Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PEMBAHASAN
A. Gelombang Bunyi dan Sifat Bunyi pada Ruang Tertutup
1. Gelombang
Kita mengenal gelombang saat kita menjatuhkan batu ke dalam
kolam, saat batu penyentuh permukaan air maka akan muncul gelombang.
Gelombang bergerak ke arah luar dari titik pusatnya dalam bentuk lingkaran-
lingkaran yang membesar hingga tepian kolam. Konsep gelombang merupakan
konsep yang abstrak. Dunia ini penuh dengan gelombang, dengan dua jenis
gelombang utamanya yaitu gelombang mekanis dan gelombang
elektromagnetik.
Gelombang mekanis suatu medium fisis ikut terganggu seperti
contoh batu elemen air ikut terganggu. Gelombang mekanik dapat kita artikan
sebagai suatu gelombang selalu berkaitan dengan rambatan (propagasi) suatu
gangguan melalui suatu medium. Gelombang elektromagnetik tidak
memerlukan medium untuk merambat, beberapa contoh gelombang
elektromagnetik adalah cahaya tampak, gelombang radio, sinyal tevisi dan
sinar-X.
Semua gelombang membawa energi, namun jumlah energi yang
dipindahkan melalui suatu medium dan mekanisme perpindahan energi
tersebut berbeda, tergantung masing-masing fenomenanya. Suatu gelombang
atau pulsa yang merambat dan menyebabkan elemen medium yang terganggu
bergerak tegak lurus terhadap arah rambatnya disebut gelombang tranversal.
Sedang suatu gelombang atau pulsa yang merambat dan menyebabkan elemen
medium bergerak sejajar arah rambatnya disebut gelombang longitudinal.

(a) (b)
5

Gambar 2.1 (a) Gelombang Transversal (b) Gelombang


Longitudinal (Serway, 2014:739-749)

Pada Gambar 2.1a sebuah pulsa tranversal merambat pada seutas tali yang
tegang. Arah gerak dari setiap elemen P pada tali tegak lurus terhadap arah
rambatnya. Untuk Gambar 2.1b ujung kiri pegas ditekan ke kanan dan
kemudian ditarik ke kiri. Pergerakan tersebut menghasilkan sebuah kompresi
pada suatu bagian di pegas. Bagian yang terkompresi ini diikuti oleh bagian
yang terenggang.
2. Pengertian Gelombang Bunyi
Bunyi (sound) adalah gelombang getaran mekanis dalam udara atau
benda padat yang masih bisa ditangkap oleh telinga normal manusia dengan
rentang frekuensi antara 20 Hz 20.000 Hz atau dapat juga didefinisikan
sebagai gelombang mekanik longitudinal berfrekuensi 20 Hz 20.000 Hz yang
menjalar melalui medium padat, cair maupun gas yang ditangkap oleh indra
manusia. Gelombang bunyi merupakan salah satu contoh gelombang
longitudinal yang paling umum. Gelombang bunyi merambat melalui berbagai
jenis medium dengan kelajuan yang dipengaruhi oleh jenis medium tersebut.
Pada saat gelombang merambat di udara, elemen-elemen udara bergetar
sehingga menimbulkan perubahan kerapatan dan tekanan di sepanjang arah
perambatan gelombang. Apabila sumber gelombang bunyi bergetar secara
sinusoidal, maka variasi dalam tekanannya juga bersifat sinuoidal (Serway,
2014: 780).
Gelombang bunyi menurut Serway terbagi menjadi tiga kategori
menurut ambang frekuensinya:
a. Gelombang audio atau suara
Frekuensinya berada pada ambang pendengaran telinga manusia.
Gelombang ini dapat dihasilkan oleh berbagai benda, seperti alat musik, pita
suara manusia dan pengeras suara.
b. Gelombang infrasonik
Frekuensinya berada di bawah ambang frekuensi audio. Gajah
dapat memanfaatkan gelombang infrasonik untunk saling berkomunikasi,
meskipun mereka dalam keadaan terpisah beberapa kilometer jauhnya.
c. Gelombang ultrasonik
6

Frekuensinya berada di atas ambang frekuensi audio. Anda dapat


memanggil anjing hanya dengan bersiul pelan. Bunyi ultrasonik yang
dikeluarkan peluit mudah didengar oleh anjing, meskipun manusia tidak
dapat mendeteksinya. Gelombang ultrasonik juga digunakan dalam bidang
pengobatan.
3. Gelombang Bunyi Periodik
Gelombang bunyi periodik satu dimensi dapat dihasilkan dalam
tabung pipa sempit dan panjang yang mengandung gas, dengan menggunakan
piston yang berosilasi pada salah satu ujungnya, seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2.2. Daerah yang berwarna gelap merepresentasikan gas yang
dimampatkan sehingga kerapatan dan tekanannya berada di atas nilai-nilai
kesetimbangan. Daerah yang dimampatkan disebut rapatan yang berpindah
sebagai pulsa. Daerah bertekanan rendah disebut regangan, yang mejalar
sepanjang tabung pipa mengikuti rapatan. Keduanya berpindah dengan
kelajuan yang sama dengan kelajuan bunyi dalam medium.

Gambar 2.2 Suatu Gelombang Longitudinal yang Merambat


di Dalam Tabung Berisi Gas. Sumber
Gelombangnya Adalah Piston yang Berosilasi
di Sebelah Kiri. (Serway, 2014: 783)

Piston berosilasi secara sinusoidal, daerah rapatan dan regangan


terbentuk secara terus-menerus. Jarak antar 2 rapatan atau 2 regangan sama
7

dengan panjang gelombang ( ). Saat kedua daerah ini merambat, elemen-

elemen kecil pada medium bergerak dengan gerakan harmonik sederhana yang
sejajar dengan arah perambatan gelombang. Jika s(x,t) adalah posisi dari suatu
elemen kecil, relatif terhadap posisi kesetimbangan, maka dapat dirumuskan
fungsi posisi harmonik sebagai
s ( x , t ) =s maks cos ( kxt ) =A cos ( kxt ) (2.1)
s maks
dimana adalah posisi maksimum (Amplitudo) dari elemen relatif

terhadap titik kesetimbangan. Ini biasa disebut dengan amplitudo perpindahan

gelombang. Parameter k adalah bilangan gelombang dan adalah

frekuensi sudut. Perubahan dalam tekanan gas (P) diukur dari nilai
kesetimbangannya. Nilai ini bersifat periodik. Menurut fungsi posisi pada
persamaan (2.1), P adalah
P= Pmaks sin ( kxt )

(2.2)
Pmaks
dimana amplitudo adalah
Pmaks =v s maks (2.3)

