disusun oleh:
Mayang Sari 2012430034
Nurrisa Ika Yuliani 2012430035
Rahma Agustini 2012430037
Chandra Kencana O. 2014437003
Ferdy Santoso Hanapi 2014437005
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah studi kasus dengan judul
RANCANGAN PEMBUATAN PABRIK AMONIA ini tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan guna memenuhi tugas mata kuliah Alat Industri Kimia (AIK), serta
dalam rangka pembahasan kasus mengenai ukuran semen yang tidak memenuhi persyaratan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh penulis. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dan bimbingan berbagai macam pihak. Untuk itu penulis bermaksud mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Ibu Alvika Meta Sari, ST, MChemEng selaku dosen mata kuliah Proses Industri Kimia
Organik yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan.
2. Temanteman sesama penulis yang saling bertukar pikiran dan memberikan masukan yang
sangat membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbang asih
pemikiran penulis kepada pembaca khususnya Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Hormat Kami
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PRARANCANGAN PABRIK
3.1 Unit Persiapan Gas Umpan Baku ( Raw feed gas Preparation)
Gas alam ( Natural Gas ) dari Kilang dialirkan ke dalam Fuel and Feed Gas Knock Out
Drum (101-F) untuk memisahkan senyawa hidrokarbon berat. Dari KO Drum sebagian gas
alam digunakan sebagai bahan bakar dan sebagian lagi sebagai bahan baku proses. Sistem
persiapan gas umpan baku terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu penghilangan sulfur,
penghilangan mercury, dan penghilangan CO2.
a. Desulfurizer
Desulfurizer merupakah reaktor gasifikasi yang di lengkapi dengan molten katalis.
Proses termokimia yang terjadi dalam reaktor tersebut dapat mengubah solid material
(misalnya coal atau sampah) menjadi fuel gases. Penambahan katalis akan memberikan
beberapa keuntungan yaitu proses dapat dilaksanakan pada suhu lebih rendah dibanding
tanpa katalis, reaksi antara solid material dengan gas akan lebih efektif, molten katalis
dapat menangkap ash dan gaseous sulfur yang akan terlepas ke lingkungan, dan solid
fuel yang digunakan dapat lebih bervariasi baik jenis maupun ukurannya dibanding
reaktor tanpa katalis.
Gas alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama senyawa belerang
sebelum masuk ke Reforming Unit harus dibersihkan dahulu di unit ini, agar tidak
menimbulkan keracunan pada Katalisator di Reforming Unit. Untuk menghilangkan
senyawa belerang yang terkandung dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan
dalam suatu bejana yang disebut Desulfurizer (102-DA/DB) yang berisikan sponge iron
yaitu potongan-potongan kayu yang telah di impregnasi dengan Fe2O3. Sponge iron
berfungsi menyerap sulfur yang ada dalam gas alam. Masing-masing Desulfurizer
mempunyai volume 68,8 m3. Umur operasinya diperkirakan 90 hari untuk kandungan
H2S di dalam gas alam maksimum 80 ppm dan keluar dari Desulfurizer dengan
kandungan H2S dalam gas menjadi 5 ppm. Reaksi yang terjadi adalah:
Fe2O3 + 3H2S Fe2S3 + 3H2O
Operasi dilakukan dalam keadaan jenuh dan basa (pH antara 8,0 sampai 8,5).
Keadaan jenuh dimaksud agar H2S dapat teradsorbsi oleh air dan kemudian bereaksi
dengan Fe2O3, sedangkan kondisi basa diperlukan karena sponge iron bersifat basa.
