Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi, Imunisasi adalah suatu tindakan
untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia.
Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan
pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 1994)
Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh
terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut.
Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibody
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)
Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang
dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit tertent

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, pengertian Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

Sebagaimana pada umumnya penyusunan sebuah SOP, Standar Operasional Prosedur program
imunisasi juga disusun berdasarkan beberapa sub pokok bahasan, seperti Tujuan, Ruang
Lingkup, Prosedur, dan pokok bahasan lainnya.

Tujuan penyusunan SOP Imunisasi, sebagai acuan dalam pelayanan imunisasi bagi bayi, balita
dan anak sekolah di Posyandu, Polindes, Pustu, Puskesmas, Rumah Sakit, maupun di Sekolah.
Sedangkan ruang lingkup SOP ini meliputi pelayanan imunisasi bagi bayi, balita dan anak
sekolah, serta Wanita Usia Subur (WUS)

Pelayanan imunisasi dimulai dengan adanya petugas yang menuju lokasi pelayanan imunisasi,
baik di Posyandu, sekolah yang ditentukan, dengan terlebih dahulu mengambil peralatan
imunisasi dan vaksin di Puskesmas. Setelah proses penyuntikan vaksin selesai, kemudian
dilakukan pencatatan di buku KIA, kohort bayi, dan register. Setelah pelaksanaan selesai
pelayanan imunisasi vaksin yang masih utuh belum dibuka dikembalikan ke Puskesmas,
sedangkan sisa atau wadah dibuang kedalam incinerator.

Syarat keterampilan petugas imunisasi dapat berlatar belakang pendidikan Dokter, Bidan, serta
Perawat. Sedangkan jenis pelayanan imunisasi terdiri dari pelayanan imunisasi rutin, tambahan,
dan khusus. Imunisasi wajib terdiri atas Imunisasi rutin; Imunisasi tambahan; dan Imunisasi
khusus.

Imunisasi wajib diberikan sesuai jadwal, sedangkan imunisasi rutin merupakan kegiatan
imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal, terdiri atas imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan.

Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun, yaitu:

1. Bacillus Calmette Guerin (BCG);

2. Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-


Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib);

3. Hepatitis B pada bayi baru lahir;

4. Polio; dan

5. Campak.

Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau
untuk memperpanjang masa perlindungan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun
(Batita); anak usia sekolah dasar; dan wanita usia subur.

Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan yaitu:

Pada anak usia bawah tiga tahun (Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-
Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus
Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan Campak.

Pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yaitu
Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).

Pada wanita usia subur berupa Tetanus Toxoid (TT).

Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena
penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu (imunisasi ini tidak
menghapuskan kewajiban pemberian imunisasi rutin.

Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu, seperti persiapan keberangkatan
calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan
kondisi kejadian luar biasa. Sedangkan jenis imunisasi khusus antara lain imunisasi Meningitis
Meningokokus, demam kuning, dan Anti Rabies (VAR).

