Anda di halaman 1dari 23

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Pemberaian

3.1.1 Pengeboran
Pengeboran merupakan operasi menghasilkan lubang berbentuk bulat dengan
menggunakan pemotong berputar yang disebut bor. Sedangkan mesin Bor adalah suatu
jenis mesin yang gerakannya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor
hanya pada sumbu mesin tersebut (pengerjaan pelubangan).
Pengeboran merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan dalam
suatu operasi kegiatan peledakan batuan yang bertujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak yang telah didesain dengan pola yang sistematis yang nantinya akan diisi oleh
beberapa bahan peledak untuk diledakan.
3.2.1.1 Alat Bor Dan Kompresor
Prinsip pengeboran adalah mendapatkan kualitas lubang ledak yang tinggi,
dihasilkan oleh pengeboran yang cepat dan dalam posisi yang tepat. Alat bor yang
digunakan disesuaikan dengan kondisi batuan dan produktivitas yang diinginkan. Serta
dibedakan berdasarkan lokasi kerja yaitu permukaan dan bawah permukaan. Selain itu,
beberapa dari jenis alat bor bekerja dengan adanya bantuan kompresor. Kompresor
digunakan untuk pemampatan udara sehingga dapat menggerakkan alat bor. Kompresor
yang biasa digunakan yaitu screw compressor karena efisiensi nya cukup baik.
3.2.1.2 Kecepatan Pengeboran
Kecepatan pengeboran ditentukan dalam satuan panjang yang dihitung
berdasarkan putaran mesin per menit. Secara defenitif dapat dikatakan bahwa kecepatan
pengeboran adalah panjangnya lubang yang terpotong per satuan waktu. Dalam
pengeboran putaran mesin perlu disesuaikan dengan jenis batuan. Bila kecepatannya
tidak tepat, mata bor cepat panas dan akibatnya mata bor cepat tumpul atau bisa patah.
Tabel 3.1
Harga kecepatan mata bor dari bahan HSS

Sumber :

Kecepatan pemboran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut:
H
Vp= (1)
Wt

Keterangan :
Vp = kecepatan pengeboran (m/menit)
H = Kedalaman lubang (m)
Wt = Waktu edar alat bor 1 m/menit

3.1.2 Pola Dan Arah Pengeboran


Secara garis besar tambang terbuka mempunyai front kerja yang lebih luas dari
pada tambang bawah tanah sehingga pola pengeboran pada tambang terbuka
mempunyai pola yang lebih banyak. Sedangkan arah pengeboran disesuaikan dengan
kondisi batuan hingga mencapai tingkat ekonomis.
3.1.2.1 Pola Pemboran
Adapun macam-macam pola pemgeboran pada tambang terbuka yaitu :
1 Pola Bujur Sangkar
Pola pemboran bujur sangkar adalah pola pemboran dengan penempatan
lubang-lubang bor antara baris satu dengan baris yang berikutnya sejajar dan
membentuk segiempat. pola pemboran bujur sangkar memiliki keuntungan yaitu
penempatan alat bor yang lebih cepat karena jarak antar bor sama serta hasil
peledakan lebih baik dan terkumpul karena waktu tunda peledakan berbentuk V.
Sedangkan kerugiannya adalah hasil peledakan dapat berupa Boulder atau
bongkah serta lebih boros, karena semakin banyak lubang ledak maka semakin
banyak delay yang digunakan. Pola pemboran ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Pola bujur sangkar square, bilamana kedudukan lubang bor satu dengan
yang lain memiliki jarak burden dan spasi yang sama.
b. Pola bujur sangkar rectangular, bilamana jarak antara burden an spacing
tidak sama
2 Pola Pemboran Zig-Zag
Pola Pemboran Zig-Zag Merupakan pola pemboran dengan susunan lubang bor
dibuat zig-zag yang berasal dari persegi panjang maupun bujur sangkar. Pola
pemboran Zig-Zag mempunyai kelebihan yaitu delay yang digunakan lebih sedikit
serta dapat memberikan keseimbangan tekanan yang lebih baik sehingga
volume batuan yang tak terkena getaran pengaruh penyebaran energi dari bahan
peledak lebih kecil. Sedangkan kerugiannya adalah penempatan titik bor
membutuhkan waktu yang lebih lama dan batuan hasil ledakan akan menyebar
kesegala arah karena peledakannya serentak pada baris yang sama dan
beruntun. Pola pemboran ini terbagi menjadi dua yaitu :
a Pola pemboran Zigzag square, bilamana kedudukan lubang bor satu dengan
yang lain memiliki jarak burden an spasi yang sama.
b Pola pemboran Zigzag Rectangular, bilamana jarak antara burden dan spasi
tidak sama.
Gambar 3.1
(a) Pola Bujursangkar, (b) Pola Persegipanjang, (c) Pola Zigzag Bujur Sangkar dan (d)
Pola Zigzag Persegipanjang

