REFERAT
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya
SMF Ilmu Penyakit Obsteri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi
Jember
Oleh:
Hanifa Rosyida Risqi Cahyani
112011101072
Pembimbing:
dr. Yonas Hadisubroto, Sp.OG
Halaman
SAMPUL ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2
2.1 DEFINISI ....................................................................................... 2
2.2 FISIOLOGI KEHAMILAN ........................................................... 2
2.3 EPIDEMIOLOGI ........................................................................... 6
2.4 ETIOLOGI ..................................................................................... 7
2.5 PATOFISIOLOGI ......................................................................... 9
2.6 MANIFESTASI KLINIS ............................................................. 10
2.7 DIAGNOSIS ................................................................................. 11
2.8 TATALAKSANA .......................................................................... 12
2.9 PENCEGAHAN ............................................................................ 15
2.10 KOMPLIKASI ........................................................................... 15
BAB 3. KESIMPULAN ........................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 17
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
untuk dasar diagnosis dari penyebab Intrauterine Fetal Death (IUFD) dan
5
diperlukan pengelolaan lebih ketat demi kesejahtaraan janin dan keluarga.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kematian janin dalam kandungan atau Intrauterine Fetal Death (IUFD)
adalah kematian janin ketika masing-masing berada dalam rahim yang
beratnya
5
500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin
dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai
dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas
atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung,
pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Menurut WHO, kematian janin adalah
kematian janin pada waktu lahir dengan berat badan <1000 gram. Kematian janin
dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu:
1. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh.
2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28
minggu.
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late
fetal death)
4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
3
golongan di atas.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Angka kematian janin di dunia di perkirakan sekitar 22,14 3,82 juta
jiwa. Intrauterine Fetal Death termasuk dalam masalah perinatal dan merupakan
indikator kesehatan yang saat ini sangat sensitif karena berhubungan dengan
kesehatan ibu dan anak. Prevalensi IUFD dan lahir mati dinyatakan
sebagai jumlah kematian janin per 1.000 kelahiran hidup. Rentang kejadian
bervariasi di
berbagai negara, mulai dari 5 per 1000 kelahiran di negara-negara maju dan
36 per 1000 kelahiran di negara-negara berkembang. Angka kematian perinatal
menyumbang sekitar 77% dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal
1
menyumbang 58% dari total kematian bayi.
Angka kejadian IUFD ini sendiri sepanjang tahun 2009 cenderung
meningkat dari tahun 2008 di kota Klaten yaitu 17,5 per 1000 kelahiran hidup
menjadi 20,1 per 1000 kelahiran hidup. Hasil audit kematian bayi disebabkan
oleh
28,9% karena Intra Uteri Fetal Death (IUFD). Data Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kota Tasikmalaya menyebutkan bahwa jumlah kematian bayi mencapai 147
kasus kematian. Dari jumlah itu, 98 kasus merupakan kematian bayi dalam
6
kandungan dan 49 persalinan kasus pada proses melahirkan.
2.4 ETIOLOGI
Etiologi kematian janin dalam kandungan (IUFD) sekitar 25-60% kasus
tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Secara umum
kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan
5
patologik plasenta.
1. Faktor Maternal
1. Faktor maternal yang dapat menyebabkan IUFD adalah kehamilan post
term (>42 minggu), diabetes mellitus yang tidak terkontrol, penyakit sistemik
lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia,
hemoglobinopati, usia ibu terlalu tua, penyakit rhesus, rupture uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, dan kematian ibu. Kondisi ibu
sangat berhubungan dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi
dini dan tata laksana yang yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.
2. Faktor Fetal
Faktor fetal yang dapat menyebabkan IUFD adalah kehamilan kembar, hamil
tumbuh terhambat, kelainan konginetal, kelainan genetik, dan infeksi pada
janin.
3. Faktor Plasental
Faktor plasental yang dapat menyebabkan IUFD adalah kelainan tali pusat,
lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, dan plasenta previa. Peristiwa
yang tidak diinginkan akibat tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar
sering ditemukan pada kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik
sebelum usia gestasi 32 minggu.
