Refarat Katarak Senilis BL Revisi
Refarat Katarak Senilis BL Revisi
PENDAHULUAN
1
Prognosis katarak setelah operasi sangat bergantung dari penyakit mata
yang menyertai katarak, seperti degenerasi makular dan atrofi nervus optikus.
Selanjutnya, keadaan diabetes mellitus dan retinopati diabetik sangat berpengaruh
terhadap prognosis pascaoperasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2. Struktur lensa3
4
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang
mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik
kuning, lensa menyumbang +18.0 Dioptri.4
5
kebutaan meningkat 1,47%. Tahun 2005 dilaporkan bahwa daerah pedesaan di
Indonesia memiliki prevalensi katarak tertinggi di daerah Asia tenggara.
3. Etiologi Katarak
Banyak mekanisme yang diduga penyebab katarak, termasuk cairan
dan ketidakseimbangan ion, kerusakan oksidatif, modifikasi protein, dan
gangguan metabolisme. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat
agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparasinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa
vesikel diantara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel
epitel yang menyimpan. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam
terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal
bebas), sinar ultraviolet, dan mal nutrisi. Hingga kini belum ditemukan
pengobatan yang dapat memperlambat atau membalikan perubahan-perubahn
kimiawi yang mendasari pembentukan katarak. 1,3,5,7
c. Serat lensa
- Lebih iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa,
6
sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal.
- Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senilis
sebaiknya disingkirkan penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Katarak senile
secara klinik dikenal dalam 5 stadium yaitu insipient, imatur, intumesen,
matur, hipermatur atau morgagni.
7
3. Katarak Matur, adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya
telah mengalami kekeruhan; kekeruhan telah mengenai seluruh
masa lensa, bisa terjadi akibat deposisi ion ca yang menyeluruh.
4. Katarak Imatur memiliki sebagian protein transparan. Katarak
yang belum mengenai lapis lensa, akan dapat bertambahnya
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa
yang degeneratif.
5. Katarak Hipermatur, mengalami proses degenerasi lanjut,
protein-protein di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini
bisa keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang
mengkerut dengan kapsul keriput. Katarak hipermatur yang
lensanya mengembang dengan bebas di dalam kantungnya disebut
sebagai katarak morgagni.6
a. Katarak Nuklear
8
Katarak nuklear biasanya menyebabkan gangguan lebih besar
dalam melihat jauh dibanding dalam melihat dekat. Pada tahap awal,
terjadi pengerasan progresif pada nukleus lensa yang biasanya
menyebabkan peningkatan pada index refraksi lensa dan akan terjadi
myopic shift pada refraksi (lentikular miopia). Pada mata hiperopi, myopic
shift memungkinkan pasien presbiopi dapat membaca tnpa kaca mata,
kondisi ini disebut second sight. Adakalanya perubahan tiba tiba pada
index refraksi antara nukleus yang sklerosis dan korteks lensa
mengakibatkann diplopia monokular. Fungsi photopic retina berkurang
denga semakin lanjutnya katarak nuklear. Pada kasus lanjut, nukleus lensa
menjasi keruh dan coklat, keadaan ini disebut katarak nuklear
brunescent.3
9
Gambar 3. Katarak Nuklear
b. Katarak Kortikal
10
Gambar 4: Katarak kortikal
Katarak tipe ini sering terdapat pada pasien yang lebih muda dari
pasien yang mengamali katarak nuklear ataupun kortikal. Katarak
posterior subkapsular berlokasi pada lapisan kortikal posterior dan dalam
posisi axial. Tanda pertama katarak posterior subkapsular adalah
terbentuknya kilau warna warni pada lapisan kortikal posterior yang
tampak dari pemeriksaan slit lamp. Pada tahap selanjutnya kekeruhan
granular dan plak muncul pada korteks subkapsular posterior. Pasien
sering mengeluhkan silau dan kesulitan melihat pada cahaya terang,
karena katarak posterior subkapsular menutupi lebih banyak celah pupil
ketika pupil diinduksi untuk miosis akibat cahaya terang, akomodasi, atau
obat obatan miotik. Ketajaman penglihatan untuk jarak dekat berkurang
dibandingkan tajam penglihatan jarak jauh. Beberapa pasien juga
mengeluhkan monokular diplopia.3
11
sel sel mengalami pembengkakan yang dikenal dengan Wedl atau bladder
sel.3
5. Diagnosis
Diagnosis katarak dapat ditegakkan mulai dari gejala dan tanda klinis,
serta pemeriksaan sebagai berikut.3
12
Setelah didapatkan riwayat penyakit yang lengkap dari anamnesis
pasien, baru dilakukan pemeriksaan visus yang lengkap.
