1/4
b. Paradigma Positivis
Positivisme adalah suatu pendekatan atau cara melihat dan
memahami realitas dunia, yang berlandas pada asumsi-
asumsi :
Sifat Realitas (Ontologi): bahwa realitas bersifat tunggal,
dapat dipecah menjadi bagian-bagian untuk dipelajari
secara terpisah, karena keseluruhan adlh penjumlahan dari
bagian-bagian. Tugas para cendekia adalah menemukenali,
memprediksikan & mengontrol realitas tsb.
Hubungan antara pengamat & yang diamati (Epistemologi):
bahwa pengamat (the knower) dan yang diamati (the
known) adalah dualisme yang terpisah secara jelas.
Generalisasi: bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge)
dapat dikembangkan secara nomothetic dalam bentuk
generalisasi. Hasil observasi tidak terkait pada waktu &
konteks. Apa yang benar pada suatu waktu & tempat, pasti
benar pula untuk waktu dan konteks lain.
Hubungan Kausal: bahwa terdapat hubungan kausalitas
yang linier antara sebab dan akibat. Tidak ada sebab tanpa
akibat dan tidak ada akibat tanpa sebab.
Nilai (Axiologi) :bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai
(bias) dan dapat dijamin demikian karena penggunaan
metodologi yang obyektif.
Pengaruh paradigma positivis dalam riset ilmiah pada
umumnya sangat kuat, dicirikan oleh menekankan pada:
2/4
atas realitas berada diluar jangkauan manusia, karena yang
bisa dicapai hanyalah tahap pemahaman tertentu
(verstehen).
Hubungan antara pengamat & yang diamati (Epistemologi):
bahwa pengamat dan yang diamati merupakan bagian dari
suatu kesatuan. Pengamat dan yang diamati saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan lain.
Generalisasi: bahwa generalisasi tidak mungkin dapat
dilakukan. Ilmu pengetahuan (body of knowledge) hanya
dapat dikembangkan secara ideografis, dalam bentuk
hipotesa kerja yang menjelaskan kasus-kasus individual.
Hubungan Kausal: Fenomena sosial secara keseluruhan
berada dalam situasi saling mempengaruhi, karena itu sulit
untuk membedakan hubungan antara sebab dan akibat.
Nilai (Axiologi) : Ilmu pengetahuan tidak bisa bebas nilai,
karena senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai pengamat,
paradigma yang dipilih, teori substantif, dan kondisi
kontekstual.
3. KARAKTERISTIK PENELITIAN POSITIVIS
Penelitian Positivis mendapatkan kritik dan para pendukung
penelitian kualitatif karena karaktenistik sebagai berikut:
Bersifat exogenous. Seluruh aspek penelitian mulai dari
devinisi masalah, penentuan instrumen, pengumpulan dan
analisis data. pemanfaatan hasil, semua ditentukan oleh
peneliti
Merupakan riset etic. Penelliti menempatkan diri sebagai
orang luar dengan menggunakan perspektif obyektif.
Menempatkan peneliti sebagai pakar tentang kehidupan
orang lain. Akibatnya terjadi hubungan hierarkis antara
peneliti dan yang diteliti. Yang diteliti hanya dilihat sebagai
obyek eksploitasi dan instrumen mekanis pengumpulan
data.
Menolak gejala-gejala yang bersifat spesifik dan tidak dapat
digeneralisasikan. Pengalaman individu dianggap sebagai
hal yang subyektif dan tidak ilmiah. Emosi dan perasaan
kurang dihargai.
Bersifat deterministik dan reduksionis, karena selalu
menyoroti berbagai ragam fenomena dengan seperangkat
prosedur dan alat yang baku, dan cenderung mengabaikan
kekhasan konteks (context-stripping).
4. KARAKTERISTIK PENELITIAN KUALITATIF
3/4
Paradigma fenomenologis dimaksudkan sebagai alternatif dan
paradigma ilmiah positivis. Aksioma-aksioma yang
melandasinya, berikut:
Penelitian harus dilakukan dlm konteks dan kaitan
kepengaruhan yang utuh. Subyek yang diteliti dipandang
sbg bagian & kesatuan holistik.
Realitas bersifat majemuk dan senantiasa berubah. Karena
itu penelitian harus dilaksanakan secara multidisipliner:
dengan kerangka pemikiran yang luas dan dinamis.
Penelitian harus berorientasi pada pemecahan masalah.
Pilihan metoda bisa beragam, disesuaikan dengan kondisi
spesifik masing-inasing kasus. Meski lebih banyak
mengandalkan pada metoda kualitatif, metoda kuantitatif
tidak secara a-priori ditolak, melainkan diterima sebagai
metoda komplementer.
Rancangan penelitian (research design) tidak disusun
secara a-priori, tetapi dibiarkan muncul dan berkembang
selama penelitian. Pengambilan sampling lebih bersifat
purposive, bukan acak atau representatif. Demikian pula
analisis data lebih bersifat induktif berdasarkan kasus-kasus
tertentu, bukan deduktif.
Teori & konsep berkembang sejalan dengan proses
pengumpulan data (grounded theory). Tujuan penelitian
adalah the discovery of theory rather than the verification
of theory (Filstead, 1978).
Hubungan peneliti dengan yang diteliti harus bersifat non-
hierarkis dan noa-eksploitat didasari oleh semangat
kemitraan. Hubungan dialektis yang disebut
intersubyektifitas, ini merupakan prakondisi bagi peneiiti
dan yang diteliti untuk saling berbagi rasa dais themahami
kehidupan masing-masing. Kebiasaan peneliti untuk
mengambil sudut pandangan dan atas dengan demikian
digantikan dengan sudut pandang dan bawah. Riset yang
selama ini menjadi instrumen dominasi dan legitimasi
kekuatan elit berubah menjadi sarana untuk melayani
kepentingan kelompok yang mengalami opresi dan
eksploitasi.
Aksioma-aksioma di atas membentuk sinergisme, dalam
pengertian bila satu dipilih maka yang lain secara otomatis
akan mengikutinya.
5. INTEGRASI KUANTITATIF - KUALITATIF?
Pendekatan kuantitatif dan kualitatif benbeda dalam hal jenis
data yang dikumpulkan dan level analisisnya. Pilihan
4/4
pendekatan kuantitatif/ kualitatif sangat tergantung pada
tujuan, masalah dan rona spesifik penelitian yang dihadapi.
Integrasi antara kuantitatif - kualitatif memungkinkan peneliti
memilih kombinasi metoda yang bersifat komplementer dan
paling tepat untuk masalah yang distudi.
Kendala integrasi kuantitatif- kualitatif:
Biaya riset menjadi mahal
Waktu penelitian menjadi lebih lama
Peneliti harus terlatih sekaligus dalam kedua metoda &
membentuk tim antar disiplin
Sikap antipati pada peneliti yang sulit diubah.
5/4