KEPANITERAAN KLINIK
KASUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RS MARDI RAHAYU, KUDUS, JAWA TENGAH
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn . R
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jepang Pakis, Kudus
Status : Kawin
Pekerjaan : Swasta
No. RM : 370160
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara : autoanamnesis pada tanggal 6 April 2016 di Poli Mata
Keluhan Utama : mata kanan buram
1
kanan. Riwayat trauma disangkal. Sebelumnya pasien tidak pernah memakai
kacamata dan penglihatan diakui baik. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus
sejak 1,5 tahun yang lalu. Pasien baru rutin berobat setengah tahun terakhir. Riwayat
tekanan darah tinggi, atau penyakit darah disangkal pasien. Riwayat penggunaan obat
tetes mata disangkal. Pasien tidak mengeluh pusing, atau pun mual muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita diabetes mellitus sejak 1,5 tahun yang lalu. Pasien baru
berobat setengah tahun yang terakhir, sebelumnya gula darah tidak terkontrol. Pasien
mengaku mengalami penurunan berat badan.
Tidak ada keluhan serupa sebelumnya di keluarga. Tidak ada riwayat diabetes
di keluarga.
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar:
OD OS
2
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
5/60 PH 0,3 Visus 0,16 F3 PH 0,5 F3
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
kedudukan bola mata di Bulbus okuli kedudukan bola mata di
tengah, tengah,
enoftalmus (-), enoftalmus (-),
eksoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), Palpebra blefarospasme (-),
lagoftalmus (-), lagoftalmus (-),
ektropion (-), entropion (-) ektropion (-), entropion (-)
3
Jernih, kedalaman cukup, Camera Oculi Anterior Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), hifema (-) (COA) hipopion (-), hifema (-)
Kripta(N), atrofi (-) coklat, Kripta(N), atrofi (-) coklat,
edema(-), Iris edema(-),
synekia (-) synekia (-)
Reguler, bentuk bulat Reguler, bentuk bulat
Letak sentral, Pupil Letak sentral,
Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL : (+/+) Refleks pupil L/TL : (+/+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Papil bentuk bulat, batas Retina Papil bentuk bulat, batas tegas,
tegas, CD ratio 0,5 CD ratio 0,5
Mikroaneurisma (blood dot), Mikroaneurisma (blood dot),
Pelebaran vena, Warna Pelebaran vena, Warna
orange-kemerahan, orange-kemerahan,
A:V = 2:3 A:V = 2:3
Eksudat (-) Eksudat (-)
- + +
+ + -
- +
+ -
- + +
+ + -
OD
OS
Keterangan:
IV. RESUME
Subjektif:
4
Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang ke poliklinik mata RS Mardi
Rahayu dengan keluhan mata kanan buram sejak 1 bulan terakhir. Buram dirasakan
perlahan semakin memberat tanpa disertai mata merah atau pun nyeri dan lebih silau
saat melihat lampu. Pasien juga mengeluh melihat bercak-bercak yang melayang-
layang pada lapangan pandangnya. Keluhan serupa juga dialami mata kiri namun
tidak seberat mata kanan. Riwayat trauma disangkal. Sebelumnya pasien tidak pernah
memakai kacamata dan penglihatan diakui baik. Pasien memiliki riwayat diabetes
mellitus sejak 1,5 tahun yang lalu. Pasien baru rutin berobat setengah tahun terakhir.
Sebelumnya gula darah tidak terkontrol.
Objektif:
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
5/60 PH 0,3 Visus 0,16 F3 PH 0,5 F3
Papil bentuk bulat, batas Retina Papil bentuk bulat, batas tegas,
tegas, CD ratio 0,5 CD ratio 0,5
Mikroaneurisma (blood dot), Pelebaran vena, Warna
Pelebaran vena, Warna orange-kemerahan,
orange-kemerahan, A:V = 2:3
A:V = 2:3 Eksudat (-)
Eksudat (-)
- + +
+ + -
- +
+ -
- + +
+ + -
OD
OS
Keterangan:
V.DIAGNOSA BANDING
5
Oculi Dextra
Penglihatan buram , sensasi silau
1. OD katarak
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan lensa jernih.
