Anda di halaman 1dari 24

Intrauterine Fetal Death (IUFD)

REFERAT
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya
SMF Ilmu Penyakit Obsteri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi
Jember

Oleh:
Hanifa Rosyida Risqi Cahyani
112011101072

Pembimbing:
dr. Yonas Hadisubroto, Sp.OG

SMF ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2015
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2
2.1 DEFINISI ....................................................................................... 2
2.2 FISIOLOGI KEHAMILAN ........................................................... 2
2.3 EPIDEMIOLOGI ........................................................................... 6
2.4 ETIOLOGI ..................................................................................... 7
2.5 PATOFISIOLOGI ......................................................................... 9
2.6 MANIFESTASI KLINIS ............................................................. 10
2.7 DIAGNOSIS ................................................................................. 11
2.8 TATALAKSANA .......................................................................... 12
2.9 PENCEGAHAN ............................................................................ 15
2.10 KOMPLIKASI ........................................................................... 15
BAB 3. KESIMPULAN ........................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 17

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

Intrauterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang terjadi


saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan janin sudah mencapai ukuran 500
gram atau lebih. Umumnya IUFD terjadi menjelang persalinan saat
kehamilan suda memasuki usia 32 minggu. Kematian janin merupakan hasil
akhir dari
5, 3
gangguan pertumbuhan janin.
Angka kematian janin di dunia di perkirakan sekitar 22,14 3,82 juta
jiwa. Intrauterine Fetal Death termasuk dalam masalah perinatal dan merupakan
indikator kesehatan yang saat ini sangat sensitif karena berhubungan dengan
kesehatan ibu dan anak. Prevalensi IUFD dan lahir mati dinyatakan
sebagai jumlah kematian janin per 1.000 kelahiran hidup. Rentang kejadian
bervariasi di berbagai negara, mulai dari 5 per 1000 kelahiran di negara-negara
maju dan 36 per 1000 kelahiran di negara-negara berkembang. Angka kematian
perinatal menyumbang sekitar 77% dari kematian neonatal, dimana kematian
neonatal menyumbang 58% dari total kematian bayi. Angka kejadian IUFD ini
sendiri sepanjang tahun 2009 cenderung meningkat dari tahun 2008 di kota
Klaten yaitu
17,5 per 1000 kelahiran hidup menjadi 20,1 per 1000 kelahiran hidup. Hasil audit
kematian bayi disebabkan oleh 28,9% karena Intra Uteri Fetal Death
(IUFD). Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya menyebutkan bahwa
jumlah kematian bayi mencapai 147 kasus kematian. Dari jumlah itu, 98
kasus merupakan kematian bayi dalam kandungan dan 49 persalinan kasus pada
proses
1,4,6
melahirkan.
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin atau Intrauterine Fetal
Death (IUFD) tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal,
fetal, atau kelainan patologik plasenta. Pengelolaan kehamilan selanjutnya
bergantung pada penyebab kematian janin, sehingga diperlukan pengetahuan

1
untuk dasar diagnosis dari penyebab Intrauterine Fetal Death (IUFD) dan
5
diperlukan pengelolaan lebih ketat demi kesejahtaraan janin dan keluarga.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Kematian janin dalam kandungan atau Intrauterine Fetal Death (IUFD)
adalah kematian janin ketika masing-masing berada dalam rahim yang
beratnya
5
500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin
dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai
dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas
atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung,
pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Menurut WHO, kematian janin adalah
kematian janin pada waktu lahir dengan berat badan <1000 gram. Kematian janin
dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu:
1. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh.
2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28
minggu.
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late
fetal death)
4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
3
golongan di atas.

