Anda di halaman 1dari 25

I.

PENDAHULUAN

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.1

Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi struma toksik (perubahan fungsi

fisiologis kelenjar tiroid hipertiroid) dan struma non toksik (eutiroid). Struma toksik sendiri

dibagi menjadi struma diffusa toksik (Graves disease) dan struma nodusa toksik (Plummers

disease). Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi

dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. 1

Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua terbesar

setelah diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease) merupakan penyebab

hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul oleh Plummers disease, dengan

perbandingan 60% karena Graves disease dan 40% karena Plummers disease. 1

Graves disease (GD) pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian

Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Distribusi jenis kelamin

dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita

dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1,

di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menurut umur di

RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 30 tahun (41,73%), tetapi menurut

beberapa penulis lain puncaknya antara 30 40 tahun.2

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1999 diperkirakan 200 juta,

12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari

beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44% 48,93% dari seluruh penderita dengan
penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita GD, biasanya sering

pada usia di bawah 40 tahun. 2

Pengobatan penderita hipertiroid sangat komplek, dan masih banyak perbedaan

pendapat dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor seks, umur, berat

ringannya penyakit, penyakit lain yang menyertainya, penerimaan penderita serta

pengalaman dari pengelolah harus dipertimbangkan. Berdasarkan uraian di atas penulis ingin

membahas lebih dalam mengenai GD. 2

2.1. DEFINISI
Graves disease (GD) adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan

jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang

dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan

kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat

terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri

dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus),

dermopathy (pretibial myxedema).3

2.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

GD merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang

menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara

tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid

(TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis

dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus).3

Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada

penderita GD yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang
menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa

penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.3

Terdapat beberapa faktor predisposisi:3

2.2.1 Genetik

Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk

terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3)

ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA

terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T

terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen.

Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T

supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-)

mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat

membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk

antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun.

2.2.2. Jenis Kelamin


Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen.

Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada

reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH.


2.2.3. Status gizi

Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya

penyakit autoantibodi tiroid.

2.2.4. Stress

Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur

neuroendokrin.

2.2.5. Merokok

Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.


2.2.6. Infeksi

Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai

protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler

kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves terutama pada

penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus

dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar

tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi

menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit

ini.

2.2.7. Periode post partum


Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
2.2.8. Pengobatan sindroma defisiensi imun (HIV)
Penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy

(HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi

CD4 sel T.

2.3.ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang memproduksi

hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang digunakan

untuk sintesis hormon tiroid. Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-

iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon

paratiroid (Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan
fosfat. Sel-Sel parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini

memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.4

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid


Diambil dari (Sitorus, 2004)4

Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C yang

mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. T3

selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan

perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin

di dalam koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit

T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.4

Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating hormone) dan

adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (Thyrotropin-releasing

hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada

kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi

oleh T3, peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons

adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun

dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga
dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga melalui

pengaruh persarafan.5

Gambar 2. Fisiologi Kelenjar Tiroid


Diambil dari (Hidayat, 2009)5

Produksi hormon tiroid (T3 dan T4) dalam kelenjar tiroid dipengaruhi oleh hormon TSH

(Thyroid Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh kelenjar hopofisis. Sekresi TSH diatur

oleh kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi melalui pengaruh umpan balik negatif dan juga oleh

Thyrotrophin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus. Kadar hormon bebas yang tinggi

akan menekan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis, sehingga produksi T3 dan T4 menurun.

Sebaliknya kadar hormon bebas yang rendah akan meningkatkan sekresi TSH sehingga

meningkatkan produksi T3 dan T4.5

Proses pembentukan T3 dan T4 dalam kelenjar tiroid menempuh beberapa langkah,

yaitu:6
2.3.1. Iodide trapping

Proses ini merupakan transpor aktif (dengan stimulasi TSH) dan berhubungan dengan

Na,K,ATPase dimana sel folikel menarik yodida dari darah kedalamnya (20 kali lebih

kuat dari pada perfusi darah). Minimal dibutuhkan lebih kurang 100-300 ug yodida

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2.3.2. Organifikasi (oksidasi dan yodinasi)

Proses ini terdiri dari oksidasi (oleh tiroid peroksidase) dari yodida ke yodium yang

kemudian disusul oleh proses yodinasi dengan tirosin yang berasal dari residu tirosil,

dari pemecahan tiroglobulin untuk kemudian membentuk monoiodothyrosine (MIT)

dan diiodothyrosine (DIT).

2.3.3. Coupling

Terjadi proses coupling antara MIT dan DIT sehingga terbentuk T3 dan T4 yang

terikat dengan tiroglobulin; terbentuknya T4 lebih dominan dari pada T3 meskipun

efek metaboliknya lebih lemah. Kedua hormon yang terikat ini disimpan dalam

koloid.