Untuk mencapai keadaan tersebut maka diinjeksikan Na2CO3 sebanyak 4 sampai 10%
wt secara berkala.
b. Mercury Guard Vessel
Gas dari desulfurizer mengalir ke Mercury Guard Vessel (109-D) yang berisi 6,7 m3
katalis Sulfur Impregnated Activated Carbon berfungsi untuk menyerap Hg yang
terdapat dalam gas alam. Mercury diubah menjadi senyawa Mercury Sulfida dan
kemudian diserap pada permukaan karbon aktif. Diharapkan kandungan Hg dalam gas
setelah penyerapan lebih kecil dari 160 ppb. Reaksi yang terjadi adalah :
Hg + H2S HgS + H2
Gas masuk ke Absorber dari bagian bawah dan larutan aMDEA dari bagian atas
sehingga terjadi kontak langsung antara keduanya. Larutan yang telah mengikat CO 2
diregenerasi diStripper (1102-E) selanjutnya di vent ke udara. Selain mengikat CO2,
larutan aMDEA juga mampu mengikat hidrogen sulfida sehingga produk CO2 hasil
regenerasi di CPU tidak dapat digunakan sebagai produk samping dikarenakan pada
proses berikutnya di pabrik urea memerlukan CO2 murni yang tidak mengandung
hidrogen sulfida dan impurities lainnya. Proses penyerapan CO2 dilakukan pada
tekanan tinggi dan temperatur rendah sedangkan pelepasan dilakukan pada tekanan
rendah dan temperatur tinggi karena pada kondisi inilah kedua reaksi diatas
berlangsung optimum.
d. Final Desulfurizer
Final Desulfurizer (108-D) merupakan vessel yang berisi dua unggun katalis, bed
bagian atas berisi katalis Nickel Molibdate yang berfungsi untuk mengubah sulfur
organik yang terdapat di dalam gas umpan menjadi sulfur anorganik (H2S) dengan
mereaksikannya dengan hidrogen, dan unggun bagian bawah berisi katalis ZnO yang
berfungsi untuk menyerap H2S yang terbentuk dari unggun pertama. Reaksinya adalah:
RSH + H2 RH + H2S
H2S + ZnO ZnS + H2O
b. Secondary Reformer
Gas yang keluar dari primary reformer masih mengandung kadar CH4 yang cukup
tinggi, yaitu 12 13 %, sehingga akan diubah menjadi H2 pada unit ini dengan
perantaraan katalis nikel pada temperature 1002,5 oC. Gas dialirkan ke Secondary
Reformer (103-D) yang juga berfungsi untuk membentuk gas H2, CO dan CO2. Aliran
gas ini dicampurkan dengan aliran udara dari Air Compressor (101-J) yang
mengandung O2 dan N2. Gas, steam dan udara mengalir ke bawah melalui suatu unggun
yang berisi katalis nikel tipe C14- 2RR dan C14-4GG. Persamaan Reaksi:
CH4 + H2O 3 H2 + CO
Kandungan CH4 yang keluar dari Secondary reformer ini diharapkan sebesar 0.34
% mol dry basis. Karena diperlukan N2 untuk reaksi pembentukan Amoniak maka
melalui media compressor dimasukkan udara pada unit ini. Persamaan Reaksi:
2H2 + O2 2H2O
CO + O2 2CO2
Reaksi utama di Secondary Reformer juga merupakan reaksi endotermis, dengan
memanfaatkan sumber panas yang dihasilkan dari pembakaran H2 oleh O2. Secondary
Reformer beroperasi pada temperatur 1287oC dan tekanan 31 kg/cm2G. Panas yang
dihasilkan pembakaran H2 oleh O2 juga dimanfaatkan oleh Secondary Reformer Waste
Heat Boiler (61-101-C) dan High Pressure Steam Superheater (102-C) sebagai
pembangkit steam (boiler feed water). Gas yang keluar dari Secondary Reformer
setelah didinginkan oleh dua buah waste heat exchanger tersebut temperaturnya
menjadi 371oC.
c. Shift Converter
Gas CO dalam gas proses yang keluar dari Secondary Reformer diubah menjadi
CO2 pada shift converter yang terdiri atas dua bagian yaitu:
High Temperature Shift Converter (61-104 D1).
