Anda di halaman 1dari 20

Parkinson Disease

Vivi Novemly Rumahlatu

NIM : 102011321

Email : Vivi_rumahlatu@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi : Jalan Arjuna Utara no. 6. Jakarta11510

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,


merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki
dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali ditemukan oleh
seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini
merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari
degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit
motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi
kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.
Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan.
Pada banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar)
tangan ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara
sengaja dan menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat
tremor. Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan
lainnya, lengan dan tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak
mata.
Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan
dan terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang
lain, maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas bisa menyebabkan sakit otot dan
kelelahan. Kekakuan dan kesulitan dalam memulai suatu pergerakan bisa menyebabkan
berbagai kesulitan. Otot-otot kecil di tangan seringkali mengalami gangguan, sehingga
pekerjaan sehari -hari (misalnya mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit
dilakukan. Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan
seringkali berjalan tertatih-tatih dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya.
Jika penderita Penyakit Parkinson sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk
berhenti atau berbalik. Langkahnya bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk
berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit
mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh ke depan atau ke belakang. Wajah
penderita Penyakit Parkinson menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah untuk
membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi wajah ini disalah artikan
sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Penyakit Parkinson yang akhirnya
mengalami depresi. Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka dan matanya jarang
mengedip. Penderita Penyakit Parkinson seringkali ileran atau tersedak karena kekakuan pada
otot wajah dan tenggorokan menyebabkan kesulitan menelan. Penderita Penyakit Parkinson
berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami
kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya. Sebagian besar penderita memiliki intelektual
yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.

Definisi

Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson


(Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra
ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya
inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 62 tahun datng ke poliklinik diantar keluarganya dengan keluhan
kedua tangannya gemetar sejak 1 tahun yang lalu. Pasien merasakan kedua tangannya
gemetar saat pasien tidak menggerakkan tangannya namun menghilang saat pasien
melakukan aktivitas dan saat pasien tertidur. Pasien merasa badannya semakin kaku , berjalan
semakin lambat dan postur tubuh semakin membungkuk dan bicaranya semakin tidak jelas

ANAMNESIS

Anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara


lengkap, seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat,pekerjaan dll,
kemudian diikuti dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat
penyakit sekarang yang dikeluhkannya, kemudian dinyatakan riwayat penyakit
dahulu, dan riwayat kesehatan dan penyakit dalam keluarga.

Perlu diperhatikan:

- kesulitan bicara, menelan, keluhan gerak ( kaku, lemah, gemetar, gerak involunter),

- nyeri tengkuk, pinggang dan jari

- parestesia, hipestesia, impotensi, kesulitan BAB/BAK


Alloanamnesis adalah anamnesis yang didapat dari informasi orang lain (dapat
keluarga, ataupun seseorang yang mengasuhnya). Pada pasien yang tidak
sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada
pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya.
Pertama yang dapat kita sebagai dokter lakukan adalah menanyakan data
umum pasien seperti nama, umur, alamat, dan sebagainya. Kemudian
menanyakan keluhan utama sampai dibawa kedokter, riwayat penyakit
sekarang maupun yang dulu atau sebelumnya pernah di alami. Selain itu juga
kita dapat menanyakan riwayat penyakit keluarga dan riwayat kebiasaan
maupun sosial, sebab ada beberapa penyakit yang dapat diturunkan atau
karena lingkungan social.2

Hal yang ditanyakan harus tepat dan lebih rinci, tidak berputar-putar agar kita bisa
mengetahui pasti penyakitnya. Bila pasien dibawa dengan keadaan yang sudah
menurun , kita lakukan allo-anamnesis yaitu menanyakan pada anggota keluarga atau
yang tahu perjalanan penyakit pada pasien. Berikut adalah hal-hal yang bisa
ditanyakan pada pasien dengan skenario di atas :

Keluhan Utama? (kedua tangannya gemetar sejak 1 tahun yang lalu)


Keluhan penyerta? Apa yang dirasakan selain tangan gemetar? ( badan
semakin kaku , berjalan semakin lambat dan postur tubuh semakin
membungkuk, bicara semakin idak jelas)
Riwayat penyakit sekarang? Bagaiman kondisi terakhir penyakitnya?
Riwayat penyakit dahulu? (Apakah pernah mengalami penyakit yang
gemetar juga sebelumnya?)
Riwayat Penyakit Keluarga? ( Untuk mengetahui ada factor genetic atau
tidak, karna berdasarkan hipotesis, terdapat faktor resiko 3x lebih besar
bila ada keluarga sebelumnya yang terkena penyakit sama)
Riwayat pengobatan?
Riwayat Sosial Ekonomi? (Lingkungan sekitar? Aktivitas yang
dilakukan?)