2.3.4. Sekresi

Melalui aktivitas lisosom (bantuan enzim protease), T3 dan T4 terlepas dari

tiroglobulin dan dengan pengaruh TSH, kedua hormon ini masuk aliran darah dengan

perbandingan T3:T4 = 1:5. Selanjutnya terjadi proses deyodinasi (bantuan hormon

diyodotirosinase), dimana MIT dan DIT akan dipecah menjadi yodium dan residu

tirosil. Hanya sebagian kecil MIT dan DIT yang dapat lolos masuk aliran darah

(normal tidak terukur). Bentuk bebas T3 dan T4 dalam sirkulasi hanya sekitar 0,3%
dan 0,02% dari total hormon keseluruhan dengan waktu paruh 1-1,5 hari (T3) dan 7

hari (T4).

Gambar 3. Produksi dan Regulasi Hormon Tiroid


Diambil dari (Price and Lorraine, 2006)6

Belum seluruhnya fisiologi hormon tiroid yang diketahui. Saat ini diketahui bahwa

hormon tiroid berperan penting dalam pembentukan kalori, pada metabolisme karbohidrat,

protein dan kolesterol serta proses pertumbuhan. Hormon tiroid juga berhubungan erat

dengan fungsi katekolamin dalam tubuh.6

2.3.5. Pembentukan kalori

Hormon ini bekerja dengan cara meninggikan komsumsi oksigen pada hampir semua

jaringan tubuh yang aktif dalam metabolisme, kecuali pada otak, hipofisis anterior,

limpa dan kelenjar limfe. Dengan meningkatnya taraf metabolisme, maka kebutuhan

tubuh akan semua zat makanan juga bertambah. Tiroksin juga berperan dalam proses
termogenesis, yaitu dengan meningkatkan produksinya pada suhu dingin, yang berarti

memperbanyak pembentukan kalori selain dari adanya vasodilatasi perifer dan

bertambahnya curah jantung.

2.3.6. Metabolisme karbohidrat

Hormon tiroid bekerja dengan mempercepat penyerapan karbohidrat dari usus dan

efek ini tidak bergantung pada pada efek kalorigeniknya. Pada keadaan

hipertiroidisme, simpanan glikogen hati sangat sedikit karena proses katabolisme

yang tinggi disertai bertambahnya sekresi katekolamin (adrenalin). Oleh karena itu

pada penderita hipertiroidisme akan ditemukan gambaran kurva uji toleransi glukosa

oral yang sangat khas.

2.3.7. Metabolisme protein

Hormon tiroid (tiroksin) dalam kadar normal akan memperlihatkan efek anabolik

berupa sintesis RNA dan protein yang bertambah. Sebaliknya pada kadar yang

berlebihan, justru akan terjadi hambatan sintesis RNA, sehingga terjadi keseimbangan

nitrogen negatif. Pada kadar sangat tinggi, tiroksin dapat menimbulkan uncoupling

pada proses fosforilasi oksidatif, sehingga ATP berkurang dan pembentukan panas

bertambah.

2.3.8. Metabolisme lemak dan kolesterol

Tiroksin akan merangsang proses lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari

jaringan lemak. Disamping itu juga terdapat rangsangan terhadap sel hati untuk

metabolisme dan sintesis kholesterol. Adanya penurunan kadar kholesterol

disebabkan oleh proses metabolisme melebihi proses sintesisnya.


2.3.9. Pertumbuhan

Efek hormon tiroid untuk proses pertumbuhan berhubungan erat dengan pengaruhnya

terhadap berbagai jenis enzim, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

2.3.10. Sistem saraf

Efek yang terjadi mungkin sebagian disebabkan oleh sekresi katekolamin yang

meningkat, sehingga beberapa pusat dalam formasio retikularis menjadi lebih aktif.

Refleks tendon dalam (deep reflex tendon) juga dipengaruhi dan biasanya akan jauh

lebih cepat daripada normal.

2.2.3Patogenesis dan Patofisiologi

Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada
didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis
antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor
TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel
tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai
korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas
merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan
dermopati pada penyakit Graves (Shahab, 2002).
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi
sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin
atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk
dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga
menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam
jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi
glikosaminoglikans (Shahab, 2002).

Hipertiroidis
m

Perangsanga Perangsanga
Metabolisme Inflamasi Perangsanga
n n saluran
meningkat retrobulbar n jantung
katekolamin cerna
Respon
Kulit teraba simpatis
hangat, meningkat Exopthalmus
berkeringat palpitasi,
tremor

BB turun,
otot lemas

2.2.4Gejala Klinik
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal
yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia
kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.Gejala-gejala
hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan.
Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,
keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi
ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai
bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai
dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan
kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi (Price dan Wilson,
1995).
Trias Graves yaitu struma difusa, oftalmopati, dan dermopati. Perubahan pada mata
(oftalmopati Graves), menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan sebagai
berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :
a. No signs or symptoms
b. Only signs (lid retraction or lag), no symptoms
c. Soft tissue involvement (periorbital edema)
d. Proptosis (>22 mm)
e. Extraocular muscle involvement (diplopia)
f. Corneal involvement
g. Sight Loss

2.2.5Diagnosis
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau
ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut.
Tabel2.1: Indeks Wayne

Tes Laboratorium
Sidik tiroid
Jarang dikerjakan untuk graves, kecuali apabila gondok sulit teraba atau teraba nodul yang
memerlukan evaluasi. Gambaran sindrom marine-lenhardt ditemukan waktu melakukan sidik
tiroid, yang ditandai dengan satu atau lebih nodul (cold nodul) atas dasar kelenjar toksik
difus. Hal ini terjadi karena graves terdapat pada gondok non toksik. Meskipun demikian
tidak boleh dilupakan untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan.

