Anda di halaman 1dari 21

SITI KHODIZAH S

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang
dihubungkan oleh jembatan disulfida.Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino.
Sekresi
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta.Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-
gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut.Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah
siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal,
karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada
dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang
memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa,
beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam
rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis
dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan
belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane
sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose
transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang
berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut
glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang
terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam
darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni
molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian
membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap
selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan
ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya
tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan
kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme
yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya
disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh
pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut,
misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor
yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR)pada membrane
selbeta.
A. Fase 1 (acute insulin secretion response): sekresi insulin segera setelah ada
rangsangan sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat mencegah hiperglikemi akut.
B. Fase 2 (sustained phase): setelah fase 1, sekresi insulin mulai meningkat perlahan
dan bertahan dalam waktu relative lebih lama

1
Regulasi

Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi terfasilitasi atau, di usus dan ginjal,
melalui transport aktif sekunder dengan Na+.di otot, jaringan lemak, dan sebagian jaringan
lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah
transporter (pengangkut) glukosa di membrane sel.
Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi glukosa melintasi
membrane sel adalah sekelompok protein yang berkaitan erat dan 12 kali melintasi membrane
sel serta memiliki terminal amino dan karboksil di dalam sel. Protein-protein ini berbeda, dan
tidak memiliki homologi, dengan transporter glukosa dependen natrium (sodium-dependent
glucose transporter), SGLT 1 dan SGLT 2, yang berperan dalam transport aktif sekunder
glukosa keluar usus dan tubulus ginjal, maupun SGLT juga memiliki 12 ranah (domain)
transmembran. Asam amino transporter fasilitatif, yang terutama terdapat dalam segmen
heliks transmembran 3, 5, 7, dan 11 tampaknya mengelilingi saluran tempat masuk
glukosa.Diperkirakan kemudian terjadi konformasi lalu perubahan, dan glukosa kemudian
dilepaskan ke dalam sel.
Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama sesuai
urutan penemuan GLUT 1-7. Molekul-molekul ini mengandung 492-524 residu asam amino,
dan afinitasnya terhadap glukosa bervariasi.Tiap-tiap transporter tampaknya memiliki tugas
khusus. GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot dan adiposa yang dirangsang oleh insulin.
Dalam vesikel di sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4. Bila
reseptor insulin di sel-sel ini diaktifkan,vesikel tersebut bergerak cepat ke membran sel dan
berfusi dengannya, menyelipkan transporter ke dalam membrane sel. Saat kerja insulin
terhenti, bercak membrane yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan vesikel
siap untuk pajanan insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan
vesikel ke membrane sel dengan mengaktifkan fosfoinositol 3-kinase, tetapi bagaimana
pengaktifan ini memicu pergerakan vesikel masih belum dipastikan.
Pada jaringan yang jumlah transporter glukosa di membrane selnya ditingkatkan oleh
insulin, kecepatan fosforilasi glukosa, setelah masuk ke dalam sel, diatur oleh hormone lain.
Hormone pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi di jaringan tertentu. Proses ini
dalam keadaan normal berlangsung sedemikian cepat sehingga bukanlah merupakan reaksi
penentu kecepatan (rate-limiting step) dalam metabolism glukosa. Namun, proses ini
merupakan reaksi penentu kecepatan di sel B.
Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan melalui
peningkatan jumlah transporter glukosa GLUT 4 di membrane sel, melainkan dengan
memicu glukokinase. Hal ini meningkatkan fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas
intrasel tetap rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel.
Jaringan peka insulin juga mengandung populasi vesikel GLUT 4 yang bergerak ke
dalam membrane sel sebagai respons dari berolahraga dan populasi vesikel ini tidak
bergantung pada kerja insulin. Hal ini merupakan penyebab mengapa berolahraga dapat
menurunkan kadar gula darah. Suatu kinase yang diaktifkan oleh 5-AMP mungkin berperan
dalam insersi vesikel ini ke membrane sel.

