Anda di halaman 1dari 5

PENELITIAN KUANTITATIF VS KUALITATIF

Pembahasan tentang sifat, manfaat, kekuatan dan


kelemahan penelitian kuantitatif -vs- kualitatif biasanya
merujuk pada landasan filosofis, asumsi dasar, tujuan,
masalah penelitian, metoda pengumpulan dan analisis
data.
Penelitian kuantitatif secara umum diasosiasikan dengan
metoda survai dan eksperimental, sementara penelitian
kualitatif dengan pengamatan berperan serta, etnografi,
studi kasus, wawancara tak terstruktur dan wawancara
mendalam.
Penelitian kuantitatif berfokus pada metoda
pengumpulan data yang mampu mendukung pelaksanaan
prosedur ilmiah. Karena itu para pendukung penelitian
kuantitatif cenderung memandang penelitian kualitatif dan
metoda-metodanya sebagai hal yang marginal, kurang
ilmiah, dan hanya cocok untuk diterapkan pada penelitian-
penelitian awal yang masih harus diujikan lebih lanjut
melalui pendekatan kuantitatif.
Kontroversi antara penelitian kuantitatif vs- kualitatif
muncul dan pertanyaan yang paling dasar: Dapatkah model
ilmu alam diterapkan langsung pada ilmu-ilmu sosial? Para
pendukung penelitian kualitatif berargumentasi bahwa
model dan prosedur ilmu alam tidak dapat diterapkan
langsung pada ilmu sosial, karena obyek ilmu alam dan
sosial sama sekali berbeda. Dukungan filosofis bagi
penelitian kualitatif diperoleh antara lain dari filsafat
Fenomenologi yang berkembang pada tahun 1960an.
2. KRITIK TERHADAP PARADIGMA POSITIVIS
a. Definisi Paradigma
Paradigma didefinisikan sebagai pandangan mendasar
dan suatu disiplin ilmu tentang pokok permasalahan apa
yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus
diajukan, prosedur dan prinsip apa yang harus dipatuhi
dalam pengumpulan dan penafsiran data.
Dalam suatu disiplin ilmu mungkin terdapat beberapa
paradigma. Artinya terdapat beberapa komunitas
cendikia yang berbeda titik tolak dan pandangan
tentang pokok permasalahan apa yang semestinya
dipelajari/diselidiki. Suatu fenomena dapat disoroti
dengan paradigma yang berbeda, dan menghasilkan
makna atau kesimpulan yang berbeda pula.

1/4
b. Paradigma Positivis
Positivisme adalah suatu pendekatan atau cara melihat dan
memahami realitas dunia, yang berlandas pada asumsi-
asumsi :
Sifat Realitas (Ontologi): bahwa realitas bersifat tunggal,
dapat dipecah menjadi bagian-bagian untuk dipelajari
secara terpisah, karena keseluruhan adlh penjumlahan dari
bagian-bagian. Tugas para cendekia adalah menemukenali,
memprediksikan & mengontrol realitas tsb.
Hubungan antara pengamat & yang diamati (Epistemologi):
bahwa pengamat (the knower) dan yang diamati (the
known) adalah dualisme yang terpisah secara jelas.
Generalisasi: bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge)
dapat dikembangkan secara nomothetic dalam bentuk
generalisasi. Hasil observasi tidak terkait pada waktu &
konteks. Apa yang benar pada suatu waktu & tempat, pasti
benar pula untuk waktu dan konteks lain.
Hubungan Kausal: bahwa terdapat hubungan kausalitas
yang linier antara sebab dan akibat. Tidak ada sebab tanpa
akibat dan tidak ada akibat tanpa sebab.
Nilai (Axiologi) :bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai
(bias) dan dapat dijamin demikian karena penggunaan
metodologi yang obyektif.
Pengaruh paradigma positivis dalam riset ilmiah pada
umumnya sangat kuat, dicirikan oleh menekankan pada:

Pendekatan penelitian yang logis dan sistematis, dengan


kriteria utama: obyektifitas, keabsahan dan kehandalan.
Penyusunan rancangan penelitian dan identifikasi variabel
terkait secara a-priori.
Fungsi peneliti sebagai instrumen pengumpul data yang
netral dan bebas nilai.
Pengumpulan data ilmiah yang representatif dan dapat
dianalisis secara statistik deduktif.
c. Paradigma Fenomenologis
Fenomenologi adalah suatu pendekatan atau cara melihat
dan memahami realitas dunia, yang berlandas pada
asumsi-asumsi :
Sifat Realitas (Ontologi): bahwa realitas bersifat majemuk
dan hanya dapat dipelajari secara holistik dalam
konteksnya. Realitas bersifat utuh, tidak dapat dipecah
menjadi bagian-bagian yang terpisah. Prediksi dan kontrol