Tujuan Pelaksanaan Imunisasi


Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang dapat
menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imuniasi sedini mungkin kepada
bayi dan anak-anak.
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit
dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah
Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan
angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah.
Imunisasi BCG
Pemberian vaksin BCG adalah untuk meningkatkan kekebalan aktif tubuh terhadap
penyakit TB. Vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette guerin fidup yang dilemahkan
sebanyak 50.000-10.000.000 partikel /dosis. Imunisasi BCG diberikan 1 (satu) kali sebelum bayi
berumur 2 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml, pengulangan pemberian tidak
dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin BCG tersedia dalam sediaan ampul warna coklat 5 ml untuk 80 anak. Dalam
penggunaanya, jika sediaannya telah dibuka, maka sediaan itu hanya boleh digunakan dalam 3
jam. Cara pemberian dan dosis vaksin BCG adalah sebagai berikut :
Larutkan vaksin BCG dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml) sebelum digunakan.
Cara melarutkannya : untuk mencegah terhembusnya serbuk, maka masukkan sediaan kedalam
plastik khusus kemudian patahkan leher ampul, lalu plastiknya di lepaskan secara
perlahan.Tambahkan pelarut kedalam ampul dengan spuit 5cc yg steril dan kering ( pelarut
NaCl), goyang perlahan hingga homogen.
Dosis yang digunakan pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun adalah 0,05 ml, sedangkan
untuk anak yang berusia diatas 1 tahun adalah 0,1 ml.
Penyuntikan dilakukan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas ( insertion musculus
deltoideus) dengan menggunakan ADS 0,05 ml. Penyuntikan dilakukan perlahan-lahan kearah
permukaan ( sangat superficial ) sehingga terbentuk lepuh ( wheal ) dengan diameter 8-10
mm.
Kontraindikasi pemberian imunisasi ini adalah terdapatnya penyakit kulit yg
berat/menahun seperti eksim, furunkolosis, dan anak sedang menderita penyakit TB.
Efek samping akibat pemberian imunisasi ini adalah timbulnya indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan ( setelah 1-2 minggu pemberian ) yang berubah menjadi pustula, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tersebut tidak memerlukan pengobatan karena akan sembuh dengan
sendirinya dan meninggalkan parut. Terkadang juga ditemui pembesaran kelenjar regional
diketiak atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal
dann tidak perlu pengobatan
Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat
suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat
serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan
menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus
disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005)
Imunisasi DPT
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin
yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan
bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara
subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval
4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam
ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang
terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005)
Vaksin DPT tersedia dalam sediaan vial warna kuning 5 ml untuk 10 anak. Cara pemberian
vaksin ini adalah sebagai berikut :
Kocok sediaan terlebih dahulu hingga homogen
Kemudian disuntikan secara IM pada musculus vastus lateralis(ant-lateral) di paha bagian atas
dengan dosis 0,5 ml
Dosis diberikan pada umur 2, 3, 4 bulan dengan interval minimal 4 minggu
Kontraindikasi pemberian imunisasi adalah enselopati, punya riwayat anafilaksis
sebelumnya dan hiperpireksia.
Efek samping akibat pemberian imunisasi ini adalah gejala yg bersifat sementara seperti
lemas, demam, merah di tempat suntikkan. Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi,
iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Imunisasi DT
Imunisasi ini memberikan kekebalan terhadap toksin yg dihasilkan oleh kuman penyebab
penyakit difteri dan tetanus. Pelaksanaannya dianjurkan untuk anak yang berusia dibawah 8
tahun. Cara pemberiannya sama dengan pemberian imunisasi DPT. Imunisasi ini tidak boleh
diberikan pada keadaan hiperpireksia dan sakit berat.
Imunisasi TT
Imunisasi Tetanus toksoid ( TT ) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus.
ATS ( Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk mencegah atau pengobatan penyakit
tetanus. Pada ibu hamil, imunisasi diberikan pada saat kehamilan berumur 7 atau 8 bulan .
Vaksin disuntikkan pada otot paha atau lengan atas sebanyak 0,5 ml.
Imunisasi Polio
Untuk kekebalan terhadap poliomyelitis diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang
mengandung virus polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang
diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu
pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005)
Vaksin ini tersedia dalam sediaan vial les merah dan drop tetes merah jambu. Cara
pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut :
Diberikan secara oral, 1 dosis adalah 2 tetes.
Dilakukan sebanyak 4 kali pemberian (bulan 1,2, 4 dan 6) dengan interval setiap dosis minimal
4 minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper ) yang baru.
Kontraindikasi pemberian imunisasi ini adalah pada anak yg menerima immune
deficiency.
Umumnya tidak terdapat efek samping pada pemberian imunisasi ini. Efek Paralisis yg
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi( kurang dari 0,17:1.000.000; Bull WHO 66:1988).
Imunisasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk
kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum
digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12
bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud
memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami.
Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang
berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak
dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk
Indonesia vaksin campak diberikan mulai anak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005)
Vaksin ini tersedia dalam sediaan vial orange. Dalam penggunaannya, jika vial telah dibuka
hanya boleh digunakan untuk 8 jam. Cara pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut :
Larutkan terlebih dahulu vaksin dengan pelarut steril yg telah tersedia yang berisi 5 ml cairan
pelarut.
Kemudian disuntikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada lengan kiri atas atau
anteolateral paha pada usia 9 11 bulan dan ulangan pada usia 6-7 th setelah catch up campaign
pada anak sekolah dasar kelas 1-6.
Kontraindikasi pemberian imunisasi ini adalah anak yang mengidap penyakit immune
deficiensi atau anak yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma.
Efek samping akibat pemberian imunisasi ini pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yg dapat tejadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi ini memberikan kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B. Pemberiannya di lakukan sebanyak 3 kali , pertama saat anak berusia 0-7 hari, bulan
1 dan selanjutnya pada bulan ke 6. Interval minimum pemberian adalah 4 minggu.
Sediaan vaksin ini ada 2 jenis, yakni sediaan vial warna merah jambu dan uniject warna
putih. Cara pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut :
Sediaan dikocok terlebih dahulu hingga homogen
Kemudian disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1(sebuah) HB PID secara intra muskular pada
musculus vastus lateralis( ant-lateral) atau di musculus Deltoid.
Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan pada umur 0-7 hari, berikutnya diberikan
dengan interval minimal 4 minggu.
Kontra indikasi pemberian vaksin ini adalah anak yang hipersensitif terhadap komponen
vaksin. Efek samping setelah pemberian vaksin ini adalah timbulnya reaksi lokal seperti rasa
sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yg terjadi bersifat
ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari.