Untuk mendapakan suatu fragmentasi hasil peledakan yang baik dan sesuai
keinginan, pola pemboran harus sangat diperhatikan. Terlihat jelas area tidak terkena
energi lebih kecil dibandingkan pada pola sejajar, dimana pada area tersebut tidak terkena
energi peledakan, sehingga fragmentasi hasil peledakan berukuran besar.

3.1.2.2 Arah Pemboran


Ada dua cara dalam membuat lubang bor, yaitu sebagai berikut :
1. Arah Lubang Tegak
Pada bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar karena
lubang tembak yang dibuat tegak, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai
jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada
bidang bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai
jenjang. Adapun keuntungan dan kerugian dari arah lubang tegak ini adalah :
a. Keuntungan :
Kurangnya gesekan yang timbul dari dinding lubang bor terhadap
batang bor maka kecepatan penetrasi alat bor akan lebih cepat
Kedalaman lubang bor vertikal lebih pendek dari pada lubang bor miring
hal ini karena pada ketinggian jenjang yang sama, sehingga waktu
pemboran yang dipergunakan lebih cepat.
Untuk menempatkan alat pada titik atau posisi batuan yang akan dibor
tidak memerlukan ketelitian yang cermat sehingga waktu untuk
melakukan pengecekan lebih cepat.
Pelemparan batuan (flying rock) hasil peledakan lebih dekat.
b. Kerugian :
Kemungkinan terjadi tonjolan pada lantai jenjang
Rentan terjadi kelongsoran pada jenjang
Kemungkinan adanya bongkahan yang besar.
2. Arah lubang Miring
Pemakaian lubang tembak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih
luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang
tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada
lantai jenjang yang lebih kecil. Seperti hal nya arah pemboran lubang lurus,
lubang miring juga memiliki kerugian dan keuntungan, antara lain :
a. Keuntungan :
Meminimalisir bahaya longsor pada jenjang
Memperbaiki fragmentasi batuan
Permukaan yang dihasilkan dari peledakan relatif lebih rata
b. Kerugian :
Kemungkinan terjadinya pelemparan batuan (flying rock) yang jauh.
Kedalaman lubang bor yang dibuat lebih panjang dari pada lubang bor
vertikal karena pada ketinggian jenjang yang sama, sehingga
membutuhkan waktu pemboran yang lebih lama.
Membutuhkan waktu manuver yang lumayan lama karena
membutuhkan ketelitian yang cermat untuk menempatkan alat bor pada
titik atau posisi dengan kemiringan tertentu.
Gambar 3.2
(a) Pengeboran Tegak dan (b) Pengeboran Miring