High Temperature Shift Converter (HTS) (61-104-D1) beroperasi pada
temperatur 350 sampai 420oC dan terkanan 30 kg/cm2G berisi katalis besi yang
berfungsi mengubah CO dalam proses menjadi CO2 dengan kecepatan reaksi
berjalan cepat sedangkan laju perubahannya (konversi) rendah. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
CO + H2O CO2 + H2
Gas proses yang keluar dari High Temperature Shift Converter (HTS) (61- 104-
D1), sebelum masuk ke LTS (61-104-D2) yang berisi katalis Cu diturunkan
temperaturnya di dalam alat penukar panas. Kadar CO yang keluar dari unit ini
adalah 3,5 % mol dry basis dengan temperature gas outlet 432 oC- 437 oC.
Low Temperature Shift Converter (61-104 D2).
Karena tidak semua CO dapat dikonversikan menjadi CO2 di HTS, maka reaksi
tersebut disempurnakan di LTS setelah sebelumnya gas proses didinginkan hingga
temperature 210 oC. Diharapkan kadar CO dalam gas proses adalah sebesar 0,3 %
mol dry basis. Proses yang terjadi pada LTS (61-104- D2) sama dengan proses yang
ada di High Temperature Shift Converter (HTS). Kondisi operasi pada LTS yaitu
pada tekanan 39 kg/cm2G dan temperatur 246oC dengan kecepatan reaksi berjalan
lambat sedangkan laju perubahannya tinggi.
b. Methanator
Gas sintesis yang keluar dari puncak absorber masih mengandung CO2 dan CO
relative kecil, yakni sekitar 0,3 % mol dry basis yang selanjutnya akan diubah menjadi
methane di methanator pada temperature sekitar 316 oC. Persamaan Reaksi :
CO + 3H2 CH4 + H2O
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O
Fungsi dari Methanator (61-106-D) adalah untuk merubah gas CO dan CO2 yang
masih lolos dari Main CO2 Removal menjadi CH4. Methanator merupakan suatu bejana
yang diisi dengan katalis nikel terkalsinasi (penukaran logam kepada oksidanya dengan
cara pembakaran).
Methanator beroperasi pada tekanan 26,7 kg/cm2G dan temperatur 330oC. Karena
panas yang dihasilkan dari reaksi ini, maka temperatur gas sintesa naik menjadi 366oC.
Oleh karena itu, kandungan CO dan CO2 dalam gas yang keluar dari CO2. Absorber
dibatasi maksimal 0,1% vol agar tidak terjadi overheating. Gas sintesa keluaran
Methanator mempunyai batasan kandungan CO dan CO2 maksimum 10 ppm.
3.4 Unit Sintesa Ammonia ( Ammonia Synthesa unit )
Kandungan Amoniak yang keluar dari Amoniak Converter adalah sebesar 12,05-17,2
% mol.Gas sintesa murni dengan perbandingan volume H2 dan N2 sebesar 3 : 1, sebelum
dialirkan ke ammonia konverter (105-D) terlebih dahulu tekanannya dinaikkan dengan Syn
Gas Compressor (103-J) sampai tekanan 150 kg/cm2G. Kompressor ini bekerja dengan dua
tingkatan kompresi dengan penggerak turbin uap (steam turbine). Tingkatan pertama
disebut Low Pressure Case (LPC) dan tingkatan kedua disebut High Pressure Case (HPC).
Gas sintesa masuk ke LPC dengan temperatur 38oC dan tekanan 24,1 kg/cm2G,
kemudian dikompresikan menjadi 63,4 kg/cm2G dan temperatur 67,4oC. Sedangkan pada
bagian HPC, gas sintesa bercampur dengan gas recycle dari ammonia konverter. Gas
sintesa umpan memasuki ammonia konverter dengan temperatur 141oC dan tekanan 147
kg/cm2G melalui bagian samping reaktor.
Reaktor ini dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya, yaitu ruang katalis atau
ruang konversi dan ruang penukar panas (heat exchanger). Reaksi yang terjadi pada
ammonia konverter adalah sebagai berikut:
N2 + 3H2 2NH3
Ammonia konverter menggunakan katalis Fe (Promoted Iron) dan dioperasikan pada
temperatur 480oC dan tekanan 150 kg/cm2G.