A. Standar Program Imunisasi


1 Standar Logistik
Pengertian logistik imunisasi adalah logistik yang memiliki
manfaat langsung pada program imunisasi dan tidak termasuk
peralatan kantor. Logistik imunisasi terdiri dari barang habis
pakai (habis dalam waktu satu tahun), dan barang tidak habis
pakai (masa pakai lebih dari satu tahun)
Barang habis pakai
1.
Vaksin
2.
Alat suntik
3.
Suku cadang lemari es dan freezer
4.
Logistik lain yang berhubungan dengan pencatatan
dan pelaporan maupun media penyuluhan

Barang tidak habis pakai


1.
Coldroom (kamar dingin, suhu 2-8 C
2.
Freezer room (kamar dingan dengan suhu -15 s/d -25 C
3.
Lemari es
4.
Freezer/minifreezer
5.Cold box, vaccin carrier, thermos (untuk
membawa vaksin)
6. Sterilisator uap dan kelengkapannya
7. Logistik lain yang mempunyai fungsi
pendukung seperti termometer, genset
2. Standar pelayanan
Jadwal vaksin
Vaksin PEMBERIAN Selang Waktu Umur
IMUNISASI Pemberian
BCG 1X 0-11 bulan
DPT 3X (DPT1,2,3) 4 minggu 2- 11 bulan
POLIO POL1,2,3 4 minggu 0-11 bulan
CAMPAK 1X 9-11 bulan
HEPATITIS B 3X 4 minggu 0-11 bulan

Untuk bayi yang lahir di rumah sakit/Puskesmas HB, BCG dan Polio
dapat segera diberikan
Vaksin DOSIS CARA PEMBERIAN
BCG 0,05 CC Suntikan intrakutan tepatnya
di insertio
M.Deltoideus kanan

DPT 0,5 CC Suntikan intra


muskular/subkutan dalam
POLIO 2 tetes Meneteskan ke mulut
CAMPAK 0,5 cc Suntikan secara subkutan
biasanya di
lengan kiri bagian atas

HEPATITIS B 0,5 cc Suntikan intramuskular


pada bagian luar
TT 0,5 cc Suntikan
intramuskular/subkutan dalam
bisa di M.deltoideus
3. Standar Tenaga
Tenaga pelaksana puskesmas
1.
Vaksinator

Tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan


menggunakan madul latihan tenaga imunisasi

Tugas : memberikan pelayanan imunisasi


2.
Pelaksana Cold Chain

Tenaga berpendidikan minimal SLA yang telah mengikuti


pelatihan cold chain

Tugas :
-
memelihara vaksin dan lemari es
-
memcatat suhu lemari es
-
bertanggung jawab atas sterilisator alat suntik
3.
Pengelola program imunisasi

Tenaga vaksinator atau pelaksana cold chain


yang telah mengikuti palatihan menggunakan
modul latihan tenaga imunisasi

Tugas
-
Membuat perencanaan vaksin dan logistik
lain
-
Mengatur jadual pelayanan imunisasi
-
Mengecek catatan pelayanan imunisasi
-
Membuat laporan
-
Membuat dan menganalisa PWS bulanan
-
Merencanakan tindak
lanjut

Prosedur Kerja
Prosedur kerja pelayanan imunisasi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Penyiapan Pelayanan Imunisasi
2. Persiapan Tempat Pelayanan Imunisasi
3. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
4. Pemantauan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi

Penyiapan Pelayanan Imunisasi, meliputi peralatan logistik imunisas. Logistik yang dimaksud
antara lain meliputi vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, emergency kit, dan dokumen
pencatatan status imunisasi. Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pelayanan imunisasi
tergantung pada perkiraan jumlah sasaran yang akan diimunisasi. Jenis peralatan yang diperlukan
untuk pelayanan muniasi secara lengkap antara lain:
a. Termos/Vaksin carrier
b. Cool Pack / Kotak dingin cair
c. Vaksin, Pelarut dan penetes (dropper)
d. Alat suntik
e. Safety box (kotak pengaman)
f. Pemotong/kikir ampul pelarut
g. Formulir
h. Kapas dan wadah
i. Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dan lainnya)
j. Alat tulis (kertas, pensil dan pena)
k. Kartu-kartu Imunisasi (KMS, kartu TT)
l. Buku register bayi dan WUS
m. Tempat sampah
n. Sabun untuk cuci tangan

Prosedur Pengeluaran vaksin dan pelarut dari lemari es


a. Sebelum membuka lemari es, tentukan seberapa banyak vial vaksin yang dibutuhkan untuk
pelayanan.
b. Catat suhu di dalam lemari es.
c. Pilih dan keluarkan vaksin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk VVM dan tanggal
kedaluarsa (EEFO, FIFO).

Prosedur pemeriksaan keamanan vaksin

Sebelum melakukan imunisasi, kita harus yakin bahwa vaksin telah aman untuk diberikan,
dengan prosedur sebagai berikut:

1. Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunkan vaksin atau pelarut
tersebut.

2. Periksa alat pemantau botol vaksin (VVM). Jika vaksin sudah masuk kriteria C dan D
jangan dipergunakan.

3. Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika tanggal kadaluarsa
telah lewat.

4. Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini menunjukkan adanya
pembekuan atau anda menduga bahwa vaksin yang sensitif beku (vaksin-vaksin DTP, DT,
TT, HepB, DTP-HepB ) telah membeku, anda sebaiknya melakukan tes kocok.

Penting diperhatikan, bahwa selama proses pelayanan imunisasi harus diperhatikan pemeliharaan
cold chain, dengan beberapa poin penting berikut:

a. Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine carrier
dengan menggunakan cool pack, agar suhu tetap terjaga pada temperature 20-80 C dan vaksin
yang sensitive terhadap pembekuan tidak beku.

b. Hindari vaccine carrier yang berisi vaccine dari cahaya matahari langsung.
c. Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaccine carrier yang
tertutup rapat.
d. Jangan membuka vaccine atau melarutkan vaccine bila belum ada sasaran datang.
e. Pada saat pelarutan suhu pelarut dan vaksin harus sama.
f. b. Petugas imunisasi tidak diperbolehkan membuka vial baru sebelum vial lama habis.
g. Bila sasaran belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi dari cahaya
matahari dan suhu luar, seharusnya dengan cara diletakkan di lubang busa yang terdapat diatas
vaksin carrier (lihat gambar di bawah).
h. Dalam setiap vaccine carrier sebaiknya terdapat empat cool pack.
i. Bila vaksin yang sudah dilarutkan sudah habis, pelarutan selanjutnya dilakukan bila telah ada
anak yang hendak diimunisasi.

Penyiapan Tempat Pelayanan Imunisasi


Beberapa persyaratan ruangan pelayanan imunisasi yang menetap (fasilitas pelayanan
kesehatan), antara lain:
Mudah diakses
Tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
Cukup tenang

Sedangkan syarat tempat pelayanan imunisasi lapangan (outreach)


Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.

Dalam mengatur tempat imunisasi, kita juga harus memperhatikan beberapa hal berikut:

Pintu masuk terpisah dari pintu keluar sehingga orang-orang dapat masuk dan keluar dari
pelayanan dengan lebih cepat dan mudah;

Tempat menunggu bersih, nyaman dan dalam cuaca yang panas tidak terkena sinar
matahari;

Mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan

Melaksanakan kegiatan system 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengkap yang
memberikan pelayanan 5 program (KB, KIA, Diare, Imunisasi dan Gizi);

Jumlah orang yang ada di tempat imunisasi atau tempat lain dibatasi sehingga tidak
penuh sesak;

Segala sesuatu yang anda perlukan berada dalam jangkauan atau dekat dengan meja
imunisasi anda.

Refference, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Anda mungkin juga menyukai