Efek pada karbohidrat Efek pada lemak Efek pada protein


Insulin memilik 4 efek yang Insulin meningkatkan Insulin menurunkan kadar
menurunkan kadar glukosa darah dan transportasi glukosa ke dalam asam amino darah dan
menigkatkan penyimpanan sel jaringan adiposa. Glukosa meningkatkan sintesis protein

2
karbohidrat : berfungsi sebagai prekursor :
Insulin mempermudah masuknya untuk pembentukan assm Insulin mendorong
glukosa ke dalam sel. Beberapa lemak dan gliserol, yaitu bahan transportasi aktif asam
jaringan yang tidak bergantung mentah untuk membentuk asam amino dari darah ke
pada insulin untuk menyerap trigliserida. dalam otot dan jaringan
glukosa yaitu otak, otot yang aktif Insulin meningkatkan masuknya lain. Efek ini menurunkan
dan hati asam asam lemak dari daerah kadar asam amino dalam
Insulin merangsang glikogenesis, ke dalam sel jaringan adiposa. darah dan menghasilkan
pembentukan glikogen dari glukosa Insulin menghambat lipolisis bahan pembangun untuk
Insulin efeknya menurunkan kadar (penguraian lemak), sehingga sintesis
asam lemak darah dan membentuk terjadi penurunan pengeluaran protein dalam sel.
simpanan trigliserida : asam lemak dari jaringan Insulin meningkatkan
baik diotot maupun dihati adiposa ke dalam darah. kecepatan penggabungan
Insulin menghambat glikogenolisis, asam amino ke dalam protein
penguraian glikogen menjadi dengan merangsang
glukosa. Dengan menghambat perangkat pembuat protein di
penguraian glikogen, insulin dalam sel.
meningkatkan penyimpanan Insulin menghambat
karbohidrat dan menurunkan penguraian protein.
penguraian glukosa dalam hati
Insulin menurunkan pengeluaran
glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis,
perubahan asam amino menjadi
glukosa di hati. Insulin menurunkan
konsentrasi glukosa darah dengan
meningkatkan penyerapan glukosa
Insulin meningkatkan enzim enzim
yang mengkatalisasi pembentukan
asam lemak dari turunan glukosa
dari darah untuk digunakan dan
disimpan oleh sel., secara simultan
menghambat mekanisme yang
digunakan oleh hati untuk
mengeluarkan glukosa baru dalam
darah. Insulin adalah satu satunya
hormon yang menurunkan kadar
glukosa darah.
Faktor yang Meningkatkan Sekresi Insulin Faktor yang Menurunkan Sekresi Insulin
Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah
Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa
Peningkatan asam amino Somatostatin
Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin, Aktivitas alfa adrenergik
sekretin, gastric inhibitory product (GIP) pada usus

Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol Leptin


Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta
adrenergik
Keadaan resistensi insulin: obesitas

3
Obat-obatan: sulfonilurea
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus

Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Etiologi
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
1. Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan
sensifisitas sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.

2. Obesitas atau kegemukan


Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu
DM. selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot
dan mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu
apoptosis sel beta pankreas.

3. Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian
masyarakat perkotaan.Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi
penyebab DM, misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.

4. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga


15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes
Melitus) tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM.

5. Kurang berolahraga atau beraktivitas


Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan
penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.

6. Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel
beta pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga
menyarang melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas. DM akibat bakteri masih belum bias di deteksi.
Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus

4
meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah
menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun
lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Di Indonesia sendiri, berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15
tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah
puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes
Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis.

Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association ( ADA ) tahun 2010 diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.


Autoimun
Idiopatik
Terjadi padaanak remaja tetapi kadangkandang juga terjadi pada orang dewasa,
khususnya yang nonobesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia
Tipe 1 tampak pertama kali
Gejala penderita diabetes melitus tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin (poliuria),
rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan
gejala ini dapat terjadi sewaktuwaktu (tibatiba)
Diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah
Bervariasi mulai dari yang dominan disertai defiseinsi insulin relatif sampai yang
dominan sekresi insulin desertai resistensi insulin
Tipe 2
Pada orang dewasa
Factor resiko: obesitas
Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan
Diabetes Diabetes mellitus gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan
mellitus trimester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang
gestational dengan sendirinya setelah melahirkan
Terjadi karena peningkatan hormone esterogen dari ibu dan plasenta, serta
peningkatan dari aktivitas saraf simpatis
Pradiabetes merupakan diabetes melitus yang terjadi sebelum berkembang menjadi
Pra DM tipe 2
Diabetik Ditandai dengan naiknya kadar gula darah melebihi normal tetapi belum cukup tinggi
untuk dikatakan diabetes melitus.

Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, tetapi ada yang berpendapat bahwa diabetes hanya
merupakan suatu spektrum defisiensi insulin :
1. Juvenile Onset/Insulin Dependent/Ketosis Prone (IDDM/ Diabetes tipe 1)
Suatu individu mengalami kekurang insulin secara total atau hampir total. Tanpa
insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis.
Pada diabetes tipe ini , terdapat hubungan HLA tertentu pada kromosom 6 dan
beberapa auto-imunitas serologik dan cell mediated.

5
2. Stable/Maturity Onset/Non-Insulin Dependent (NIDDM / Diabetes tipe 2)
Individu dengan tipe ini meninjukkan defisiensi Insulin yang relatif , banyak yang
memerlukan suplementasi insulin, namun tidak akan menimbulkan kematian akibat
ketoasidosis bila pemakaian insulin dihentikan. Kenaikan jumlah insulin secara absolut
dapat terjadi dibandingkandengan orang normal (berhubungan dengan obesitas/inaktivitas
fisik). Diabetes tipe ini tidak memiliki hubungan dengan HLA , virus atau auto-imunitas
dan biasanya sel Beta masih berfungsi.
Patofisiologi

Defisiensi insulin
Glukagon meningkat penurunan pemakaian glukosa
oleh sel
glukoneogenesis
hiperglikemia
lemak protein
glikosuria
ketogenesis BUN me>>
diuresis osmotik
ketouria nitrogenuria me >>
dehidrasi
PH me <<
Hemokonsentrasi
asidosis
trombosis
koma , kematian
aterosklerosis

makrovaskuler mikrovaskuler

jantung serebral ekstremitas retina


ginjal

infark miokard stroke gangren retinopati nefropati


diabetik

gangg. gangg. Gagal


Integritas kulit penglihatan ginjal

Diabetes Melitues mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagan miningkat sehingga


menyebabkan terjadinya pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak miningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (Ketogenesis).
Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton didalam
urine) dan kadar natrium menurun serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis.

6
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga
kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan
melebihi ambang ginjal maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria
menyebabkan keseimbangan kalori negative sehingga menimbulkan rasa lapar
(polifagi).Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme
energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah.
Hipergikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai
makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak
sembuh-sembuh. Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang menyebabkan
terjadinya infeksi dan terjadi gangren atau ulkus.
Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurunsehingga supliai makanan dan
oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan mata.Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga menjadi
nefropati.Diabetes mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom dan system saraf
pusat sehingga menyebabkan neuropati.

Manifestasi Klinis

Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin.Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis
Gejala apa yang dirasakan
Riwayat penyakit dahulu

7
Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk :
1. Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang
2. Tanda neuropati
3. Mata ( visus, lensa mata dan retina )
4. Gigi dan mulut
5. Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku.

Pemeriksaan ABI (ankle brachial index)

PLeg adalah systolic blood pressure dari dorsalis pedis atau posterior tibial arteries dan
PArm adalah nilai tertinggi dari tangan kiri dan kanan brachial systolic blood pressure

6. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
7. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
8. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa


3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

8
Untuk mengetahui adanya risiko DM atau tidak perlu digunakan pemeriksaan dengan
salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu :
kelompok usia ( > 45 tahun )
usia lebih muda, dengan IMT (indeks masa tubuh) > 23 (kg/m2)} yang
disertai factor risiko :
o tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
o turunan pertama dari orangtua dengan DM
o riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
o riwayat DM pada kehamilan
o dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
o pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah
Puasa Terganggu).

4. Test benedict
0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM
+1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM
stadium dini/awal
+2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah
mendukung/sinergis, maka termasuk DM
+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM
+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik

5. Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai,
Rothera agents, dan amonium hidroxida pekat.Test ini untuk berguna untuk
mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya
kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani.Zat zat
tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa
tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh
melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi.Zat awal dari
aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil
pemecahan dari lemak.

Alur diagnostic

9
Tabel kriteria diagnosis

DM TIPE I DM TIPE II
Mudah terjadi ketoasidosis Sukar terjadi ketoasidosis
Pengobatan harus dengan insulin Pengobatan tidak harus dengan insulin
Onset akut Onset lambat
Biasanya kurus Gemuk atau tidak gemuk
Biasanya terjadi pada umur yang masih muda Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4 Tidak berhubungan dengan HLA
Didapatkan antibodi sel islet Tidak ada antibodi sel islet
10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
30-50 % kembar identik terkena 80% kembar identik terkena

10
Diagnosis Banding
*dibandingkan dengan DM Tipe 1

Selain DM tipe 1:
Pankreatitis
Tumor pankreas
Diabetic ketoacidosis
Drug-induced glucose intolerance
Gestational diabetes
Glucose intolerance
Penatalaksanaan

NON FARMAKOLOGIS
1. Edukasi
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan
penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang
diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium
Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya
Gunakan alat bantu audio visual
2. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang normal, yaitu sangat
penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan kalori. Hal
yang perlu diperhatikan pada penderita DM adalah jadwal makan yang harus teratur, jenis
dan jumlah makanan.
Kebutuhan Kalori :
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll .
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodiikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodiikasi menjadi :

11
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm 100) x 1 kg.
- BB Normal : BB ideal 10 %
- Kurus : < BBI 10 %
- Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh
dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)

3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran jugadapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin,sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
(PERKENI, 2006)
Frekuensi: Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali
per minggu
Intensitas: ringan dan sedang ( 60-70 % Maximum Heart Rate )
Untuk menentukan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur. Setelah MHR
didapatkan, dapat ditentukan THR (target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan
bagi diabetisi berumur 50 tahun didasarkan sebesar 75%, maka THR = 75% x ( 220-
60) = 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam menjalankan latihan jasmani,
sasaran denyut nadinya adalah sekitar 120x/menit.
Durasi: 30 60 menit
Jenis: latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda

FARMAKOLOGIS
Terapi Insulin
Sediaan :
Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2.Suntikan insulin dilakukan dengan IV, IM,
SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya
langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi
kurang.
Indikasi dan tujuan :
Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik
oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk
memperbaiki semua aspek metabolism.
Dosis :
Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien.
Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan
pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.

ES :

12
Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.
Interaksi :
Antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen,
glucagon, dll)
Obat Antidiabetik Oral
a. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )
- Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan
- Mek. Kerja : berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta
depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel
beta, merangsang sekresi insulin.
- Farmakokinetik :masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat
bervariasi. Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal,
sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang
berat.
- ES: hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia,
agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.
- Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun.
Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang
terlalu cepat.
- Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile,
pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan
keadaan gawat.
- Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid,
kloramfenikol)

b. Meglitinid
- Pemberian : sesaat sebelum makan
- Mek. Kerja: sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang
insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas.
- Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam.
Masa paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan.
- Farmakokinetik : metabolism utama di hepar, 10% di ginjal.
- ES : hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

c. Biguanid
- Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan
- Teridiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin,
metformin.
- Mek. Kerja : merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi
glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap
insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein
kinase). Pada DM yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB.
- Farmakokinetik : metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat
protein plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.
- Dosis : awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat
makan.
- Indikasi : pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat

13
diatasi dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
- ES :mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan
insulin eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.
- KI : kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit
jantung kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras
intravena atau yang akan di operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

d. Tiazolidinedion
- Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan
- Mek. Kerja : berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor (PPAR )
suatu resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer.
- ES: peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal
jantung kongestif, hipoglikemi.
- KI : gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
- Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

e. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)


- Pemberian : bersama makan suapan pertama
- Mek. Kerja : memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida)
di usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin.
- ES : kembung, flatulens.
- Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

f. DPP-4 Inhibitor
- Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
- Mek. Kerja : glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan
insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1
menurun pada DM-2.
Komplikasi
Diabetes Mellitus (DM) dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi berupa komplikasi akut (yang terjadi secara
mendadak) dan komplikasi kronis (yang terjadi secara menahun).
1. Komplikasi akut dapat berupa :
1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/d
2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan
hiperketogenesis
3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh
hiperlaktatemia.
4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak
ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

2. Komplikasi kronis :

14
Mikrovaskular / Neuropati
- Retinopati, catarak penurunan penglihatan
- Nefropati gagal ginjal
- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis

Makrovaskular
- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak
selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III)
yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh
dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik.
Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat
kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering
ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.

Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan
primer.Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya
harus diikutsertakan.Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan
primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan.Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola
dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok
bagi kesehatan.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan
tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit
DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama
kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT.
i. Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
ii. Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
iii. Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
iv. Orang-orang yang gemuk

b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila
diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat badan sampai
mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.

15
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih
merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan jasmani/kegiatan
fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral
hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini
menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer.
Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari
Klorpropamid (diabinise) 60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2
Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2
Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3

c. DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk
harus dibagi merata sepanjang hari.Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat
penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk
dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan
dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa
sering membaik dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002). Modifikasi dari
faktor-faktor resiko
a) Menjaga berat badan
b) Tekanan darah
c) Kadar kolesterol
d) Berhenti merokok
e) Membiasakan diri untuk hidup sehat
f) Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana
dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai
kebugaran.
g) Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini
yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
h) Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang
tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak
tinggi.
i) Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai
contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang
diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier
tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan
tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait,
terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin
(jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi,
podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier .

16
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Retinopati
Definisi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa
mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan
gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan

Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo
retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif
di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
Klasifikasi
Berdasarkan proliferative retinopaty, dibagi:
1. Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetic retinopathy)
adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan
pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala
atau dengan gejala yang minimal pada fase sebelum masa dimana telah tampak lesi
vaskuler melalui ophtalmoskopi.
2. Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR
Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes
proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan
membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler).Neovaskuler atau
pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah
sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga
mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam
melayang mengikuti penggerakan mata) ataumengeluh mendadak penglihatannya
terhalang.
Patofisiologi

17
4 Memahami dan Menjelaskan Pola Makan pada Pasien Diabetes Mellitus

Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah mendekati normal

18
2. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
3. Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
4. Kadar A1c <7%.
5. Tekanan darah <130/80 mmHg.
6. Profil Lipid
7. Kolesterol LDL<100 mg/dl
8. Kolesterol HDL >40 mg/dl.
9. Trigliserida < 150 mg/dl.
10. Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan


a. Karbohidrat

Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65%
dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika
dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA:
monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi
sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori perhari.
4. Julah serat 25-50 gram per hari.
5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai
lebih dari total kebutuhan kalori perhari.
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
9. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

b. Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total


kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan
protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino
esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
2. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
3. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
4. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibanding protein hewani.

19
c. Lemak

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini


sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E,
K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak
jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi
karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam
lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah
satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian
MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol
VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung,
menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung
asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan
eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di
jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.
2. Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
3. Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl,
maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
4. Batasi asam lemak bentuk trans.
5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
perhari.
Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut,
dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT)
atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat
tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
1. Berat badan kurang <18,5
2. Berat badan normal 18,5-22,9
3. Berat badan lebih 23,0
4. Dengan resiko 23-24.9
5. Obes I 25-29,9
6. Obes II 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
1. Berat badan kurang BB <90% BBI
2. Berat badan normal BB 90-110% BBI
3. Berat badan lebih BB 110-120% BBI
4. Gemuk BB>120% BBI.

20
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:

a. Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor


b. Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:

a. Umur diatas 40 tahun : -5%


b. Aktivitas ringan: +10%
c. Aktifitas sedang: +20%
d. Aktifitas berat : +30%
e. Berat badan gemuk : -20%
f. Berat badan lebih : -10%
g. Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%


4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan
makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal
makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

21

Anda mungkin juga menyukai