2/4
atas realitas berada diluar jangkauan manusia, karena yang
bisa dicapai hanyalah tahap pemahaman tertentu
(verstehen).
Hubungan antara pengamat & yang diamati (Epistemologi):
bahwa pengamat dan yang diamati merupakan bagian dari
suatu kesatuan. Pengamat dan yang diamati saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan lain.
Generalisasi: bahwa generalisasi tidak mungkin dapat
dilakukan. Ilmu pengetahuan (body of knowledge) hanya
dapat dikembangkan secara ideografis, dalam bentuk
hipotesa kerja yang menjelaskan kasus-kasus individual.
Hubungan Kausal: Fenomena sosial secara keseluruhan
berada dalam situasi saling mempengaruhi, karena itu sulit
untuk membedakan hubungan antara sebab dan akibat.
Nilai (Axiologi) : Ilmu pengetahuan tidak bisa bebas nilai,
karena senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai pengamat,
paradigma yang dipilih, teori substantif, dan kondisi
kontekstual.
3. KARAKTERISTIK PENELITIAN POSITIVIS
Penelitian Positivis mendapatkan kritik dan para pendukung
penelitian kualitatif karena karaktenistik sebagai berikut:
Bersifat exogenous. Seluruh aspek penelitian mulai dari
devinisi masalah, penentuan instrumen, pengumpulan dan
analisis data. pemanfaatan hasil, semua ditentukan oleh
peneliti
Merupakan riset etic. Penelliti menempatkan diri sebagai
orang luar dengan menggunakan perspektif obyektif.
Menempatkan peneliti sebagai pakar tentang kehidupan
orang lain. Akibatnya terjadi hubungan hierarkis antara
peneliti dan yang diteliti. Yang diteliti hanya dilihat sebagai
obyek eksploitasi dan instrumen mekanis pengumpulan
data.
Menolak gejala-gejala yang bersifat spesifik dan tidak dapat
digeneralisasikan. Pengalaman individu dianggap sebagai
hal yang subyektif dan tidak ilmiah. Emosi dan perasaan
kurang dihargai.
Bersifat deterministik dan reduksionis, karena selalu
menyoroti berbagai ragam fenomena dengan seperangkat
prosedur dan alat yang baku, dan cenderung mengabaikan
kekhasan konteks (context-stripping).
4. KARAKTERISTIK PENELITIAN KUALITATIF

3/4
Paradigma fenomenologis dimaksudkan sebagai alternatif dan
paradigma ilmiah positivis. Aksioma-aksioma yang
melandasinya, berikut:
Penelitian harus dilakukan dlm konteks dan kaitan
kepengaruhan yang utuh. Subyek yang diteliti dipandang
sbg bagian & kesatuan holistik.
Realitas bersifat majemuk dan senantiasa berubah. Karena
itu penelitian harus dilaksanakan secara multidisipliner:
dengan kerangka pemikiran yang luas dan dinamis.
Penelitian harus berorientasi pada pemecahan masalah.
Pilihan metoda bisa beragam, disesuaikan dengan kondisi
spesifik masing-inasing kasus. Meski lebih banyak
mengandalkan pada metoda kualitatif, metoda kuantitatif
tidak secara a-priori ditolak, melainkan diterima sebagai
metoda komplementer.
Rancangan penelitian (research design) tidak disusun
secara a-priori, tetapi dibiarkan muncul dan berkembang
selama penelitian. Pengambilan sampling lebih bersifat
purposive, bukan acak atau representatif. Demikian pula
analisis data lebih bersifat induktif berdasarkan kasus-kasus
tertentu, bukan deduktif.
Teori & konsep berkembang sejalan dengan proses
pengumpulan data (grounded theory). Tujuan penelitian
adalah the discovery of theory rather than the verification
of theory (Filstead, 1978).
Hubungan peneliti dengan yang diteliti harus bersifat non-
hierarkis dan noa-eksploitat didasari oleh semangat
kemitraan. Hubungan dialektis yang disebut
intersubyektifitas, ini merupakan prakondisi bagi peneiiti
dan yang diteliti untuk saling berbagi rasa dais themahami
kehidupan masing-masing. Kebiasaan peneliti untuk
mengambil sudut pandangan dan atas dengan demikian
digantikan dengan sudut pandang dan bawah. Riset yang
selama ini menjadi instrumen dominasi dan legitimasi
kekuatan elit berubah menjadi sarana untuk melayani
kepentingan kelompok yang mengalami opresi dan
eksploitasi.
Aksioma-aksioma di atas membentuk sinergisme, dalam
pengertian bila satu dipilih maka yang lain secara otomatis
akan mengikutinya.
5. INTEGRASI KUANTITATIF - KUALITATIF?
Pendekatan kuantitatif dan kualitatif benbeda dalam hal jenis
data yang dikumpulkan dan level analisisnya. Pilihan

4/4
pendekatan kuantitatif/ kualitatif sangat tergantung pada
tujuan, masalah dan rona spesifik penelitian yang dihadapi.
Integrasi antara kuantitatif - kualitatif memungkinkan peneliti
memilih kombinasi metoda yang bersifat komplementer dan
paling tepat untuk masalah yang distudi.
Kendala integrasi kuantitatif- kualitatif:
Biaya riset menjadi mahal
Waktu penelitian menjadi lebih lama
Peneliti harus terlatih sekaligus dalam kedua metoda &
membentuk tim antar disiplin
Sikap antipati pada peneliti yang sulit diubah.

5/4

Anda mungkin juga menyukai