2.2.6. Penatalaksanaan Graves


Faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves adalah
proses autoimun, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan
hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme
akibat penyakit Graves, yaitu: Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif.
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis,
usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya
serta penyakit lain yang menyertainya (Subekti, 2001; Shahab, 2002).
1. Obat obatan
a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan
dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan
karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama
dengan metimazol.
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk
mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi,
tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di
samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat, meskipun sedikit,
menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap konversi T4 ke T3. Dosis awal
propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari (Price dan Wilson, 1995; Corwin, 2001).

2. Terapi Yodium Radioaktif


Pengobatan dengan yodium radioaktif (131I).Respons yang terjadi sangat tergantung pada
jumlah 131I yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu
mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2 6 bulan) atau lebih lama yaitu
setelah 1 tahun.131I dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk
kemudian dengan cepat pula terakumulasi di dalam kelenjar tiroid.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme.Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar
dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme (Shahab,
2002).
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan tiroid, didapatkan
angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap
tahun berikutnya.

3. Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada struma yang besar. Sebelum operasi,
penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6
minggu). Disamping itu, selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau
potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi
kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat
mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat (Subekti, 2001).
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves
yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan,
dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2 3 gram jaringan
tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah
mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves.Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus
laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1%
kasus (Subekti, 2001).
2.2.7 Pengobatan Oftalmopati Graves
Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani
Oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan
larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal
lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang
sangat terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala
ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati
dengan adekuat.Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti
kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid.Tindakan lainnya
adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot
ekstraokuler dan operasi kelopak mata (Shahab, 2002).

2.2.8 Komplikasi
Krisis tiroid (Thyroid storm) merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis
yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita.

2.3Hipertiroid pada Kehamilan


Hipertiroidisme mempersulit kehamilan sekitar 0,1 % sampai 0,4%, dengan 85 %
adalahkarena penyakit Graves.Penyakit graves, dengan insidens tertinggi pada usia
reproduksi atau dekade ketiga hingga keempat, disebabkan oleh antibodi perangsang tiroid
(Thyroid-stimulating antibodies) dan dapat disertai dengan oftalmopati autoimun atau
dermopati. Pengobatan penyakit graves selama kehamilan bisa menjadi rumit karena
dampak kehamilan baik terhadap perjalanan penyakit autoimun maupun terhadap metabolism
hormon tiroid normal. Meskipun hipertiroid subklinis belum berimplikasi buruk terhadap
kehamilan, namun hipertiroid yang jelas berhubungan dengan kelahiran mati,
prematuritas,pre-eklampsia, dan gagal jantung kongestif pada ibu.
Beberapa data telah menghubungkansecara signifikan peningkatan kadar T4 serum ibu dengan
tingginya keguguran.Hipertiroidisme yang tidak terkendali selama kehamilan berhubungan
dengan berat badanlahir rendah dan malformasi kongenital yang tidak terkait dengan
pemakaian obat anti tiroid.

2.3.1Fisiologi Hormon Tiroid Selama Kehamilan


Pada kehamilan normal, iodium akan melewati plasenta, tiroksin (T4) hanya dapat
melewatiplasenta pada trimester pertama sedangkan triiodotironin (T3) dan
Thyroid Stimulating Hormone(TSH) sama sekali tidak melewati plasenta.Secara umum,
fungsi tiroid ibu pada kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktoryaitu peningkatan
konsentrasi Human Chorionic Gonadotropin(HCG) yang merangsang kelenjar tiroid,
peningkatan ekskresi iodium lewat urin yang mengakibatkan penurunan konsentrasi iodium
plasma dan peningkatanThyroid Binding Globulin(TBG) pada trimesterpertama.
HCG memiliki struktur yang mirip TSH sehingga dapat berikatan dengan reseptorTSH di
kelenja tiroid dan merangsang produksi kelenjar tiroid meskipun bersifat stimulatortiroid
yang lemah. Konsentrasi HCG meningkat tajam pada trimester pertama kehamilan
danberbanding terbalik dengan konsentrasi TSH sehingga pada 20% kehamilan normal
dapatditemukan konsentrasi TSH yang tersupresi sementara. Peningkatan serum HCG
sebesar10.000 IU/L dapat menaikkan konsentrasi FT4 0,1 ng/dL dan menurunkan konsentrasi
TSH0,1 mIU/L. Kenaikan HCG>50.000-75.000 IU/L pada trimester pertama kehamilan
yangberlangsung lebih dari satu minggu dapat meningkatkan konsentrasi FT4. Peningkatan
LajuFiltrasi Glomerolus (LFG) dalam kehamilan menyebabkan peningkatan ekskresi
iodium.Kelenjar tiroid mengkompensasinya dengan meningkatkan ambilan iodium dan
produksihormon tiroid.
TBG meningkat dalam beberapa minggu setelah konsepsi dan mencapai puncaknyapada
pertengahan kehamilan dan menetap setelahnya sampai kelahiran. Peningkatan
TBGdisebabkan dua hal yaitu produksi TBG oleh hati meningkat karena pengaruh estrogen
padaawal kehamilan dan peningkatan proses sialylation sehingga TBG yang dihasilkan
memilikiwaktu paruh lebih panjang. Perubahan TBG pada kehamilan ini mengakibatkan
peningkatanhormon tiroid total. Konsentrasi T3 dan T4 meningkat tajam oada kehamilan dan
agak melandai pada awal trimester kedua, lebih besar 10-30% dibandingkan konsentrasi
saatbelum hamil. Penyebab lain adalah aktivitas enzim deiodinase tipe III di plasenta
yangmengubah T4 menjadi rT3 dan T3 menjadi T2 ( diiodotiroisin ) yang tidak aktif
sehinggamerangsang peningkatan hormon tiroid ibu. Sedangkan konsentrasi hormon tiroid
bebasdipertahankan dalam rentang normal.

