Anda di halaman 1dari 25

Penatalaksanaan

a. Tujuan
i. Jangka pendek
Menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan
rasa nyaman dan sehat.
ii. Jangka panjang
Mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati
maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan
morbiditas mortilitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan


pengendalian kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid, insulin melalui pengelolaan pasien secara holistic
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO)
atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera
diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang
menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan
tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus.

b. Pilar Pengelolaan DM
i. Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola
gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.

1
Pemberdayaan penyandang diabetes memmerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:


a) Penyakit DM
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan
DM
c) Penyulit DM
d) Intervensi farmakologis dan non farmakologis
e) Hipoglikemia
f) Masalah khusus yang dihadapi
g) Perawatan kaki pada diabetes
h) Cara pengembangan sistem pendukung dan
pengajaran keterampilan
i) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi secara individual atau pendekatan


berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku
hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan
penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi. Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau
tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang seluruh kaki
adalah dan kematian berbagai jaringan tubuh karena
hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan
jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada
penderita diabetes.

2
ii. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan
TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan


komposisi:
a) Karbohidrat 60-70 %
b) Protein 10-15 %
c) Lemak 20-25 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara


lain:
a) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada
pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB
dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
b) Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori
dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun,

3
dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
c) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan
intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10%
dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan,
30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan
aktivitas sangat berat.
d) Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-
gantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus
ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan
berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan
1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi


tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan
pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB (kg) / TB (m2)

4
IMT Normal Wanita : 18.5 23.5
IMT Normal Pria : 22.5 25
BB kurang : < 18.5
BB lebih
Dengan risiko : 23.0-24.9
Obes I : 2.5.0-29.9
Obes II : 30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal:
Laki-Laki : BB ideal (kg) X 30 kalori/kg = Kalori
Wanita : BB ideal (kg) X 25 kalori/kg = Kalori

Koreksi/Penyesuaian:
Umur >40 tahun : -5% X Kalori basal = ... Kalori
Aktivitas Ringan : +10% X Kalori basal = Kalori
Sedang : +20 %
Berat : +30 %
BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / + Kalori
Lebih : - 10 %
Kurang : +20 %
Stress metabolik: 10-30 % X Kalori basal = + ... Kalori
Hamil trimester I& II = + 300 Kalori
Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori

Total Kebutuhan = ... Kalori

Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:


a) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan
pada waktu makan

5
b) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan
minuman berkalori rendah lainnya pada waktu
makan
c) Makanlah dengan waktu yang teratur
d) Hindari makan makanan manis dan gorengan
e) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan
f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu
utama setiap makan
g) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda
haus
h) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil
i) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil

iii. Latihan Jasmani


Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari

6
seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau
jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak
seperti menonton televisi.

Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:


a) Continous
Latihan jasmani harus berkesinambungan dan
dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh:
Jogging 30 menit, maka pasien harus melakukannya
selama 30 menit tanpa henti.
b) Rhytmical
Latihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-
otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh
berlari, berenang, jalan kaki.
c) Interval
Latihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat
dan lambat.
Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat
d) Progresive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan, dari intensitas ringan sampai sedang
selama mencapai 30-60 menit
Sasaran HR = 75-85% dari maksimal HR
Maksimal HR = 220 (umur)
e) Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi. Contoh: jalan jogging
dan sebagainya.

iv. Intervensi Farmakologis

7
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa
darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani.

Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral:


Diabetes setelah umur 40 tahun
Diabetes kurang dari 5 tahun
Memerlukan insulin dengan dosis <40 unit
sehari
DM tipe II, berat normal atau lebih

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan
secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah,
dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
b) Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum
makan
c) Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d) Repaglinid, Nateglinid : sesaat/sebelum makan
e) Metformin : sebelum/pada saat/ esudah makan
f) Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama
makan suapan pertama
g) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal
makan.17

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4


golongan:
a) Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama

8
untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang, namun masih boleh diberikan
kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan
hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.

Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya
sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.

b) Penambah Sensitivitas terhadap Insulin


Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon)
berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di

9
perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan
faal hati secara berkala.

c) Penghambat Glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasiendengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >
1,5 mg/dL)dan hati, serta pasien-pasien
dengan kecenderunganhipoksemia (misalnya
penyakit serebro- vaskular, sepsis,renjatan,
gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efeksamping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapatdiberikan
pada saat atau sesudah makan.

d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)


Obat ini bekerja dengan mengurangi
absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

10
e) Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid
Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi
kombinasi/ pemakaian bersama antara obat-obat
golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea
akan mengawali dengan merangsang sekresi
pankreas yang memberikan kesempatan untuk
biguanid untuk bekerja efektif. Kedua-duanya
rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas
reseptor; jadi pemakaian kedua obat tersebut saling
menunjang. Kombinasi kedua obat efektif pada
banyak penyandang DM yag sebelumnya tidak
bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

f) Insulin
Insulin adalah suatu hormon yang
diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam
amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan
sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan
lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai
bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan
glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai
sumber energi dan membantu penyimpanan
glikogen didalam sel otot dan hati. Insulin endogen
adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas,
sedang insulin eksogen adalah insulin yang
disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi dengan insulin:

11
Semua penyandang DM tipe I memerlukan
insulin eksogen karena produksi insulin oleh
sel beta tidak ada atau hampir tidak ada
Penyandang DM tipe II tertentu mungkin
membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah
Keadaan stress berat, seperti pada infeksi
berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke
DM gestasional dan penyandang DM yang
hamil membutuhkan insulin bila diet saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
Penyandang DM yang mendapat nutrisi
parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan
energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk
mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi
insulin atau ketika terjadi peningkatan
kebutuhan insulin
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontra indikasi atau alergi terhadap obat
hiperglikemi oral

Dasar pemikiran terapi insulin:

12
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi
basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi
insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi
insulin basal, insulin prandial atau keduanya.
Defisiensi insulin basal menyebabkan
timbulnya hiperglikemia pada keadaan
puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial
akan menimbulkan hiperglikemia setelah
makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan
untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi
yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal
(satu macam) berupa: insulin kerja cepat
(rapid insulin), kerja pendek (short acting),
kerja menengah (intermediate acting), kerja
panjang (long acting) atau insulin campuran
tetap (premixed insulin).
Pemberian dapat pula secara kombinasi
antara jenis insulin kerja cepat atau insulin
kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin
prandial, dengan kerja menengah atau kerja
panjang untuk koreksi defisiensi insulin
basal. Juga dapat dilakukan kombinasi
dengan OHO.
Terapi insulin tunggal atau kombinasi
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang
dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.

13
Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari
bila sasaran terapi belum tercapai.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi


4 macam, yaitu:
Insulin kerja singkat
Yang termasuk di sini adalah insulin regular
Crystal Zinc Insulin (CZI). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk
asam dan netral. Preparat yang ada antara
lain: Actrapid , Velosulin , Semilente .
Insulin jenis ini diberi 30 menit sebelum
makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam
dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.
Insulin kerja menengah
Yang dipakai saat ini adalah Netral
Protamine Hegedorn (NPH), Monotard ,
Insulatard . Jenis ini awal kerjanya adalah
1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-15
jam dan efeknya dapat bertahan sampai
dengan 24 jam.
Insulin kerja panjang
Merupakan campuran dari insulin dan
protamine, diabsorsi dengan lambat dari
tempat penyuntikan sehingga efek yang
dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 36
jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin (PZI),
Ultratard
Insulin infasik (campuran)

14
Merupakan kombinasi insulin jenis singkat
dan menengah. Preparatnya: Mixtard
30/40. Pemberian insulin secara sliding
scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih
efisien dan tepat karena didasarkan pada
kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula
darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Adapun
cara dan dosis pemberiaannya sebagai
berikut:
- Gula darah <60 mg % 0
IU
- <200 mg % 5
8 IU
- 200-250 mg% 10
12 IU
- 250-300 mg% 15
16 IU
- 300-350 mg%
20 IU
- >350 mg% 20
24 IU

Cara penyuntikan insulin:


Insulin umumnya diberikan dengan suntikan
di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat
suntik tegak lurus terhadap cubitan
permukaan kulit.

15
Pada keadaan khusus diberikan
intramuskular atau intravena secara bolus
atau drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed
insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja
menengah, dengan perbandingan dosis yang
tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan
insulin campuran tersebut atau diperlukan
perbandingan dosis yang lain, dapat
dilakukan pencampuran sendiri antara kedua
jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran
dapat dilihat dalam buku panduan tentang
insulin.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan
maupun cara penyimpanan insulin harus
dilakukan dengan benar, demikian pula
mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas
penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali
oleh penyandang diabetes yang sama.

16
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi
insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit
yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit).
Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap.
Saat ini yang tersedia hanya U100
Penyerapan paling cepat terjadi di daerah
abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah
lengan, paha bagian atas bokong. Bila
disuntikan secara intramuskular dalam maka
penyerapan akan terjadi lebih cepat dan
masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan
jasmaniyang dilakukan segera setelah
penyuntikan akan mempercepat onset kerja
dan juga mempersingkat masa kerja

Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM


lanjut usia seperti pada non lanjut usia, uyaitu
adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma
hiperosmolar, adanya infeksi (stress), dll.
Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang
dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat
diberikan satu atau dua kali sehari.