2.2 FISIOLOGI KEHAMILAN


2.1.1 Perubahan Fisiologi saat Kehamilan
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh organ genitalia wanita
mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan
dan pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya
mengeluarkan hormon somatomatropin, estrogen, dan progesteron
yang
2,5
menyebabkan perubahan pada:
1. Rahim atau uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan.
Uterus mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama
kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu
setelah persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70
gram dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan
berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta,
dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya
mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau lebih dengan berat
rata-rata 1100 gram.
2. Vagina
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat jelas pada
kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat
bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks. Perubahan ini
meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan
hipertrofi dari sel-sel otot polos.
3. Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru
juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium.
Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan
setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang
relative minimal.
4. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat
dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen,
progesterone, dan somatromatropin.
5. Sirkulasi darah ibu
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat
memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi
retro- plasenter.
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin
meningkat.
Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran
darah, yaitu:
1) Volume darah
Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih
besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi semacam pengenceran
darah (hemodilusi), dengan puncaknya pada hamil 32 minggu. Serum
darah (volume darah) bertambah sebesar 25-30% sedangkan sel darah
bertambah sekitar 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%.
Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak sekitar umur hamil 16
minggu, sehingga pengidap penyakit jantung harus berhati-hati untuk
hamil beberapa kali. Kehamilan selalu memberatkan kerja jantung
sehingga wanita hamil dengan sakit jantung dapat jatuh dalam
dekompensasio kordis. Pada postpartum terjadi hemokonsentrasi
dengan puncak hari ketiga sampai kelima.
2) Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi
pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak
seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi
yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat
dengan mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. Dengan hemodilusi dan
anemia maka laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapi 4
kali dari angka normal.
6. Sistem respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat memnuhi
kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena dorongan
rahim yang membesar pada umur hamil 32 minggu. Sebagai kompensasi
terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan
bernafas lebih dalam sekitar 20-25% dari biasanya.
7. Sistem pencernaan
Terjadi peningkatan asam lambung karena pengaruh
estrogen.
8. Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh
uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering kemih. Keadaan
ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga
panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu
panggul, keluhan itu akan timbul kembali.
9. Perubahan pada kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan,
kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha.
Perubahan ini dikenal dengan nama striae gravidarum.
10. Metabolisme
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami perubahan yang
mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan
janin dan persiapan pemberian ASI. Diperkirakan selama kehamilan berat
badan akan bertambah 12,5 kg. Sebgaian besar penambahan berat badan
selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume
darah, dan cairan ekstraselular. Pada kehamilan normal akan terjadi
hipoglikemia puasa yang disebabkan oleh kenaikan kadar insulin,
hiperglikemia postprandial dan hiperinsulinemia. Zinc (Zn) sangat penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Beberapa peneliatian
menunjukkan kekurangan zat ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat.

2.1.2 Pertumbuhan Janin Normal


Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial
pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi jaringan sera organ yang ditentukan oleh
kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui plasenta, dan potensi
2
pertumbuhan janin yang dikendalinkan oleh genom. Pertumbuhan janin dibagi
menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang berurutan. Fase awal hiperplasia terjadi
selama 16 minggu pertama dan ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara
cepat.
Fase kedua, yang berlangsung sampai minggu ke-32, meliputi hiperplasia
dan hipertropi sel. Setelah usia gestasi 32 minggu, pertumbuhan janin
berlangsung
melalui hipertrofi sel dan pada fase inilah sebagian besar deposisi lemak
dan glikogen terjadi. Laju pertumbuhan janin yang setara selama tiga
fase pertumbuhan sel ini adalah dari 5 g/hari pada usia 15 minggu, 15-20 g/hari
pada minggu ke-24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34 minggu.2
Telah banyak faktor yang diduga terlibat pada proses pertumbuhan janin,
mekanisme selular dan molekular sebenarnya untuk pertumbuhan janin yang
abnormal tidak diketahui dengan jelas. Pada kehidupan awal janin penentu utama
pertumbuhan adalah genom janin tersebut, tetapi pada kehamilan lanjut,
5
pengaruh lingkungan, gizi, dan hormonal menjadi semakin penting.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Janin
Faktor keturunan atau bawaan menentukan cepat pertumbuhan,
bentuk janin, diferensiasi dan fungsi organ-organ yang dibentuk. Akan tetapi
makanan yang disalurkan oleh ibunya melalui plasenta mempuyai peranan
yang sangat penting untuk menunjang potensi keturunan ini. Gizi ibu yang
kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat
menyebabkan kematian atau
5
cacat janin.
Diferensiasi terjadi pada trimester pertama hidupnya janin, hingga
kekurangan zat tertentu yang sangat dibutuhkan dalam proses diferensiasi dapat
menyebabkan tidak terbentuknya suatu organ dengan sempurna, atau tidak dapat
berlangsungnya kehidupan janin tersebut. Pertumbuhan cepat terjadi
terutama pada trimester terakhir kehamilan ibu. Maka kekurangan makanan
dalam periode tersebut dapat menghambat pertumbuhannya, hingga bayi
dilahirkan dengan berat
dan panjang yang kurang daripada
2,5
seharusnya.