d. Miopia
13
terjadinya anisometropia yang tidak dapat ditoleransi, sehingga menjadi
pertimbangan untuk ekstraksi katarak.
b. Refraksi
14
c. Ketajaman penglihatan pada kondisi cahaya terang
Pemeriksaan Eksternal
a. Motilitas
15
b. Pupil
b. Kornea
16
PAS (sinekia anterior perifer), neovaskularisasi atau sirkulus arterialis
mayor yang prominen.
d. Iris
e. Lensa Kristalin
17
b. Topografi Kornea
c. Pachymetri Kornea
6. Diagnosis Banding
Leukokoria
Fibroplasti retrolensa
Ablasi retina
Membrana pupil iris persistans
Oklusi pupil
Retinoblastoma
7. Penatalaksanaan
a. Terapi non-bedah
Tujuan terapi non bedah pada pasien katarak adalah untuk
memperbaiki fungsi ketajaman penglihatannya. Pasien dapat dikoreksi
ketajaman penglihatannya dengan memberikan koreksi kacamata untuk
dapat melihat jauh dan dekat. Selain itu pada katarak aksial yang kecil,
dapat dilakukan dilatasi pupil baik dengan farmakologi (tropicamide 1%
[Mydriacyl] dengan atau tanpa phenylephrine 2,5% [Mydfrin]) ataupun
dengan teknik pupiloplasty laser untuk meningkatkan intensitas cahaya
yang masuk ke bagian perifer lensa sehingga dapat meningkatkan fungsi
penglihatan. Sementara pengobatan farmakologis untuk mengurangi atau
18
menghambat pembentukan katarak pada manusia belum ada ditemukan
dan masih dalam penelitian.
Beberapa pasien dengan fungsi penglihatan yang terbatas akibat
katarak dapat dibantu dengan pemberian alat bantu optik jika terapi
bedah tidak mungkin dilakukan. Handheld monocular 2,5x, 2,8x, dan 4x
membantu melihat objek dari kejauhan, sedangkan kacamata high-add,
kaca pembesar, closed circuit televisions, dan telescopic loupes mungkin
dapat digunakan untuk membaca dan pekerjaan dekat.
b. Terapi bedah
Terapi bedah pada pasien katarak ditentukan oleh tajam
penglihatan dan penyulit. Jika penurunan tajam penglihatan pasien telah
menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, makaoperasi katarak
bisa dilakukan. Pada beberapa keadaan seperti katarak
hipermatur, glaukoma sekunder, uveitis sekunder,
dislokasi/subluksasio lensa, benda asing intra-lentikuler, retinopati
diabetika, dan ablasio retina, katarak perlu dioperasi segera.
Indikasi operasi katarak pada pasien dengan katarak monokular
antara lain gangguan stereopsis, berkurangnya penglihatan perifer, silau,
atau aniosometropia simtomatik. Indikasi medis untuk operasi katarak
antara lain glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke ruang anterior. Indikasi tambahan
operasi katarak adalah adanya katarak yang mengaburkan pemandangan
fundus dan tidak bisa ditegakkannya diagnosis atau tatalaksana untuk
penyakit mata lainnya seperti retinopati diabetik atau glaukoma.