2.3.2 Diagnosis Penyakit Graves pada Kehamilan


Pada kehamilan, perjalanan klinis penyakit Graves ditandai oleh eksaserbasi gejala
padatrimester awal dan selama periode post partum dan perbaikan gejala pada paruh
keduakehamilan. Stimulasi HCG plasenta terhadap kelenjar tiroid diperkiraan menjadi
penyebabeksaserbasi ini.
Hipertiroidisme dalam kehamilan dapat terjadi pada pasien hipertiroid yang mengalami
kehamilan atau sedang menjalani pengobatan hipertiroid dengan
OAT.Dapat juga terjadi penyakitGraves pada kehamilan, suatu keadaan
yang lebih jarang terjadi. Pada semua kasus, riwayat kelainan tiroid harus dievaluasi secara
rinci. Bila status tiroid pasien normal sebelum kehamilan, resiko kepada janin menjadi sangat
minimal.
Tidak semua pasien datang dengan keluhan hipertirodisme yang lengkap. Salah satu tanda
yang mudah diamati adalah penurunan berat badan atau tidak dapat meningkatkan beratbadan padahal
nafsu makan pasien normal atau meningkat. Sebagaimana disebutkan, pada trimester pertama
ketelitian diagnosis sangatlah penting mengingat gejala dan tanda yang dicari dapat terjadi
pada kehamilan normal. Pada pemeriksaan fisik, ibu hamil dapat terlihat hiperaktif, tremor
dan memiliki gejala hiperkinetik. Wajah tampak kemerahan, bicara cepat, kulit hangat dan
lembab. Kelenjar tiroid membesar difus antara 2-6 kali ukuran normal, kenyal, kadang pada
palpasi batasnya ireguler. Adanya nodul pada pembesarankelenjar yang difus harus medapat
evaluasi lebih teliti. Dapat ditemukan pula thrill,murmur, kelemahan otot proksimal, tanda
oftalmopati graves, onikolisis dan dermopati graves.

2.3.3 Pemeriksaan Penunjang


Perempuan hamil yang diduga menderita hipertiroid memerlukan pemeriksaan TSH, fT4
danbila perlu antibodi reseptor tiroid (Thyroid Receptor Antibodi/TRAb).
Interpretasi hasilpemeriksaan hormon tiroid ini harus memperhatikan pengaruh hormon
HCG pada penurunankonsentrasi TSH dan peningkatan TBG selama kehamilan. Konsentrasi
TSH pada akhir trimester pertama kehamilan normal dapat mencapai 0,03 mU/ml, sehingga
penurunan konsentrasi TSH semata belum tentu menunjukkan adanya hipertiroidisme.
Kenaikan TBG dapat mempengaruhi proporsi hormon tiroid bebas dalam darah sehingga
pada kehamilan dianjurkan pemeriksaanhormon tiroid bebas. Antibodi thyroid peroxidase
(anti TPO) atau antibodi antimikrosomal tiroid (AMA),penanda penyakit tiroid autoimun
meningkat pada sebagian besar pasien Graves. Indikasipemeriksaannya adalah pada pasien
dengan keraguan etiologi hipertiroidismenya.TSH-receptor antibody with stimulating
activity(TSI) juga didapati pada mayoritas pasien Graves. Pemeriksaan TSI diindikasikan
pada ibu dengan riwayat terapi ablasi untuk hipertiroidisme Graves, ibu dengan penyakit
Graves yang aktif, ibu yang sedang dalam masa remisi OAT dan ibu yang anak sebelunya
mengalami hipertiroidisme janin. Bila kadar TSIlebih dari 500% setelah kehamilan 24-48
minggu, resiko hipertiroidisme janin atau neonatal menjadi signifikan.