Beberapa kondisi yang juga dapat menyebabkan kematian janin
3
dalam rahim (IUFD) adalah:
1. Adanya faktor resiko, yaitu usia ibu >40 tahun, pada ibu infertile,
kemokonsenterasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah,
infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut
2. Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus
kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom, khususnya
dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan
analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-
kadang, amniosentesis dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk
keperluan analisis sitogenetik.
3. Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin
menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada
semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1 mL). Pada
kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat masif. Uji
Kleuhauer- Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan estimasi volume
darah janin dalam sirkulasi ibu.
4. Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan
klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan
kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan,
peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
5. Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya
jelas terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap
janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.
2.5 PATOFISIOLOGI
kematian janin dalam pada kehamilan yang telah lanjut, maka
3
akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian
lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula terisi cairan
jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3. Stadium maserasi II
Timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah
coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah kulit.
Bagan 2.1 Partway IUFD
2.7 DIAGNOSIS
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat
diagnosis kematian janin. Umumnya pasien hanya mengeluh gerakan janin
berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin.
Diagnostik pasti ditegakkan dengan pemeriksaan USG, dimana tidak tampak
adanya gerakan jantung janin.
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan
janin tidak ada, yang terlihat tinggi fundes uteri menurun, berat badan ibu
5
menurun, dan lingkar perut ibu megecil.
3,5
Diagnosis kematian janin dalam rahim (IUFD), meliputi:
1. Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin
tidak akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan
yang biasa dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia
kehamilan selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak
bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
2. Tanda-tanda ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin
pada kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau
tidak adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
3. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar
gonadotropin korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH)
mungkin dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.
4. Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen
abdominal digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X
yang dapat menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan
tulang tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung janin melengkung
secara berlebihan dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian, foto
rontgen sudah tidak
digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi
IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktifitas jantung janin
setelah usia gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema
kulit kepala dan maserasi janin.
Untuk diagnostis pasti penyebab kematian sebaikya dilakukan otopsi
janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komperhensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis
kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan
5
selanjutnya.
2.8 TATALAKSANA
Janin yang telah mati dalam rahim sebaiknya segera dikeluarkan. Proses
4,5
persalinan bayi IUFD dapat melalui:
1. Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2. Persalinan anjuran:
a. Dilatasi serviks dengan batang
laminaria
Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan
dengan infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan plasenta.
b. Dilatasi serviks dengan kateter
folley.
Digunakan untuk umur kehamilan > 24 minggu. Kateter folley no
18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar kantong amnion. Diisi 50 ml
aquades steril. Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol,
ujung tali diberi beban sebesar 500 gram. Dilanjutkan infus oksitosin 10 u
dalam dekstrose 5 % 500 ml, mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30
menit sampai his adekuat.
c. Infus oksitosin
Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,
dinilai dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil. Dipakai
oksitosin
5-10 U dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8 tetes / menit dinaikan 4 tetes
tiap 15 sampaihis adekuat.
d. Induksi prostaglandin
Dosis yang digunakan adalah: Pg-E 2 diberikan dalam bentuk
suppositoria
20 mg, diulang 4-5 jam. Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400
mg. Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml
dalam infus. Kontra indikasi dari pemberian induksi prostaglansin
jika pasien memiliki riwayat asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler.
14
2.9 PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati
aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan
adanya solusio plasenta. Pada gemeli dengan TT (twin to twin transfusion)
5
pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
2.10 KOMPLIKASI
Sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan janin yang telah mati
selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami koagulopati intravaskuler
diseminata (Disseminated Intravascular Coagulopathy atau DIC) akibat adanya
konsumsi faktor-faktor pembekuan darah secara berlebihan.Bila kematian
janin lebih dari 3-4 minggu, kadar fibrinogen menurun dengan cenderung
terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi
pada salah satu
3,5
bayi kembar.
15
BAB. 3 KESIMPULAN