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien


lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik
sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor,
atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya
demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat
diperlukan bantuan dari keluarganya

Efek samping penggunaan insulin:


Hipoglikemia

17
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang
paling berbahaya dan dapat terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian antara diet,
kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada
25-75% pasien yang diberikan insulin
konvensional dapat terjadi lipoatrofi yaitu
terjadi lekukan di bawah kulit tempat
suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini
diduga disebabkan oleh reaksi imun dan
lebih sering terjadi pada wanita muda
terutama terjadi di negara yang memakai
insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi
yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan
di tempat suntikan akibat lipogenik insulin.
Lebih banyak ditemukan di negara yang
memakai insulin murni. Regresi terjadi bila
insulin tidak lagi disuntikkan di tempat
tersebut.
Alergi sistemik atau lokal
Reaksi alergi lokal terjadi 10 kali lebih
sering daripada reaksi sistemik terutama
pada penggunaan sediaan yang kurang
murni. Reaksi lokal berupa eritema dan
indurasi di tempat suntikan yang terjadi
dalam beberpa menit atau jam dan
berlagsung selama beberapa hari. Reaksi ini
biasanya terjadi beberapa minggu sesudah
pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal
atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan
kulit kurang baik, penggunaan antiseptik
yang menimbulkan sensitisasi atau
terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini

18
akan hilang secara spontan. Reaksi umum
dapat berupa urtikaria, erupsi kulit,
angioedema, gangguan gastrointestinal,
gangguan pernapasan dan yang sangat
jarang ialah hipotensi dan syok yang di
akhiri kematian.
Peningkatan berat badan
Edema insulin

g) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu
dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan
diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi
OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi,
harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula
diberikan kombinasi tiga OHOdari kelompok yang
berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada
pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih
terapi dengan kombinasi tiga OHO.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang


banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa

19
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-
10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja.

Penilaian Hasil Terapi


Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2
harus dipantau secara terencana dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a) Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah


Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum
tercapai sasaran terapi
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2
jam posprandial secara berkala sesuai dengan
kebutuhan. Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya
dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam
posprandial.

b) Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga
sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi
disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan

20
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk
menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan
A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam
setahun.

c) Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)


Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai
darah kapiler.Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur
kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya
sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan
cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar
yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan
cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan
insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan
PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang
dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam
setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa),
menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa
gejala), atau ketika mengalami gejala seperti
hypoglycemic spells.

d) Pemeriksaan Glukosa Urin


Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang
tidak langsung. Hanya digunakan pada pasien yang

21
tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa
darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180
mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa pasien, bahkan
pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil
pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan
tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan
terapi.

e) Penentuan Benda Keton


Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam
urin cukup
penting terutama pada penyandang DM tipe-2 yang
terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dL).
Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada
penyandang diabetes yang sedang hamil. Tes benda
keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara
benda keton yang penting adalah asam beta
hidroksibutirat. Saat ini telah dapatdilakukan
pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam
darah secara langsung dengan menggunakan strip
khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6
mmol/L dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut
ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD.
Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton
secara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit
akut diabetes, khususnya KAD.

c. Kriteria Pengendalian
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik,
diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus
terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja
yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah,

22
status gizi, tekanan darah, kadar lipid, dan HbA1c seperti
tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria pengendalian DM


Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-139 >140
Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-159 160-199 >200

HbA1c (%) 4-5,9 6-8 >8


Kolesterol total (mg/dl)
LDL (mg/dl) tanpa PJK <200 200-239 >240
LDL (mg/dl) dengan PJK <130 130-159 >160
HDL (mg/dl) <100 100-129 >130
Trigeliserida (mg/dl) tanpa >45 35-45 <35
PJK <200 200-249 >250
Trigliserida (mg/dl) dengan <150 150-199 >200
PJK
>25 atau
BMI (IMT) wanita (kg/m2) 18,5-22,9 23-25 <18,5
BMI (IMT) pria (kg/m2) 20,0-24,9 25-27 >27 atau
<20,0
140-160/90-
Tekanan darah (mmHg) <140/90 >160/95
95

a. Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki:


1) Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya
borok sedini mungkin, apakah ada kulit retak,
melepuh,bengkak, luka, atau perdarahan

23
2) Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar
sebelum memakainya untuk mendeteksi batu atau benda
sejenis lainnya yang mungkin ada
3) Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki
yang baru
4) Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain
5) Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari
berjalan tanpa alas kaki
6) Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari
kaki
7) Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering, tetapi
tidak pada sela-sela jari
8) Bersihkan kaki setizp hari, keringkan dengan handuk
termasuk sela-sela jari
9) Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Depkes (2008) Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit


Diabetes Melitus Cetakan ke 2

24
National Diabetes Fact Sheet 2011 diakses dari www.cdc.gov pada April
2011
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Perkeni (2006) Konsensus Pengelolaan dan Penceghan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia
1. Komplikasi
a. Penyulit akut
Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin

absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon,

katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan).


Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih

besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma

melebihi 350 mosm.


b. Penyulit menahun
2. Mikroangiopati
3. Retinopati Diabetik
4. Nefropati Diabetik
5. Neuropati diabetik

25

Anda mungkin juga menyukai