LANDASAN TEORI
3.1 Pemberaian
3.1.1 Pengeboran
Pengeboran merupakan operasi menghasilkan lubang berbentuk bulat dengan
menggunakan pemotong berputar yang disebut bor. Sedangkan mesin Bor adalah suatu
jenis mesin yang gerakannya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor
hanya pada sumbu mesin tersebut (pengerjaan pelubangan).
Pengeboran merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan dalam
suatu operasi kegiatan peledakan batuan yang bertujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak yang telah didesain dengan pola yang sistematis yang nantinya akan diisi oleh
beberapa bahan peledak untuk diledakan.
3.2.1.1 Alat Bor Dan Kompresor
Prinsip pengeboran adalah mendapatkan kualitas lubang ledak yang tinggi,
dihasilkan oleh pengeboran yang cepat dan dalam posisi yang tepat. Alat bor yang
digunakan disesuaikan dengan kondisi batuan dan produktivitas yang diinginkan. Serta
dibedakan berdasarkan lokasi kerja yaitu permukaan dan bawah permukaan. Selain itu,
beberapa dari jenis alat bor bekerja dengan adanya bantuan kompresor. Kompresor
digunakan untuk pemampatan udara sehingga dapat menggerakkan alat bor. Kompresor
yang biasa digunakan yaitu screw compressor karena efisiensi nya cukup baik.
3.2.1.2 Kecepatan Pengeboran
Kecepatan pengeboran ditentukan dalam satuan panjang yang dihitung
berdasarkan putaran mesin per menit. Secara defenitif dapat dikatakan bahwa kecepatan
pengeboran adalah panjangnya lubang yang terpotong per satuan waktu. Dalam
pengeboran putaran mesin perlu disesuaikan dengan jenis batuan. Bila kecepatannya
tidak tepat, mata bor cepat panas dan akibatnya mata bor cepat tumpul atau bisa patah.
Tabel 3.1
Harga kecepatan mata bor dari bahan HSS
Sumber :
Keterangan :
Vp = kecepatan pengeboran (m/menit)
H = Kedalaman lubang (m)
Wt = Waktu edar alat bor 1 m/menit
Untuk mendapakan suatu fragmentasi hasil peledakan yang baik dan sesuai
keinginan, pola pemboran harus sangat diperhatikan. Terlihat jelas area tidak terkena
energi lebih kecil dibandingkan pada pola sejajar, dimana pada area tersebut tidak terkena
energi peledakan, sehingga fragmentasi hasil peledakan berukuran besar.
3.1.3 Peledakan
Peledakan merupakan Kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan
menggunakan bahan peledak atau Proses terjadinya ledakan. Kegiatan peledakan
biasanya dilakukan pada material yang sangat kompak atau massive yang sudah tidak
lagi mampu untuk dilakukan pembongkaran atau pemberaian menggunakan alat mekanis.
Kegiatan peledakan tidak hanya berupa teori tetapi juga memperhatikan variabel
input bidang secara keseluruhan yang melekat dalam setiap desain ledakan, mengingat
adanya beragam sifat kondisi lapangan yang dihadapi. Selain itu hasil ledakan tidak selalu
mudah diprediksi.
Tabel 3.2
Parameter Variabel Peledakan
Controllable Variables Uncontrollable Variables
1. Hole diameter 1. Water
2. Hole depth 2. Geology
3. Bench height 3. Material strength
4. Stemming height and material 4. Structural discontinuities
5. Burden and spacing 5. Weather conditions
6. Pattern
7. Initiating system, dll
Sumber :
3.1.3.1 Peralatan Dan Perlengkapan Peledakan
1. Peralatan peledakan
Peralatan peledakan merupakan perangkat yang membantu dalam kegiatan
peledakan untuk dipakai berulang kali. Adapun peralatan yang biasa digunakan
dalam kegiatan peledakan yaitu :
a. Blasting Machine, Sebagai mesin peledak listrik yang mejadi sumber arus
listrik listrik.
b. Ohm Meter, Sebagai alat untuk menguji tahanan dari rangkaian peledakan.
c. Lead Wire, Sebagai kabel penghubung blasting machine ke rangkaian
peledakan listrik.
2. Perlengkapan peledakan
Perlengkapan peledakan (Blasting accessories) adalah material yang diperlukan
untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak dapat
dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk satu kali
penyalaan saja setiap bagian dari perlengkapan peledakan ini mempunyai fungsi
tersendiri. Secara umum jenis-jenis perlengkapan beserta fungsinya adalah
sebagai berikut :
a. Bahan peledak
Bahan Peledak adalah komponen penting dalam peledakan. bahan peledak
berisi campuran kimia sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal ataupun
campuran yang berbentuk padat, cair atau campurannya yang apabila diberi
suatu aksi, baik itu berbentuk panas, benturan, gesekan maupun adanya
pemicu sebagai ledakan awal yang akan mengalami pereaksian kimia yang
sangat cepat.
