PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari
1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis
gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan
diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau
ketidaksesuaian afek yang nyata.
Onset umur pada wanita lebih besar dari pada pria, pada usia tua
gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda
lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar.9
2
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan
gangguan afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan
resiko terjadinya gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan
skizoafektif 10
2.3 ETIOLOGI
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Sulit untuk menentukan penyebab penyakit
yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini
bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi
skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif
juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. empat model konseptual telah
diajukan:
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga
yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
suatu gangguan mood. Artinya diagnosis gangguan skizoafektif
merupakan diagnosis yang berbeda dari skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap
pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.
3
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik
gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari.2 Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang
menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini
yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu
kurang tajam atau kurang jelas):
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought
insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
4
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
5
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.
6
B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut
ini adalah menetap (empat jika mood hanya mudah tersinggung)
dan telah ditemukan pada derajat yang bermakna:
1. harga diri yang melambung atau kebesaran
2. penurunan kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa telah
beristirahat setelah tidur hanya 3 jam)
3. lebih banyak bicara dibandingkan biasanya atau tekanan
untuk terus berbicara.
4. Gagasan yang melompat-lompat (flight of ideas) atau
pengalaman subjektif bahwa pikirannya berpacu.
5. Mudah dialihkan perhatian (yaitu, atensi terlalu mudah
dialihkan oleh stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak
relevan).
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan oleh tujuan (baik secara
sosial, dalam pekerjaan atau sekolah, atau secara seksual)
atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan yang memiliki kemungkinan tinggi adanya
akibat yang menyakitkan ( misalnya, melakukan belanja yang
tidak dibatasi, tidak pilih-pilih dalam hubungan seksual, atau
investasi bisnis yang bodoh).
C. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran
D. Gangguan mood adalah cukup arah untuk menyebabkan gngguan
dalam fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas sosial lazimnya atau
hubungan dengan orang lain, atau untuk membutuhkan
perawatan untuk mencegah bahaya bagi diri sendiri atau orang
lain, atau terdapat ciri psikotik.
E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi atau terapi
lain) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme).
7
2.5 DIAGNOSIS
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria
diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah
terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah
bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat
atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria
diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus
memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa
adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga
harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual.
Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari
mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu
gangguan skizoafektif.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
8
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. Hak cipta
American Psychiatric Association. Washington. 1994.
9
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)
10
11
2.7 PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.
Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti
pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang
menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe
bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset
yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik,
khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang
tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari
masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya
tidak meramalkan perjalanan penyakit.2
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan
dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data
menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita
dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut.
Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif
diperkirakan sekurangnya 10 persen.2
12
2.8 TERAPI
Pengobatan pada pasien dengan gangguan skizoafektif merespon baik
terhadap pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan
obat mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang
gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik
dengan mood stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan
yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan
keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting
dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.9
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar
yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa
protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan
bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian
jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam
mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat
diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus
mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate
(Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak
efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan
percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka
diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.2
Pengobatan psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri
sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran
gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalami keadaan psikosis dan
variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat
mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien
13
tersebut. Perlu diberikan regimen obat yang mungkin lebih rumit, dengan
banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.
14
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa
genetik dan lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah
termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan
depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala2
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam
episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif
mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau
campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga,
pengembangan skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada
farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila
memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan
apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan
adalah antara anti psokotik dengan mood stabilizer. Sebagai suatu kelompok,
pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan
antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih
buruk daripada pasien dengan gangguan depresif ataupun dengan gangguan
bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia.
15
DAFTAR PUSTAKA
16