3.1.3 Peledakan
Peledakan merupakan Kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan
menggunakan bahan peledak atau Proses terjadinya ledakan. Kegiatan peledakan
biasanya dilakukan pada material yang sangat kompak atau massive yang sudah tidak
lagi mampu untuk dilakukan pembongkaran atau pemberaian menggunakan alat mekanis.
Kegiatan peledakan tidak hanya berupa teori tetapi juga memperhatikan variabel
input bidang secara keseluruhan yang melekat dalam setiap desain ledakan, mengingat
adanya beragam sifat kondisi lapangan yang dihadapi. Selain itu hasil ledakan tidak selalu
mudah diprediksi.
Tabel 3.2
Parameter Variabel Peledakan
Controllable Variables Uncontrollable Variables
1. Hole diameter 1. Water
2. Hole depth 2. Geology
3. Bench height 3. Material strength
4. Stemming height and material 4. Structural discontinuities
5. Burden and spacing 5. Weather conditions
6. Pattern
7. Initiating system, dll
Sumber :
3.1.3.1 Peralatan Dan Perlengkapan Peledakan
1. Peralatan peledakan
Peralatan peledakan merupakan perangkat yang membantu dalam kegiatan
peledakan untuk dipakai berulang kali. Adapun peralatan yang biasa digunakan
dalam kegiatan peledakan yaitu :
a. Blasting Machine, Sebagai mesin peledak listrik yang mejadi sumber arus
listrik listrik.
b. Ohm Meter, Sebagai alat untuk menguji tahanan dari rangkaian peledakan.
c. Lead Wire, Sebagai kabel penghubung blasting machine ke rangkaian
peledakan listrik.
2. Perlengkapan peledakan
Perlengkapan peledakan (Blasting accessories) adalah material yang diperlukan
untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak dapat
dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk satu kali
penyalaan saja setiap bagian dari perlengkapan peledakan ini mempunyai fungsi
tersendiri. Secara umum jenis-jenis perlengkapan beserta fungsinya adalah
sebagai berikut :
a. Bahan peledak
Bahan Peledak adalah komponen penting dalam peledakan. bahan peledak
berisi campuran kimia sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal ataupun
campuran yang berbentuk padat, cair atau campurannya yang apabila diberi
suatu aksi, baik itu berbentuk panas, benturan, gesekan maupun adanya
pemicu sebagai ledakan awal yang akan mengalami pereaksian kimia yang
sangat cepat.
Sumber :
Gambar 3.3
Bahan Peledak ANFO

b. Primer
Primer berfungsi untuk menghentakan ANFO atau blasting agent lainnya,
sedangkan primer itu dihentakkan oleh detonator atau sumbu ledak. Primer
ada yang sudah dibuat langsung di pabrik, tetapi jauga bisa dibuat sendiri dari
dinamit. Ukuran atau berat dinamit yang diperlukan , disesuaikan dengan
diameter dan dalamnya lubang ledak. Untuk diameter lubang ledak yang kecil
( 3 cm), primer dapat dibuat dari 1/3 atau dodol dinamit, dengan berat satu
dodol 200 gram, ssedangkan untuk ukuran yang besar ( 10 cm), primer
dapat dibuat dari tiga atau enam dodol yang disatukan. Dalam hal ini detonator
atau sumbu ledak hanya disambungkan dengan salah satu dari dodol dinamit.
Prosedur cara pembuatan dengan menggunakan detonator listrik adalah
sebagai berikut ini :
Detonator harus masuk dan bersentuhan dengan isi dodol.
Pengikatan dapat dilakukan dengan leg wire sendiri.

Sumber :
Gambar 3.4
Primer dari Dinamit dan Detonator Listrik

Sumber :
Gambar 3.5
Penggalak Utama
c. Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut
terhadap bahan peledak peka detonator atau primer.

Sumber :
Gambar 3.6
Detonator Listrik

d. Kabel penyambung
Kabel penyambung merupakan kabel yang menghubungkan antara detonator
dan kabel utama. Kabel penyambung yang baik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
Isolasi atau pembungkus tidak mudah terluka akibat goresan atau tahanan
gesekan
Tahan listrik tidak lebih dari 6,5 Ohm per 100 meter.