Gambar 2.3 (a) Amplitudo Perpindahan dan (b) Amplitudo


Perpindahan Terhadap Posisi untuk Gelombang
Longitudinal Sinusoidal. (Serway, 2014: 784)
8

Perubahan tekanan mencapai maksimum ketika perpindahan dari titik


kesetimbangannya adalah nol, dan perpindahannya dari titik kesetimbangannya
mencapai maksimum ketika tekanannya adalah nol.
Menurut definisi Modulus Bulk perubahan tekanan gas adalah
P
B=
V /V i (2.4)

V
P=B
Vi (2.5)

Elemen ini mempunyai ketebalan x pada arah horizontal dan luas penampang

V i= Ax V
A, sehingga volumenya . Perubahan volume yang

sebanding dengan beda tekanan adalah sama dengan As, dimana s adalah
selisih antara nilai s pada x+x dan nilai s pada x. Sehingga kita dapat
merumuskan P sebagai
V As s
P=B =B =B
Vi Ax x

(2.6)
s s
Saat x mendekati nol, perbandingan x menjadi x . Jadi,
s
P=B
x

(2.7)
Jika fungsi posisinya adalah fungsi sinusoidal sederhana yang dinyatakan oleh
persamaan (2.1), maka kita akan mendapatkan

P=B
x
[ A cos ( kx t ) ]=BAk sin( kxt ) (2.8)

Karena Modulus Bulknya adalah B= v 2 , perubahan tekanannya berkurang

menjadi:
2
P= v Ak sin (kxt) (2.9)

Kita dapat menuliskan k = /v . Dengan demikian. P dapat dinyatakan

sebagai:
9

P= v s maks sin( kxt ) (2.10)


Oleh karena fungsi sinus memiliki nilai maksimum 1, maka diketahui bahwa

Pmaks= vA
nilai maksimum dari perubahan tekanan ini adalah dan

akhirnya memperoleh persamaan (2.2)


P= Pmaks sin ( kxt ) (Serway, 2014:

784-785)

Persamaan simpangan gelombang harmonik yaitu dinyatakan sebagai berikut:


y=f ( x vt )= Asink( x vt ) (2.11)

y=f ( x vt ) merupakan fungsi posisi-waktu A merupakan amplitudo dan

2
k k=
merupakan bilangan gelombang dinyatakan dengan , di mana

=kv dan v merupakan kecepatan gelombang di udara.

4. Sifat Bunyi dalam Ruang Tertutup


Kondisi bunyi di dalam ruang tertutup dapat dianalisa dalam beberapa
sifat yaitu: bunyi langsung, bunyi pantulan, bunyi yang diserap oleh lapisan
permukaan, bunyi yang disebar, bunyi yang dibelokkan, bunyi yang
ditransmisikan, bunyi yang diabsorbsi oleh struktur bangunan, dan bunyi yang
merambat pada konstruksi atau struktur bangunan. (Cox, 2004: 14)

Gambar 2.4 Sifat-sifat Gelombang Bunyi


(Cox, 2004: 14)
a. Refleksi Bunyi (Pemantulan Bunyi)
Bunyi akan memantulkan apabila menabrak beberapa permukaan
sebelum sampai ke pendengar sebagaimana pendapat. Reflected sound
strikes a surface or several surface before reaching the receiver (Mills,
1998: 27). Pemantulan dapat diakibatkan oleh bentuk ruang maupun bahan
10

pelapis permukaan. Permukaan pemantulan yang cembung akan


menyebarkan gelombang bunyi sebaliknya permukaan yang cekung seperti
bentuk dome (kubah) dan permukaan yang lengkung menyebabkan
pemantulan bunyi yang mengumpul dan tidak menyebar sehingga terjadi
pemusatan bunyi.

Gambar 2.5 Pemantulan Suara ke Langit-langit


(Doelle, 1993: 26)
Permukaan penyerap bunyi dapat membantu menghilangkan
permasalahan gema maupun pemantulan yang berlebihan.

b. Absorbsi Bunyi (Penyerapan Bunyi)


Saat bunyi menabrak permukaan yang lembut dan berpori maka
bunyi akan terserap olehnya sehingga permukaan tersebut disebut penyerap
bunyi. Bahan-bahan tersebut menyerap bunyi sampai batas tertetu, tapi
pengendalian akustik yang baik membutuhkan penyerap bunyi yang tinggi.
Adapun yang menunjang penyerapan bunyi adalah lapisan permukaan
dinding, lantai, langit-langit, isi ruang seperti penonton dan bahan tirai,
tempat duduk denan lapisan lunak, karpet serta udara dalam ruang (Doelle,
1993: 26).
Koefisien penyerapan suara diberlakukan untuk menentukan
tahapan penyerapan. Besarnya koefisien penyerapan suara, bergantung pada
11

stuktur permukaan, ukuran tebal dan cara pemasangan material, kecuali


yang menyangkut sudut-masuk suara dan frekuensi (P. Beets dkk, 1982: 68).
Penyerapan bunyi suatu permukaan (penyerapan permukaan)
diukur dalam sabins, sebelumnya disebut satuan jendela terbuka (open-
window units). Satu sabin menyatakan suatu permukaan seluas 1 ft 2 (atau 1
m2) yang mempunyai koefisien penyerapan = 1.0. Penyerapan permukaan
diperoleh dengan mengalikan luas permukaan dengan koefisien penyerapan
bunyinya. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik mempunyai koefisien
penyerapan = 0,50 meliputi luasan S = 11 m 2 mempunyai penyerapan
permukaan S = 11 x 0,50 = 5,5 m2 (Doelle, 1993: 27).
c. Difussi Bunyi (Penyebaran Bunyi)
Bunyi dapat menyebar ke atas, ke bawah maupun ke sekeliling
ruangan. Suara juga dapat berjalan menembus saluran, pipa atau koridor ke
semua arah di dalam ruang tertutup. Difusi bunyi dapat diciptakan dengan
beberapa cara:
a) Pemakaian permukaan dan elemen penyebar yang tak teratur dalam
jumlah yang banyak.
b) Penggunaan lapisan pemantul bunyi dan penyerap bunyi secara
bergantian.
c) Distibusi lapisan penyerap bunyi yang berbeda secara acak dan tak
teratur.
Difusi bunyi yang cukup merupakan ciri akustik yang diperlukan
pada jenis ruangan tertentu seperti: ruang konser, studio radio dan ruangan
musik lainnya, sebab ruangan tersebut membutuhkan distribusi bunyi yang
merata, mengutamakan kualias musik dan pembicaraan aslinya, dan
menghalangi terjadinya cacat akustik yang tak diinginkan (Doelle, 1993:
27).

d. Difraksi Bunyi (Pembelokan Bunyi)