Sumber :
Gambar 3.3
Bahan Peledak ANFO
b. Primer
Primer berfungsi untuk menghentakan ANFO atau blasting agent lainnya,
sedangkan primer itu dihentakkan oleh detonator atau sumbu ledak. Primer
ada yang sudah dibuat langsung di pabrik, tetapi jauga bisa dibuat sendiri dari
dinamit. Ukuran atau berat dinamit yang diperlukan , disesuaikan dengan
diameter dan dalamnya lubang ledak. Untuk diameter lubang ledak yang kecil
( 3 cm), primer dapat dibuat dari 1/3 atau dodol dinamit, dengan berat satu
dodol 200 gram, ssedangkan untuk ukuran yang besar ( 10 cm), primer
dapat dibuat dari tiga atau enam dodol yang disatukan. Dalam hal ini detonator
atau sumbu ledak hanya disambungkan dengan salah satu dari dodol dinamit.
Prosedur cara pembuatan dengan menggunakan detonator listrik adalah
sebagai berikut ini :
Detonator harus masuk dan bersentuhan dengan isi dodol.
Pengikatan dapat dilakukan dengan leg wire sendiri.
Sumber :
Gambar 3.4
Primer dari Dinamit dan Detonator Listrik
Sumber :
Gambar 3.5
Penggalak Utama
c. Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut
terhadap bahan peledak peka detonator atau primer.
Sumber :
Gambar 3.6
Detonator Listrik
d. Kabel penyambung
Kabel penyambung merupakan kabel yang menghubungkan antara detonator
dan kabel utama. Kabel penyambung yang baik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
Isolasi atau pembungkus tidak mudah terluka akibat goresan atau tahanan
gesekan
Tahan listrik tidak lebih dari 6,5 Ohm per 100 meter.
Sumber :
Gambar 3.7
Kabel Penyambung
B = 3.15 De
3 SGe
SGr (4)
Keterangan :
B = burden (m)
De = diameter lubang bor (inch)
SGe = berat jenis bahan peledak
SGr = berat jenis batuan
Selain itu juga dapat dihitung menggunakan formula RL.ASH sebagai berikut :
Kb = Kbstd x
3 SGe .VoD 2
SGeSTD . VoDSTD 2
.
3 SGrSTD
SGr
. ..(5)
Kb x De()
B= 12 ...(6)
Keterangan :
B = burden (m)
De = diameter lubang bor (inch)
Kb = Konstanta burden
3.1.4.4 Spasi
Spacing didefinisikan sebagai jarak antar lubang ledak dalam satu row (baris),
relatif horizontal terhadap free face. Apabila spasi terlalu kecil akan mengakibatkan batuan
hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat, sedangkan
bila jarak spasi terlalu besar akan mengakibatkan bongkah atau bahkan batuan hanya
mengalami keretakan, karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu
berinteraksi dengan energi dari lubang lainnnya.
Spasi dapat dihitung menggunakan formula konya ditentukan berdasarkan sistem
delay yang direncanakan sebagai berikut :
1. Instantaneous single row blas holes
L+2 B
Dimana L<4B maka S = 3 ..(7)
Selain itu, Spasi juga dapat dihitung menggunakan formula konya sebagai
berikut:
KSkoreksi = = KSSTD .
3 SGe .VoD
SGeSTD . VoDSTD
2
.
3 SGrSTD
SGr
. (11)
S = Kskor x B ........(12)
Keterangan :
S = spasi (m)
KSstd = koefisien spasi standart
L = tinggi jenjang (m)
B = burden (m)
3.1.4.5 Subdrilling
Subdrilling adalah penambahan kedalaman daripada lubang bor diluar rencana
lantai jenjang. Pemboran lubang ledak sampai batas bawah dari lantai bertujuanagar
seluruh permukaan jenjang bisa terbongkar secara full face setelah dilakukan peledakan.
Jadi, untuk menghindari agar pada lantai jenjang tidak terbentuk tonjolan-tonjolan (toe)
yang sering mengganggu kegiatan pengeboran selanjutnyadan menghambat kegiatan
pemuatan fan pengangkutan. Bila subdrilling berlebih akan menghasilkan excessive
ground vibration. Bila tidak cukup dapat mengakibatkan problem tonjolan pada toe.
Menurut formula Konya, Subdrilling dapat dihitung sebagai berikut :
J = (0,2-0,4) x B .(13)
Kjkoreksi = = KjSTD .
3 SGe .VoD
SGeSTD . VoDSTD
2
.
3 SGrSTD
SGr
. (14)
J = Kjkor x B ........(15)
Keterangan :
J = subdrilling (m)
3.1.4.6 Stemming
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor, dan letaknya
diatas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan
tekanan yang mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuandengan
energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk mencagah agar tidak
terjadi batuan terbang (fly rock) dan tekanan udara (air blast ) saat peledakan.