Sumber :
Gambar 3.7
Kabel Penyambung

3.1.2.2 Prosedur Peledakan


Prosedur peledakan adalah tahapan dari semua proses kegiatan peledakan baik
teknis maupun tindakan pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan
peledakan dengan aman dan berhasil. Prosedur peledakan dapat dibagi atas beberapa
bagian atau tahapan kerja diantaranya :
1. Kegiatan Perencanaan Peledakan
Kegiatan perencanaan peledakan merupakan tahap awal dari suatu kegiatan
peledakan yang biasanya meliputi kegiatan penentuan jadwal peledakan, blast
and drill pattern/blasting design, jumlah lubang dan kedalaman lubang ledak,
arah lemparan batuan serta segala aspek teknis yang akan menunjang
keberhasilan kegiatan peledakan di perhitungan dengan sebaik mungkin. Pada
kegiatan perencanaan peledakan juga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu :
a. Kepekaan Lokasi
Kondisi lokasi di sekitar lokasi peledakan dalam hal perkiraan getaran dan
tingkat getaran yang diperbolehkan pada struktur terdekat.
b. Fragmentasi yang diperlukan
c. Perpindahan tumpukan material hasil peledakan
d. Arah perpindahan tergantung pada jalur daya tahan paling kecil yang dapat
ditelusuri energi bahan peledak, dimana rancangan peledakan yang tepat,
urutan delay dapat mengendalikan arah dan tingkat perpindahan material
hasil peledakan.
e. Pengendalian dinding
Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan antar
baris yang dapat menyebabkan overbreak yang berlebihan.
f. Geologi
Batuan berlapis-lapis dengan kohesi terbatas dapat bergeser sehingga
menyebabkan patahnya bahan peledak. Sedangkan batuan besar yang
banyak rekahannya dapat mengalirkan gas bahan peledak ke semua arah
sehingga meningkatkan potensi terjadinya cut off. Batuan lunak waktu yang
lebih lama untuk melakukan perpindahan sehingga diperlukan waktu yang
lebih lama antara baris-baris untuk mengendalikan pecah yang berlebihan.
g. Kondisi air
Batuan jenuh dapat meneruskan tekanan air dari titik peledakan ke daerah-
daerah di sekitarnya. Tekanan ini dapat menyebabkan decoupling isi bahan
peledak atau meningkatkan densitasnya sampai titik yang tidak
memungkinkan peledakan.
h. Bahan peledak yang digunakan
Produk bahan peledak dengan densitas yang lebih besar (.1,25 g/cc) yang
menggunakan udara tersikulasi untuk mengatur kepekaan, mudah terkena
dead pressing dari peledakan lubang peledakan yang berdekatan.
i. Rancangan Sederhana
Rancangan yang rumit akan memerlukan waktu tambahan untuk
menghubungkan dan mengevaluasi rangkaian.
j. Biaya
Dengan meningkatnya tingkat kerumitan rancangan, biaya biasanya akan
meningkat. Biaya ini harus dipertimbangkan berdasarkan biaya modifikasi
rancangan lain agar diperoleh efesiensi biaya.
2. Kegiatan Pemboran Lubang Ledak
Kegiatan pemboran tersebut dilakukan setelah tim surveyor menentukan titik
lubang ledak. Kegiatan pemboran harus sesuai dengan titik yang sudah
ditentukan dimana pengerjaannya lubang ledak tersebut harus ditempatkan
secara sistematis sehingga membentuk suatu pola selain itu geometri lubang
ledak perlu diperhatikan karena hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil
blasting recovery yang tinggi. Setelah pemboran selesai maka crew pemboran
harus melaporkan kondisi batuan serta kondisi lubang ledak baik basah maupun
kering kepada crew peledakan.
3. Persiapan Peledakan
Persiapan peledakan tersebut dilakukan setelah crew peledakan mendapatkan
drilling report dari crew pengeboran mengenai kondisi batuan serta kondisi
lubang ledak, pada tahapan ini crew bor melakukan beberapa tahapan kegiatan
yaitu :
a. Mengurus izin order aksesoris peledakan (sesuai dengan Peraturan Kepala
Kepolisisan Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Pengawasan, Pengendalian dan Pegamanan Bahan Peledak Komersil Pasal
72)
b. Menghitung kebutuhan handak, order serta pengambilan handak.
c. Melakukan pengecekkan kembali kelengkapan peralatan dan perlengkapan
peledakan.
d. Melakukan mobilisasi ke gudang handak.
4. Pelaksanaan di Lapangan
a. Pembuatan primer, yang berfungsi untuk menghentakkan isian utama atau
blasting agent lainnya sedangkan primer itu sendiri dihentakkan dengan
detonator.
b. Pengisian lubang ledak
Periksa lebih dahulu keadaan lubang. Pemeriksanaan ini dapat
dilakukan dengan pantulan sinar matahari dari sepotong cermin atau
tongkat kayu yang cukup panjang.