Difraksi bunyi merupakan gejala akustik yang menyebabkan
gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan di sekitar penghalang
seperti sudut (corner), kolom, tembok dan balok. Difraksi adalah
pembelokan dan penghamburan gelombang bunyi sekeliling penghalang
(Doelle, 1993: 28).
12

Difraksi bunyi pada bangunan digunakan untuk mengurangi cacat


akustik yang disebabkan oleh sistem ruangan tersebut, misalnya adanya
balkon yang dalam pada suatu ruangan, walaupun hanya untuk jangkauan
frekuensi audio yang rendah.
e. Dengung
Bunyi yang berkepanjangan sebagai akibat pemantulan yang
berturut-turut dalam ruang tertutup setelah sumber bunyi dihentikan disebut
dengung. Pentingnya pengendalian dengung dalam rancangan akustik ruang
mengharuskan adanya besaran standar yang relevan, yaitu waktu dengung
(RT). Waktu dengung adalah waktu agar TTB (Tingkat Tahanan Bunyi)
dalam ruangan berkurang 60 dB (decibel) setelah bunyi dihentikan.
Sabine adalah orang pertama yang membentuk hubungan
kuantitatif antara RT, volume ruang dan jumlah penyerapan total yang
digunakan dinding ruang. Rumus Sabine, yang masih digunakan untuk
perhitungan RT yang disedehanakan, adalah:
0,05 V
RT= (2.12)
A+ xV

dengan RT : waktu dengung, sekon


V : volume ruang, feet kubik
A : penyerapan ruangan total, sabin feet persegi
x : koefisien penyerapan udara
Koefisien penyerapan udara tergantung pada temperatur kelembaban udara
dan juga pada frekuensi bunyi.
Dalam sistem metrik rumus RT yang disederhanakan adalah:

0,16 V
RT= (2.13)
A+ xV

dengan RT : waktu dengung, sekon


V : volume ruang, meter kubik
A : penyerapan ruangan total, sabin meter
persegi
x : koefisien penyerapan udara
f. Resonansi Ruang
13

Resonansi berarti getaran turutan. Getaran-getaran yang dikirimkan


ke udara oleh suatu sumber suara, menyebabkan material misalnya sebuah
dinding menjadi bergetar. Sehingga suara di dalam ruangan menjadi
meningkat dan selain itu udara di dalam ruangan yang berbatasan menjadi
turut bergetar, maka di sana pun suara dapat didengar (Beets, 1982).
Resonansi dimanfaatkan untuk pembuatan resonator pada penyerap ruang
yang berfungsi untuk mengurangi suara frekuensi rendah yang tidak
diinginkan atau untuk mengurangi kebisingan.
B. Kebisingan
1. Pengertian Kebisingan
Semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau
berbahaya bagi kegiatan sehari-hari dianggap sebagai bising. Bising menurut
Doelle (1993: 40) dalam bukunya dapat didefinisikan sebagai tiap-tiap bunyi
yang tak diinginkan oleh penerimanya atau pendengar. Bunyi yang diinginkan
atau tidak oleh seseorang tidak hanya bergantung pada kekerasan bunyi tetapi
juga bergantung pada frekuensi, kesinambungan, waktu terjadinya, isi
informasi dan pada aspek subjektif seperti asal bunyi dan keadaan pikiran dan
temperamen penerima. Bising frekuensi tinggi lebih mengganggu daripada
bising frekuensi rendah. Bising dapat diukur dalam decibel dengan bantuan
meter tingkat bunyi (sound level meter).

Sumber bising utama dalam pengendalian bising lingkungan menurut


Doelle dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok:
a. Bising Interior
Sumber bising interior berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga,
atau mesin-mesin gedung. Sumber bising yang paling sering dibuat manusia
dan yang harus dipertanggungjawabkan adalah yang disebabkan oleh radio
dan televisi, alat-alat musik, bantingan pintu, pembicaraan yang keras, dan
lalu lintas di tangga.
Tingkat kebisingan yang sangat tinggi diproduksi dalam beberapa
bangunan industri oleh proses pabrik atau produksi. Tingkat bising di tiap
posisi dalam ruang dibentuk oleh dua bagian, yaitu bunyi yang diterima
secara langsung dari sumber dan bunyi dengung (atau yang dipantulkan)
14

yang mencapai posisi tertentu setelah pemantulan berulang-ulang dari


permukaan-permukaan batas ruang.

Gambar 2.6 Medan Bunyi Langsung (D) dan


Dengung (R) Dalam Suatu Ruang, (S)
Sumber Bunyi. (Doelle, 1993: 153)

Sekitar sumber bising, bunyi langsung menonjol dan secara bertahap


menurun dengan bertambahnya jarak. Lebih jauh dari sumber bising, bunyi
dengung lebih menguasai seluruh ruang.
b. Bising Luar
Sumber bising luar berasal dari lalu-lintas, transportasi, industri,
alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat pembangunan gedung-
gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar gedung, dan
iklan. Bising yang paling mengganggu dihasilkan oleh kendaraan,
transportasi rel, transportasi air dan udara. Sumber-sumber bising luar
lainnya dapat ditemukan di alat-alat mekanis yang tampak dalam bangunan,
alat-alat yang bergerak di darat dan konstruksi (Doelle, 1993: 152).
Reduksi bising luar oleh jarak diatur oleh hukum balikan kuadrat.
Penurunan 6 dB akan tercatat tiap kali jarak antara sumber dan penerima
digandakan, bila tidak ada permukaan pemantul didekat sumber bunyi.
Selain itu terdapat atenuasi tambahan yang disebabkan absorbsi molekular,
terutama pada frekuensi di atas 1000 Hz. Dalam kehidupan sehari-hari yang
15

kerap ditemui adalah pada saat musin kampanye, para peserta kampanye
kerap kali memodif knalpot sehingga membuat kebisingan yang dapat
mengganggu sistem pendengaran.
2. Pengaruh Kebisingan
Industri mempunyai tingkat bising yang cukup tinggi untuk
menyebabkan ketulian sementara atau permanen. Berbagai kriteria ditetapkan
dan menyatakan tingkat kebisingan maksimum yang tidak boleh dilampaui bila
ketulian total atau sebagaian mau dihindari. Tingkat bunyi sumber-sumber
bising tertentu, yang diukur dengan meter tingkat bunyi, didaftar dalam Tabel
2.1.