2.3.4 Dampak Hipertiroidisme pada Ibu Hamil


Komplikasi maternal yang paling sering adalah pregnancy-induced hypertension(PIH).
Pada pasien dengan hipertiroid tidak terkontrol, resiko preeklamsia berat menjadi lima kali
lebih berat dibanding pasien yang terkontrol. Komplikasi lain dapat berupa abruptio plasenta,
kelahiran preterm dan keguguran. Gagal jantung dapat terjadi pada pasien yang tidak diobati
terutama bila terdapat PIH.
Pada pasien dengan gejala gagal jantung disfungsi ventrikel kiri dengan derajat keparahan
yang berbeda dapat dideteksi dengan echocardiografi. Walaupun kelainan ini reversibel,
namun gejalanya dapat menetap dalam beberapa minggu setelah status eutiroid tercapai,
namun penurunan resistensi vaskular dancardiac output yang tinggi dapat tetap terjadi pada
keadaan tiroksin normal. Hal ini penting karna dekompensasi ventrikel kiri pada wanita hamil
yang hipertiroid dapat terjadi bersamaan dengan preeklamsia, pada waktu kelahiran
ataubersamaan dengan komplikasi lain misalnya anemia atau infeksi.
Kejadian tiroid krisis padakehamilan juga pernah dilaporkan walaupun relatif
jarang.Hipertiroid juga dilaporkansebagai faktor resiko independen operasi Caesar.Pada suatu
penelitian oleh Kriplani dkk dengan sampel 32 kelahiran pada ibu hamilyang mengalami
hipertiroidisme ternyata didapatkan partus preterm terjadi pada 25% pasien,3% mengalami
hipermesis, 22% mengalami hipertensi pada kehamilan dan 9% mengalamikrisis tiroid.

2.3.5 Dampak Hipertiroidisme pada Janin


Hipertiroidisme maternal dapat mempengaruhi janin dan neonatal melalui dua cara
yaituhipertiroid maternal yang tidak terkontrol (tanpa kadar TSI yang tinggi) dan TSI
mengalamipasase transplasenta. Pada hipertiroidisme maternal yang tidak terkontrol janin
mengalamiresikointrauterine growth retardation(IUGR),stillbirthdan prematuritas.
Resikoprematuritas meningkat dari 11% menjadi 55% pada ibu yang tidak diobati,
resikostillbirthmeningkat dari 5%-24%. Pada suatu penelitian pada 230 kehamilan, 15
neonatus (6,5%)mengalami IUGR. Komplikasi pada janin meningkat secara signifikan pada
ibu yang tetaphipertiroid pada paruh kedua kehamilan. Faktor resiko IUGR pada pasien ini
meliputitirotoksikosis maternal selama lebih dari 30 minggu dalam kehamilan, riwayat
penyakitGraves selama lebih dari 10 tahun, dan onset penyakit Graves sebelum 20 tahun.

2.3.6 Penatalaksanaan
Propiltiourasil (PTU) lebih dipilih daripada metimazol untuk terapi hipertiroid
selamakehamilan. Obat antitiroid dapat melewati sawar plasenta dan terapi berlebihan
dapatmenyebabkan hipotiroid pada fetus, sehingga harus digunakan dosis serendah mungkin
yanguntuk menjaga fungsi tiroid pada batas atas normal.
Propiltiourasil (PTU) lebih banyak terikat pada albumin pada pH fisiologis, sedangkan
metimazol (MMI) lebih sedikit terikat,sehingga secara hipotesis dapat mengakibatkan lebih
banyak yang melewati sawar darahplasenta. Rekomendasi pemilihan PTU dari MMI sebagian
berdasarkan laporan tunggal lebihrendahnya pasase transplasental PTU dibanding MMI
tersebut.MMI dapat digunakan bila PTU tidak tersedia atau timbulnya reaksi alergi.Dosis
MMI sebesar 10mg diperkirakan setara dengan 100-150mg PTU.Pemberian PTU sering
dihibungkan dengan komplikasi kerusakan hepar, oleh karena itu penggunaan PTU lebih baik
diganti dengan MMI setelah melewati trimester pertama kehamilan.
Hipertiroid subklinis (TSHrendah dengan FT3 dan FT4 normal) tanpa adanya gejala-gejala
hipertiroid spesifik tampak pada sindrom hiperemesis gravidarum, dimana terapinya tidak
diperlukan dan bahkan dapatmenimbulkan risiko terhadap fetus.Propanolol dapat digunakan
untuk mengobati gejala hipertiroid akut dan persiapanperioperatif tanpa edanya efek
teratogenik yang jelas.
Penggunaan kronik iodida selamakehamilan berhubungan dengan hipotiroid dan goiter
neonatus yang kadang-kadang dapatmenyebabkan asfiksi karena obstruksi trakea. Terdapat
laporan penggunaan dosisrendah kalium iodida (6 40 mg/hari) tidak menyebabkan goiter
namun 6% neonatusmengalami peningkatan TSH. Iodida tidak digunakan untuk terapi lini
pertama untuk wanitahamil dengan Graves namun dapat digunakan sementara jika diperlukan
sementara untuk persiapan tiroidektomi. Iodida radioaktif dikontraindikasikan pada
kehamilan.
Operasisubtotal tiroidektomi dipikirkan sebagai alternatif jika: 1) obat anti tiroid
mengakibatkan efek samping yang jelas seperti misalnya agranulositosis, 2) dibutuhkan dosis
obat anti tiroid yang besar, 3) tidak ada respon dengan obat anti tiroid dan pasien mengalami
hipertiroid tidak terkontrol. Sebelum operasi harus menerima terapisolusio kalium iodida
(50 100 mg/hari) selama 10 14 hari sebelum operasi untuk menurunkan vaskularisasi
kelenjar tiroid dan dapat diberikan propanolol.