PEMERIKSAAN FISIK
1. pemeriksaan kesadaran:
- pemeriksa mengamati kesadaran pasien dan mengamati responnya
terhadap lingkungan
- pemeriksa mengajak bicara dan memperhatikan respon terhadap suara
biasa dan keras
- pemeriksa memberi rangsang nyeri
2. pemeriksaan pupil dan gerakannya:
- ukuran pupil, reflex cahaya, dolls eye maneuver, reflex
okulovestibuler
3. pemeriksaan tanda rangsang meningeal:
- kaku kuduk, tanda brudzinski, tanda laseque, tanda kernig
4. pemeriksaan saraf kranial:
- Nervus III, IV, VI: perhatikan apakah kelopak mata jatuh, apakah os
mengikuti gerakan jari membentuk huruf H, perhatikan gerakan mata
mulus/jerky, apakah ada diplopia.
- Nervus VII: os diminta mengangkat alis dan mengerutkan dahi,
memejamkan mata, mencucurkan bibir, menggembungkan pipi.
- Nervus XII: os diminta menjulurkan lidah, apakah ada tremor, deviasi,
fasikulasi
5. Pemeriksaan motoric (ekstremitas atas):
- melakukan inspeksi untuk melihat sikap, bentuk, ukuran, gerak
abnormal
- melakukan palpasi untuk melihat tonus otot (angkat, jatuhkan
ekstremitas)
- pemeriksaan gerakan pasif (rigidity, cogwheel phenomene)
- pemeriksaan gerakan aktif (deltoid, triceps, biceps, wrist extension,
wrist flexion, ekstensi dan flexi jari-jari)
6. pemeriksaan reflex patologis:
- Babinski dan klonus kaki
7. Pemeriksaan koordinasi:
- percobaan telunjuk-hidung
- test romberg
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah seperti berikut:
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,
karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit
Parkinson. Pengukuran kadar dopamine atau metabolitnya dalam air kencing,
darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson
dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis
yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitif terhadap penyakit Parkinson
hanya ditegakkan dengan autopsi.2

Positron Emission Tomography (PET )


PET merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal
dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik
pada pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir
pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat
awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30%
pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat
membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal.2

EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)

CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua
eks vakuo).

WORKING DIAGNOSIS (WD)1,4

Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan melalui beberapa kriteria seperti kriteria klinis,
kriteria Koller, dan kriteria Hughes.3
Kriteria klinis: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal (tremor, rigiditas, bradikinesia) atau 3
dari 4 tanda kardinal (termasuk instabilitas postural)
Kriteria Koller: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal dan respon positif terhadap levodopa
Kriteria Hughes:
a) Possible 1 dari 3 tanda kardinal
b) Probable 2 dari 4 tanda kardinal
c) Definite 3 tanda kardinal
Pada kasus didapatkan 3 tanda kardinal pada pasien, yaitu tremor, rigiditas, dan bradikinesia.
Tiada riwayat trauma, penyakit lain maupun pemakaian obat, maka diagnosis kerja adalah
penyakit Parkinson idiopatik.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Diagnosis banding
Penyakit Parkinson sekunder
Penyakit Parkinson sekunder merupakan penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tumor
otak, radang otak, trauma, atau dari pemakaian obat-obat tertentu. Contoh obat-obat yang
dapat mengakibatkan penyakit Parkinson adalah fenotiazin, butirofenon, dan metoklopramid.
Selain itu, toksin eksogen juga boleh mengakibatkan penyakit Parkinson; methyl-phenyl-
1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP).3

Sindroma Parkinson plus


Gejala Parkinson dapat timbul sebagai gambaran dari penyakit lain. Pada usia lanjut dapat
terjadi atrofi multipel sistem, di mana sistem otonom mengalami disfungsi berat, dan
menyebabkan instabilitas postural.
Kelumpuhan pada supranuklear juga boleh menyebabkan efek parkinsonisme. Gejala
yang turut timbul pada kelainan ini adalah paralisis bola mata dan kaku kuduk.

Normal pressure hydrocephalus (NPH)


NPH merupakan salah satu communicating hydrocephalus, timbul pada usia lanjut. NPH
seringkali merupakan komplikasi dari trauma kepala dan perdarahan subarachnoid. Pasien
dengan NPH mempunyai cairan di dalam otak yang tidak mengalir dengan sempurna,
memberi gejala seperti kesulitan berjalan, sulit berpikir, kehilangan kontrol pada vesika
urinaria. NPH didiagnosa melalui pemeriksaan fisik, punksi lumbal, dan neuroimaging.4

ETIOLOGI

Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui),
reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa
menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari
10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.
2. Geografi : Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang.
Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk
adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor
lingkungan.
3. Periode : Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses
infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak
terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990.
Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap
timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4
(PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan
autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin
(PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko
menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8
kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh
keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika
di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70
penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di
Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
5. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan
mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
e. Trauma kepala
f. Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya
masih belum jelas benar
g. Stress dan depresi
h. Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi
dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi
terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

Kebanyakan penyakit Parkinson merupakan kasus idiopatik, akan tetapi ada beberapa faktor
resiko yang telah diidentifikasikan, seperti berikut:
Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.
Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan bahwa mutasi pada tiga gen terpisah (alpha-Synuclein, Parkin,UCHL1 )
berhubungan dengan Parkinson herediter. Kebanyakan kasus idiopatik Parkinson
diperkirakan akibat faktor-faktor genetik dan lingkungan.3
EPIDEMIOLOGI

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
hampir seimbang. 5-10 % orang yang menderita penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60-64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85-89 tahun. Di
Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Parkinson, dengan sekitar 50.000 ke 60.000
orang terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan
populasi umur penduduk Amerika.3

PATOFISIOLOGI

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamine akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40-50%
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).5 Lesi primer pada penyakit
Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,
khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata
telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamine dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang
berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus
interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan
jalur indirek reseptor D2. Maka bila input direk dan indirek seimbang, maka tidak ada
kelainan gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta
dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1
maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sehingga lebih dari 50% sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamine berkurang 80%.5 Reseptor D1 yang eksitatorik tidak
terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi.
Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus
palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada, sehingga fungsi inhibitorik terhadap
globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus
palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus
subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/
substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi
peningkatan kegiatan neuron globus palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kearah thalamus.5
Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke thalamus adalah GABAnergik
sehingga kegiatan thalamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke
korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun. Hal ini mengakibatkan output korteks
motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah sehingga terjadi hipokinesia.5

MANIFESTASI KLINIK5-7

Terdapat empat tanda kardinal yang merupakan manifestasi klinik dari penyakit
Parkinson. Keempat-empat tanda kardinal ini merupakan kelainan motorik.3,5
Bradikinesia: Melambatnya gerakan; sulit memulai pergerakan dan penurunan
progresif dari segi kecepatan dan amplitudo gerakan. Contohnya kedipan dan
lirikan mata melambat, suara monotone, tulisan menjadi kecil-kecil.
Rigiditas: Pada seluruh fleksor dan ekstensor, dapat ditemukan cogwheel
phenomenon.
Tremor: Resting tremor klasik; pill-rolling disertai fleksi jempol. Sering
berkurang pada pergerakan dan hilang pada waktu tidur.
Instabilitas postural: Badan membungkuk, cenderung jatuh kedepan pada saat
berjalan.
Selain empat tanda kardinal yang disebutkan di atas, gejala non-motorik juga bisa ditemukan
pada pasien dengan penyakit Parkinson seperti berikut:
Nyeri
Sialorrhoea
Frekuensi miksi meningkat
Hipotensi ortostatik
Disfungsi seksual
Depresi
Ansietas

PENATALAKSANAAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan


secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang
timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang
biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru
dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan
menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.

1. Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a.Antikolinergik
Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane).Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan
pergerakan.
b.Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam
otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback,
akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan
obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan
tulang punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang
penderita parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami
perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di
ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat
mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau
MAO-B inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini
dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan
standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap
obat-obatan yang diminum.

c.COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor
pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat
enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang
berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama,
entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),
pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan
reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan
peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.

e.MAO-B inhibitors

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna


pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan
dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine
yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia.
Kombinasi dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat
ini tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah
stomatitis.

f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa


Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak,
maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase.
Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ).
Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan
demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah,
untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya
umunya hampir sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.

2. Deep Brain Stimulation (DBS)

Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan


elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke
dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan
minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan komputer dengan tingkat
kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang disebut
neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di
dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.

Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi


ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini
memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping,
dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP)
sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada
penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan
kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson.
DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut
(stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan
90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan
terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal
sehari-hari.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar
diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami
kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada
penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan
yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.

3. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi
fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan
diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik
pada penyakit Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi
disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan
pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di
dalam mulut.

4. Terapi Suara

Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ).
LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa
alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency
auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.

5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi
gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke
bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan
memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid
decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (GABA).
GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-
derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant
kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan
merangsang pembentukan L-dopa.

6. Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel
stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo
dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu
hidup untuk pasien di bawah umur.

7. Operasi

Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya


levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di
mana terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan
stimulasi thalamik.

8. Terapi neuroprotektif

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang


diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.

9. Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L-
Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70
% dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting
dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap
110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara
teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua
vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja
yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang
memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.

10. Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit bParkinson.
Dalam percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala
motorik dan non-motorik di antara pasien yang melakukan latihan qigong
terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu. Penulis berspekulasi bahwa
gambaran aliran energy yang membantu peningkatan dalam movement pasien.
Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak efektif pada
penyakit Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan randomized
cross-over trial untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong pada
penyakit Parkinson tahap lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian
melakukan 20 sesi baik latihan aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian
setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi.
Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi kardiorespirator
setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah
mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki
manfaat terhadap kualitas hidup pasien.

KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari penyakit Parkinson ini dilihat dari imobiilisasi seperti
pneumonia,infeksi saluran perkemihan dan jika penderita terjatuh dapat menyebabkan
kematian.
Selain itu penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi gangguan fungsi
pernapasan,gangguan okulomotorius ( pandangan yang kabur ). Kelelahan dan nyeri otot
juga dialami oleh penderita Parkinson.
PENCEGAHAN

Sehingga kini belum terbukti adanya solusi untuk mencegah penyakit Parkinson.
Terapi yang diberikan hanya membantu mencegah progresifitas penyakit ini menjadi lebih
buruk. Selegiline mungkin dapat membantu karena ia merupakan MAOI yang menghambat
pembentukan metabolit MPP+ yang bersifat toksik terhadap saraf dopaminergik. Selain itu,
untuk memperlambat proses degenerasi sel-sel neuron, konsumsi antioksidan seperti Vitamin
E dan ginkgo biloba juga dapat membantu.

PROGNOSIS

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan


perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidup. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap
sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan
hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
penyakit Parkinson.5
Progresifitas gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. 5
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan pengendalian
yang tepat, kebanyakan pasien penyakit Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun
setelah diagnosis.

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/
neostriatum (striatal dopamine deficiency) yang membutuhkan penanganan secara holistik
meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini,
tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Obat-obatan yang ada
sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum
bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani
penderita sepanjang hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Edisi 11. Jakarta: FKUI; 2008.h.87-96.


2. Quinn N, Bhatia K, Brown P, Cordivari C, Hariz M, Lees A et al. Movement
disorders. In: Neurology. 1st ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2009.p.155-
62.
3. John C, Brust M. Current diagnosis & treatment in neurology. USA: McGraw-Hill;
2007.p.199-206.

4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus, dkk, (2009) Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid III edisi V. Internal publishing, Jakarta.

5. Widjosono Garjitno, (1997) Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, : 925 952.

6. Price, Sylvia A. Wilson Lorraine M, (1995) "Patifosiologi", Edisi ke-4 Buku ke II,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

7. DeLong M, Juncos JL. Parkinsons disease and other movement disorder. In: Hauser
S et al. Harrison neurology in clinical medicine. 1st ed. USA: McGraw-Hill;
2006.p.295-308.

8. http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/13/parkinson/ diunduh pada tanggal


6 Agustus 2015

Anda mungkin juga menyukai