Tabel 2.1 Tingkat Bising Rata-rata yang Biasa (Typical) (Beberapa Diukur
pada Jarak Tertentu Dari Sumber)

Sumber bising Tingkat bising, dB


Detik arloji 20
Halaman tenang 30
Rumah tenang pada umumnya 42
Jalan pemukiman yang tenang 48
Kantor bisnis pribadi 50
Kantor lansekap 53
Kantor besar yang konvensional 60
Pembicaraan normal, 3 ft (90 cm) 62
Mobil penumpang di lalu lintas kota, 20 ft (6 m) 70
Pabrik tenang 70
Mobil penumpang di jalan raya, 20 ft (6 m) 76
Pembicaraan keras, 3 ft (90 cm) 78
Pabrik yang bising 80
Mesin kantor, 3 ft (90 cm) 80
Ruang teletype surat kabar 80
Motor tempel 10-hp, 50 ft (15 m) 88
Lalu lintas kota pada jam sibuk, 10 ft (3 m) 90
Jet besar lepas landas, 3.300 ft (1.000 m) 90
Motor sport atau truk, 30 ft (9 m) 94
Bedil riveting, 3 ft (90 cm) 100
Mesin potong rumput berdaya, 10 ft (3 m) 105
Band musik rock 113
Jet besar lepas landas, 500 ft (150 m) 115
16

Sirine 50-hp, 100 ft (30 m) 138


Rocket ruang angkasa 175
(Doelle, 1993: 151)
Bising yang lembut dapat mengganggu saat mendengarkan pidato atau
musik, menyebabkan menutupi dan menaikan ambang dapat didengar. Dapat
juga mengganggu istirahat dan tidur bahkan dapat mengacaukan untuk
mencegah mimpi. Bising di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan,
kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah
peredaran darah. Bising di atas 85 dB, dapat menyebabkan kemunduran yang
serius pada kesehatan manusia, dan bila berlangsung lama kehilangan
pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi. Bising yang berlebihan
dan berkepanjangan terlihat dalam masalah kelainan seperti penyakit jantung,
tekanan darah tinggi dan luka perut.
Bising juga dapat merusak efisiensi kerja dan produksi. Produksi turun
dan pekerja membuat lebih banyak kesalahan bila dipengaruhi dengan bising
tingkat tinggi di atas 80 dB untuk waktu yang lama. Namun, jika lingkungan
akustik terlampau sunyi, produksi turun dan pekerja melakukan banyak
kesalahan pula. Ini membuktikan bahwa bising dalam jumlah tertentu dapat
ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan
kesehatan jiwa. Menurut Doelle (1993: 199) kesunyian tidak dibutuhkan oleh
manusia, namun yang dibutuhkan adalah ketenangan - tidak ada gangguan dan
bukan sama sekali tidak ada bunyi. Pengukuhan ini diperhatikan oleh pedagang
musik latar belakang yang dengan baik memilih dan memperhitungkan waktu,
dapat menciptakan suatu lingkungan yang nyaman dan menguntungkan dalam
pertokoan, kantor, toko serba ada, hotel atau bengkel.
Tabel 2.2 Kriteria Bising Latar Belakang yang Direkomendasi untuk Ruang

Jenis ruang Bilangan NC (dB)


Ruang konser 15-20
Studio radio atau studio rekaman 15-20
Rumah opera 20
Panggung sandiwara 20-25
Tuang music 20-25
Studio televisi 20-25
kantor eksekutif 20-30
Ruang kelas atau ruang kuliah 25
17

Studio film 25
Ruang konferensi 20-30
Gereja atau tempat ibadat 20-30
Ruang pengadilan 20-30
Ruang petremuan atau auditorium sekolah 20-35
Rumah (daerah ruang tidur) 20-35
Hotel atau motel 20-35
Teater film 30
Rumah sakit 30
Kantor semi pribadi 30-35
Perpustakaan 30-35
Kantor bisnis 35-45
Rumah makan 35-50
Ruang gambar 40-45
Ruang olahraga 45-50
Ruang ketik atau akuntansi 45-60
Stadion besar 50
NC: Noise Criterion (Doelle, 1993: 200)
Tabel 2.2 menunjukkan tingkat bising latar belakang yang dibolehkan dalam
berbagai kepemilikan, dengan tiap sistem ventilasi atau pengkondisi udara
beroperasi dan dengan kondisi lalu lintas di luar yang normal. Gambar 2.7
implikasi Tabel 2.1 digambarkan secara grafis.

Gambar 2.7 Kriteria Bising Latar Belakang yang


Direkomendasi untuk Ruang Tertentu.
(Doelle, 1993: 201)
18

Tingkat intensitas bunyi biasanya dinyatakan dengan skala


logaritmatik. Satuan skala ini adalah bel, dari Alexander Graham Bell (1847-
1922), penemu telepon, yang lebih umum decibell 1/10 bel (10 dB = 1 bel).
Intensitas bunyi () didefinisikan dalam intensitasnya:
I
( dalam dB )=10 log
I0 (2.14)

dimana adalah tingkat intensitas bunyi dalam dB, I adalah intensitas bunyi
dalam W/m2, I0 adalah intensitas tingkat acuan, dan logaritma adalah dari basis
10. Besarnya I0 = 1,0 x 10-12 W/m2 (Ahmadi dan Handoko, 2009: 43).
Tingkat bising yang diperbolehkan pada ruang kelas atau ruang kuliah
sebesar 25 decibel. Persyaratan optik dan akustik dalam ruang kuliah
sepenuhnya sama, yaitu pembagian dan bentuk ruang yang cocok akan
menunjang kondisi melihat dan mendengar yang baik. Dalam perhitungan RT
ruang kuliah kira-kira setengah sampai dua pertiga kapasitas mahasiswa,
karena fluktuasi kehadiran mahasiswa relatif besar. RT ruang kelas yang penuh
haruslah 0,6 sampai 0,8 sekon pada frekuensi tengah, dan tergantung pada
volumenya.

C. Pengendalian Bising dengan Penyerap Suara


Pertambahan transportasi yang sangat pesat dan pertambahan
penggunaan mesin-mesin baru yang lebih besar, bising telah menjadi hasil
sampingan yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Maka sangat
diperlukannya pengendalian bising. Sasarannya adalah menyediakan lingkungan
akustik yang dapat diterima di dalam maupun di luar rumah, sehingga intensitas
dan sifat bunyi di sekitarnya akan sesuai dengan keinginan penggunaan ruang
tersebut.
Aplikasi penggunaan penyerap ruang pada ruang auditorium, studio,
ruang olahraga, bangunan tempat tinggal, hotel atau motel, sekolah, rumah sakit,
kantor, musium, bangunan industri dan lain-lain. Salah satu aplikasi adalah
penyerap suara yang digunakan untuk solusi gema pada Dome Sekolah Tinggi
Pariwisata (STP) Bandung.
19

Gambar 2.8 Dome di STP Bandung


(Abidia, 2016: 20)

Bunyi menumbuk suatu permukaan, maka akan dipantulkan atau diserap.