2.4 Krisis Tiroid


Krisis tiroid adalah kegawatan endokrin yang disebabkan oleh disregulasi hormon tiroid dan
termasuk kedalam keadaan tirotoksikosis yang hebat.Bila keadaan tersebut ditemukan harus
dilakukan penilaian secara hati-hati dan tindakan cepat untuk membatasi morbiditas dan
mortalitas.American Thyroid Association memperkirakan disfungsi tiroid berkembang >12%
pada populasi Amerika.Krisis tiroid (Thyrotoxic crisis / thyroid storm) merupakan kasus yang
jarang ditemukan, tetapi dapat mengancam jiwa pada eksasebasi tirotoksikosis. Insidensi
krisis tiroid <10% pada pasien tirotoksikosis yang dirawat inap, sering pada wanita dan
sebagian besar terjadi antara usia 20 49 tahun (Jessica Hampton, 2013). Krisis tiroid
sebagian besar didasari oleh Graves Hiperthyroidism.Manifestasi klinik menunjukan
dekompensasi organ disertai demam hampir pada semua pasien (Carroll & Matfin, 2010).
2.4.1 Etiologi dan Patofisiologi
Pada keadaan normal, fungsi tiroid diatur oleh interaksi antara hipotalamus, hipofisis dan
kelenjar tiroid.Iodida masuk melalui membran basal sel tiroid dan dioksidasi oleh enzim
tiroid peroksidase (TPO). Selanjutnya, akan bergabung dengan molekul tirosin sehingga
terbentuk T4 dan T3. Seluruh organ tubuh akan terpengaruh oleh perubahan hormon tiroid.
Hal ini terutama dipengaruhi oleh bentuk aktif hormon tiroid yaitu T3 (Carroll & Matfin,
2010).
Tirotoksikosis merupakan sindrom klinik akibat terpaparnya jaringan oleh hormon tiroid
yang tinggi dalam sirkulasi.Singkatnya, tirotoksikosis disebabkan oleh hiperaktivitas kelenjar
tiroid / hipertiroid.Sebagian besar bentuk tirotoksikosis adalah Graves disease. Penyakit ini
berhubungan dengan proses autoimun pada reseptor TSH dan merupakan salah satu penyakit
yang dapat menyebabkan krisis tiroid. Antibodi reseptor TSH menstimulasi sintesis hormon
tiroid, sehingga kadar hormon menjadi berlebihan. Patofisiologi krisis tiroid belum diketahui
secara mendalam, tetapi berhubungan dengan peningkatan sejumlah reseptor beta 1
adrenergik. Sehingga pada keadaan stres, akan terjadi peningkatan katekolamin(Carroll &
Matfin, 2010).
Krisis tiroid dapat muncul pada keadaan toksik multinoduler goiter.Penyebab lainnya adalah
infeksi berat, trauma, pembedahan, infark miokardium, ketosidosis diabetik, kehamilan
danmelahirkan.Penggunaan iodin eksogen dalam jumlah besar dan penggunaan amiodaron
dapat menyebabkan produksi dan sekresi hormon tiroid (Carroll & Matfin, 2010). Interferon
alfa dan interleukin 2 (terapi kanker dan kelainan fungsi imun) dapat menggangu ikatan
antara tiroksin-globulin sehingga terjadi peningkatan kadar tiroksin bebas. Obat-obatan yang
berisiko terhadap krisis tiroid adalah NSAID, salisilat, antidepresan trisiklik, insulin, diuretic
tiazid, amiodaron, steroid berkepanjangan, dan fludrocortison.Gagal jantung, syok, atau
kegagalan berbagai organ menyebabkan mortalitas sebesar 2-75%, meskipun krisis tiroid
telah diketahui dan diterapi (Jessica Hampton, 2013).

2.4.2 Manifestasi Klinis


Gambaran utama pada krisis tiroid diantaranya demam, berkeringat secara berlebihan, gagal
jantung kongestif, sinus takikardia atau variasi aritmia supra ventrikular (takikardia atrial
paroksismal, atrial fibrilasi, atrial flutter) dan gejala neurologi, serta gejala gastrointestinal.
Kelainan fungsi hepar, sekunder terhadap gagal jantung. Hepar menunjukan keadaan kongesti
atau hipoperfusi. Gejala dan tanda krisis tiroid ditunjukan pada tabel 1.