Penglihatan buram
1. OD kelainan refraksi
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan funduskopi didapatkan mikroaneurisma
(blood dot) , pelebaran vena-vena.
2. OD retinopati hipertensi
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan riwayat hipertensi, pada
pemeriksaan funduskopi tidak didapatkan oedema retinal bilateral, eksudat keras
3. OD retinopati diabetes proliferatif
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan funduskopi tidak didapatkan soft eksudate
(multiple cotton wool spots), makula edema, ablasi retina
Penglihatan buram, floaters
1. OD ablasio retina
Disingkirkan karena penurunan penglihatan dirasakan perlahan, riwayat miopia,
trauma mata, fotopsia disangkal
Oculi Sinistra
Penglihatan buram
1. OS kelainan refraksi
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan funduskopi didapatkan mikroaneurisma
(blood dot) , pelebaran vena-vena.
2. OS retinopati hipertensi
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan riwayat hipertensi, , pada
pemeriksaan funduskopi tidak didapatkan oedema retinal bilateral, eksudat keras
3. OS retinopati diabetes proliferatif
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan funduskopi tidak didapatkan soft eksudate
(multiple cotton wool spots), makula edema, ablasi retina
DASAR DIAGNOSIS
6
ODS retinopati diabetikum non proliferatif
Pemeriksaan subjektif :
- Adanya keluhan penglihatan buram yang dirasakan perlahan semakin memberat.
- Adanya riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol sejak 1,5 tahun yang lalu.
- Riwayat mengalami penyakit mata, trauma, operasi, hipertensi, penyakit darah,
penggunaan tetes mata steroid dalam jangka lama tidak ada.
Pemeriksaan objektif :
- + +
+ + -
- +
+ -
- + +
+ + -
OD
OS
Keterangan:
VIII. PENATALAKSANAAN
Promotif
7
- Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakit retinopati diabetikum, faktor
resiko, upaya pencegahan, pengenalan tanda penyakit, komplikasi yang dapat terjadi
Preventif
- Melakukan kontrol gula darah rutin dengan dokter spesialis penyakit dalam,
periksa rutin HbA1C setiap 3 bulan sekali.
- Melakukan pemeriksaan mata kepada dokter mata secara rutin
- Mengkonsumsi vitamin A, C, dan E
- Mengkonsumsi diet khusus diabetic dan aktifitas fisik teratur.
- Mengontrol tekanan darah, masalah jantung, obesitas, membatasi konsumsi
gula dan lemak.
Kuratif
- Medikamentosa
R/ Biovision cap No X
S1 dd cap I
- Non medika mentosa
o Terapi laser
Rehabilitatif
- Menggunakan kacamata untuk mengurangi rasa silau.
IX. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam dubia ad malam
Ad Kosmetikan : ad bonam ad bonam
8
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetik retinopati (DR) merupakan penyulit penyakit Diabetes mellitus yang paling
ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosa yang kurang baik bagi
penglihatan. Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar gula darah yang baik dan
deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek perubahan persarafan di retina dan kerusakan
aksi insulin di retina dalam patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.
9
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai dalam 3
hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera setelah didiagnosis
menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut
Seseorang yang mengidap retinopathy DM tanpa disadari karena penyakit ini tidak
selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah.
Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan komplikasi
retinopathy DM berkembang.
Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui dan
mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Diabetic retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan subatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-
kapiler dan vena-vena.
EPIDEMIOLOGI
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen penduduk di
seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan penyebab kebutaan secara
10
global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi
makula (AMD= age-related macular degeneration).
Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117
juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia diramalkan diabetes akan menjadi
epidemi, disebabkan pola makan masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak
disertai kurangnya berolahraga. Akibatnya, kebutaan akibat retinopathy DM juga
diperkirakan meningkat secara dramatis.
ETIOPATOGENESIS
Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar terhadap
keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia yang akhirnya
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan
bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5
tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada
pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah
dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
Perubahan anatomis
o Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuuler
Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan pembuluh
darah baru pada retina dan discus opticus (pada proliferative DR) atau
pada iris (rubeosis iridis)
Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit yang
meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
11
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alcohol, dalam jaringan
termasuk dilensa dan saraf optic. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah
tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah
banyak didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan
osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama
hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein
yang teroglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahu memiliki pengaruh terhadap pemeabilitas
vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan proliferasi sel vascular.
Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di retina dan sel endotel
meningkat akibat peningkatan sintesi de novo dari diasilgliserol, suatu
regulator PKC yang berasal dari glukosa.
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat mempengaruhi prognosis
dari DR seperti;
Arteriosklerosis dan hipertensi
Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga mempercapat
perjalanan penyakit
Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin dapat
menimbulkan perdarahan dan proliferasi.
12
pada kapiler retina terkena pengaruh dari peningkatan kadar gula darah oleh karena kadar
aldosteron reduktse yang tinggi memicu hilangnya fungsi utama dari perisit dalam hal
autoregulasi kapiler retina. Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding
kapiler sehingga terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular outpouching of capillary
walls) yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling awal
untuk deteksi retinopathy DM.
Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non perfusi dan
juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus permukaan retina dan ke
dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior hyaloid face). Pembuluh darah baru
tersebut jarang menimbulkan gangguan visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat
sangat permeabel sehingga gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan
ke dalam vitreus dan ruang pre retina. Neovaskularisasi ini berhubungan dengan
pembentukan jaringan fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula dengan
jaringan fibrotik namun pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah ini mengalami
regresi dan meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat pada retina dan hyaloid
14
posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi traksi pada retina melalui jaringan
fibroglial yang dapat menyebabkan edema retina, heterotropia retina dan tractional retinal
detachments serta retinal tear formation (Bhavsar, 2009).
PATOFISIOLOGI
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari bola mata.
Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang. Menurut fungsinya retina
dibagi menjadi:
Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus penerima
rangsang cahaya
Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai sel khusus.
Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina yang menerima,
mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai impuls, yaitu sel fotoreseptor
(sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel ganglion.
Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
Stratum coni at bacilli
Membrana limitans externa
Stratum granularis externa
Stratum plexiformis externa
Stratum granularis interna
Stratum plexiformis interna
Stratum ganglionaris
Stratum N.optici
Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar keseluruh permukaan retina
kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk DR terletak pada kapiler retina
tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
15
terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1, sedangkan pada
kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai barier dengan mempertahankan
permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama
lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan membrane
basalis, hilangnya perist dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan
antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
Edema macula atau nonperfusi kapiler
Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi jaringan
fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
Pembuluh darah batu yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya menebal dan
mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menebal, untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan
mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena
sekitar macula, yang tampak sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma tersebut
menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat, perdarahan (dots/ blots).
16
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada daerah
macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama dapat menimbulkan
degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula (cystoid macular
edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan bocornya
lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates), menyerupai lilin putih
kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan
peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh darah besar. Akibat dari
penyumbatan dapat tumbul hipoksia di ikuti dengan adanya iskemi kecil, dan timbulnya
kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma
yang baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang
merupakan bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Disini
juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan perdarahan disepanjang
pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh
darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh
darah, tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau
berupa rete mirabile. Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal.
Neovaskularisasi preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-
venous shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian diikuti
dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut dapat menimbulkan
perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat menyebabkan ablasi retina tipe
tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan ketajaman
penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan. Neovaskularisasi dapat
timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan glaucoma
sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau dapat juga karena
pecahnya rubeoisis iridis.
KLASIFIKASI
17
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study):
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background Diabetic
retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat, IRMA,
dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan
intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4
kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran atau IRMA pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular
pada discus (NVD) yang mencakup < dari daerah diskus tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana saja diretina
(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai
berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
18
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup
> daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau setiap
adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran
yang paling seing ditemukan pada retinopati proliferative resiko tinggi.
GEJALA KLINIS
Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan kelap-kelip
20
Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat
becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang
berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada jaringan
retina, kemudian berkembang kearah preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat
menimbulkan perdarahan retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula
sehingga sangat mengganngu tajam pengelihatan.
PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap lanjut dari
perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam penglihatan serta
pandangan yang kabur.
Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut Diabetic
Retinopathy Severity Scale :
Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
Nonproliferative retinopathy
21
menyebutkan pada Mild nonproliferative retinopathy: kelainan yang
ditemukan hanya adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative
retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild dan severe
retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).
o Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya cotton-
wool spots, venous beading, and intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina
pada 4 kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain menyebutkan proliferative
diabetic retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih:
neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat lain), atau
perdarahan retina/ vitreus (Ehlers, Shah, 2008).
Proliferative Retinopathy
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus
dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan
maka perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang
mendadak. Resiko berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai
ketika terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten dapat
berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular yang menyebabkan
traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan progressive traction retinal
22
detachment atau apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi rhegmatogenous
retinal detachment.
23
Gambar 8 Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi pada diskus
optikus (Ehlers, Shah, 2008)
Diabetic maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau difus yang
diakibatkan oleh rusaknya inner bloodretinal barrier pada endotel kapiler retina
yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke sekeliling retina. Hal tersebut lebih
sering ditemukan pada DM tipe II dan memmerlukan terapi. Diabetic maculopathy
dapat diakibatkan iskemia yang ditandai dengan edema makula, perdarahan yang
dalam dan eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah
luasnya daerah avaskular pada fovea (Eva, Whitcher, 2007).
Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant macular
edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 m (satu per tiga ukuran disc) dari fovea
centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 m dari fovea centralis apabila berhubungan
dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari penebalan itu
mencakup area disc pada fovea centralis (Ehlers, Shah, 2008).
24
Gambar 10 Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium yang
sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes. Kadar HbA1c juga
penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien dengan diabetes dan retinopati
diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level HbA1c pada range 6-7%
merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar
normal dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.
Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA)) merupakan
pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis dan manajemen
retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma karena
mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen yang
dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
25
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai pembuluh
darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar retina yang tidak
mendapat perfusi.
Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari retina. Uji
ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya
pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga digunakan
untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular diabetik atau edema makular
yang signifikan secara klinis.
PENATALAKSANAAN
Perawatan Medis
26
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan DM
tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy DM.
Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak tergantung
insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa
diterapkan. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM dan
IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk
mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM
termasuk retinopathy DM.
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menemukan bahwa
650 mg aspirin setiap harinya tidak memberikan keuntungan dalam pencegahan
progresi retinopati diabetik. Sebagai tambahan, aspirin tidak diobservasi dalam
mempengaruhi insidensi perdarahan vitreus pada pada pasien yang memerlukannya
untuk penyakit kardiovaskular atau kondisi yang lain.
Terapi Bedah
Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik, pembuluh darah
yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi laser fokal.
Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser diterapkan.
Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME) meliputi
intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab (Avastin). Kedua
medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa edema makula
adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya. Terapi laser argon
fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis menunjukkan edema
bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi
27
penglihatan. Sedangkan mata dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak
bermakna maka biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan dengan
fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan
perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan
sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut. Kemungkinan
fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari
retina yang mengalami iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam
jumlah sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian
sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy DM masih
tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang
baik.
Gambar 13 Laser
Fotokoagulasi
(emedicine.medscape.com)
Diet
Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting untuk
semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa membantu dengan
menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal ini dapat membantu
meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat menurunkan komplikasi dari diabetes dan
retinopathy DM.
Medikamentosa
28
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati
diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus. Intravitreal
triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis meliputi
bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obat-obatan ini merupakan
fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa membantu mengurangi edema makular
diabetic dan juga neovaskularisasi diskus atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan
ini dengan terapi laser fokal sedang diinvestigasi dalam uji klinis.
29
dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema macula, maka untuk terapi dengan metode
ini harus dibagi menjadi 2 tahap.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:
Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi.
BAB III
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
3. Crick RP., Khaw PT. A Text Book of Clinical Ophtalmology.3rd edition. Singapore:
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003.
4. Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency Room Diagnosis
and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York: Lippincott Williams &
Wilkins.2008.
5. Eva PR., Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.17th Edition.
New York: The McGraw-Hill Companies.2008.
31
32