Refarat Pterigium
Refarat Pterigium
PENDAHULUAN
Pterigium merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada mata yang
patogenesisnya masih belum jelas. Menurut American Academy of
Ophthalmology, pterigium (berasal dari bahasa Yunani yaitu pterygos yang artinya
sayap) adalah proliferasi jaringan subkonjungtiva berupa granulasi fibrovaskular
dari (sebelah) nasal konjungtiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga
akhirnya menutupi permukaan kornea. Penyakit ini sering terjadi di masyarakat
dan menimbulkan kecacatan, dengan gangguan pada penglihatan dan mata itu
sendiri. Karena pada awalnya pterigium sering tidak bergejala, telah dilakukan
penelitian mengenai sejarah dan pengobatan, dan kebanyakan ahli mata
menganggap ini adalah masalah sepeleh, hingga lesi mengganggu aksis visual.1,2
Pterigium dapat bervariasi bentuknya dari yang kecil, lesi atrofi sampai
lesi fibrovaskular besar yang tumbuh agresif dan cepat yang dapat merusak
topografi kornea, dan yang selanjutnya, mengaburkan bagian tengah optik kornea.
Bentuknya menyerupai daging berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral di sisi
nasal. Gejala yang dialami pasien seperti merasakan sensasi benda asing, nyeri,
lakrimasi dan penglihatan kabur. Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke
daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea
1
superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan
eksisi lesi terbukti mengurangi risiko kekambuhan.6
2
Pasien dengan pterigium dapat hanya diobervasi kecuali lesi menunjukkan
pertumbuhan menuju pusat kornea atau pasien menunjukkan gejala kemerahan
yang signifikan, ketidaknyamanan, atau perubahan dalam fungsi visual.12
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan.14 Kornea terdiri
dari lima lapis, yaitu14 :
1. Epitel
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membrane descement
5. Endotel
B. Definisi
C. Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
dan udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
4
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.14 Pterigium diduga merupakan
fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan lingkungan dengan
angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan pterigium antara lain
uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata.
Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini.15
D. Patofisiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film
menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori
ini.2
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gen pada limbal basal
stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam
jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel
bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi
degenerasi proliferasi jaringan vaskular bawah epitel dan kemudian menembus
kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh
pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan.
Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.2 Limbal stem
cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem
cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea.
5
atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.16 Pemisahan fibroblast dari
jaringan pterigium menunjukkan perubahan fenotip, pertumbuhan banyak lebih
baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan
fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblas pada bagian pterigium
menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblas pterigium
menunjukkan matriks metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi
untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini
menjelaskan kenapa pterigium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea
dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.16
E. Klasifikasi
6
- Pterigium regresif : tipis, atrofi, dengan sangat sedikit vaskularisasi.
F. Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:
mata sering berair dan tampak merah
merasa seperti ada benda asing
timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
tersebut, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme
irreguler sehingga mengganggu penglihatan
pada pterigium yang lanjut (stadium 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.6
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pemberian air mata buatan/ artificial tears drop (Cendo Lyteers).
Penggunaan jangka pendek tetes mata kortikosteroid topikal anti-inflamasi
(misalnya, Pred Forte 1%) bila gejala lebih intens. Untuk pterigium stadium 1-
2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi
antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa
penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.8
2. Non medikamentosa13
7
- Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil
yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin,
angka kekambuhan yang rendah. Berikut ini teknik pembedahan pada
pterigium13 :
1. Bare sclera : tidak ada jahitan, bertujuan untuk menyatukan
kembalikonjungtiva dengan permukaan sklera di depan insersio tendon
rektus, menyisakan area sklera yang terkena. (teknik ini sudah tidak
dapat diterima karena tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan
yang dapat mencapai 40-75% dan hal ini tidak direkomendasikan).
2. Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka,
dimana teknik ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relatif kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi
untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap
3. Terapi Tambahan
Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan
pemberian4:
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari
kemudian tappering off sampai 6 minggu.
8
2. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan
bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
3. Sinar Beta.
4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam
selama 6 minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik
Chloramphenicol, dan steroid selama 1 minggu.
H. Prognosis
Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi
operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi. 2 Eksisi pada pterigium pada
penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat ditolerir
pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa
tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai
aktivitasnya. Pasien dengan pterigium yang kambuh lagi dapat mengulangi
pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva/limbal autografts atau
transplantasi membran amnion pada pasien tertentu.4
BAB III
KESIMPULAN
9
Pterigium memiliki ciri berupa pertumbuhan konjungtiva ke kornea,
vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Gejala klinis pterigium pada tahap awal
biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali
(asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti
mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda
asing, timbul astigmatisme dan penurunan tajam penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Dzunic B, Jovanovic P, Et Al.Analysis Of Pathohistological characteristics
Of Pterigium. Bosnian Journal Of Basic Medical Science. 2010;10 (4) :
308-13.
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
11
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6395/1/10E00178.pdf
Accessed. March 2015.
13. Ang Kpl, Chua Llj, Dan Htd. Current Concepts And Techniques In
Pterigium Treatment. Curr Opin Ophthalmol. 2006;18: 308313.
14. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.
management, 2002.
17. Laszuarni. Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat. Updated : 2009.
Available From:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6395/1/10E00178.pdf
Accessed. March 2015.
18. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available
from :http://www.dokter-online.org/index.php.htm .
19. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi
12