Tabel 2.2. Manifestasi Klinis

2.4.3 Diagnosis
Sistem penilaian Burch dan Wartofsky (1993) merupakan sistem skoring untuk membantu
menegakkan krisis tiroid yang dijelaskan melalui tabel 2.

Tabel 2.3Sistem Skoring Burch dan Wartofsky

Pada keadaan krisis tiroid terjadi peningkatan T4 dan T3 bebas dengan penurunan
tirotropin <0,05U/ml. Kadar serum total FT3 meningkat pada sebagian besar pasien
tirotoksikosis. Gambaran laboratorium lain yang berhubungan dengan tirotoksikosis adalah
hiperglikemia, hiperkalsemia, leukositosis, abnormalitas enzim liver, peningkatan
alkalifosfatase dan glikogenolisis. Hiperkalsemia dan peningkatan alkali fosfatase dapat
disebabkan karena hemokonsentrasi dan hormon tiroid yang menstimulasi resorpsi tulang.
Keadaan tirotoksikosis akan mempengaruhi fungsi adrenokortikal, yaitu mempercepat
metabolisme kortisol dengan menstimulasi degradasi glukokortikoid oleh enzim hepar D 4,5
steroid reduktase. Hal ini akan menyebabkan keadaan insufisiensi adrenal(Ananda &
Dharma, 2014).

2.4.4.1 Terapi Spesifik Terhadap Tiroid


Pasien dengan krisis tiroid akut sebaiknya dirawat pada tempat yang tepat seperti Acute
Medical Unit (AMU), high dependency area atau intensive care unit.Tujuan pengobatan
krisis tiroid diantaranya untuk menghentikan sintesis hormon tiroid (obat antitiroid),
menghambat pelepasan hormon (iodin) dan menghambat efek hormon tiroid di jaringan
perifer dengan mencegah konversi T4 menjadi T3 (dosis tinggi PTU, propranolol,
kortikosteroid), mengontrol gejala adrenergik yang berhubungan dengan tirotoksikosis (beta
bloker) dan mengontrol dekompensasi sistemik dengan terapi suportif.
Obat antitiroid yaitu tiourasil (propiltiourasil) dan imidazol (methimazol dan karbiamazol).
Mekanisme kerja tionamid, diantaranya mengalangi proses couplingoleh tiroperoksidase,
menghambat fungsi dan pertumbuhan sel folikular tiroid. Sedangkan PTU menghambat
konversi T4 menjadi T3, dan menekan antibodi reseptor antitirotropin. Dosis pemberian PTU
untuk krisis tiroid adalah 800-1200 mg/hari, terbagi atas 200-300 mg setiap 6 jam. Dosis
untuk metimazol adalah 80-100mg/hari terbagi atas 20-25 mg setiap 6 jam.
Terapi iodin dapat melengkapi efek terapi tionamid. Pada terapi tionamid, sintesis hormon
dihambat, sedangkan terapi iodin akan menghambat pelepasan hormon pada tempat
penyimpanan dan mengurangi transportasi iodida dan oksidasi dalam sel folikular. Efek
terhadap pengurangan ini disebut dengan efek Wolff-Chaikoff (menghambat proteolisis
tiroglobulin). Peningkatan sejumlah kecil iodida akan meningkatkan pembentukan hormon
tiroid, tetapi sejumlah besar iodida (>1mol/L) akan menghambat pembentukan hormon
(proses iodinasi). Iodida efektif menurunkan kadar hormon tiroid dengan cepat dalam 7-14
hari, akan tetapi efek iodida akan hilang dan kembali pada keadaan hipertiroid dalam 2-3
minggu. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, makan pemberian iodida dikombinasi
dengan tionamid.
Manifestasi kardiovaskular dapat dikoreksi dengan pemberian beta bloker seperti
propranolol. Pada krisis tiroid propranolol digunakan dalam dosis 60-80 mg setiap 4 jam atau
80-120 mg setiap 4 jam. Propranolol parenteral akan memberikan efek lebih cepat, dosis
yang diberikan dalam bolus 0,5-1 mg dalam 10 menit diikuti dengan 1-3 mg dalam 10 menit.
Beta bloker lainnya yang dapat digunakan adalah atenolol dengan dosis 50-200 mg/hari,
metoprolol 100-200 mg/hari dan nadolol 40-80 mg/hari. Kontraindikasi penggunaan beta
bloker adalah riwayat gagal jantung berat dan obstruksi saluran nafas dalam serangan.
Golongan glukokortikoid seperti deksametason dan hidrokortison mempunyai efek
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga dapat digunakan sebagai terapi
adjuvant.Insufisiensi adrenal relatif dapat diobati dengan glukokortikoid. Dosis hidrokortison
yang digunakan adalah 100 mg IV setiap 8 jam, lalu penurunan dosis sejalan dengan
perbaikan gejala klinis krisis tiroid(Ananda & Dharma, 2014).

