Propinsi Jawa Tengah terbagi atas 35 kabupaten dan 6 kota atau secara
administratif terdapat 38 kabupaten/kota. Perkembangan Jumlah dan Persentase
Penduduk Miskin di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 1976 ke tahun 1996.
Pada tahun 1998 hingga tahun 2005 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar
14,40 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 4,20 juta jiwa
pada tahun 2006. Namun, selama periode tahun 2007 hingga tahun 2012 mengalami
penurunan jumlah penduduk miskin secara berkala. Persentase penduduk miskin
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah berdasarkan penyebaranya menunjukkan
persentase penduduk miskin yang ada di kota cenderung sangat rendah antara lain Kota
Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Kudus. Penduduk
miskin di perkotaan mengalami penurunan dikarenakan penduduk di kota cenderung
menjauhi dari garis kemiskinan. Sedangkan, kategori persentase sangat tinggi terdapat
di Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Brebes, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Kebumen, dan Kabupaten Wonosobo. Dengan kata lain, penduduk miskin yang
cenderung tinggi tersebut pendapatannya dibawah garis kemiskinan, yaitu sejumlah
rupiah yang dibutuhkan sangat kurang untuk membayar makanan setara 2100 kkal
sehari dan kebutuhan yang diperlukan agar hidup layak belum terpenuhi.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel respon dan
lima variabel prediktor. Variabel respon pada penelitian ini adalah persentase penduduk
miskin dan variabel prediktor yang digunakan adalah sebagai berikut. Persentase
Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian (X1), Persentase
pengeluaran perkapita untuk makanan (X2), Persentase penduduk yang menggunakan
air bersih (X3), Pelayanan kesehatan Jamkesmas penduduk (X4), Persentase penduduk
yang pernah menerima beras raskin (X5). Berikut ini merupakan statistika deskriptif
untuk variabel respon dan semua variabel prediktor.
Variable Mean StDev Minimum Maximum
Y 13,858 4,463 5,250 (Kota Semarang) 22,080 (Kab. Wonosobo)
X1 35,28 12,79 15,29 (Kab. Wonogiri) 62,28 (Kota Surakarta)
X2 57,947 4,041 47,07 (Kota Semarang) 63,800 (Kab Batang)
X3 69,75 12,04 40,51 (Kab. Pemalang) 95,15 (Kab. Pemalang)
X4 58,49 12,91 34,18 (Kab. Kudus 91,02 (Kota Salatiga)
X5 84,71 13,50 46,17 (Kota pekalongan) 99,51 (Kab. Pemalang)
20
15
10
5
y
20 40 60 50 55 60 50 75 100
x4 x5
20
15
10
5
40 60 80 50 75 100
Probability Plot of y
Normal
99
Mean 13,86
StDev 4,463
95 N 35
KS 0,093
90
P-Value >0,150
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
1
5 10 15 20 25
y
Multokolinieritas
Sebelum melakukan pemodelan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS), dilakukan pengujian asumsi multikolinearitas dengan melihat nilai VIF (variance
inflation factors). Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana nilai mutlak korelasi
antara variabel respon dengan variabel prediktor lebih kecil dibanding nilai mutlak korelasi
antara variabel prediktor. Nilai VIF yang kurang dari 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat
korelasi antar variabel prediktor. dapat terlihat bahwa nilai VIF seluruh variabel kurang dari 10,
hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada data yang digunakan, sehingga
dapat dilanjutkan pada pemodelan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).
Variabl
VIF
e
X1 2,398
X2 3,936
X3 2,497
X4 1,193
X5 2,128
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 32.46807 21.35918 1.520 0.1393
x1 -0.14376 0.06807 -2.112 0.0434 *
x2 -0.22946 0.27596 -0.831 0.4125
x3 -0.15887 0.07380 -2.153 0.0398 *
x4 0.08090 0.04756 1.701 0.0996 .
x5 0.07210 0.06075 1.187 0.2450
---
Signif. codes: 0 *** 0.001 ** 0.01 * 0.05 . 0.1 1
Berdasarkan hasil output pada R diatas maka dapat di dituliskan model regresi
sebagai berikut
y=32,50,144 x 10,229 x 20,159 x 3+0,0809 x 4 +0,0721 x 5
Hasil pengujian secara serentak pada pemodelan regresi liner diperoleh nilai F hitung
sebesar 6,807 dan P-value sebesar 0,000. Dengan menggunakan =0,1 maka dapat
disimpulkan H0 ditolak, yang berarti bahwa pemodelan dengan menggunakan regresi
linier berganda secara serentak menghasilkan parameter yang signifikan.
Nilai AIC terkecil diperoleh dari pemodelan dengan fungsi kernel Adaptive
Tricube. fungsi kernel adaptive memiliki bandwidth yang berbeda-beda di setiap lokasi
pengamatan. Setelah menentukan fungsi kernel yang digunakan, selanjutnya
menentukan bandwidth untuk setiap lokasi yang diamati. Setelah diperoleh nilai
bandwidth maka langkah yang perlu dilakukan berikutnya yaitu mencari matriks
pembobot.
