseimbangan antara menyerap dan mengalirkan air
b. Keseimbangan antara tindakan kolektif dan tindakan individual
c. Tindakan sekaligus pada berbagai skala: lokal, nasional, dan global
d. Keseimbangan antara Tindakan di Kawasan hulu dan hilir
e. Keseimbangan antara eksploitasi dan investasi lingkungan
f. Keseimbangan antara solusi teknis dan solusi sosial-politik, budaya dan ekonomi.
13
14
15
BAB IV METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian di Kota Palu yaitu berada pada kawasan bantaran sungai
kelurahan Lere.
B. SIFAT PENELITIAN
Adapun sifat penelitian yang dipakai adalah:
1. Deskriptif
Bertujuan menerangkan perkembangan RTH secara fisik atau frekuensi terjadinya
aspek fenomena tertentu secara terperinci.
2. Data kualitatif
Data yang tidak berupa angka yang digunakan untuk menjelaskan tentang
permasalahan penelitian yang ada secara deskriptif, dan data-data lain yang
menunjang penelitian.
3. Data kuantitatif
Data yang berupa angka yang digunakan untuk menjelaskan tentang permasalahan
penelitian yang ada secara deskriptif, dan data-data lain yang menunjang penelitian.
D. INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian ini alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data yaitu:
16
1. Pedoman wawancara berupa angket daftar pertanyaan yang dijadikan pedoman dalam
melakukan wawancara kepada narasumber data yang terpilih.
2. Gambar dan foto sebagai bahan pelegkap data dan analisis.
17
METODE PERANCANGAN RUANG LUAR
MULAI
SELESAI
SISTEM LINEAR
18
PROSES DATA d
PROSES DATA da
19
Teknik Riset
1. Observasi Parsitipatif
2. Pemetaan Perilaku
3. Kuesioner dan Wawancara
4. Studi Kasus
5. Analisis Isi
6. Penelitian Eksperimental
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan-pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. RTH sempadan sungai adalah jalur hijau yang terletak di bagian kiri dan kanan
sungai yang memiliki fungsi utama untuk melindungi sungai tersebut dari
berbagai gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan kelestariannya.
2. Untuk memunculkan citra kota sebaiknya filosofi desain dari sebuah bangunan
Souraja dapat ditransformasikan dalam mendesain sebuah landscape RTH
bantaran sungai yang lebih bermakna (meaningful) bagi masyarakat Kota Palu
khususnya.
B. SARAN
Penulis mengharapkan agar tulisan ini akan dimanfaatkan dan ditindaklanjuti sebagai
sebuah perencanaan desain RTH bantaran sungai kelurahan Lere, yang dapat
meningkatkan kualitas lingkungan bantaran sungai di Kota Palu.
20
DAFTAR PUSTAKA
Mistra. Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir. Griya Kreasi. Jakarta, 2007.
21