Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENERIMAAN NEGARA, APBN, KEBIJAKAN FISKAL DAN TAX


RATIO

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. RICHARD EDDY TAMPUBOLON, S.E., Ak., M.B.A., M.M.

DISUSUN OLEH:

AGNES NOVITA MEGA PUTRI S. 02


BAGAS ANINDITO 07
EILENA SALSABILA A. 14
KEVIN ADAM RYANSYAH 24
SHINTA NUR ANNISA 35

KELAS M / SEMESTER 1
PRODI D3 ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PKN STAN
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah Penerimaan Negara, APBN, Kebijankan Fiskal, dan Tax
Ratio ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Richard Eddy selaku Dosen mata kuliah Pengantar
Hukum Pajak yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Tangerang Selatan, 18 September 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi......... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 5
3 Tujuan .................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN
1 Sumber-sumber Penerimaan Negara.............................................................6
2 Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal..................................................... 10
3 Tax Ratio....................................................................................................... 14

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan... 16

DAFTAR PUSTAKA..... 17

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam perjalanannya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih


berada pada tahap perkembangan. Seiring dengan berjalannya pemerintahan,
pengeluaran pemerintah atas kegiatan-kegiatan pemerintahan yang mencakup
pengeluaran di bidang politik maupun di bidang ekonomi yang mana
semuanya sudah di rencanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Dalam mengelola sumber pendapatan dan pengeluaran
pemerintah, pemerintah dalam ini melakukan kebijakan-kebijakan baik
kebijakan di bidang moneter maupun kebijakan fiskal yang mana kebijakan
ini akan memberikan dampak yang berpengaruh besar terhadap pemerintah
dalam menjalankan kegiatan di bidang perekonomian di Indonesia.

Mengingat sektor keuangan suatu negara merupakan hal yang sangat


penting, terutama bagi Indonesia yang masih menjadi negara berkembang,
oleh sebab itu APBN menjadi suatu kebijakan yang amat sangat diperhatikan.
APBN sendiri menjadi suatu dasar yang penting dalam pengelolaan keuangan
negara. Didalamnya terkandung sumber sumber keuangan negara,
pengeluaran negara, dan target target yang hendak dicapai oleh pemrintah
atas penerimaan dan belanja negara. APBN menjadi hal penting dan mendasar
sebagai langakah bangsa untuk mencapai tujuan negara.

Setiap tahunnya penyusunan APBN menjadi isu sorotan utama sosial.


Karena APBN selalu menjadi indikator perekonomian negara. APBN selalu
dianggap menjadi dasar dalam menilai apakah rakyat akan menjadi semakin
sejahtera atau tidak. Untuk melihat hal tersebut, diperlukan pengetahuan
tetang penyusunan APBN.

Di susunnya makalah ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dan


masyarakat pada umumnya dalam upaya mengetahui dan memperdalam
pengetahuan di bidang perekonomian indonesia khususnya yang berkaitan

4
dengan pembentukan APBN dan kebijakan fiskal yang di jalankan oleh
pemerintah Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi sumber sumber penerimaan negara?


2. Bagaimana proses penyusunan APBN dan kebijakan fiskal ?
3. Apa yang dimaksud dengan Tax ratio ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui sumber sumber penerimaan negara.
2. Mengetahui proses penyusunan APBN dan kebijakan fiskal.
3. Mengetahui tentang tax ratio.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber-sumber Penerimaan Negara

5
Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara untuk
membiayai dan menjalankan setiap program-program pemerintahan, sedangkann
sumber-sumber penerimaan Negara berasal dari berbagai sektor, dimana semua
hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pengelompokan sumber-
sumber penerimaan Negara sebagai berikut.

A. Bumi, Air, dan Kekayaan Alam


Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Selanjutnya Pasal 1 ayat 2 Undang-
undang Pokok Agraria menegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah
Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bumi, air, dan
ruang angkasa milik Bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional. Yang
termasuk pengertian menguasai adalah mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya, menentukan dan
mengatur yang dapat dimiliki atas bagian dari bumi, air dan ruang angkasa
dan mengatur hubungan hukum antara person (subjek hukum) dan pembuatan-
pembuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa . Negara
hanya menguasai bumi, air dan ruang angkasa. Dengan demikian dapat
dipahani bahwa negara tidak dapat menjual tanah kepada pihak swasta,
sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di mana
tanah dijual oleh Pemerintah kepada pihak partikelir (swasta), sehingga
banyak diketemukan tanah partikelir. Baru sesudah berlakunya UU Pokok
Agraria 1960 tanah-tanah partikelir ini dihapuskan.