Energi bunyi yang diserap oleh lapisan penyerap sebagian diubah menjadi panas,
tetapi sebagian besar ditransmisikan ke sisi lain lapisan tersebut, kecuali dihalangi
oleh lapisan penghalang. Penyerap bunyi yang baik adalah pentransmisi bunyi
yang efisien dan insulator bunyi yang tidak baik.
Penyerap suara pada dome di STP Bandung berukuran 2 x 0,8 m dengan
bentuk melengkung pada bagian luarnya. Produk peredam seperti RPX panel
digunakan untuk control noise, mengurangi gema/gaung dan kontrol filter suara
dalam ruangan, idealnya digunakan untuk studio recording, home theather,
meeting room, education room dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.9 Panel Akustik (Abidia, 2016: 20)


Komponen penyusun pada penyerap ruang terdiri dari kerangka panel
yang terbuat dari kayu MDF dengan dengan pembagian 3 bagian ruang yang ada
20

di dalamnya dengan dilapisi plastik dan felt. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.10 Struktur Dalam yang Ada 3 Ruangnya


(Abidia, 2016: 21)

Komponen penyusun penyerap ruang yang digunakan pada dome


merupakan bahan absorber atau bahan penyerap. Bahan absorber adalah bahan
dengan permukaannya terbuat dari material yang menyerap sebagian kecil atau
besar energi bunyi yang datang padanya. Bahan absorber yaitu bahan yang dapat
mengubah energi bunyi menjadi bentuk energi lainnya berupa panas atau energi
mekanik. Kemampuan bahan diklasifikasikan berdasarkan besar nilai koefisien
serap bahan.
Bahan dengan ketebalan d sangat besar hanya akan bergantung pada tiga
parameter material yaitu:
1. Porositas didefinisikan sebagai volum udara efektif yang terperangkap

dalam bahan penyerap (VL) dan volum total dari bahan penyerap (VA)
V
= L <1
VA

(2.15)
2. Struktur faktor X didefinisikan oleh kontribusi volum udara terhadap kompresi
(VK), percepatan msing-masing (VB)
3. Spesifikasi tahanan aliran didefinisikan sebagai perbedaan tekanan P

untuk aliran konstan dengan kecepatan v dalam lapisan absorber dengan


ketebalan x
21

Koefisien serap bunyi () adalah perbandingan energi serap dengan


energi incident wave, dapat ditulis dengan persamaan
2 2
|Pi| |Pr| 2
= 2
=1|R| (2.16)
|Pi|
Koefisien serapan bunyi maksimum ( = 1) ketika tidak terjadi
pemantulan dari permukaan (R = 0), jadi semua energi pada sampel diserap.
Koefisien serapan bunyi minimum ( = 0) ketika semua dipantulkan (R = 1 atau R
= - 1), sehingga tidak ada energi yang diserap (Vigran, 2008: 56)
Bahan-bahan penyerap bunyi yang digunakan sebagai pengendali
kebisingan menurut Doelle (1993: 34) dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Bahan Berpori
Karakteristik bahan berpori seperti papan serat, plesteran lembut,
mineral wools dan selimut isolasi adalah suatu jaringan seluler dengan pori-
pori yang saling berhubungan. Energi bunyi yang datang diubah menjadi energi
panas dalam pori-pori tersebut. Bunyi datang yang diubah menjadi panas
diserap dan sisanya akan dipantulkan oleh permukaan bahan. Bahan seluler
dengan sel yang tidak saling berhubungan dan tertutup seperti damar busa,
karet seluler dan gelas busa adalah penyerap bunyi yang tidak baik.

Gambar 2.11 Penyerapan Bunyi Bahan Berpori Bertambah


dengan Ketebalan, Terutama pada Frekuensi
Rendah. (Doelle, 1993: 34)
22

Gambar 2.12 Penyerapan Bunyi Selimut Mineral-wool


2 Inci (50 mm) yang Dipasang pada Lapisan
Penunjang Tegar dan Pada Kerangka 1 Inci
(25 mm). (Doelle, 1993: 34)

Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 memperlihatkan karakteristik penyerap


berpori sebagai berikut: (1) penyerapan bunyinya lebih efisien pada frekuensi
tinggi dibandingkan pada frekuensi rendah dan (2) efiseiensi akustiknya
membaik pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya tebal lapisan
penahan yang padat dan dengan bertambahnya jarak dari lapisan penahan.
Bahan berpori komersial dibagi dalam tiga kategori:
a. Unit akustik siap pakai
Bermacam-macam jenis ubin selulosa dan serat mineral yang
berlubang maupun tak berlubang, bercelah (fissured), atau bertekstur, panel
penyisip dan lembaran logam berlubang dengan bantalan penyerap,
merupakan unit yang khas dalam kelompok ini.
Penggunaan unit akustik siap pakai memberikan beberapa
keuntungan:
1) Mempunyai penyerapan yang dapat diandalkan dan dijamin pabrik
2) Pemasangan dan perawatannya relatif mudah dan murah
3) Beberapa unit dapat dihias kembali tanpa mempengaruhi jumlah
penyerapannya
4) Penggunaannya dalam sistem langit-langit dapat disatukan secara
fungsional dan secara visual dengan persyaratan penerangan, pemanasan
dan pengkondisian udara
23

5) Jika dipasang secara tepat, penyerapannya dapat bertambah. Penyerapan


rata-rata ubin akustik yang umum sipakai dengan sistem adhesif/perekat
(A) atau sistem gantung/suspensi (B)

Gambar 2.13 Penyerapan Rata-rata Ubin Akustik


yang Umum Dipakai. (Doelle, 1993: 36)

Di lain pihak, pemakaiannya menyebabkan beberapa masalah:


1) Sukar untuk menyembunyikan sambungan antar unit yang berdampingan
2) Mempunyai struktur yang lembut, yang peka terhadap kerusakan
mekanik bila dipasang pada tempat-tempat yang rendah di dinding
3) Penyatuan keindahannya ke dalam tiap proyek menuntut kerja yang berat
4) Penggunaan cat untuk tujuan dekorasi ulang dapat mengubah penyerapan
sebagian besar unit akustik siap pakai dalam arti merusak kecuali bila
petunjuk-petunjuk pabrik diikuti.