Waktu pengisian ke dalam lubang ledak harus hati-hati sehingga
detonator atau leg wire.
Hindari pemakaian leg wire yang terlalu pendek, namun kalau terpaksa
sambungan-sambungan harus diisolasi dengan baik.
Jangan memadatkan primer.
Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila waktu
memasukkan primer agak susah turunnya ke dalam lubang maka dapat
dibantu atau didorong dengan tongkat kayu secara pelaahn-lahan.
Setelah primer telah sampai benar-benar didasar lubang maka bahan
peledak dapat dimasukkan. Bila memakai bahan peledak ANFO maka
dilarang memadatkannya sehingga berat jenisnya bertambah.
Pengisian bahan peledak paling banyak dua per tiga dari tinggi lubang
ledak.
c. Stemming, syarat pengisian stemming diantara lain :
Bahan stemming adalah tanah liat atau cutting pemboran.
Stemming harus dibuat cukup padat, untuk itu perlu dipadatkan dengan
tongkat kayu.
Stemming diusahakan bisa memperkecil suara peledakan.
d. Tie Up
Tie up adalah proses perangkain lubang ledak yang akan diledakkan, berikut
ini adalah cara tie up:
Pembagian nonel surface delay hanya boleh dilakukan setelah lokasi
peledakan minimal 75% telah diisi bahan peledak dan distemming.
Lakukan proses perangkaian dengan dinulai dari lubang ledak terakhir
dari baris terakhir menuju control row dengan menggunakan isolasi.
Pastikan posisi nonel surface delay menghadap ke atas sehingga
memudahkan pada saat melakukan final check.
Proses perangkaian control row dilakukan terakhir setelah rangkaian
lubang pada row tersebut setelai dirangkai.
Pastikan nonel surface delay yang menghubungkan antar lubang ledak
tidak terlalu kencang, ujung nonel surface delay diikat rapi.
Pastikan perangkaian lubang ledak sesuai dengan gambar rencana
rangkaian yang sudah disepakati, laporkan kepada suvervisor
peledakan bila terjadi perubahan.
e. Pengamanan lapangan kerja selama pelaksanaan persiapan peledakan, ini
dimaksudkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadinya
kerusakan pada alat-alat tambang maupun keamanan pekerja tambang.
5. Setelah semuanya aman maka selanjutnya siap diledakkan dengan blasiting
machine.
3.1.4 Geometri Peledakan
Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun
mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan
mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati
pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari
lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu
akanmempengaruhi kemampu-ledakan (blastability).
Geometri peledakan adalah hubungan antara berbagai jenis dimensi yang
digunakandalam perencanaan peledakan. Berapa jumlah bahan peledak yang harus
diisikan padasetiap lubang ledak dan bagaimana susunannya merupakan salah satu
pokok dalammerancang peledakan. salah satu cara merancang geometri peledakan
adalah dengan Rule Of Thumb atau trial and error.
3.1.4.1 Diameter Lubang Bor
Pemilihan diameter lubang bor tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan.
Dengan lubang bor yang lebi besar, lebih besar pula tingkat produksi yang dihasilkan.
untuk kontrol desian dengan hasil fragmentasi yang bagus, diameter lubang bor
berkisaran anatara 0,5 1% dari tinggi jenjang. Adapun persamaan yang digunakan
yaitu :
D = 5 10 K .(2)
Keterangan :
D = diameter lubang bor (inch)
K = tinggi jenjang (m)
3.1.4.2 Ketinggian Jenjang Dan Kedalaman Lubang Bor
Kedalaman lubang ledak sangat berpengaruh dengan tinggi jenjang, secara
spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh alat bor dan alat muat yang tersedia.
Biasanya ketinggian jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter
lubang. Hubungan antara lubang bor dengan tinggi jenjang dapat ditentukan dengan
rumus:
L = H J ..(3)
Keterangan :
L = tinggi jenjang (m)
H = kedalaman Lubang bor (m)
J = subdrilling (m)
3.1.4.3 Burden
Burden didefinisikan sebagai jarak terdekat antara lubang bor dan tegak lurus
terhadap bidang bebas (free face) pada operasi peledakan. Jarak burden yang baik
adalah jarak yang memungkinkan energy ledakan bisa secara maksimal bergerak keluar
dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengankekuatan yang
cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga terjadi penghancuran batuan.
Jika karakteristik batuan dan bahan peledak diketahui, jarak burden dapat
dihitung menurut formula Konya sebagai berikut :