Perhitungan stemming menurut Konya, dilakukan berdasarkan kondisi batuan sebagai
berikut :
Batuan massive, T = B (16)
Batuan berlapis, T = 0,7 B .(17)
Sedangkan menurut RL. ASH sebagai berikut :
KTkoreksi = = KTSTD .
3 SGe .VoD 2
SGeSTD . VoDSTD
2
.
3 SGrSTD
SGr
. (18)
T = KTkor x B ........(19)
Keterangan :
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
3.1.4.7 Powder Column
Powder Coloum adalah panjang lubang isian pada lubang ledak yang akan diisi
bahan peledak. Perhitungannya dapat menggunakan rumus :
PC = H T ...(20)
Keterangan :
PC = panjang powder column (m)
H = kedalam lubang bor (m)
T = stemming (m)
3.1.4.8 Loading Density
Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu meter.
Satuanyang digunakan adalah kg/m. Loading density dicari untuk mengetahui berapa
jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang ledak. Loading density dapat
dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
LD = 0,508 x SGe x De2 (21)
Keterangan :
LD = loading density
SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter lubang bor
3.1.4.9 Berat Bahan Peledak
Banyaknya bahan peledak yang digunakan dapat dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
W = PC x LD (22)
Keterangan :
W = berat bahan peledak (kg)
3.1.4.10 Volume
Volume peledakan merupakan volume overburden yang akan diledakkan dalam
suatu perencanaan peledakan. Volume peledakan dapat dicari dengan
menggunakanrumus sebagai berikut :
Volume = B x S x H .(23)
Keterangan :
B = burden (m)
S = spasi (m)
H = kedalaman lubang bor (m)
3.1.4.11 Powder Factor
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak
yangdipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m. Karena volume peledakan
dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan
peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau kg/ton.
W
PF = V ...(24)
Keterangan :
PF = powder factor (kg/m3)
W = berat bahan peledak (kg)
V = volume (m3)
PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari
beberapa penelitan sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan
ekonomi.Umumnya bila hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari perhitungan
matematis akan diperoleh angka yang besar yang menurut penilaian secara ekonomi
masih perlu dan dapat dihemat. Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan
quarryyang sudah berjalan secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20
0,30 kg/m.
Sumber :
Gambar 3.8
Sketsa Geometri Peledakan
2. Rangkaian Parallel
Rangkaian parallel adalah suatu rangkaian di mana setiap detonator mempunyai
alur alternative dalam rangkaian tersebut, sehingga apabila sala satu atau
beberapa detonator mati, maka detonator yang lainnya masih dapat meledak.
Oleh sebab itu pengujian rangkaian menyeluruh secara langsung sangat riskan,
apabila setiap detonator belum di uji. Untuk peledakan rangkaian parallel, arus
minimum yang diperlukan per detonator sekitar 0,5 A. Namun secara menyeluruh
sistem parallel memerlukan arus tinggi dengan Boltage rendah dan untuk
menyuplai tenaga listrik digunakan panel control khusus bukan dari Blastign
Machine.
Sumber :
Gambar 3.11
System Rangkaian Paralel
3. Rangkaian Seri-Paralel
Rangkaian ini terdiri dari sejumlah rangkaian seri yang di hubungkan parallel.
Umumnya rangkaian ini di terapkan apabila peledakan memerlukan lebih dari 40
detonator dengan leg wire setipa detonator >7 meter. Serta dipertimbangan
bahwa apabilah seluruh lubang ledak dihubungkan secara seri memerlukan
power yang besar.
Sumber :
Gambar 3.7
System Rangkaian Seri-paralel
Sumber :
Gambar 3.13
Pola Peledakan V Cut
3. Corner Cut , yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya kesalah satu
sudut dari bidang bebasnya.
Sumber :
Gambar 3.14
3.1.7 Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan ukuran
setiap bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung dari proses
perencanaan geometri peledakannya. Selain itu ukuran fragmentasi dapat berpengaruh
pada proses pengangkutan setelah diledakkan serta produktivitas alat pengolahan.
Sebuah model yang banyak digunakan oleh para ahli untuk memperkirakan
fragmentasi hasil peledakan adalah model Kuz-ram.Kuznetsov (1973) telah melakukan
penelitian untuk mengukur fragmentasi dengan peledakan dengan menggunakan TNT,
hasilnya dikenal dengan persamaan Kusnetsov :
Vo
X = A q )0.8 . Q1/6 .(25)
Dimana :
X = rata rata ukuran fragmentasi (cm)
A = faktor batuan
Vo = volume batuan (m3)
Q = jumlah bahan peledak (kg)
Cunningham (1987) memodifikasi persamaan diatas untuk bahan peledak ANFO,
yaitu :
115
Xm = A (PF)-0.8 . Qe1/6 ( ) 19/30
.(26)
E