Matrik pembobot yang diperoleh untuk tiap-tiap lokasi kemudian digunakan
untuk membentuk model sehingga tiap-tiap lokasi memiliki model yang berbeda-beda.
Rangkuman hasil estimasi parameter model GWR dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut
Nilai (ui,vi)
Estimastor Global
Min Median Max
x,Inter 31,33 33,71 35,85 32,4681
x1 -0,1549 -0,1473 -0,1376 -0,1438
x2 -0,2694 -0,2473 -0,2255 -0,2295
x3 -0,1696 -0,1577 -0,1503 -0,1589
x4 0,07338 0,07659 0,08795 0,0809
x5 0,06479 0,07365 0,07792 0,0721
R-sq 55,2% 46,06%
SSE 303,3914 311,5895
Nilai R-sq pemodelan GWR diperoleh sebesar 55,2%, hal ini berarti sebanyak
55,22 variabel respon dapat dijelaskan oleh variabel prediktor. Jika dibandingkan
dengan R-sq pemodelan dengan regresi linier berganda diperoleh sebesar 46,06%, maka
untuk sementara pemodelan dengan GWR dikatakan lebih baik.
Untuk melihat apakah pemodelan dengan menggunakan GWR menghasilkan
model yang lebih baik dilakukan pengujian kesesuaian model dengan hipotesis sebagai
berikut.
H 0 : k ( ui , v i ) = k
H 0 : k ( ui , v i ) k
H 0 : k ( ui , v i ) 0
signifikan setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut.
Variabel Variabel
Kab/Kota Kab/Kota
Signifikan Signifikan
Kab. Cilacap X1, X3, X4 Kab. Kudus X1, X3,
Kab. Banyumas X1, X3, X4 Kab. Jepara X1, X3,
Kab. Purbalingga X1, X3, X4 Kab. Demak X1, X3,
Kab. Banjarnegara X1, X3, X4 Kab. Semarang X1, X3,
Kab.
kab. Kebumen X1, X3, X4 Temanggung X1, X3,
Kab. Purworejo X1, X3, Kab. Kendal X1, X3,
Kab. Wonosobo X1, X3, Kab. Batang X1, X3, X4
Kab. Magelang X1, X3, Kab. Pekalongan X1, X3, X4
Kab. Boyolali X1, X3, Kab. Pemalang X1, X3, X4
Kab. Klaten X1, X3, Kab. Tegal X1, X3, X4
Kab. Sukoharjo X1, X3, Kab. Brebes X1, X3, X4
Kab. Wonogiri X1, X3, Kota Magelang X1, X3,
Kab. Karanganyar X1, X3, Kota Surakarta X1, X3,
Kab. Sragen X1, X3, Kota Salatiga X1, X3,
Kab. Grobogan X1, X3, Kota Semarang X1, X3,
Kab. Blora X1, X3, Kota Pekalongan X1, X3, X4
Kab. Rembang X1, X3, Kota Tegal X1, X3, X4
Kab. Pati X1, X3,
Lampiran
1. Syntax R
data=read.table("F:\\spasial1.csv",header=TRUE,sep=";")
data
reglin=lm(y~x1+x2+x3+x4+x5,data=data)
summary(reglin)
anova(reglin)
bptest(reglin)
#morans i
library(ape)
tesis.dists=as.matrix(dist(cbind(data$u,data$v)))
tesis.dists.inv=1/tesis.dists
diag(tesis.dists.inv)=0
Moran.I(data$y,tesis.dists.inv)
u=data$u
v=data$v
#model GWR
model.fg<-
gwr(formula=y~x1+x2+x3+x4+x5,data=data,coords=cbind(u,v),band
width=bandwidth.fg,hatmatrix=TRUE)
model.fb<-
gwr(formula=y~x1+x2+x3+x4+x5,data=data,coords=cbind(u,v),band
width=bandwidth.fb,hatmatrix=TRUE)
model.ag<-
gwr(formula=y~x1+x2+x3+x4+x5,data=data,coords=cbind(u,v),adapt
=bandwidth.ag,hatmatrix=TRUE)
model.ab<-
gwr(formula=y~x1+x2+x3+x4+x5,data=data,coords=cbind(u,v),adapt
=bandwidth.ab,hatmatrix=TRUE)
model.fg
model.fb
model.ag
model.ab
#ANOVA model GWR
BFC02.gwr.test(model.ab)
anova(model.ab)
$observed
[1] 0.03170282
$expected
[1] -0.02941176
$sd
[1] 0.02959586
$p.value
[1] 0.03892577
5. Output GWR
Lokasi b0 b1 b2 b3 b4 b5