B = 3.15 De
3 SGe
SGr (4)

Keterangan :
B = burden (m)
De = diameter lubang bor (inch)
SGe = berat jenis bahan peledak
SGr = berat jenis batuan
Selain itu juga dapat dihitung menggunakan formula RL.ASH sebagai berikut :

Kb = Kbstd x

3 SGe .VoD 2
SGeSTD . VoDSTD 2
.
3 SGrSTD
SGr
. ..(5)

Kb x De()
B= 12 ...(6)

Keterangan :
B = burden (m)
De = diameter lubang bor (inch)
Kb = Konstanta burden
3.1.4.4 Spasi
Spacing didefinisikan sebagai jarak antar lubang ledak dalam satu row (baris),
relatif horizontal terhadap free face. Apabila spasi terlalu kecil akan mengakibatkan batuan
hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat, sedangkan
bila jarak spasi terlalu besar akan mengakibatkan bongkah atau bahkan batuan hanya
mengalami keretakan, karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu
berinteraksi dengan energi dari lubang lainnnya.
Spasi dapat dihitung menggunakan formula konya ditentukan berdasarkan sistem
delay yang direncanakan sebagai berikut :
1. Instantaneous single row blas holes
L+2 B
Dimana L<4B maka S = 3 ..(7)

Dimana L>4B maka S = 2B ...(8)

2. Sequenced single row blas holes


L+7 B
Dimana L<4B maka S = 8 ...(9)
Dimana L>4B maka S = 1,4 B ....(10)

Selain itu, Spasi juga dapat dihitung menggunakan formula konya sebagai
berikut:

KSkoreksi = = KSSTD .
3 SGe .VoD
SGeSTD . VoDSTD
2
.
3 SGrSTD
SGr
. (11)

S = Kskor x B ........(12)
Keterangan :
S = spasi (m)
KSstd = koefisien spasi standart
L = tinggi jenjang (m)
B = burden (m)
3.1.4.5 Subdrilling
Subdrilling adalah penambahan kedalaman daripada lubang bor diluar rencana
lantai jenjang. Pemboran lubang ledak sampai batas bawah dari lantai bertujuanagar
seluruh permukaan jenjang bisa terbongkar secara full face setelah dilakukan peledakan.
Jadi, untuk menghindari agar pada lantai jenjang tidak terbentuk tonjolan-tonjolan (toe)
yang sering mengganggu kegiatan pengeboran selanjutnyadan menghambat kegiatan
pemuatan fan pengangkutan. Bila subdrilling berlebih akan menghasilkan excessive
ground vibration. Bila tidak cukup dapat mengakibatkan problem tonjolan pada toe.
Menurut formula Konya, Subdrilling dapat dihitung sebagai berikut :
J = (0,2-0,4) x B .(13)

Sedangkan menurut formula RL.ASH sebagai berikut :

Kjkoreksi = = KjSTD .
3 SGe .VoD
SGeSTD . VoDSTD
2
.
3 SGrSTD
SGr
. (14)

J = Kjkor x B ........(15)
Keterangan :
J = subdrilling (m)
3.1.4.6 Stemming
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor, dan letaknya
diatas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan
tekanan yang mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuandengan
energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk mencagah agar tidak
terjadi batuan terbang (fly rock) dan tekanan udara (air blast ) saat peledakan.
Perhitungan stemming menurut Konya, dilakukan berdasarkan kondisi batuan sebagai
berikut :
Batuan massive, T = B (16)
Batuan berlapis, T = 0,7 B .(17)
Sedangkan menurut RL. ASH sebagai berikut :

KTkoreksi = = KTSTD .

3 SGe .VoD 2
SGeSTD . VoDSTD
2
.
3 SGrSTD
SGr
. (18)

T = KTkor x B ........(19)
Keterangan :
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
3.1.4.7 Powder Column
Powder Coloum adalah panjang lubang isian pada lubang ledak yang akan diisi
bahan peledak. Perhitungannya dapat menggunakan rumus :
PC = H T ...(20)
Keterangan :
PC = panjang powder column (m)
H = kedalam lubang bor (m)
T = stemming (m)
3.1.4.8 Loading Density
Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu meter.
Satuanyang digunakan adalah kg/m. Loading density dicari untuk mengetahui berapa
jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang ledak. Loading density dapat
dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
LD = 0,508 x SGe x De2 (21)

Keterangan :
LD = loading density
SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter lubang bor
3.1.4.9 Berat Bahan Peledak
Banyaknya bahan peledak yang digunakan dapat dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
W = PC x LD (22)
Keterangan :
W = berat bahan peledak (kg)
3.1.4.10 Volume
Volume peledakan merupakan volume overburden yang akan diledakkan dalam
suatu perencanaan peledakan. Volume peledakan dapat dicari dengan
menggunakanrumus sebagai berikut :
Volume = B x S x H .(23)
Keterangan :
B = burden (m)
S = spasi (m)
H = kedalaman lubang bor (m)
3.1.4.11 Powder Factor
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak
yangdipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m. Karena volume peledakan
dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan
peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau kg/ton.
W
PF = V ...(24)

Keterangan :
PF = powder factor (kg/m3)
W = berat bahan peledak (kg)
V = volume (m3)
PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari
beberapa penelitan sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan
ekonomi.Umumnya bila hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari perhitungan
matematis akan diperoleh angka yang besar yang menurut penilaian secara ekonomi
masih perlu dan dapat dihemat. Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan
quarryyang sudah berjalan secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20
0,30 kg/m.

