Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA-ICH
Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26 S RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

NINDY YULIAWATI
150070300011037
KELOMPOK 15

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
CVA-INTRACEREBRAL HEMORRHAGE

1. Definisi
Cerebrovascular accident (CVA) atau biasa dikenal sebagai
stroke,merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan pada suplai oksigen di
otak.Gangguan suplai oksigen ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu iskemik (85% kasus)
dan hemoragik (15% kasus). Stroke iskemik terjadi akibat pembuluh darah
mengalami sumbatan, sehingga mengakibatkan hipoperfusi pada jaringan otak.
Sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat adanya ekstravasasi darah/perdarahan
pada otak (Smeltzer and Barre, 2010).
Intracerebral Hemorrhage (ICH) Adalah suatu keadaan perdarahan yang
terjadi dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan
atherosclerosis serebral karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut
menyebabkan ruptur pada pembuluh darah. Perdarahan/hemoragi yang terjadi juga
dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri, tumor otak, dan penggunaan
medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan narkotik (kokain).
Perdarahan yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada
pada lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta
serebelum. Hemoragik yang terjadi mengakibatkan rupture pada dinding ventrikel
lateral dan menyebabkan hemoragi intraventrikular, yang sering bersifat fatal pada
penderitanya.
2. Etiologi
Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang
sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS
biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan
ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung
cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat
menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat
terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh,
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau
perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca
perdarahan dini.
Hiponatremia
Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal yang
terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak, peningkatan
tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti
sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita
biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah
satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang
(Sylvia A. Price, 1995).
Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar.
Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel
ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung,
jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema).
Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

3. Patofisiologi
Terlampir

4. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk
semua dua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
dibandingkan perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65 tahun.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara
populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes mellitus
mellitus dapat meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga
tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua
jantung kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Penyakit Arteri koroner:
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik
dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi: Berhubungan dengan
meningkatnya kejadian stroke.
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit
jantung rematik, meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam
distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
hematokrit 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah, plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting.
Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III
fibrinogen dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
dan kelainan thrombotic.
sistem
pembekuan
Hemoglobino Sickle-cell disease :
pathy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, venasinus dan trombosis vena kortikal.
Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria:
Dapat mengakibatkan thrombosis vena serebral
Penyalah Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
gunaan obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan potensial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol
berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,
tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada
wanita yang lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang
penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah.
Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan
di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke
dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat
relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis
meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia
atauhomosistin muda adalah 10-16%.
uria
5. Klasifikasi
Menurut etiologinya:
a. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya
terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istirahat (pendarahan intraserebral, pecahnya aneunisme dan tomur
otak yang mengalami pendarahan).
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke ini biasanya dapat berupa iskenik, trombosis dan emboli serebral,
biasanya terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru bangun tidur
atau dipagi hari. Tidak terjadi askemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya
baik.
Sroke menurut perjalanan penyakitnya
a. TIA (Transient Ischemic Attoks)
Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang dalam beberapa detik sampai beberapan jam. Gejala hilang
< 24 jam
b. RIND (Reversible Iskemic Neurologik Defisit)
Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang <24 jam tapi tidak lebih dari 1
minggu.
c. Progesif Stroke Inevaluation
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya gejala
makin lama semakin buruk proses pregresif berupa jam sampai beberapa
hari.
d. Stroke Lengkap
Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit
memperlihatkan perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke
inevaluatior. Bentuk kelainan sudah menetap, gangguan neurologis
sudah maksimal/berat sejak awal serangan.

Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu:


(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll)
(Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis
dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid


(PSA)

Gejala PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

6. Tanda dan Gejala Klinis


Nyeri kepala akut dan terasa berat,
leher bagian belakang kaku,
muntah,
penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat
mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan
kontralateral
90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila
perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-
75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena
meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus
temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena
perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer &
Bare, 2005).
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati
hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal
dengan hilangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara
bertahap mengalami pemulihan kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-
tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau
perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita
penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannya
perdarahan dapat memasuki rongga subarakhnoid.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada CVA-Intracerebral hemorrhage
antara lain:
a. Computed Tomography (CT- scan)
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan
pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan
intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan
gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobin-oksihemoglobin-
deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.
c. CT non kontras otak
untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini
berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non
kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih
dari 1 cm.
d. EKG
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard
memiliki kejadian signifikan dengan stroke.

ICH ( Intracerebral Haemorrhage ) Score adalah instrumen penilaian klinis saat


pasien stroke perdarahan intraserebral tiba di rumah sakit, yang dapat memprediksi
outcome mortalitas dalam 30 hari kemudian, yang terdiri dari 5 komponen utama
yaitu volume PIS, umur, perdarahan infratentorial, nilai SKG dan perdarahan
intraventrikular. Nilai antara 0-6 dimana nilai 6 berarti resiko kematiannya dalam 30
hari sangat tinggi

ICH Score
9. Penatalaksanaan
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
3. Memposisikan pasien 150 atau 300 selama 14 - 21 hari
Pengobatan Konservatif
1. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
2. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.
4. Antihipertensi
Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan
darah sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic
(TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat
diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik
penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a.
Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 2
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya
diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate
dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih
rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat
diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau
keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah terjadinya
perdarahan.
Tatalaksana Pencegahan Vasospasme
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan cerebral perfusion pressure sehingga dapat mengurangi
terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.

Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama. Ada yang
menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam
200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk
pengobatan hiponatremi.

Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-
pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas,
aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi
untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan
anti konvulsan sebagai profilaksis. Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20
mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis
maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat
dipakai hanya untuk menghentikan kejang. Penggunaan antikonvulsan jangka
lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus
dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor
risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.

10. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan.Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki
outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
11. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus pada neurologik harus dilakukan, seperti pengkajian:
- Ada tidaknya penurunan level kesadaran
- Reaksi pupil
- Disfungsi motorik dan sensorik
- Defisit saraf kranial (pergerakan mata ekstraokular, kecenderungan/
kemencengan muka, adanya prolapse/ terkulainya organ)
- Kesulitan berbicara dan gangguan visual
- Sakit kepala dan kaku kuduk
Karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan
pasien, maka monitoring status mental GCS oleh perawat merupakan hal krusial
pada pasien-pasien stroke.

12. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik
serebral
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
4. Resiko injuri
5. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan
kognitif-motorik akibat hemoragik serebral

13. Tujuan Rencana Intervensi (NOC)


1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Tissue perfusion : cerebral(tekanan intakranial dalam batas normal,
tekanan darah dalam batas normal (90-120/60-80) mmHg, MAP antara
30-40 mmHg, penurunan level kesadaran tidak terjadi, gangguan kognitif
tidak terjadi)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik
serebral
a. Immobility consequences : physiological( tidak ada decubitus, tidak terjadi
kontraktur sendi, tidak ada thrombosis vena )
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
a. Communication (klien mampu menggunakan bahasa verbal, klien mampu
menggunakan bahasa non-verbal, klien mengerti bahasa yang
disampaikan orang lain, klien mampu melakukan komunikasi dua arah
dengan orang lain)
4. Resiko injuri
a. Falls prevention behavior (terdapat tepi pengaman pada bed klien,
dilakukan asistensi terhadap mobilisasi klien)
5. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan
kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
a. Self care : ADL (klien mendapat bantuan untuk makan, berpakaian,
toileting, mandi, oral hygiene)
14. Intervensi Keperawatan (NIC)
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Cerebral perfusion promotion
- Monitor status neurologi
- Monitor protrombine time dan parsial thrombin time
- Lakukan plebotomi untuk memantau level analisa darah lengkap
- Hindari hiperfleksi pada leher
- Kolaborasikan dengan tim medis tentang pemberian posisi head of bed
antara 15-30, dan monitor respon pasien terhadap posisi kepala
- Kolaborasi pemberian antikoagulan
- Monitor tanda-tanda perdarahan

2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik


serebral
a. Pressure ulcer prevention
- Observasi keadaan kulit setiap hari, terutama area yang memiliki resiko
tinggi luka tekan
- Lakukan perubahan posisi 1-2 jam sekali
- Hindari kerutan pada linen
- Gunakan air hangat dan sabun lembut saat memandikan
- Gunakan pengganjal/bantal pada area-area resiko tinggi luka tekan seperti
sacrum, siku, tungkai
- Edukasi keluarga untuk melaporkan adanya kerusakan integritas kulit
b. Exercise therapy : joint mobility
- Kaji keterbatasan gerak sendi klien
- Buatkan jadwal melaksanakan range of motion
- Ajarkan range of motion
- Ajarkan keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien
- Kaji adanya nyeri pada saat melakukan exercise

3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak


a. Communication enhancement : speech deficit
- Ajak keluarga untuk menerjemahkan maksud verbal klien jika diperlukan
- Dengarkan klien dengan seksama
- Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti
- Jangan berteriak kepada klien
- Beri dukungan kepada klien untuk melafalkan kata-kata dengan benar
- Gunakan bahasa non verbal/gestur jika diperlukan

4. Resiko injuri
a. Fall prevention
- Kaji adanya gangguan lingkungan yang berpotensi meningkatkan resiko
jatuh klien
- Identifikasi perilaku klien yang menimbulkan resiko jatuh
- Monitor adanya kelianan mobilisasi, keseimbangan, dan level kelemahan
klien
- Asistensi klien pada saat ambulasi/mobilisasi
- Gunakan bedside rails untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur
- Ajarkan klien untuk meminta bantuan kepada orang lain jika ingin
melakukan ambulasi/mobilisasi

5. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan


kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
a. Self care assistance
- Kaji batasan kemampuan klien dalam melakukan ADL dan perawatan
diri
- Fasilitasi peralatan hygiene klien
- Bantu klien memenuhi ADL dan perawatan diri
- Tetapkan jadwal melakukan ADL perawatan diri untuk klien seperti
sistensi mandi, makan, dll.
- Mandirikan klien sesuai dengan kemampuannya dalam melaksanakan
ADL dan perawatan diri, bantu jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,


Jakarta. 2006.

Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention


Classification (NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi ed 3. Jakarta: EGC.

Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and


Classifications 2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.

Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.

Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes


Classification (NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.

Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis
Comp.

Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia:


Davis Comp.

Anda mungkin juga menyukai