B. Pajak-Pajak, Bea dan Cukai


Pajak adalag sumber terpenting dari penerimaan Negara. . Hal ini dapat
kita lihat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Struktur APBN
memperlihatkan bahwa sumber penerimaan terdiri dari berbagai jenis pajak,
bea masuk, bea keluar dan cukai. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun makin
meningkat.

6
Menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 1963 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan Indonesia yang telah disempurnakan denga Undang-
Undang No 28 tahun 2007, pajak adalah iuran wajib yang dibayar oleh wajib
pajak berdasarkan norma-norma hokum untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran kolektif guna meningkatan kesejateraan umum yang balas
jasanya tidak diterima langsung.
Bea dibagi atas dua yaitu:
1. Bea masuk ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang yang
dimasukkan ke daerah pabean dengan maksud untuk dipakai dan
dikenakan bea menurut tarif tertentu yang ditetapkan dengan UU dan
keputusan Menteri keuangan.
2. Bea keluar ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang tertentu
yang dikirim keluar daerah Indonesia dihitung berdasarkan tarif
tertentu berdasarkan UU.
Daerah Pabean ialah daerah yang ditentukan batas-batasnya oleh
pemerintah yang digunakan sebagai garis untuk memungut bea-bea. Cukai
ialah pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu berdasarkan tarif
yang sudah ditentukan misalnya tembakau, gula, dan bensin.

C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (Non-Tax)


Dalam pasal 2 UU No.20 tahun 1997 terdapat 7 jenis penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) yaitu:
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah yang
terdiri:
- Penerimaan jasa giro,
- Penerimaan sisa anggaran pembangunan (SIAP) dan sisa anggaran rutin
(SIAR).
b. Penerimaan dari pemanfaatan SDA terdiri:
- Royalti bidang perikanan,
- Royalti bidang kehutanan,
- Royalti bidang pertambangan, kecuali Migas.
Royalti adalah pembayaran yang diterima oleh negara sehubungan dengan
pemberian izin atau fasilitas tertentu dari negara kepada pihak lain untuk
memanfaatkan atau mengolah kekayaan negara.
c. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
terdiri:
- Bagian laba pemerintah,

7
- Hasil penjualan saham pemerintah,
- Deviden: pembayaran berupa keuntungan yang diterima oleh negara
sehubungan dengan keikutsertaan mereka selaku pemegang saham dalam
suatu perusahaan.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan pemerintah terdiri:
- Pelayanan pendidikan,
- Pelayanan kesehatan,
- Pemberian hak paten, hak cipta, dan merk.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan yang terdiri:
- Lelang barang,
- Denda,
- Hasil rampasan yang diperoleh dari kejahatan.
f. Penerimaan berupa hibah.
g. Penerimaan lain yang diatur dengan UU.

D. Hasil Perusahaan Negara


Yang tergolong dalam perusahaan negara adalah semua perusahaan yang
modalnya merupakan kekayaan negara dengan tidak melihat bentuknya.
Selain itu ada perusahaan negara yang berada dalam lapangan hukum perdata
yang berbentuk PT yang sahamnya seluruhnya berada ditangan pemerintah
atau kementerian yang bersangkutan.

E. Sumber-Sumber Lain
Yang termasuk dalam sumber-sumber lain ialah pencetakan uang (deficit
spending). Sumber terakhir ini oleh beberapa negara sering dilakukan.
Pemerintah Indonesia pernah melaksanakannya dalam rangka memenuhi
kebutuhan akan investasi negara untuk membiayai pembangunan yang
tercermin dalam Anggaran Belanja dan Pembangunan. Secara teoritis
sebenarnya dapat saja dilakukan oleh Pemerintah kapan saja. Tetapi cara ini
tidalah populer karena membawa akibat yang sangat mendalam di bidang
ekonomi. Oleh karena itu defisit tersebut ditutup dengan melalui pinjaman
atau kredit luar negeri yang berasal dari kelompok negara donor, yang dalam
Anggaran Belanja Negara penerimaan dari pinjaman tersebut merupakan
penerimaan pembangunan yang sebenarnya juga merupakan uang muka pajak
yang kelak dikemudian hari menjadi beban bagi generasi mendatang.

8
Sumber-sumber lainnya dari penerimaan negara adalah Pinjaman Negara,
baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
Pinjaman dari dalam negeri dapat dibedakan dalam dua bagian, yakni jangka
pendek dan jangka panjang. Pinjaman jangka pendek dengan cara pemberian
pembukaan uang muka oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah sebelum
penerimaan negara masuk ke kas negara. Pemberian uang muka ini untuk
mencegah kevakuman dalam rangka Pemerintah melakukan pengeluaran-
pengeluaran. Pinjaman atau pemberian uang muka ini dijamin dengan Kertas
Perbendaharaan negara, dan pinjaman ini akan dilunasi setelah ada
penerimaan negara, seperti pajak dan penerimaan negara bukan pajak sudah
masuk dalam kas negara. Pinjaman dalam negeri yang berjangka Panjang
dilaksanakan dengan cara menerbitkan uang kertas berharga (obligasi)
berjangka waktu. Penjualan obligasi berjangka ini ditujukan kepada seluruh
masyarakat dan hasil penjualannya digunakan untuk membiayai
pembangunan.
Mengenai Pinjaman Luar Negeri, umumnya berjangka panjang. Sifat
pinjaman Luar Negeri hanya merupakan faktor pelengkap dan tidak
mempunyai komitmen dengan masalah politik dan ideologi. Pinjaman Luar
Negeri terdiri dari 2 macam:
- Bantuan Program, yaitu bantuan keuangan yang diterima dari Luar
Negeri berupa devisa kredit. Devisa kredit ini kemudian dirupiahkan ke
dalam kas negara sehingga kas negara bertambah yang akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
- Bantuan Proyek yaitu bantuan kredit yang diterima Pemerintah dari
negara donor berupa peralatan dan mesin-mesin untuk membangun proyek
tertentu, seperti: proyek tenaga listrik, jembatan, jalanan, pelabuhan,
telekomunikasi dan irigasi. Sebagian dari bantuan proyek ini diberikan dalam
bentuk jasa konsultan dan tenaga teknisi yang membantu merencanakan
pembangunan proyek.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara bahwa pendapatan negara dapat dikelompokan ke dalam:
1. Penerimaan Perpajakan

9
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
3. Hibah
Penerimaan negara dalam bentuk sumbangan yang berasal dari negara
lain, swasta dan Pemerintah Daerah yang tidak perlu dibayar kembali,
bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, tidak berlangsung terus
menerus dan digunakan untuk kegiatan tertentu. Adanya kesepakatan
atau MoU mengenai pemberian hibah yang dilakukan pemerintah
dengan Pemerintah Negara Lain, Pihak Swasta atau Pemerintah
Daerah.

2.2 Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal

Dalam proses penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal, Menteri Keuangan


dan Badan Perencanaan Nasional atas nama Presiden mempunyai tanggungjawab
dalam mengkoordinasikan penyusunan APBN. Menteri Keuangan
bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan penyusunan konsep anggaran
belanja rutin. Sementara itu Bappenas dan Menteri Keuangan bertanggungjawab
dalam mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja pembangunan.

Perencanaan dan penganggaran APBN


Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan
(APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi
dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai
dari:
Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan


program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru
dan indikasi kebutuhan anggaran
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan

10
inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan
kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya
Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;
K/L menyusun rencana kerja (Renja);
Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L,
Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;

Rancangan awal RKP disempurnakan;

RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan


DPR; (9) RKP ditetapkan.

Tahap penganggaran dimulai dari:

penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;

penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;

penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);

penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan


rancangan undang-undang tentang APBN;

penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU


tentang APBN kepada DPR.

Penetapan/Persetujuan APBN

Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan


Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan
APBN dan Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR.
Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan

11
menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres
mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.