Air umpan boiler dari utilitas masuk ke Deaerator (101-U) untuk menghilangkan
oksigen terlarut dengan cara mekanis (steam bubbling dan stripping) dan secara kimia
(injeksi Hydrazine) ke dalam Deaerator, kemudian dikirim dengan BFW Pump (104-J) ke
Steam Drum (101-F) melalui alat-alat penukar panas.
Steam yang keluar dari steam drum dipanaskan di High Pressure Stam Superheater
(102-C) hingga temperatur 327oC dan tekanan 105 kg/cm2G, kemudian dipanaskan lagi di
HP Steam Super Heat Coil (101-BCS1/BCS2) untuk menghasilkan superheated steam
(steam SX) dengan temperatur 510oC dan tekanan 123 kg/cm2G.
Produk steam SX yang dihasilkan sebesar 211 ton/jam digunakan untuk penggerak
turbin Air Compressor (101-JT) sebesar 80 ton/jam dan penggerak turbin Syngas
Compressor (103-JT), selebihnya diturunkan tekanannya menjadi steam SH. Exhaust dari
steam tersebut adalah steam SH bertekanan 42,2 kg/cm2G dan temperatur 510oC,
digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin yang lain yaitu:
1. Turbin Refrigerant Compressor (105-JT) sebesar 21 ton/jam.
2. Turbin Feed Gas Compressor (102-JT) sebesar 8,84 ton/jam.
3. Turbin BFW pump (104-JT) sebesar 17,4 ton/jam.
4. Turbin ID fan (101-BJ1T) sebesar 8,17 ton/jam.
5. Turbin RC Lube Oil Pump (105-JLOT) sebesar 0,55 ton/jam.
6. Turbin Air Compressor (101-JT) sebesar 2,3 ton/jam.
Pemakaian terbesar steam SH adalah untuk steam proses di primary Reformer yaitu
sebesar 81 ton/jam dan sekitar 30 ton/jam di impor ke unit Urea. Steam SHdari let down
turbin-turbin di atas menghasilkan steam SL bertekanan 3,5 kg/cm2G dan temperatur 219oC,
digunakan sebagai media pemanas di reboiler, sebagai steam bubling/striping Deaerator dan
sebagai steam ejektor.
Kondensat steam dari reboiler dikirim kembali ke Deaerator sebagai air umpan Boiler.
Sedangkan condensing steam SX dari turbin dikirim ke Surface Condenser (101-JC) untuk
di kondensasikan dengan air pendingin, kemudian dikirim keoff site sebesar 54 ton/jam dan
sebagian kecil digunakan sebagai make up jaket water, make up aMDEA sistem dan sebagai
pelarut bahan-bahan kimia.
BAB IV
PENGENDALIAN MUTU
Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian mutu atau pengendalian kualitas melibatkan
pengembangan sistem untuk memastikan bahwa produk dan jasadirancang dan diproduksi untuk
memenuhi atau melampaui persyaratan daripelanggan maupun produsen sendiri. Sistem-sistem
ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin bisnis atau rekayasa lainnya dengan
menggunakan pendekatan lintas fungsional. ISO 9000 dan TQM (Total Quality Management)
adalah contoh standar dan pendekatan yang digunakan untuk pengendalian mutu.
Mutu pada suatu industri adalah mutlak adanya. Karena itu, pengendalian mutu memegang
peranan penting untuk mencapai tingkat kualitas yang sesuai dengan spesifikasi. PengendaIian
mutu diperlukan untuk memberikan indikator pada berbagai tahap pelaksanaan yang
memperlihatkan bahwa persyaratan telah/ belumdipenuhi.