Gambar 2.14 Pengaruh Cat pada Unit Akustik Siap Pakai


24

yang Berpori. (Doelle, 1993: 37)

Pengaruh cat pada unit akustik siap pakai berpori: A permukaan


tanpa lapisan, B satu lapisan cat yang diberikan dengan penyemprotan, C
satu lapisan cat yang diberikan dengan disikat/disapu dan D dua lapisan cat
yang diberikan dengan disikat.
Beberapa balok beton dan unit bangunan batu adukan yang ringan
atau adukan berat yang dipilih dan dicampur dengan baik, dengan
permukaan tampak yang relatif berpori, juga memberi sumbangan yang
cukup pada penyerapan bunyi, khususnya pada frekuensi sedang dan tinggi.
b. Plesteran akustik dan bahan yang disemprotkan
Lapisan akustik ini digunakan terutama untuk tujuan reduksi bising
dan terkadang digunakan dalam auditorium di mana usaha akustik lain tidak
dapat dilakukan karena bentuk permukaan yang melengkung atau tidak
teratur. Efisiensi akustiknya, biasanya baik pada frekuensi tinggi, tergantung
terutama pada kondisi pekerjaan seperti ketebalan dan komposisi campuran
plesteran, jumlah perekat, keadaan lapisan dasar pada saat digunakan dan
cara lapisan digunakan.
Perawatan plesteran akustik dan lapisan-lapisan yang disemprotkan
(serat mineral yang disemprot) jelas menimbulkan beberapa kesulitan.
Dekorasi ulang dapat menciptakan kemunduran pada sifat akustiknya
kecuali petunjuk pabrik diikuti dengan sempurna.
c. Selimut (isolasi) akustik
Selimut akustik dibuat dari serat-serat karang (rock wool), serat-
serat gelas (glass wool), serat-serat kayu, lakan (felt), rambut dan
sebagainya. Penyerapannya bertambah dengan tebal, terutama pada
frekuensi rendah. Karena selimut akustik tidak menampilkan permukaan
estetik yang memuaskan, maka biasanya ditutupi dengan papan berlubang,
wood slast, fly screening dan lain-lain dari jenis yang sesuai, dan diletakkan
di atasnya serta diikatkan pada sistem kerangkanya.
d. Karpet dan Kain
Karpet juga digunakan sebagai bahan akustik serbaguna karena
dapat menyerap bunyi dan bising di udara (airborne) yang ada dalam
25

ruangan. Karpet mereduksi dan dalam beberapa kasus meniadakan dengan


sempurna bising benturan dari atas, dan menghilangkan bising permukaan.
Pemberian karpet pada lantai menunjang penyerapan bunyi sebagai
berikut:
1) Jenis karpet, praktis tidak mempunyai pengaruh pada penyerapan bunyi.
2) Pada kondisi yang sama tumpukan potongan memberikan penyerapan
yang lebih banyak dibandingkan dengan tumpukan lembaran.
3) Dengan bertambahnya tinggi dan berat tumpukan, dalam tumpukan kain,
penyerapan bunyi akan bertambah.
4) Dalam tumpukan lembaran kain, bila tumpukan bertambah tinggi, sedang
rapat massa tetap, penyerapan bunyi bertambah.
5) Makin kedap lapisan penunjang (backing), makin tinggi penyerapan
bunyi.
6) Bantalan bulu, rami bulu (hair-jute dan karet busa menghasilkan
penyerapan bunyi yang lebih tinggi dibanding bantalan rami bulu yang
dilapisi karet, karet sepon dan busa urethane yang kurang kedap.

Pemberian karpet pada lantai menunjang reduksi bising benturan


sebagai berikut:
1) Makin berat karpet makin banyak pencegahan terhadap terhadap bising
benturan.
2) Makin tebal karpet dan lapisan bawahnya, makin tinggi insulasi bising
benturan.
3) Bantalan karet sepon, yang kurang efisien untuk penyerapan bunyi,
sangat efektif terhadap bising benturan.
4) Jika bantalan dilekatkan pada karpet, maka akan dihasilkan insulasi
bising benturan yang kurang efektif.
5) Bantalan bulu dan jerami lebih baik daripada bantalan yang seluruhnya
bulu.
Pemberian karpet pada dinding menunjang penyerapan bunyi
sebagai berikut:
1) Karpet yang dipasang pada dinding-dinding berbulu lebih baik daripada
karpet yang direkat/dilem langsung pada dinding.
2) Karpet dengan papan mineral, rock wool, styrofoam atau tectum boards
yang digunakan sebagai pengisi antara lapisan menghasilkan penyerapan
lebih tinggi daripada tanpa pengisi.
26

Pemberian karpet pada lantai dan dinding menciptakan suasana tenang,


namun hal ini tidak dimanfaatkan sebagai pengendali bising secara
psikologis.
Kain-kain fenetrasi dan bahan gorden juga menunjang penyerapan
bunyi. Makin berat kainnya, makin banyak penyerapan bunyi. Makin lebar
ruang udara antara gorden dan dinding belakangnya penyerapan frekuensi
rendah makin bertambah, dan hal ini sangat menguntungkan.

Gambar 2.15 Penyerapan Bunyi Oleh Kain Fiberglass


Berubah dengan Berat Bahan.
(Doelle, 1993: 38)

2. Penyerap Panel (atau Selaput)


Bahan kedap yang dipasang pada lapisan penunjang yang padat (solid
backing) tetapi terpisah oleh suatu ruang udara akan berfungsi sebagai
penyerap panel dan akan bergetar bila tertumbuk oleh gelombang bunyi.
Getaran lentur dari panel akan menyerap sejumlah energi bunyi datang dengan
mengubahnya menjadi energi panas. Panel jenis ini merupakan penyerap
frekuensi rendah yang efisien. Penyerap panel menyebabkan karakteristik
dengung serba sama pada seluruh jangkauan frekuensi audio.
Penyerap panel berikut ini berperan pada penyerapan frekuensi
rendah: panel kayu dan hardboard, gypsum boards, langit-langit plesteran yang
digantung, plesteran berbulu, plastic board tegar, jendela, kaca, pintu, lantai
27

kayu dan panggung dan pelat-pelat logam (radiator). Penyerap panel tak
berlubang ini biasa dipasang di bagian bawah dinding.

Gambar 2.16 Penyerap Bunyi Panel Plywood.


(Doelle, 1993: 39)

Gambar 2.13 menunjukkan karakteristik penyerapan-frekuensi suatu panel


plywood inci (6 mm) dengan rongga 3 inci (75 mm) dari dinding, dengan
dan tanpa penyerap berpori dalam rongga udara tersebut. Untuk panel absorber,
massa yang bergetar adalah selembar bahan seperti karet atau kayu lapis yang
kemudian bergetar. Pegas dalam kedua kasus ini disediakan oleh udara tertutup
dalam rongga. Dengan mengubah massa bergetar dan kekakuan udara pegas,
frekuensi resonansi dari perangkat ini dapat diatur, dan itu adalah pada
frekuensi resonansi yang penyerapannya maksimal. (Cox dan DAntonio,
2004: 151)
3. Resonator Helmholtz
Resonator rongga atau Helmholtz terdiri dari sejumlah udara tertutup
yang dibatasi oleh dinding-dinding tegar dan dihubungkan oleh lubang/celah
sempit (disebut leher) ke ruang sekitarnya, dimana gelombang bunyi
merambat.
28