2.3 EPIDEMIOLOGI
Angka kematian janin di dunia di perkirakan sekitar 22,14 3,82 juta
jiwa. Intrauterine Fetal Death termasuk dalam masalah perinatal dan merupakan
indikator kesehatan yang saat ini sangat sensitif karena berhubungan dengan
kesehatan ibu dan anak. Prevalensi IUFD dan lahir mati dinyatakan
sebagai jumlah kematian janin per 1.000 kelahiran hidup. Rentang kejadian
bervariasi di
berbagai negara, mulai dari 5 per 1000 kelahiran di negara-negara maju dan
36 per 1000 kelahiran di negara-negara berkembang. Angka kematian perinatal
menyumbang sekitar 77% dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal
1
menyumbang 58% dari total kematian bayi.
Angka kejadian IUFD ini sendiri sepanjang tahun 2009 cenderung
meningkat dari tahun 2008 di kota Klaten yaitu 17,5 per 1000 kelahiran hidup
menjadi 20,1 per 1000 kelahiran hidup. Hasil audit kematian bayi disebabkan
oleh
28,9% karena Intra Uteri Fetal Death (IUFD). Data Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kota Tasikmalaya menyebutkan bahwa jumlah kematian bayi mencapai 147
kasus kematian. Dari jumlah itu, 98 kasus merupakan kematian bayi dalam
6
kandungan dan 49 persalinan kasus pada proses melahirkan.

2.4 ETIOLOGI
Etiologi kematian janin dalam kandungan (IUFD) sekitar 25-60% kasus
tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Secara umum
kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan
5
patologik plasenta.
1. Faktor Maternal
1. Faktor maternal yang dapat menyebabkan IUFD adalah kehamilan post
term (>42 minggu), diabetes mellitus yang tidak terkontrol, penyakit sistemik
lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia,
hemoglobinopati, usia ibu terlalu tua, penyakit rhesus, rupture uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, dan kematian ibu. Kondisi ibu
sangat berhubungan dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi
dini dan tata laksana yang yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.
2. Faktor Fetal
Faktor fetal yang dapat menyebabkan IUFD adalah kehamilan kembar, hamil
tumbuh terhambat, kelainan konginetal, kelainan genetik, dan infeksi pada
janin.
3. Faktor Plasental
Faktor plasental yang dapat menyebabkan IUFD adalah kelainan tali pusat,
lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, dan plasenta previa. Peristiwa
yang tidak diinginkan akibat tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar
sering ditemukan pada kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik
sebelum usia gestasi 32 minggu.
Beberapa kondisi yang juga dapat menyebabkan kematian janin
3
dalam rahim (IUFD) adalah:
1. Adanya faktor resiko, yaitu usia ibu >40 tahun, pada ibu infertile,
kemokonsenterasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah,
infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut
2. Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus
kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom, khususnya
dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan
analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-
kadang, amniosentesis dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk
keperluan analisis sitogenetik.
3. Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin
menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada
semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1 mL). Pada
kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat masif. Uji
Kleuhauer- Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan estimasi volume
darah janin dalam sirkulasi ibu.
4. Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan
klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan
kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan,
peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
5. Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya
jelas terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap
janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.
2.5 PATOFISIOLOGI
kematian janin dalam pada kehamilan yang telah lanjut, maka
3
akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian
lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula terisi cairan
jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3. Stadium maserasi II
Timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah
coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah kulit.
Bagan 2.1 Partway IUFD

2.6 MANIFESTASI KLINIS


4
Manifestasi klinis kematian janin dalam rahim (IUFD) meliputi:
1. Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan
semakin mengecil.
2. Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
3. Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
4. Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan normal.
5. Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi,
yakni akibat penimbunan gas dalam tubuh.

2.7 DIAGNOSIS
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat
diagnosis kematian janin. Umumnya pasien hanya mengeluh gerakan janin
berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin.
Diagnostik pasti ditegakkan dengan pemeriksaan USG, dimana tidak tampak
adanya gerakan jantung janin.
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan
janin tidak ada, yang terlihat tinggi fundes uteri menurun, berat badan ibu
5
menurun, dan lingkar perut ibu megecil.
3,5
Diagnosis kematian janin dalam rahim (IUFD), meliputi:
1. Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin
tidak akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan
yang biasa dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia
kehamilan selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak
bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
2. Tanda-tanda ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin
pada kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau
tidak adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
3. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar
gonadotropin korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH)
mungkin dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.
4. Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen
abdominal digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X
yang dapat menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan
tulang tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung janin melengkung
secara berlebihan dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian, foto
rontgen sudah tidak
digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi
IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktifitas jantung janin
setelah usia gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema
kulit kepala dan maserasi janin.
Untuk diagnostis pasti penyebab kematian sebaikya dilakukan otopsi
janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komperhensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis
kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan
5
selanjutnya.