Pada perusahaan pabrikasi ada dua macam struktur organisasi yang berkaitan dengan
pengendalian mutu:
1. Departemen kualitas berdiri sendiri dan mempunyai jalur laporan langsung ke GM. Fungsi
kualitas harus terpisah dari kegiatan pabrikasi dan langsung memberikan laporan ke GM,
tujuannya untuk mendapatkan kerjasama dalam rangka memenuhi penjadwalan dan biaya.
2. Departemen kualitas adalah bagian dari pabrikasi dan memberikan laporan ke manajer
pabrik. Fungsi kualitas di bawah fungsi pabrikasi karena mutu membutuhkan koordinasi
yang dekat dengan proses produksi. Sesungguhnya manajer pabrikasi telah mengemban tugas
sebagai coordinator kualitas.
B. Biaya Kualitas
Merupakan biaya yang timbul apabila produk tidak dapat memenuhi kepuasan pelanggan
atau terjadi pada waktu proses produksi sedang berjalan. Biaya total kualitas meliputi antara
lain:
1. Biaya pengendalian kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya pemeriksaan
dalam penentuan nilai kualitas.
2. Biaya perbaikan kerusakan:
a. Biaya internal (pada saat proses produksi sedang berjalan):
Biaya scrab atau biaya karena produk yang rusak ditolak dan dibuang.
Biaya rework atau biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan produk yang rusak.
Biaya down grade atau biaya karena penurunan kualitas.
Biaya yang timbul karena keterlambatan kerja.
b. Biaya eksternal (produk telah selesai dan diserahkan ke pelanggan):
Biaya warranty atau biaya jaminan
Biaya yang timbul karena produk ditolak dan dikembalikan oleh pelanggan.
Biaya pendukung dan pengurusan untuk pemenuhan janji kepada pelanggan.
C. Rancangan Sistem Pengendalian Kualitas
Langkah-langkah:
1. Titik-titik pada jalur system produksi dimana tempat pemeriksaan dilakukan dengan cara:
a. Pada tempat bahan mentah pertama kali datang.
b. Pada waktu proses sedang berjalan. Kaitannya dengan biaya penambahan nilai jauh
lebih besar daripada biaya pemeriksaan.
c. Pada produk yang sudah selesai menjadi barang jadi.
2. Memutuskan apa jenis pengukuran nilai yang digunakan berdasarkan:
a. Pengukuran variable atau skala pengukuran.
b. Pengukuran atribut yang menggunakan skala yang dihitung berdasarkan kondisi
seperti baik atau buruk, panas atau dingin, dsb.
3. Memutuskan berapa jumlah produk yang harus diperiksa.
4. Menentukan siapa yang berwenang melakukan inspeksi.
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari
tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang
dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya
bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit
ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
A. Pencegahan Kecelakaan
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui
oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
B. KeselamatanKerja
. a. Penanganan dan Penyimpanan
1) Simpan dan menangani sesuai dengan semua peraturan yang berlaku dan standar.
2) TerkenaKulit; Cuci kulit dengan sabun dan air selama minimal 15 menit saat mengeluarkan
pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Mendapatkan perhatian medis segera. Bersihkan dan
kering pakaian yang terkontaminasi dan sepatu sebelum digunakan kembali. Hancurkan sepatu
yang tercemar.
3) KontakDengan Mata; Segera siram mata dengan banyak air selama minimal 15 menit.
Kemudian mendapatkan perhatian medis segera.
4) Tertelan; Segera dimuntahkan.Berikan sejumlah besar air atau susu. Ketika muntah terjadi,
menjaga kepala lebih rendah dari pinggul untuk membantu mencegah aspirasi. Jika orang tidak
sadar, putar kepala ke samping. Mendapatkan perhatian medis segera.
2) PemadamanKebakaran; Jangan sampai air di dalam wadah. Pindah kontainer dari daerah
kebakaran jika dapat dilakukan tanpa resiko. wadah Cool dengan semprotan air sampai baik
setelah api keluar. Tinggal jauh dari ujung tangki. Membuat orang tidak perlu pergi, isolasi
daerah bahaya dan menolak masuk. Menghentikan aliran gas.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA