Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Koriokarsinoma
a. Pengertian

Koriokarsinoma adalah penyakit ganas yang dikarakterisasi oleh

hiperplasia trofoblas, abnormal dan anaplasia, ketiadaan vilikorion,

dan nekrosis, dengan invasi langsung ke miometrium dan invasi

vaskular yang menghasilkan penyebaran ke tempat-tempat jauh,

biasanya ke paru-paru, otak, hati, pelvis, vagina, ginjal, usus, dan

limpa. (Lurain. J, 2010).

b. Anatomi fisiologi
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi

yang sempurna. Tetapi da;am kenyataanya tidak selalu demikian.

Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian

pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan

kegagalan repeoduksi. Disini kehamilan tidak berkembang menjadi

janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan

petologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan,

berupa degener asi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai

gelembung yang di sebut Mola Hodatidosa adan menjadi baik

kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi

kegansan yang berupa Kariokarsinoma (Wiknjosastro. Hanifa, 2002)

7
8

c. Etiologi

Terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas

normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah

berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya

sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat

metastase yang paling sering adalah paru-paru (75%) dan kemudian

vagina (50%). Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada

vulava, ovarium, hepar, ginjal, dan otak (Cunningham,1990)

sumber degenerasi ganas koriokarsinoma :

1) 50% berasal dari molahidatidosa.


2) 15% berasar dari kehamilan atrem.
3) 25% berasal dari abortus.

Molahidatidosa yang mengalami degenerasi ganas adalah

sekitar 10-15%. Degenrasi ganas yang berasal dari kehamilan atrem

hanya dapat menjadi koriokarsinoma atau placental site trophaoblastic

tumor

d. Patofisiologi.

Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat di anggap

sebagai suatu karsinoma dari apitelkorion, walaupun prilaku

pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor

yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak di ketahui.


9

Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk

tumbuh secara infasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangat

lah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan,

kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di

miometrium dapat meluas keluar, muncul di uterus sebagai nodul-

nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum.

(chunningham, 2005).

Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma,

berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya

pola vilus. Baik unsur sitotrofblas maupun sinsitium terlibat, walaupun

salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering

mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada

keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada

pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah

salah satu fakror penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-

sel trofoblas normal di tempatplasenta secara salah di diagnosis

sebagai koriokarsinoma metastasis sering berlangsung dini dan

umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh

darah. Koriokarsinoma dapat menjadi setelah mola hidatidosa, abortus,

kehamilan ektopik atau kehamilan normal. Tanda sering, walaupun

tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini

disertai subinvolusi uterus. (Cunningham, 2005)


10

Apabila tidak di terapi,koriokarsinoma akan berkembang cepat dan

pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa

bulan. Kasus kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.

Pasien di golongkan beresiko tinggi jika penyakit lebih dari 4 bulan,

kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/mL, metastase ke

otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan atrem, atau riwayat

kegagalan kemotrapi, namun menghasilkan angka kesembuhan tinggi

dengan kemotrapi kombinasi yaitu menggunakan etoposid,

metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin (Schorage at el,

2000).

e. Manifestasi Klinis
1) Trias Acosta Sison.
a) Riwayat mola hidatidosa 50%, hamil aterem 15%, abortus

25%.
b) Perdarahan setelah di lakukan trapi.
c) Pelunakan uterus.
d) Pembesaran uterus asimetris, terjadi perforasi dan perdarahan

intra abdominal.
2) Metastase jauh karena sifat metastasenya hematogen.
a) Paru 60-95%
b) Vagina 40-50%
c) Vulva, serviks 10-15%
d) Otak 5-15%
e) Hati 5-15%
f) Ginjal 0-5%
g) Limpa 0-5%
h) Usus 0-5%
3) Metastase hati dan otak tergologn mempunyai resiko tinggi karena

kemoterapi tidak mampu mencapainya.


4) Metastase vagina dianggap patognomonis untuk koriokarsinoma,

sekalipin masih dalam bentuk mola hidatidosa.


11

5) Konsentrasi beta hCG tinggi, di atas 100.000 mIU/ml.


f. Komplikasi

Omplikasi yang terjadi biasanya disebabkan karena metastase

jauh karena sifat metastase hematogen.

1) Paru 60-95%
Meliputi gejala 50% paru buran dan tak berfungsi, anemia, nyeri

pada dada.
2) Vagina 40-50%
3) Vulva, serviks 10-15%
4) Otak 5-15%
5) Hati 5-15%

Dengan mengakibatkan gangguan fungsi hati dan perdarahan

mendadak sampai fatal.

1) Ginjal 0-5%
2) Limpa 0-5%
3) Usus 0-5%
g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan koriokarsinoma tergantung dari metastase yang

terjadi.

