Anda di halaman 1dari 6

Vulvitis

A. Definisi
Vulvitis adalah peradangan pada alat kelamin perempuan eksternal, disebut

vulva. Hal ini dapat disebabkan oleh vulva berkontak dengan iritasi yang

dapat menyebabkan dermatitis, eksim atau reaksi alergi. Dikenal alergen

seperti sabun mandi dan wewangian. Seorang wanita juga bisa mengalami

peradangan vulva akibat infeksi. Hal ini lebih sering terlihat pada wanita

pascamenopause dan praremaja karena tingkat estrogen yang lebih rendah

dalam tubuh mereka dibandingkan dengan wanita-wanita yang mengalami

menstruasi (whg pc, 2013).


B. Etiologi
Penyebabnya bisa berupa (whg pc, 2013) :
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita
hamil dan pemakaiantibiotik
c. Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian
c. Deodoran
d. Zat di dalam air mandi
e. Pembilas vagina
f. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap
keringat
g. Tinja
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Terapi penyinaran
5. Obat-obatan
6. Perubahan hormonal.
C. Epidemiologi
Bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang
memeriksakan kesehatannya dibanding vaginitis jenis lain. Frekuensi
tergantung pada tingkat social ekonomi penduduk. Pernah disebutkan bahwa
50% wanita yang aktif seksual pernah terkena infeksi G.vaginalis, tapi hanya
sedikit yang menimbulkan gejala. Sekitar 50% ditemukan pada pemakai IUD
dan 86% ditemukan bersama dengan infeksi
D. Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan
abnormal dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak,
baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri (Sudung, 2010).
Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental dibandingkan cairan
yang normal dan warnanya bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju,
atau kuning kehijauan atau kemerahan (Sudung, 2010).
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan
berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah
melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau
cairannya semakin menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina
sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan
mengalami iritasi (Sudung, 2010).
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari
vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada
wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik (Sudung,
2010).
Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa
yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak
sedap. Gatal-gatalnya sangat hebat (Sudung, 2010).
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa
disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium. Polip
pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina setelah melakukan
hubungan seksual. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan
oleh infeksi virus papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker
stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain) (Sudung, 2010).
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh
infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole
kanker atau sifilis. Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan
gatal-gatal di daerah vulva (Sudung, 2010).

E. Patogenesis
Meskipun penyebab dari bakterial vaginosis belum diketahui dengan
pasti, kondisi ini diduga karena perubahan keseimbangan flora normal di
vagina akibat peningkatan Phlokal yang mungkin merupakan akibat dari
berkurangnya Lactobacillus yang memproduksi hydrogen peroksida.
Normalnya, di dalam vagina terdapat Lactobacillus dalam jumlah yang
banyak. Sedangkan hampir semua bakteri anaerob hanya memiliki enzim
katalase peroksidase dalam jumlah sedikit sehingga tidak bisa menghilangkan
hydrogen peroksida. Pada bakterial vaginosis, jumlah Lactobacillus
berkurang, sehingga terjadi peningkatan jumlah bakteri anaerob, termasuk
G.vaginalis. Lactobacillus merupakan bakteri yang membantu metabolism
glikogen menjadi asam laktat di dalam vagina dan menjaga Ph normal vagina.
Kadar Ph normal membantu melawan proliferasi bakteri patogen. Jika
mekanisme pertahanan ini gagal, maka banyak bakteri patogen di dalam
vagina (misalnya: Bacteroide ssp, Pepto streptococcu ssp, Gardnerella
vaginalis, G.mobiluncus, Mycoplasma hominis) akan berploriferasi dan
menimbulkan keluhan. Sekitar 50% wanita terdapat G.vaginalis sebagai flora
di vaginanya tapi tidak berkembang menjadi infeksi.
Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro,
kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina, sehingga terjadi
perlekatan secret pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan
respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya
jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis
tidak ditemukan imunitas.
Penatalaksanaan
a. Terapi lama
1. Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan
air bisa membantu mengurangi jumlah cairan.
2. Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai
dengan penyebabnya.
3. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau
anti-virus, tergantung kepada organism penyebabnya.
4. Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina
dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh
dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan
resiko terjadinya peradangan panggul.
5. Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra)
menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama
7-10 hari.
6. Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam
propionat agar cairan vagina lebih asam sehingga mengurangi
pertumbuhan bakteri.
7. Pada infeksi menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi,
kedua pasangan seksual diobati pada saat yang sama.
8. Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih
estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit
maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina.

b. Terapi baru

Jenis infeksi Pengobatan

Jamur Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau


terconazole (krim, tablet vagina atau supositoria)
Fluconazole atau ketoconazole < (tablet)

Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina)


atau metronidazole (tablet).
Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan
Bakteri ceftriaxon & tablet doxicyclin

Klamidia Doxicyclin atau azithromycin (tablet)

Trikomonas Metronidazole (tablet)

Virus papiloma Asam triklor asetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg


manusia berat digunakan larutan nitrogen atau fluorouracil
(kutilgenitalis) (dioleskan kekutil)

Virus herpes Acyclovir (tablet atau salep)


1. Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam yang
tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap
terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva
(sebaiknya gunakan sabun gliserin).
2. Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin.
3. Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa
dioleskan krim atau salep cortico steroid dan anti histamin per-oral (tablet).
4. Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan
memperpendek lamanya infeksi herpes.
5. Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (Abdullah, 2015).

DAFTAR PUSKATA
Pardede, Sudung O. Vulvovaginitis Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 8, No. 1,
Juni : 2010 : 75-83.
The Womens Health Group. 2013. Vulvitis. Diunduh dari URL:http://www.whg-
pc.com/webdocuments/Menopause/Vulva-Vulvitis.pdf
Abdullah, Rozi. 2015.Vaginitis dan Vulvitis
http://bukusakudokter.org/2012/10/07/vaginitis-vulvitis/

Anda mungkin juga menyukai