2.8 TATALAKSANA
Janin yang telah mati dalam rahim sebaiknya segera dikeluarkan. Proses
4,5
persalinan bayi IUFD dapat melalui:
1. Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2. Persalinan anjuran:
a. Dilatasi serviks dengan batang
laminaria
Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan
dengan infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan plasenta.
b. Dilatasi serviks dengan kateter
folley.
Digunakan untuk umur kehamilan > 24 minggu. Kateter folley no
18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar kantong amnion. Diisi 50 ml
aquades steril. Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol,
ujung tali diberi beban sebesar 500 gram. Dilanjutkan infus oksitosin 10 u
dalam dekstrose 5 % 500 ml, mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30
menit sampai his adekuat.
c. Infus oksitosin
Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,
dinilai dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil. Dipakai
oksitosin
5-10 U dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8 tetes / menit dinaikan 4 tetes
tiap 15 sampaihis adekuat.
d. Induksi prostaglandin
Dosis yang digunakan adalah: Pg-E 2 diberikan dalam bentuk
suppositoria
20 mg, diulang 4-5 jam. Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400
mg. Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml
dalam infus. Kontra indikasi dari pemberian induksi prostaglansin
jika pasien memiliki riwayat asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler.

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, pasien segera diberi


informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya.
Rekomendasikan untuk segera diintervensi. Dilakukan pemeriksaan tanda
vital ibu; pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah.
Diberikan KIE pada pasien dan keluarga mengenai penyebab kematian janin,
rencana tindaka. Memberi dukungan emosional pada pasien dan keluarga,
5
yakinkan bahwakemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu setelah 2 minggu, umumnya
tanpa
komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan
dengan oksitosin atau misoprostol. Induksi persalinan dapat dikombinasi
oksitosin+misoprostol . Hati-hati pada induksi dengan uterus pasca seksio
sesaria ataupun miomektomi, bahaya terjadi ruptur uteri. Pada kematian janin 24-
28 minggu dapat digunakan misoprostol secara pervaginam (50-100 g tiap 4-6
jam) daninduksi oksitosin. Pada kehamilan diatas usia 28 minggu dosis
misoprostol
25g pervaginam tiap 6 jam. Tindakan perabdominal bila janin letak
4
lintang.
Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat bayi bersama
keluarga. Idealnya pemeriksan otopsi atau patologi plasenta akan membantu
5
mengungkap penyebab kematian janin.
Bagan 2.2 Tatalaksana IUFD

14
2.9 PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati
aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan
adanya solusio plasenta. Pada gemeli dengan TT (twin to twin transfusion)
5
pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

2.10 KOMPLIKASI
Sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan janin yang telah mati
selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami koagulopati intravaskuler
diseminata (Disseminated Intravascular Coagulopathy atau DIC) akibat adanya
konsumsi faktor-faktor pembekuan darah secara berlebihan.Bila kematian
janin lebih dari 3-4 minggu, kadar fibrinogen menurun dengan cenderung
terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi
pada salah satu
3,5
bayi kembar.

15
BAB. 3 KESIMPULAN

Intrauterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang terjadi


saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan janin sudah mencapai ukuran 500
gram atau lebih. Umumnya IUFD terjadi menjelang persalinan saat
kehamilan suda memasuki usia 32 minggu. Kematian janin merupakan hasil akhir
dari gangguan pertumbuhan janin.
Etiologi kematian janin dalam kandungan (IUFD) sekitar 25-60% kasus
tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Secara umum
kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan
patologik plasenta.
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat
diagnosis kematian janin. Umumnya pasien hanya mengeluh gerakan janin
berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin.
Diagnostik pasti ditegakkan dengan pemeriksaan USG, dimana tidak tampak
adanya gerakan jantung janin.
Upaya pencegahan kejadian Intrauterine Fetal Death (IUFD) pada
ibu hamil, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu
merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras,
perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Idealnya dapat dilakukan
pemeriksan otopsi atau patologi plasenta, karena hal ini akan membantu
mengungkap penyebab kematian janin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Choudhary, A and Gupta, V. 2014. Epidemiology of Intrauterine Fetal


Deaths: A Study In Tertiary Referral Centre In Uttarakhand. IOSR Journal of
Dental and Medical Sciences. Vol. 13 (3): 3-6.

2. Cunningham, F et al. 2013. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

3. Institute of Obstetricians and Gynaecologists Ireland. 2013. Investigation


and Management of Late Fetal Intrauterine Death and Stillbirth. Clinical
Practice Guideline. Ireland: Institute of Obstetricians and Gynaecologists,
Royal College of Physicians of Ireland and Directorate of Strategy and
Clinical Programmes, Health Service Executive

4. Leon, Wing, and Fiala. 2007. Misoprostol for Intrauterine Fetal


Death.
International Journal of Gynecology and Obstetrics. 99: 190-193.

5. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

6. Wahyuni dan Safitri. 2011. Hubungan Kejadian Pre Eklamsia dengan


Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Skit Islam Klaten. Jurnal Involusi
Kebidanan. Vol 1: 1-8.

Anda mungkin juga menyukai