Gambar 2.17 Resonator Helmhotz (Brewer, 1992: 40)


Resonator rongga menyerap energi bunyi maksimum pada daerah pita
frekuensi rendah yang sempit, resonator ini sangat selektif dalam
penyerapannya.
Dengan besarnya frekuensi resonan pada resonator Helmholtz:
f=
v

2 VL
S

(2.17)
Resonator Helmholtz adalah bagian utama elemen peredam bunyi yang terdiri
dari percabangan yang berongga dengan volume V, luas penampang leher S
dan panjang leher L, di mana v (cepat rambat bunyi di udara) = 340 m/s dan f
adalah frekuensi resonan (Hz) (Brewer, 1992: 40).
Resonator rongga yang dapat digunakan, yaitu:
a. Resonator Rongga Individual
Resonator rongga individu yang dibuat dari tabung tanah liat
kosong dengan ukuran berbeda digunakan di gereja-gereja Skandinavia
pada abad pertengahan. Penyerapannya yang efektif antara 100 dan 400 Hz.
Balok beton standar yang menggunakan campuran yang biasa tetapi dengan
rongga yang telah ditetapkan, disebut Soundblox, merupakan jenis resonator
berongga jaman sekarang.
Balok dicor dalam dua seri, yaitu tipe A dan tipe B. Unit tipe A
mempunyai celah sekitar inci (6 mm) dan elemen pengisi tang tidak
mudah terbakar dalam rongganya. Dalam kedua tipe ini, rongga tertutup di
atasnya dan celah memungkinkan rongga tertutup tersebut berfungsi sebagai
resonator Helmholtz. Penyerapan bunyi maksimum terjadi pada frekuensi
rendah, dan berkurang pada frekuensi yang lebih tinggi.
29

Gambar 2.18 Unit Soundblox Umum yang


Digunakan Sebagai Resonator Rongga
Individual. (Doelle, 1993: 41)

Keuntungan yang besar terletak pada daya tahannya yang tinggi,


yang memungkinkan digunakan dalam ruang olahraga, kolam renang, jalur
bowling, proyek industri, ruang alat-alat mekanis, terminal dan jalan raya
yang padat.
b. Resonator Panel Berlubang
Resonator panel berlubang tidak melakukan penyerapan selektif.
Jika panel berlubang dipilih dengan tepat dengan daerah terbuka yang cukup
(disebut tembusan bunyi), selimut isolasi menambah efisiensi penyerapan
keseluruhan dengan memperlebar daerah frekuensi dimana penyerapan yang
cukup besar dapat dicapai (Gambar 2.19). daerah yang terbuka (jalan
tembus bunyi) permukaan berlubang mempunyai pengaruh yang besar pada
penyerapan.
30

Gambar 2.19 Penyerapan Bunyi Resonator Panel Berlubang


Dengan Selimut Osilasi Dalam Rongga
Udara. (Doelle, 1993: 42)

Kurva penyerapan frekuensi resonator panel berlubang umumnya


menunjukkan suatu nilai maksimum (puncak) di daerah skala frekuensi
tengah dengan penurunan yang jelas di atas 1000 Hz. Karakteristik dengung
yang cukup seimbang dan merata dapat didapat jika nilai puncak dalam
diagram lapisan panel berlubang digeser ke beberapa daerah jangkauan
frekuensi yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah tebal panel,
ukuran dan jarak antar lubang, ke dalam panel rongga udara di belakang
panel dan arah pisah antar elemen-elemen sistem bulu (furring system).
Bermacam-macam panel atau papan standar yang komersial dapat
diperoleh dalam bentuk berlubang, dan cocok dalam penggunaan penyerap
pabel berlubang seperti: lembaran asbestos semen, hardboard (Masonite),
lembaran baja atau aluminium polos, bergelombang dan lebar, lembaran
plastik tegar dan panel kayu dan plywood, panel serat gelas yang dicor dan
lembaran baja berlapis plastik. Pelapisan permukaan panel berlubang yang
tampak harus menghindari penyumbatan lubang-lubang oleh cat.
c. Resonator Celah
Layar pelindung dengan elemen-elemen berjarak pisah yang cukup
dan selimut osilasi di belakangnya, membentuk penyerap resonator celah.
31

Seluruh daerah terbuka antara elemen-elemen disebut tembusan bunyi harus


meliputi paling sedikit 35 persen dari daerah lapisan akustik total (Gambar
2.20).

Gambar 2.20 Lapisan Akustik Irisan Kayu Digunakan


Sebagai Penyerap Resonator Celah Dalam
Ruang Kuliah. (Doelle, 1993: 44)

Tembus bunyi 40% menyebabkan penembusan gelombang bunyi yang


cukup antara irisan-irisan untuk mencapai selimut isolasi
Gambar 2.21 sampai Gambar 2.23 menunjukkan contoh-contoh
tambahan penyerap resonator celah, yang menggunakan bata berongga,
balok beton berongga khusus dan rusuk (slat) kayu dan baja.

Gambar 2.21 Penyerap Resonator Celah yang Digunakan


Sebagai Lapisan Akustik di Berbagai
Auditorium. (Doelle, 1993: 46)
32

Gambar 2.22 Gambar Lapisan Akustik Dengan Batu Bata


Terbuka dan Galar Kayu. (Doelle, 1993: 46)

Gambar 2.23 Balok Beton Berongga. (Doelle, 1993: 47)


Setiap struktur dalam penyerap ruang memiliki fungsi yang berbeda
beda disesuaikan dengan kebutuhan ruangan. Sesuai dengan Gambar 2.10 pada
penyerap ruang yang telah dibuat dapat digunakan pada low frequency high
frequency. Hal ini tentu terdapat bagian-bagian untuk mengatasi noise pada low
frequency maka dibagian dalamnya ditambahkan pipa yang berfungsi sebagai
resonator gelombang. Sedangkan untuk mengatasi noise pada middle frequency
maka di berilah air cavity atau rongga udara yang berada diantara felt dan plastik.
Plastik disini berfungsi untuk meningkatkan Sound Transmission Loss nya. Pada
High frequency nya digunakanlah felt sebagai bahan dasar yang berfungsi
menyerap noise pada frekuensi ini.
Penyerap bunyi yang disebut penyerap ruang atau penyerap fungsional
dapat digantung pada langit-langit sebagai unit tersendiri. Penyerap bunyi mudah
dipasang atau dipindahkan tanpa mengganggu peralatan atau perlengkapan yang
sudah ada. Karena gelombang bunyi akan menumbuk seluruh permukaan
33

penyerap ini, penyerapannya cukup besar dibandingkan dengan bahan-bahan


akustik komersial standar.