1) Pada koriokarsinoma tanpa metastase


a) Hiterektomi
Indikasi histerektomi :
Resisten terhadap kemoterapi
Grande multipara/umur di atas 40 tahun
b) Bilateral ooforektomi
c) Tambahan komoterapi
d) Reseksi yang dilakukan secara lokal, pada kasus yang resisten

terhadap kemoterapi.
(1) Metastase pada hati, paru, dan ginjal.
12

(2) Metastase pada otak jika terjadi peningkatan tekanan

intrakranial akibat perdarahan atau edema sistem

sarafpusat.

2) Radioterapi

Dapat diberikan pada metastase sistem saraf pusaat.

Diberikan 3000 cgy selama 3 minggu. Radiasi pada metastase hati

sudah jarang dilakukan.

3) Kemoterapi

Pada umunya kesembuhan koriokarsinoma dengan

kemoterapi mendekati 90%. Kemoterapi agen tunggal

menggunakan obat metotreksat, metotreksat (MTX) dan asam folat

(FA), aktinomisin D, 5-fluorourasil, etoposid.

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Urien lengkap
c) Golonga darah dan persiapan darah
d) Pemeriksaan beta hCG meningkatkan dengan batas minimal

82,5 IU/24 jam


2) Biopsi dungkul vagina
3) Foto thoraks minimal
4) Bila dicurigai metastase jauh, dilakukan CT scan sesuai dengan

tempatnya untuk menetapkan terapi dan tatalaksana selanjutnya.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
13

Pengkajian adalah tindakan mengumpulkan informasi mengenai

klien, mengorganisasika informasi, dan menentukan signifikasinya.

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses

kolaborasi melibatan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya. pengkajian

dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian

dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data terkumpul lebih akurat,

sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisi untuk mengetahui masalah

dan kebutuhan ibu terhadap perawatan.

Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui

pengamatan visual dengan menggunakan panca-indra (Asmadi, 2009).

Mencatat hasil observasi secara khusus tentang apa yang dilihat, dirasa,

didengar, dicium dan dikecup akan lebih akurat dibandingkan mencatat

interpretasi seseorang tentang hal tersebut.

Pemeriksaan fisik adalah proses inspeksi tubuh dan system tubuh

guna menetukan ada/tidaknya penyakit yang didasarkan pada hasil

pemeriksaan fisik terfokus pada respons klien terhadap masalah

kesehatan yang dialaminya. Pemeriksaan fisik dengan metode head to toe

terdiri atas pemeriksaan kulit, membrane mukosa, kuku dan rambut;

kepala dan leher; dada dan paru-patu; kardiovaskuler; payudara dan

ketiak; abdomen, termasuk disalamnya ginjal dan rektum; dan ekstremitas

atas dan bawah. Pemeriksaan fisik dengan metode system menurut

Carpenito, meliputi sistem persepsi-sensori, sistem integumen, sistem

pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem neurologi, sistem


14

gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem neurologi, sistem

gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem muskuloskeletal, dan sistem

reproduksi.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan 4 metode, yakni

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi adalah suatu proses

observasi yang dilakukan secara sistematika dengan indra penglihatan

sebagai alat untuk mengumpulkan data (Aziz,2006). Palpasi adalah teknik

pengumpulan indra peraba untuk mendapatkan data (Nursalam,2003).

Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk begian perut

apakah kembung atau tidak (Nursalam,2003). Auskultasi adalah

pemeriksaan untuk mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh

dengan menggunakan stetoskop (Nursalam,2003).

Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu koriokarsinoma antara lain

sebagai berikan :

a. Identitas umum Ibu


b. Data Riwayat Kesehatan
1) Keadaan umum : Lemah
2) Keluhan utama : Pasien mengalami perdarahan berlebihan di

vagina dan sering mual berlebihan.


3) Riwayat Kesehatan Sekarang : Dalam 4 bulan terakhir klien

merasa mual-mual berlebihan, hilang selera makan dan sering

terjadi perdarahan berlebihan di vagina.


4) Riwayat kesehatan dahulu : Klien pernah mengalami mola

hidatidosa pada tahun pertama setelah kelahiran anak kedua.


5) Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak ada keluarga yang pernah

sakit seperti ini.


15

6) Riwayat obstetri dan mentruasi : Selama 4 bulan trakhir

mengalami menoraghi dan pendarahan yang berlebihan pada

vagina.
7) Riwayat alergi : klien mengatakan tidak mempunyai alergi.
8) Pemeriksaan Fisik Biologis :

TD : 100/70 mmHg N : 105 x/menit

RR : 20x/menit T : 36,5 c

B1 ( Breathing )

1) Sesak : tidak ada


2) Batuk : tidak ada
3) Suara nafas : vesikuler
4) Suara nafas tambahan : tidak ada
5) Retaksi dada : tidak ada
6) Kien bernafas sepontan
7) MK : tidak terdapat masalah keperawatan

B2 ( Blood )

1) S1,S2 : tunggal
2) Nyeri dada : tidak ada
3) Gallop : tidak ada
4) Mumur : tidak ada
5) Suara jantung : normal
6) CRT : < 3 detik
7) MK : tidak terdapat maslah keperawatan

B3 ( Brain )

1) GCS
2) Eye : 4
3) Verbal : 5
4) Motorik : 6
5) Reflek patologis : tidak ada
6) Mual : positif
16

7) Pupil : isokor
8) MK : tidak terdapat masalah keperawatan

B4 ( blader )

1) BAK : normal, tidak terdapat oliguri.


2) Poliguria warna urine : kuning, jenis bau : khas
3) MK : tidak terdapat masalah keperawatan

B5 ( Bowel )

1) Frekuensi makan : 2x/hari porsi piring


2) Minum : air putih intake
3) Cairan : 1 liter/hari.
4) MK : nyeri di daerah perianal

B6 ( Bone )

1) Tidak terdapat patah tulang


2) MK : tidak terdapat masalah keperawatan
c. Pengelompokan Data
1) Data Subyektif
a) Merasakan nyeri daerah perianal
b) Klien mengatakan nafsu makan menurun
c) Klien merasa lemas
d) Klien merasa gelisah
e) Klien terus bertanya tentang penyakitnya
f) Klien menayakan kapan saja dia bisa melakukan hubungan

seksual
g) Klien merasakan nyeri daerahperianal saat melakukan

hubungan seksual
h) Klien menyatakan kekuatan keharmonisan rumah tangga

terganggu.

2) Data Obyektif
a) tampak wajah klien meringirs menahan rasa nyerinya.
b) porsi makan klien habis setengah porsi
c) klien tampak lemah
d) klien tampak pucat
17

e) klien tampak gelisah


f) klien terus menanyakan kapan saja bisa melakukan hubungan

seksual
g) suami klien terus menayakan tentang penyakit istrinya.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawtan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat

profesional yang memberikan gambaran tentang masalah atau status

kesehatan klien, baik actual maupun potensial, yang ditetapkan

bedasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian (Asmadi,2009).

Pernyataan diagnosis keperawatan harus jelas, singkat dan lugas, terkait

masalah kesehatan klien berikut penyebabnya yang dapat diatasi melalui

tindakan keperawatan.

Komponen-komponen dalam pernyataan diagnosa keperawatan

meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data (sign and

symptom). Untuk memudahkannya, disingkat dengan kata PES.

Diagnosa keperawatan terdiri dari 3 tipe, yaitu diagnosa

keperawatan aktual yang menjelaskan masalah kesehatan yang nyata

terjadi saat ini dan sesuai saat ini dan sesuai dengan data klinis yang

diproleh; diagnosa keperawatan potensial yang menjelaskan tentang

keadaan sejahtera (Wellness), yakni ketika klien memiliki potensi untuk

lebih meingkatkan kesehatannya dan belum ada data maladaptif atau

paparan terhadap masalah kesehatan sebelumnya.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul, antara lain :


18

a. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut b.d perdarahan, proses

penjalaran penyakit.
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual sekunder

akibat peningkatan kadar -Hcg.


c. Ansietas b.d ancaman integritas biologis aktual atau yang dirasakan

Sekunder akibat penyakit


d. Ketidak efektifan pola seksual b.d ketakutan terkaitan perdarahan Per

vagina penyakitnya.
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk

memperoleh hasil yang diharapkan seperti telah didentifikasi untuk

keperluan pasien ( Bennita W.Vaughans, 2011). Tahap perencanaan ini

memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi

antara sesama perawat dan tim kesehatan lainya, menigkatkan

keseimbangan asuhan keperawatan bagi klien, serta mendokumentasikan

proses dan kriteria asuhan keperawtan yang ingin dicapai.

Berikut ini akan dilakukan rencana yang akan dilakukan sesuai

dengan kemungkinan diagnosis yang telah dijelaskan sebelumnya.

a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d perdarahan, proses penjalaran

penyakit

Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil : Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ketidak

nymanan.
19

Intervensi :

1) Bberi informasi yang akurat untuk mengurangi rasa nyaman.


2) Bicarakan alsan individu mengalami peningkatan atau

penurunan nyeri ( misalnya : keletihan/meningkat atau adanya

distraksi/menurun)
3) Beri individu kesempatan untuk istirahat siang dan dengan

waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari ( Hari

istirahat bila nyeri mereda )


4) Bcarakan dengan individu dan keluarga pengumuman terapi

distraksi metode pereda nyeri lain.


5) Ajarkan tindakan pereda nyeri non invasif

Relaksasi :
1) Beri tahu tetang teknik untuk menurunkan ketegangan otot

rangka yang dapat menurunkan intensitas nyeri.


2) Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masases, atau mandi

air hangat.
3) Ajarkan strategi relahksasi khusus ( misal : bernapas

perlahan, teratur, atau nafas dalam, kepalkan tinju,

menguap )
Stimulasi kutan :

Jelaskan manfaat trafautik dari pre farat mentol/pijat

punggung .

1) Kolabirasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.


2) Pantau tanda-tanda vital klien
b. ketikdak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhuan tubuh b.d

penurunan asupan oral, ketidak nyamanan mulut, mual akibat

peningkatan kadar Hcg.


20

Tujuan ; nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 2x24 jam

Kriteria hasil :

1) Klien menyatakan nafsu makannya meningkat.


2) Klien terlihat tidak lemah.
3) Porsi makam klien habis.

Intervensi

1) jelaskan alasan mengapa nafsu makan klien menurun akibat

kemotrapi
2) jelaskan pentingnya nutri adekuat bagi proses penyembuhan

penyakit
3) beridorongan klien agar meningkat selera makannya
4) beri suasana makan yang rilek
5) tawarkan makanan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi

perasaan tegang pada lambung


6) kolaborasi dengan ahli gizi untuk penetapan asupan nutrisi klien
7) panatau kadar hCG pasien secara berkala
8) pantau porsi makan yang di habiskan klien
c. Ansietas b.d ancaman integritas biologis aktual atau yang dirasa

sekunder akibat penyakit

Tujuan : klien menyatakan dapat menerima penyakitnya dengan baik

Kretia hasil :

1) Klien terlihat tidak cemas akibat penyakitnya


2) Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi :
1) beri kenyamanan dan ketentraman hati.
2) singkirkan stimulasi ketentraman hati.
21

3) bila ansietas telah berkurang dan cukup untuk terjadi pemahaman,

bantu klien mengenali ansietas untuk mulai memahami atau

memecahkan masalah.
4) Gali intervensi yang menurukan ansietas
5) beri aktivitas yang dapat menurunkan tegangan.
6) pantau keadaan umum klien.
d. Ketidak efektifan pola seksualitas b.b ketakutan terkaitan

perdarahan per vagina penyakitnya.

Tujuan : Klien mengetahui kapan saja dia bisa melakukan hubungan

seksual

Kretia hasil :
1) Pola seksual klien normal
2) Klien terlihat tidak cemas terhadap aktifitas seksualnya
3) Klien mampu mengguanakan mekanisme koping yang efektif.

Intervensi :

1) identifikasi penyebab ketidakefektifan pola seksualitas


2) kaji tingkat kecemasan klien
3) jelaskan pada klien waktu untuk melakukan hubungan seksual

sesuai kondisinya.
4) Beri edukasi tentang keadaan tentang kadaan klien apabila

berhubungan seksual
5) Tekanan bahwa penyakitnya tidak mempunyai dampak yang serius.
6) pantau keadaan umum klien.
4. Pelaksanaan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana

asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi,2009).


Implementasi tindakan keperawatan dibedakan menjadi 3 kategori,

yaitu independent, interdependent, dan dependen. Interdependent


22

merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk

dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependent merupakan

suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan lain.

Dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis /

instruksi dari tenaga medis.


Pada tahap implementasi ini diperlukan evaluasi respon atau hasil

dari tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien serta

mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan berikut

respon atau hasilnya.


5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir

yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan (Asmadi,2009).

Evaluasi terbagi atas 2 jenis, yaitu Evaluasi Formatif dan Evaluasi

Sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan

hasil tindakan keperawatan, dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan guna menilai

keefektipan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan

evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah

SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil

pemeriksaan). Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan rencana

perencanaan.
23

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan, bertujuan menilai dan

memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode ini

dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada

akhir layanan.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III Yang Fix
    BAB III Yang Fix
    Dokumen8 halaman
    BAB III Yang Fix
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data Emmy
    Analisa Data Emmy
    Dokumen1 halaman
    Analisa Data Emmy
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen7 halaman
    Bab Iv
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • BAB IV1 Baruuuu
    BAB IV1 Baruuuu
    Dokumen8 halaman
    BAB IV1 Baruuuu
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • Bab V Wiwin
    Bab V Wiwin
    Dokumen3 halaman
    Bab V Wiwin
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Ayupras LoveForever
    Belum ada peringkat