2.4.4.2 Terapi Lainnya


Salah satu terapi yang dapat digunakan, bila terapi lini pertama (tionamid, iodida, beta bloker,
dan glukokortikoid) gagal atau berefek toksik adalah litium yang berefek menghambat
pelepasan hormon tiroid.Litium digunakan ketika pasien kontraindikasi terhadap tionamid.
Beberapa efek litium terhadap hormon tiroid, diantaranya adalah menurunkan sekresi hormon
tiroid dan meningkatkan kandungan iodin intrasel serta menghambat coupling residu
iodotirosin. Pada krisis tiroid, litium diberikan pada dosis 300 mg setiap 8 jam.Penggunaan
potasium perklorat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami amiodarone-induced
thyrotoxicosis (AIT).Potasium perklorat bekerja dengan menghambat uptake iodin. Rejimen
potasium perklorat (1 gram.hari) dikombinasikan dengan metimazol (30-50 mg/hari) dapat
mengembalikan kadar hormon tiroid sampai batas normal dalam 4 minggu.
Kolestiramin (anion-exchange resin) dapat menurunkan reabsorpsi hormon tiroid dari
sikulasi enterohepatik.Penggunaannya dalam terapi dikombinasikan dengan metimazol atau
PTU.Dosis kolestiramin yang diberikan adalah 4 gram peroral, 4 kali sehari(Ananda &
Dharma, 2014).
Tabel 2.4. Terapi Krisis Tiroid
BAB III
SIMPULAN

Penyakit Graves (goiter difusa toksik) yang merupakan penyebab terseringhipertiroidisme


adalah suatu penyakit autoimun. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat
dimana lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria, terutama pada usia 20 50
tahun. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves struma difusa, oftalmopati, dan
dermopati. Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses
pematangan tulang. Pada penderita usia tua (>60 tahun), manifestasi klinis yang lebih
mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya
palpitasi, dyspnea deffort, tremor, nervous dan penurunan berat badan.
Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit grave adalah FT4, T3, dan TSH. Bila T3 dan T4
rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid
tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan
(scan dan USG tiroid) jarang dilakukan. Komplikasi: Krisis tiroid (Thyroid storm) adalah
eksaserbasi akut yang dapat mengancam jiwa penderita hipertiroidisme.
Ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu: Obat anti
tiroid, Terapi Yodium Radioaktif dengan (I131)dan Pembedahan dengan Tiroidektomi.
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi
hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3,
pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi
homeostatik (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

Anda mungkin juga menyukai

  • FAAL PARU Rsam
    FAAL PARU Rsam
    Dokumen18 halaman
    FAAL PARU Rsam
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Difteri
    Kata Pengantar Difteri
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Difteri
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • FAAL PARU Rsam
    FAAL PARU Rsam
    Dokumen18 halaman
    FAAL PARU Rsam
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Demensia Alzheimer
    Demensia Alzheimer
    Dokumen27 halaman
    Demensia Alzheimer
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Arsen
    Arsen
    Dokumen20 halaman
    Arsen
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Hidung
    Fisiologi Hidung
    Dokumen3 halaman
    Fisiologi Hidung
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Pak Aprizal
    Laporan Kasus Pak Aprizal
    Dokumen34 halaman
    Laporan Kasus Pak Aprizal
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Cover Interne
    Cover Interne
    Dokumen1 halaman
    Cover Interne
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Anto
    Anto
    Dokumen2 halaman
    Anto
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • THT 2
    THT 2
    Dokumen2 halaman
    THT 2
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen6 halaman
    Lembar Pengesahan
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Jurnal Acne
    Abstrak Jurnal Acne
    Dokumen3 halaman
    Abstrak Jurnal Acne
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Surat Skripsi
    Surat Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Surat Skripsi
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana Sifilis
    Tatalaksana Sifilis
    Dokumen1 halaman
    Tatalaksana Sifilis
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • THT 2
    THT 2
    Dokumen2 halaman
    THT 2
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • BP Popi
    BP Popi
    Dokumen9 halaman
    BP Popi
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • C
    C
    Dokumen2 halaman
    C
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Artikel Bhs Indonesia
    Artikel Bhs Indonesia
    Dokumen9 halaman
    Artikel Bhs Indonesia
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Traskripsi
    Traskripsi
    Dokumen27 halaman
    Traskripsi
    Haris Tikna
    Belum ada peringkat
  • Devid
    Devid
    Dokumen4 halaman
    Devid
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Arsen Forensik
    Arsen Forensik
    Dokumen21 halaman
    Arsen Forensik
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Atrofi
    Atrofi
    Dokumen2 halaman
    Atrofi
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Toksisitas ARSEN
    Toksisitas ARSEN
    Dokumen16 halaman
    Toksisitas ARSEN
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Tulang
    Tulang
    Dokumen3 halaman
    Tulang
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Macam-Macam Abortus
    Macam-Macam Abortus
    Dokumen20 halaman
    Macam-Macam Abortus
    Rima Karthesa Rini
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen2 halaman
    TUGAS
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Surat Skripsi
    Surat Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Surat Skripsi
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Sifat Pemurah
    Sifat Pemurah
    Dokumen1 halaman
    Sifat Pemurah
    putri diana
    100% (1)
  • Undesensus Testis
    Undesensus Testis
    Dokumen19 halaman
    Undesensus Testis
    putri diana
    Belum ada peringkat