Gambar 2.24 Penyerap Ruang yang Dapat Digantung pada


Langit-langit Sebagai Unit Individual.
(Doelle, 1993: 47)

Penyerap bunyi dibuat dari lembaran yang berlubang dalam bentuk


panel, prisma, kubus bola, silinder atau kulit kerucut tunggal atau ganda dan
umumnya diisi atau ditutupi dengan bahan penyerap bunyi seperti rock wool,
glass wool dan lain-lain. Efisien akustiknya tergantung pada jarak antaranya.
Untuk mendapatkan penyerapan yang cukup, penyerap bunyi yang banyak perlu
ditempatkan di dalam ruang dan distribusinya membutuhkan koordinasi yang baik
dengan penempatan lampu.
34

Gambar 2.25 Hasil Setelah Pemasangan di Dome STP


Bandung. (Abidia, 2016: 22)
1. Pemasangan dan Distribusi Bahan Penyerap
Cara pemasangan bahan akustik mempunyai pengaruh besar pada
sifat-sifat penyerapan, pembandingan antara koefisien penyerapan bahan yang
berbeda harus didasarkan pada data-data, dengan kondisi pemasangan yang
identik. Beberapa cara pemasangan yang digunakan dalam melakukan
percobaan penyerapan bunyi yang distandarisasi oleh The Acoustical and
Insulating Material Association ditunjukkan dalam Gambar 2.26.

Gambar 2.26 Jenis Pemasangan Standar. (Doelle, 1993: 50)


Cara pemasangan bahan penyerap tidak ada tipe tertentu yang dapat
dikatakan sebagai optimum untuk tiap pemasangan, yang harus diperhatikan
secara seksama adalah sebagai berikut:
a. Sifat-sifat fisik bahan akustik
b. Kekuatan, susunan permukaan dan lokasi dinding-dinding ruang dimana
bahan akustik akan dipasang
c. Ruang yang tersedia untuk lapisan permukaannya
d. Waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan
e. Kemungkinan penggantiannya dalam waktu-waktu mendatang
f. Biaya dan lain-lain.
35

Lapisan-lapisan akustik harus didistribusikan pada dinding-dinding ruang


seseragam mungkin.
2. Pemilihan Bahan Penyerap
Bahan akustik arsitektur dimaksudkan untuk mengkombinasikan
antara penyerap bunyi dengan interior, bahwa pemilihan lapisan akustik
sejumlah pertimbangan di luar akustik juga perlu diperhatikan. Jika tujuan
utama adalah mencapai RT yang merata dalam seluruh jangkauan frekuensi
audio, maka lapisan yang dipilih harus menghasilkan karakteristik penyerapan
merata pada seluruh jangkauan frekuensi audio. Rincian berikut ini harus
diperhatikan dalam pemilihan lapisan-lapisan atau konstruksi penyerapan
bunyi:
a. Koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi wakil jangkauan frekuensi audio
b. Penampilan (ukuran, tepi, sambungan, warna, jaringan)
c. Daya tahan terhadap kebakaran dan hambatan terhadap penyebaran api
d. Biaya instalasi
e. Kemudahan instalasi
f. Keawetan (daya tahan terhadap tumbukan, luka-luka mekanis dan goresan)
g. Pemantulan cahaya
h. Perawatan, pembersihan, pengaruh dekorasi kembali pada penyerapan bunyi
dan biaya perawatan
i. Kondisi pekerjaan (temperatur, kelembaban selama instalasi dan kesiapan
lapisan penunjang di belakangnya)
j. Kesatuan elemen-elemen ruang (pintu, jendela, lampu-lampu penerang, kisi-
kisi, radiator dan sebagainya) dengan lapisan akustik
k. Ketebalan dan berat
l. Tahanan terhadap uap lembab dan kondensasi bila ruang digunakan
m. Kemungkinan adanya langit-langit gantung atau ruang-ruang diisi lapisan
pengisi
n. Nilai insulasi termis
o. Daya tarik kutu, kutu busuk, jamur
p. Kemungkinan penggantiannya
q. Kebutuhan serentak akan insulasi bunyi yang cukup
3. Pengukuran Penyerap Bunyi
Dua metode yang digunakan untuk pengukuran penyerap bunyi adalah
metode tabung dan metode ruang dengung.
a. Metode Tabung
Metode ini digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi
contoh-contoh (sample) bahan akustik yang kecil dan gelombang bunyi
merambat tegak lurus pada permukaan contoh bahan. Pengukuran akan
36

menunjukkan penyerapan bunyi dalam hangkauan frekuensi sekitar 200


3000 Hz.
Metode ini tidak tepat untuk keseluruhan pengukuran koefisien
penyerapan karena mempunyai batasan. Hasil yang diperoleh dengan
metode tabung harus digunakan untuk teoritik, untuk pengembangan bahan
akustik baru atau untuk membandingkan bahan yang ada dan juga untuk
pengendalian kualitas.
b. Metode Ruang Dengung
Metode ini menggunakan ruang kosong dengan RT yang panjang.
Koefisien penyerapan bunyi bahan dihitung dari pengurangan RT ruang,
yang terjadi karena adanya bahan penyerap bunyi. Koefisien penyerap bunyi
bahan yang diukur dalam ruang dengung tidak boleh dianggap sebagai
konstanta bahan karena tergantung pada ukuran, posisi dan distribusi dalam
ruang, cara pemasangan dan karakteristik fisik ruang itu sendiri. Karena itu
nilai koefisien penyerap bunyi yang diukur di laboratorium yang berbeda
harus dibandingkan dengan seksama.
Hasil treatment sebelum atau sesudah pemasangan penyerap ruang
pada dome dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(a) (b)
Gambar 2.27 Hasil Pengukuran : (a) Sebelum Pemasangan
Panel (b) Setelah Pemasangan Panel.
(Abidia, 2016: 22)

Pada hasil pengukuran waktu dengung, hasil pengukuran sebelum


pemasangan panel akustik sebesar 4,05 s dan setelah pemasangan panel
turun menjadi 2,16 s
4. Hand-Held Analyzer
37

Hand-held analyzer merupakan sebuah perangkat pengukur


karakteristik akustik ruangan seperti, pengukuran daya bunyi, pengukuran
waktu dengung, dan building acoustic measurement.

Gambar 2.28 Rancangan Pengukuran dengan Hand-


heldAnalyzer (Abidia, 2016: 12)
Pemakaian hand-held analyzer untuk pengukuran karakteristik akustik
adalah dengan menghubungkan dengan mikrofon yang kemudian ketika ada
sumber bunyi, hand-held akan memulai pengukuran sesuai dengan setup dan
kebutuhan keluaran data yang diinginkan oleh pengguna. Kemudian data hasil
dari pengukuran dapat dipindahkan ke komputer untuk selanjutnya dianalisa.

Anda mungkin juga menyukai