Teknik operasi katarak antara lain:
a. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE adalah jenis operasi katarak yang pertama kali
dikerjakan oleh Samuel Sharp pada tahun 1753, tapi jarang
digunakan saat ini. Dengan metode ini, semua lensa termasuk kapsul
posterior yang menahan lensa di tempatnya juga diangkat.
19
Prosedurnya membutuhkan insisi yang besar. Setelah lensa aslinya
diangkat, maka dipasang lensa inplan di depan iris. Kerugian dari
operasi ini antara lain tingginya risiko komplikasi post operasi. Insisi
limbus yang lebih besar (160-180) berkaitan dengan risiko
penyembuhan yang lama, rehabilitasi visual yang lama, risiko
astigmatisma, inkarserasi iris, kebocoran luka pasca operasi, dan
inkarserasi vitreus serta edema kornea. Kontra indikasi absolut ICCE
antara lain pada anak-anak, dewasa muda, dan ruptur kapsul
traumatik. Kontra indikasi relatif meliputi myopia tinggi, Sindroma
Marfan, Katarak Morgagni, dan terdapatnya vitreus di kamera okuli
anterior.
20
Gambar 6. Extracapsular cataract extraction
c. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak dengan
menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan
nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sangat kecil. Teknik ini
ditemukan oleh Charles Kelman pada tahun 1967. Fakoemulsifikasi
menghasilkan insiden komplikasi yang lebih kecil, penyembuhan
yang lebih cepat dan rehabilitasi visus lebih cepat dibandingkan
prosedur yang membutuhkan insisi lebih besar.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien
muda dibawah 40-50 tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik
mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7 mm. Ekstraksi lensa
dengan fakoemulsifikasi menggunakan gel, suara berfrekuensi
tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea. Pada teknik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea.
Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah
21
hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.
8. Komplikasi
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.3
- Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera
okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag
yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut. Tumpukan akan
menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.
- Fakotopik
Berdasarkan posisi lensa. Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong
ke depan sudutkamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran
humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus,
akibatnyatekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
- Fakotoksik
22
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata
sendiri (auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul
uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.
Komplikasi utama intra operatif pada operasi katarak antara lain: COA
dangkal, ruptur kapsular, edema kornea, perdarahan / efusi suprachoroidal,
perdarahan choroidal, disrupsi dan inkarserasi vitreous ke dalam luka,
iridodialisis, Retinal light toxicity
Komplikasi pasca operasi setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah operasi antara lain: COA dangkal, blok pupil, blok siliar,
suprachoroidal hemorrhage, edema stromal dan epithelial, hipotoni, Brown-
McLean syndrome, hifema, peningkatan tekanan intraokuler, endoftalmitis
akut, Uveitis-glaucoma-hyphema (UGH) syndrome.
Komplikasi lama pasca operasi yang terlihat setelah beberapa minggu
atau bulan antara lain astigmatisma, dislokasi/ desentrasi IOL, edema kornea,
pseudophakic bullous keratopathy, uveitis kronis, endoftalmitis kronis.
9. Pencegahan
Beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya katarak, yaitu:
- Melakukan pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk
mengetahui adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata
diperiksa setiap tahun. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan
meeningkatkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga resiko katarak akan
bertambah.
- Atur makanan sehat, makan yang banyak buah dan sayur.
- Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar ultraviolet mengakibatkan
katarak pada mata.
10. Prognosis
Prognosis pada katarak baik. Ketajaman penglihatan dapat terkoreksi
minimal 2 baris dalam Snellen chart pasca operasi. Faktor risiko utama yang
mempengaruhi prognosis visus adalah adanya diabetes mellitus dan retinopati
diabetik.
23
BAB III
KESIMPULAN
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, dan
kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya
sedikit opak, katarak matur yang keruh total (tahap menengah lanjut) mengalami
edema. Apabila kandungan air maksimal dan kapsul lensa teregang, katarak
disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat
lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh,
relatif mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.
24
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan
myopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah yang memberikan miopisasi.
Pada pemerikasaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 28 oKTOBER
2014.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J
Ophthalmology. 2011.
7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku
Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
26