Anda di halaman 1dari 2

Optimalisasi Komite Keperawatan di Rumah Sakit

Dina Andriani Hutagalung* *Mahasiswa Pasca Sarjana Program Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Abstrak Komite Keperawatan di Rumah Sakit belum
optimal melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam upaya menjamin mutu profesi keperawatan. Tujuan dari
dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai komite keperawatan adalah untuk menjaga mutu dan profesi
keperawatan. Diharapkan komite keperawatan dapat lebih optimal menjalankan fungsi dan tugasnya sehingga tujuan
kebijakan tersebut dapat tercapai. Kata kunci : komite keperawatan, Tenaga keperawatan merupakan profesi yang
secara kuantitas terbesar dari tenaga kesehatan lainnya. Data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan
bahwa pada tahun 2014 terdapat 295.508 SDM Keperawatan di Indonesia, atau sekitar 42,3 % dari seluruh tenaga
kesehatan di Indonesia (http://www.bppsdmk.kemkes.go.id/). Di setiap pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit
sekitar 40-50 % SDM Kesehatannya adalah perawat (Permenkes no. 49 tahun 2013). Jumlah yang banyak ini
menjadikan perawat sebagai ujung salah satu tolok ukur kualitas pelayanan di Rumah Sakit. Pengelolaan
SDM keperawatan bukan hal yang mudah. Secara struktur organisasi Rumah Sakit, pengelolaan SDM Keperawatan
di Rumah Sakit berada di bawah komando direktur/wakil direktur keperawatan Rumah Sakit. Dikarenakan jumlahnya
yang cukup besar maka dipandang perlu adanya tim khusus yang mengelola mutu profesi perawat di Rumah Sakit
sehingga dapat menjamin kualitas pelayanan keperawatan. Pemerintah kemudian mengeluarkan sebuah kebijakan
mengenai pengelolaan mutu profesi keperawatan dalam sebuah wadah yang disebut komite keperawatan. Melalui
komite keperawatan ini diharapkan terjadi peningkatan mutu, etika dan profesionalisme perawat. Namun perlu
dievaluasi implementasi dari kebijakan tersebut dilapangan. Atas latar belakang tersebut penulis membahas
pelaksanaan fungsi dan tugas komite keperawatan di Rumah Sakit melalui tulisan ini. Pemerintah melalui
Kementrian Kesehatan mengeluarkan sebuah kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan No 49 tahun
2013 tentang komite keperawatan Rumah Sakit. Pertimbangan dikeluarkannya kebijakan ini adalah sebagai upaya
meningkatkan mutu dan profesionalisme perawat di rumah sakit. Dasar dari Permenkes no 49 tahun 2013 antara lain
adalah UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit. Secara hirarki
Permenkes ini bisa dilihat dari berbagai sudut. Permenkes No 49 tahun 2013 adalah kebijakan turunan dari UU No.
36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dilihat dari sudut pandang
politik, Permenkes no 49 tahun 2013 adalah kebijakan yang dibuat eksekutif untuk melaksanakan kebijakan publik.
Kebijakan ini merupakan kebijakan nasional sehingga berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia
(Ayuningtyas, 2014). Hal ini berarti seluruh Rumah Sakit di Indonesia harus mempunyai komite keperawatan. Sesuai
yang tercantum dalam Permenkes No. 49 tahun 2013 Komite Keperawatan adalah wadah non struktural rumah sakit
yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi. Anggota komite
keperawatan adalah tenaga keperawatan. Pengurus komite keperawatan harus memiliki kompetensi yang tinggi
sesuai area praktik, mempunyai semangat profesionalisme dan reputasi yang baik. Adanya Permenkes ini
membawa dampak bagi profesi keperawatan di Rumah Sakit. Perawat fungsional di Rumah Sakit memiliki wadah
profesi yang resmi di Rumah Sakit dan dapat meningkatkan mutu profesinya. Secara struktur organisasi, kedudukan
komite keperawatan berada dalam posisi sejajar dengan komite medis atau berada pada satu garis koordinasi dan
langsung berada dibawah direktur Rumah Sakit. Secara psikologis hal ini berarti profesi perawat dan profesi medis
adalah sejajar, bukan superior-inferior. Posisi komite keperawatan dalam Permenkes 49 tahun 2013 terhadap
manajemen keperawatan dihubungkan dengan garis koordinasi (garis putus-putus dalam struktur organisasi). Hal ini
berarti posisi komite keperawatan dengan manajemen keperawatan dan direktur hanya sebagai hubungan advisory
yang tidak memiliki otoritas yang sah melekat (Marquis & Huston, 2012). Komite keperawatan hanya bisa
memberikan rekomendasi dan bukan sebagai pengambil keputusan. Sesuai Permenkes 49 tahun 2013 Komite
Keperawatan memiliki 3 fungsi utama yaitu kredensial, menjamin mutu profesi dan melaksanakan disiplin dan etik
profesi. Kredensial menjamin bahwa bahwa perawat yang melayani pasien adalah perawat yang mempunyai
kompetensi dan kewenangan untuk melakukan asuhan keperawatan. Mutu profesi dipertahankan dan ditingkatkan
melalui program pengembangan professional berkelanjutan, audit keperawatan dan pendampingan. Disiplin dan etik
profesi menjamin bahwa perawat selalu menerapkan prinsip etik dan melindungi pasien dari pelayanan keperawatan
yang tidak professional. Jika ketiga fungsi komite ini berjalan baik maka kualitas pelayanan keperawatan juga akan
baik. Setelah 2 tahun kebijakan tersebut dikeluarkan ternyata komite keperawatan belum bisa melaksanakan fungsi
dan tugasnya secara optimal. Indikator yang paling mudah adalah belum adanya jenjang karir keperawatan di
sebagian besar rumah sakit di Indonesia. Rumah Sakit pemerintah yang sudah memiliki jenjang karir perawat antara
lain yaitu RS Fatmawati, RS Harapan Kita, RS Persahabatan dan beberapa Rumah Sakit tipe A lainnya. Pelaksanaan
jenjang karir bisa dijadikan indikator terlaksananya fungsi dan tugas komite karena didalamnya ada fungsi kredensial
Komite. Penjaminan mutu dan etik profesi juga termuat dalam jenjang karir perawat (Depkes, 2006). Terdapat
beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan fungsi dan tugas Komite Keperawatan. Kendala tersebut antara
lain adalah belum adanya komitmen dari pimpinan Rumah Sakit terhadap komite keperawatan. Komitmen pimpinan
bisa ditandai dengan adanya dukungan finansial terhadap suatu kegiatan (Finkler & Kovner, 2000). Belum semua
Rumah Sakit memasukkan dana operasional komite dan insentif pengurus komite kedalam mata anggaran Rumah
Sakit meskipun dalam Permenkes sudah tertuang dalam pasal 16 mengenai Pendanaan. Kendala lainnya adalah
pengurus komite di sebagian besar rumah sakit merangkap jabatan perawat fungsional. Tugas-tugas komite
keperawatan yang termuat dalam Permenkes tersebut sangat banyak dan membutuhkan kosentrasi, waktu, tenaga
dan biaya untuk melaksanakannya. Keterbatasan tenaga perawat selalu menjadi alasan manajemen sehingga
pengurus komite keperawatan belum purna waktu. Didalam Permenkes pun tidak diatur mengenai hal tersebut.
Kendala-kendala tersebut membuat fungsi Komite Keperawatan belum maksimal dalam melaksanakan tupoksinya,
sehingga belum terlihat peningkatan profesionalisme perawat yang menjadi cita-cita Permenkes ini. Ada beberapa
cara yang bisa direkomendasikan untuk mengoptimalisasikan fungsi dan tugas komite ini. Solusi tersebut antara lain
adalah sosialisasi Permenkes no 49 tahun 2013, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksaaan permenkes dan
membuat kebijakan tambahan untuk lebih memperjelas status komite keperawatan. Sosialisasi mengenai penerapan
Permenkes tentang Komite Keperawatan perlu diperbanyak dan terutama harus sampai ke Rumah Sakit di daerah.
Sasaran sosialisasi bukan hanya manajemen tapi juga perawat pelaksana agar semua pihak terkait memiliki
persepsi yang sama. Pembinaan dan pengawasan terhadap komite keperawatan juga harus dilakukan. Didalam
Permenkes disebutkan bahwa pihak yang melakukan pembinaan antara lain organisasi profesi, direktur rumah sakit,
kepala dinas kesehatan dan lain-lain.Kebijakan lain mungkin perlu ditambahkan untuk memperjelas fungsi dan tugas
komite mengenai pejabat komite keperawatan yang masih merangkap tugas dipelayanan, dan peraturan pendukung
lainnya. Kebijakan mengenai komite keperawatan ini jika dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan mutu,
profesionalisme dan kemandirian perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan. Merupakan tanggungjawab
semua pihak untuk mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas komite keperawatan. Referensi : Ayuningtyas, D.,
(2014) Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik, Jakarta : Rajawali Press Depkes (2006) Pedoman Pengembangan
Jenjang Karir Professional Perawat, Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Depkes Finkler S.A, Kovner
C.T , (2000) Financial Management for Nurse Managers and Executives, USA : W.B Saunders Company Suharsono,
AG (2013) Analisis Kebijakan Publik Konep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Marquis L.B.,
Huston,C.J (2012) Leadership Roles and Management Functions in Nursing, USA : Wolter Kluwer|Lippincott Williams
and Wilkins UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan UU No. 38 tahun
2014 tentang Keperawatan Permenkes no 49 tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dinahutagalung/optimalisasi-komite-keperawatan-di-rumah-
sakit_5578674ae6afbdd7078b45b9

Anda mungkin juga menyukai