Laporan Kasus Tonsilitis Kronis
Laporan Kasus Tonsilitis Kronis
DOKTER PEMBIMBING
Dr. Harowi Sp. THT-KL
DISUSUN OLEH:
Candy Novia Agustini
11.2016.034
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan Kasus berjudul Tonsilitis
Kronis Hipertrofi ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr. Esnawan Antariksa. Dalam
pembuatan tinjauan pustaka dari laporan kasus ini, Saya mengambil referensi dari literatur
dan jaringan internet.
Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan
kritik yang membangun dalam perbaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan
terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena
kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut.
Ketidaktepatan terapi antibiotik pada penderita tonsilitis akut akan merubah mikroflora pada
tonsil, merubah struktur pada kripta tonsil dan adanya infeksi virus menjadi faktor
predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis.
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh radang
tenggorok yang berulang. Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak
tangan, menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi
peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia 5-15
tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat menyerang siapa saja.
Hanya sekitar 30 % dari tonsilitis pada anak disebabkan oleh radang tenggorokan dan hanya
10% dari tonsilitis pada orang dewasa disebabkan oleh radang tenggorokan.
Gejala klinik tonsilitis kronis adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang
kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu
makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang meriang.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
RUMAHSAKITPUSATTNIAUDr.ESNAWANANTARIKSA
SMFTELINGAHIDUNGTENGGOROK
Jl.MerpatiNo.2,HalimPerdanakusumaJakartaTimur13610
NIM : 11.2016.034
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.JN
Umur : 38 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
5
B. ANAMNESIS
6
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
-
Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis dan asthma disangkal oleh OS.
-
Riwayat alergi obat, makanan, debu/ udara dingin disangkal oleh OS.
-
Riwayat dirawat di RS, operasi THT disangkal oleh OS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36.2C
Pernapasan : 20x/menit
Berat badan : 60 kg
II. TELINGA
Kanan Kiri
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Congenital Tidak ada Tidak ada
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan Daun Telinga Tidak ada Tidak ada
Kelainan pre-, infra-, Tidak ada Tidak ada
retroaurikuler
Regio Mastoid Tidak ada kelaianan Tidak ada kelaianan
Liang Telinga CAE lapang, serumen CAE lapang, serumen
tidak ada tidak ada
Valsava Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Toyinbee Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Membran Timpani MT intak, hiperemis (-), MT intak, hiperemis (-),
edema (-), refleks cahaya edema (-), refleks cahaya
(+) jam 5 (+) jam 7
7
Septum nasi : Deviasi -/-
Pasase udara : Hambatan -/-
Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
IV. TENGGOROK
PHARYNX
Epiglotis :-
Plika aryepiglotis : -
Arytenoid :-
Ventrikular band : -
Pita suara asli :-
Rima glotis :-
Cincin trakea :-
Sinus piriformis : -
V. LEHER
Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar
VI. MAKSILO-FASIAL
Parese nervus cranial : tidak ada
Bentuk : Deformitas (-); Hematom (-)
8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
E. RESUME
OS, Perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok
yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak 2
minggu terakhir. Dalam beberapa tahun ini, OS mengaku sering merasakan keluhan-
keluhan: rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan, rasa kering, dan gatal pada tenggorokan,
batuk, pilek dan demam. Keluhan tersebut dirasakan hilang timbul sejak beberapa tahun
ini, dirasakan terutama setelah OS mengkonsumsi gorengan, makanan pedas atau
minuman dingin dan keluhan tersebut akan hilang sendiri tanpa pengobatan, akan tetapi
saat ini OS tidak merasakan keluhan tersebut. OS juga mengeluhkan saat tidur
mendengkur (ngorok). Sebelumnya OS sering berobat karena keluhan yang sama ke
puskesmas saat serangan timbul, dikatakan bahwa OS memiliki sakit amandel diberikan
beberapa jenis obat, namun keluhannya hanya hilang sementara kemudian muncul
kembali, hingga pasien berobat ke dokter THT
-
tonsil hipertrofi dengan ukuran T3-T3
-
tonsil hiperemis +/+
-
permukaan mukosa tidak rata/ granular +/+
-
Kripta melebar +/+
-
Detritus +/+
F. DIAGNOSIS BANDING
-
Tonsilitis kronis hipertrofi
-
Tonsilofaringitis kronis
G. DIAGNOSIS KERJA
Dasar diagnosis:
9
Diagnosis kerja tonsilitis kronis hipertrofi diambil berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang didapatkan pada OS.
Anamnesis:
-
Rasa mengganjal di tenggorok yg dirasakan akibat tonsil yang membesar
-
Sering mengalami keluhan-keluhan peradangan tonsil, yang hilang timbul dengan.
Keluhan:
rasa sakit di tenggorok
nyeri menelan
rasa gatal di tenggorokan
kadang disertai batuk pilek dan demam
Tonsilotis Kronis: peradangan tonsil lebih dari 3 bulan, setelah serangan tonsilitis akut
yang berulang-ulang.
-
Riwayat kebiasaan: OS suka mengkonsumsi gorengan, makanan pedas dan minuman
dingin (menjadi faktor predisposisi timbulnya tonsilitis)
-
Dengan keluhan yang sama, riwayat pengobatan ke puskesmas dan ke dokter spesialis
THT, di diagnosis sakit amandel, diberikan antibiotik namun OS tidak teraktur
meminumnya terapi tonsilitis tidak adekuat, menjadi faktor predisposisi tonsilitis
kronik)
-
tonsil T3-T3
-
hiperemis +/+
-
permukaan mukosa tidak rata +/+
-
Kripta melebar +/+, detritus +/+
I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
1. Antibiotik: Cefixime 2x100 mg, selama 7-10 hari
2. Anti inflamasi: Metil prednisolon 3x2 mg selama 5 hari
10
3. Analgetik: asam mefenamat 3x500 mg selama 5 hari
4. Vitamin immunos plus 1x1
Diberikan sebelum pasien menjalani operasi tonsilektomi
Operatif: Tonsilektomi
J. ANJURAN
Setelah dilakukan operasi, pasien disarankan untuk:
-
Jaga kebersihan mulut
-
Makan makanan lunak selama kurang lebih 1 minggu
-
Makan makanan bergizi untuk meninggkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat
proses penyembuhan
-
Hindari makanan pedas, makanan berminyak dan minuman dingin
-
Kontrol ke poliklinik THT
K. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil
palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.2
A.
Tonsil Palatina1,2
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
Lateral muskulus konstriktor faring superior
12
limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang
tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu
dan umumnya memperlihatkan pusat germinal
Fosa Tonsil1,2
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus,
batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar
dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.
Pendarahan1,2,3
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri
karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna
(arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna
dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri
lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4)
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian
anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh
arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal
Persarafan1,2
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
13
Imunologi Tonsil1,2
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3%
lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.
Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan
sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil
dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
B.
Tonsil Faringeal (Adenoid)1
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti
suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini
tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa
faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang
nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan
posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran
adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran
maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.
C.
Tonsil Lingual1,2
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata
14
TONSILITIS AKUT
A. DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi
melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis akut
adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.1
B. ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis bermacam macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini
yaitu :1,2
Streptokokus beta hemolitikus
Streptokokus viridans
Streptokokus piogenes
Virus influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections )
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke
tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi
dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi
juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat
berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan,
nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.1
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
faring hiperemis
nyeri tenggorok
edema faring
nyeri telan
pembesaran tonsil
sulit menelan
tonsil hiperemia
demam
mulut berbau
mual, anoreksia
otalgia ( sakit di telinga )
kelenjar limfa leher membengkak
malaise
15
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut
adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :6
Leukosit : terjadi peningkatan
Hemoglobin : terjadi penurunan
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :3
1. tonsilitis kronis
2. otitis media
G. PENATALAKSANAAN
-
Tonsilitis viral: istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan bila gejala
berat.1
-
Tonsilitis bakterial: antibiotika spektrum luas penisilin, eritromisin; antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.1
16
TONSILITIS KRONIK
A. DEFINISI
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang
tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai
dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar
detritus.6
B. ETIOLOGI
Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena sering
menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak
diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama
yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari
hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : Streptokokus alfa merupakan penyebab tersering
dan diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus
epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan tenggorok.1
17
C. FAKTOR PREDISPOSISI
D. PATOFISIOLOGI
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag yang
merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari
penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada
suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang
bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan
inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.4
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut
sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus
(akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta
berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.
Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang
menurun. 1
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang
berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan
18
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila
menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.1
Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat bertemu di garis
tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin
terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi,
hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika
tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri
tekan.1,2
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Pembesaran
tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4. Cody& Thane (1993) membagi pembesaran
tonsil dalam ukuran berikut :
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula
T2 = batas medial tonsil melewati jarak
pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-
uvula
T3 = batas medial tonsil melewati jarak
pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-
uvula
T4 = batas medial tonsil melewati jarak
pilar anterior-uvula atau lebih.
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan
rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa mengganjal di
19
tenggorok, nafas bau, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam
dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut,
permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis yang lain yang
sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis
dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan
yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus,
atau Pneumokokus.
H. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :1,2,5
20
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit
tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan
tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus
alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan
kelenjar submandibula membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup
ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe
leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit
mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum
pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
21
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik. Obat kumur,
analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang timbul biasanya akan
hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus perlu diobati dengan penisilin V
secara oral, cefalosporin, makrolid, klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin
benzatin G. Terapi yang menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu
penggunaan antibiotik tambahan mungkin akan berguna. 1,2,3
Operatif
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pasa pasien
dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari
fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun
infeksi.2
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi Absolut
Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik beta-laktamase resisten
Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah
mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan
keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.
22
Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,
kebanyakan karena infeksi kronik
Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan
terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery.
Pada kasus yang ekstrim, obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan
hipoventilasi alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner
J. Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar
atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai
komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :1,2,7
a. Peritonsilitis. Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses.
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid,
kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak
usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.
23
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang
membentuk bahan keras seperti kapur.
b. Glomerulonefritis
24
KESIMPULAN
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika
triangularis. Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring organisme yang berbahaya. Bila tonsil
sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsilitis.
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri. Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil lebih dari 3
bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang. Pada umumnya penderita sering
mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit
(nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada
sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan
jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti
terisi oleh detritus.
Terapi pada tonsilitis kronis, berupa terapi lokal, ditujukan pada higiene
mulut dengan menggunakan obat kumur. Dapat juga dilakukan tindakan operasi
tonsilektomi sesuai dengan indikasinya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. pg:212-25.
2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penyakit-
penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
pg: 330-44.
3. Caparas.M.B, Lim.M.G. Basic Otolaryngology. Publication of comittee of the college
of Medicine: University of the Philippines. 1998. pg: 149-59.
6. Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003. McGraw-Hill.
7. Jackson C. Disease of the nose, throat and ear. 2 nd ed. Philadelphia: WB Sunders Co.
1959. pg: 239-59.
26