Sumber :
Gambar 3.8
Sketsa Geometri Peledakan

3.1.5 Sistem Rangkaian Peledakan


Pemilihan system rangkaian tergantung dari jumlah detonator listrik yang akan
diledakkan. Adapun jenis dari rangkaian terdiri atas :
1. Rangkaian Seri
Rangakaian seri adalah rangkaian yang sangat sederhana dengan arus
minimum yang disuplai blasting machine pada setiap detonator sekitar 1,5 A
untuk menjamin tiap detonator tersebut meledak sempurna.prinsip peledakan
adalah menghubungkan Legwire dari satu lubang ke lubang lain secara menerus.
sehingga apabila sala satu detonator mati, maka seluruh rangkaian terputus dan
akan berakibat gagal ledak missfire.
Sumber :
Gambar 3.10
System Rangkaian Seri

2. Rangkaian Parallel
Rangkaian parallel adalah suatu rangkaian di mana setiap detonator mempunyai
alur alternative dalam rangkaian tersebut, sehingga apabila sala satu atau
beberapa detonator mati, maka detonator yang lainnya masih dapat meledak.
Oleh sebab itu pengujian rangkaian menyeluruh secara langsung sangat riskan,
apabila setiap detonator belum di uji. Untuk peledakan rangkaian parallel, arus
minimum yang diperlukan per detonator sekitar 0,5 A. Namun secara menyeluruh
sistem parallel memerlukan arus tinggi dengan Boltage rendah dan untuk
menyuplai tenaga listrik digunakan panel control khusus bukan dari Blastign
Machine.

Sumber :
Gambar 3.11
System Rangkaian Paralel

3. Rangkaian Seri-Paralel
Rangkaian ini terdiri dari sejumlah rangkaian seri yang di hubungkan parallel.
Umumnya rangkaian ini di terapkan apabila peledakan memerlukan lebih dari 40
detonator dengan leg wire setipa detonator >7 meter. Serta dipertimbangan
bahwa apabilah seluruh lubang ledak dihubungkan secara seri memerlukan
power yang besar.

Sumber :

Gambar 3.7
System Rangkaian Seri-paralel

3.1.6 Pola Peledakan


Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang lubang ledak
satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya ataupun antar lubang ledak satu
dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta
arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah runtuhan batuan , pola
peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Box Cut , yaitu pola peledakan yang digunakan untuk menghasilkan arah
lemparan batuan kearah depan serta memiliki pola pembentuk kotak
Sumber :
Gambar 3.12
Pola Peledakan Box Cut

2. V Cut , yaitu pola peledakan yang polanya membentuk huruf V dan


menghasilkan arah lemparan batuan ke depan.

Sumber :
Gambar 3.13
Pola Peledakan V Cut

3. Corner Cut , yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya kesalah satu
sudut dari bidang bebasnya.
Sumber :
Gambar 3.14

Pola Peledakan Corner Cut

3.1.7 Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan ukuran
setiap bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung dari proses
perencanaan geometri peledakannya. Selain itu ukuran fragmentasi dapat berpengaruh
pada proses pengangkutan setelah diledakkan serta produktivitas alat pengolahan.
Sebuah model yang banyak digunakan oleh para ahli untuk memperkirakan
fragmentasi hasil peledakan adalah model Kuz-ram.Kuznetsov (1973) telah melakukan
penelitian untuk mengukur fragmentasi dengan peledakan dengan menggunakan TNT,
hasilnya dikenal dengan persamaan Kusnetsov :
Vo
X = A q )0.8 . Q1/6 .(25)

Dimana :
X = rata rata ukuran fragmentasi (cm)
A = faktor batuan
Vo = volume batuan (m3)
Q = jumlah bahan peledak (kg)
Cunningham (1987) memodifikasi persamaan diatas untuk bahan peledak ANFO,
yaitu :
115
Xm = A (PF)-0.8 . Qe1/6 ( ) 19/30
.(26)
E

Anda mungkin juga menyukai