Pelaksanaan APBN

Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun
berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan
dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan
APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L). K/L
mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan
Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian
Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN.
Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran,
Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan
berbagai macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.

Pelaporan dan Pencatatan APBN

Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap


pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah
dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran
(LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan.

Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN

Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban


yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan
Januari - Juli. Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan

12
dan pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara


keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan
undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Prinsip Penyusunan APBN


Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan
penyetoran.

Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:

Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan


memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

Azas Penyusunan APBN

APBN disusun dengan berdasarkan asas-asas:

13
Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.

Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

Penajaman prioritas pembangunan

Menitik beratkan pada asas-asas dan undang-undang negara

2.3 Tax Ratio

Tax ratio adalah rasio jumlah pajak (yang dikumpulkan pada suatu masa)
dibandingkan/dibagi dengan Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product
(dimasa/ tahun yang sama).

Di dalam prakteknya, pengertian tax ratio terbagi menjadi 2 yaitu satu; tax
ratio dalam arti sempit dan dua; dalam arti luas. tax ratio dalam arti sempit adalah
jumlah pajak nasional (pemerintah pusat) dibagi PDB. Sedangkan dalam arti luas
tax ratio adalah jumlah pajak nasional (pemerintah pusat) ditambah pajak daerah
(pemerintah daerah) ditambah dengan penerimaan Sumber Daya Alam (SDA)
dibagi dengan PDB.
Tax Ratio setiap negara berbeda beda, salah satunya disebabkan karena
perbedaan pengakuan penerimaan pajak yang dijadikan dasar pembagian.
Contohnya Indonesia yang menghitung tax ratio dari semata pajak nasional saja
(mempergunakan pengertian tax ratio dalam arti sempit), mayoritas dari beberapa
negara menghitung tax ratio dengan dengan memperhitungkan pajak daerah dan
penerimaan SDA. Itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa tax ratio di
Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Dikarenakan perbedaan cara menghitung Tax Ratio antara negara-negara
di dunia, maka Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) menjadi penengah dengan menghitung Tax Ratio masing masing
negara berdasarkan dasar yang sama.
Di Indonesia, tax ratio yang diperoleh hanya berkisar 12%. Nilai ini lebih
rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Rendahnya tax ratio
berarti pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak juga rendah. Konsekuensi
dari penerimaan pajak yang rendah adalah bertambahnya utang negara. Apabila
rasio pajak bisa mencapai ideal yang berkisar 20%, maka pemerintah tidak perlu

14
mengandalkan utang dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
mengandalkan potensi yang dimilikinya sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan rasio
penerimaan pajak sebesar 12% telah mampu menanggung 70% beban APBN.
Jika pemerintah mampu meningkatkan rasio pajaknya, maka akan mendapatkan
tambahan penerimaan pajak sehingga bisa memberikan kontribusi lebih pada
APBN. Dengan memberikan kontribusi yang lebih banyak, maka dapat
mengurangi kebutuhan negara terhadap utang.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Sumber-sumber penerimaan Negara berasal dari berbagai sektor, yaitu


a. Bumi, Air, dan Kekayaan Alam
b. Pajak-pajak, Bea dan Cukai
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak
d. Hasil Perusahaan Negara
e. Sumber-sumber lain.

2. Proses penyusunan APBN dan kebijakan fiskal adalah


a. Perencanaan dan Penganggaran APBN
b. Penetapan atau Persetujuan APBN
c. Pelaksanaan APBN
d. Pelaporan dan Pencatatan APBN
e. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN

3. Tax ratio adalah rasio jumlah pajak (yang dikumpulkan pada suatu masa)
dibandingkan/dibagi dengan Produk Domestik Bruto/Gross Domestic
Product (dimasa/ tahun yang sama).

16
DAFTAR PUSTAKA

http://tugastugasekonomi.blogspot.co.id/2015/05/bsgaimana-tahap-tahap-proses-
penyusunan.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indone
sia

http://merapikancatatan.blogspot.co.id/2011/11/sumber-sumber-pendapatan-
negara.html

http://ekoxi.blogspot.co.id/2009/12/sumber-sumber-penerimaan-negara.html

https://matapajak.wordpress.com/2014/08/18/apa-itu-tax-ratio-rasio-pajak/

17

Anda mungkin juga menyukai