Anda di halaman 1dari 9

UVEITIS : PATOGENESIS, PRESENTASI KLINIS DAN

PENGOBATAN
Murtaza Mustafa, P.Muthusamy,SS. Hussain, SC.Shimmi,MM.Sein

Abstrak : Uveitis adalah inflamasi uvea yang mengancam penglihatan banyak


ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat uveitis menjangkit 2.3 juta orang
dan menyebabkan 10 % kebutaan dari semua kasus kebutaan. Uveitis
diklasifikasikan dengan struktur ocular yang terlibat, misa anterior, intermediate,
posterior dan panuveitis. TB okuler (penyakit Eale) adalah pasien yang sering
dating dari daerah indian. Etiologic uveitis tersering termasuk, herpes simpleks,
herpes zoster, cytomegalovirus, sifilis, tuberculosis, penyakit Lyme,
toxoplasmosis dan jamur. Diagnosis dari uveitis selalu dugaan dan tidak bisa
dibuktikan dengan patologi atau dengan kultur. PCR sudah terbukti dalam
mendiagnosis uveitis. Pengobatan kebanyakan menggunakan acyclovir, agen
antivirus intravena, obat anti TB untuk TB ocular, penisilin intravena untuk sifilis
okuler dan sulfodiazin untuk toxoplasmosis, dengan kortikosteroid ditambahkan
untuk mencegah inflamasi intraocular atau yang membahayakan penglihatan.
Diagnosis awal dan pengobaan dari uveitis bisa mencegah hilangnya penglihatan

1. PENDAHULUAN

Uveitis. Inflmasi dari uves (latin :uva, yang berarti anggur). Uveitis
diklasifikasikan sesuai bagian okuler yang terlibat, International Uveitis Study
Group classification (anterior, intermediate, posterior dan panuveitis) sering
digunakan. Pada inflamasi uveitis anterior melibatkan iris (iritis), badan silier
anterior (cyclitis), atau keduanya (iridocyclitis). Uveitis posterior mengarah ke
inflamasi yang melibatkan koroid (koroiditis), retina (retinitis), keduanya
(kororenitis), atau pembuluh darah retina (vaskulitis retina). Panuveitis
melibatkan ketiga bagian dari uvea. Uveitis bisa meluas dan melibatkan kornea
(keratouveitis) atau sclera (sklerouveitis). Uveitis cukup prevalen di seluruh
dunia. Di Amerika Serikat uveitis memiliki prevalensi 2.3 juta orang dan
menyebabkan 10% dari semua kasus kebutaan. Prevalensi di Amerika Serikat
adalah 70 sampai 115 kasus per 100.000 populasi, dan uveitis berefek sedikit
lebih banyak pada wanita daripada laki laki. Prevalensi pda Negara berkembang
tidak jelas, tetapi penelitian dari afrika barat menemukan bahwa uveitis
termasuk karena disebabkan onchrocersiasis menyebabkan 24% kebutaan.
Perdarhan retina dan vitreus yang berulang pada TB ocular (penyakit Eale) paling
sering pada pasien dari india, Pakistan dan afganistan. Uveitis bisa terjadi pada
berbagai tingkat usia, tetapi rata rata usia saat kejadian adalah sekitar 40 tahun.
Uveitis anterior adalah jenis paling sering dari uveitis, terhitunh 90% dari kasus
uveitis di komunitas berdasar praktek dokter mata dan mendekati 50% pada
rujukan universitas. Uveitis intermediate, posterior dan panuveitis masing
masing terhitung 10 sampai 15 persen dari kasus uveitisi di univeristas pusat
rujukan tetapi hanya 1 sampai 5 % pada praktik komunitas. Agen infeksi uveitis
terserting termasuk : pada uveitis anterior, herpes simpleks, herpes zoster,
sifilis, tuberculosis, pada uveitis intermediate, penyakit Lyme dan pada uveitis
posterior, toksoplasmosis, tuberculosis, jamur (candida), herpes simpleks, zoster
(ARN), sitomegalovirus, dan pada panuveitis, sifilis, tuberculosis dan
leptospirosis. Pengobatan untuk uveitis berdasarkan presentasi klinisnya dan
agen infeksiusnya. Pengobatan dengan kortikosteroid efektif falam mengontrol
inflamasi dan meningkatkan pengihatan, tetapi pada pasien dengan uveitis
pemulihan imun (IRV) memerlukan operasi. Artikel ini mengulasi patofisologi,
resentasi klinis dan pengobatan uveitis.

2. AGEN INFEKSIUS DAN PATOFISOLOGI

Uveitis bisa disebabkan oeh kondisi autoimun, infeksi atau jarang, trauma, tetapi
50% dari kasus adalah idiopatik. Beberapa kasus dari inflamasi intraokuler
menampakan seperti uveitis (sindrom masquerade) tetapi penyebab lain seperti
malignansi (missal limfoma system saraf sentral okuler). Uveitis infeksi biasanya
selalu hasil dari penyebaran hematogen dari infeksi bagian lain tubuh ke
vaskuler uvea. Patofisiologi dari uveitis bergantung pada etiologic spesifik tetapi
pada semua tipe ada penerobosan pada blood eye barrier. Blood eye barrier,
mirip pada blood brain barrier secara normal mencegah sel dan protein besar
masuk mata. Inflmasi menyebabkan barrier ini rusak dan sel darah putih masuk
mata. Neutrophil mendominasi kasus uveitis anterior dan sel mononuclear
mendominasi kasus kronik.

Infeksi menyeabkan sekitar 20% dari semua kasus uveitis, dengan etiologi
infeksi yang paling umum adalah infeksi herpes dan toxoplasmosis.
Kemungkinan dari etiologic infeksi, lebih besar pada beberapa kategori uveitis,
seperti uveitis posterior disbanding yang lainna. Memahami tipe etioologi infeksi
sesuai kategori sangat membantu dalam mempertimbangkan etiologic palingm
ungkin untuk pasien dengan uveitis. Pada pasien uveitis anterior, kebanyakan
kasus adalah idiopatik (40%) atau berhubungan dengan kondisi rematologis
(45%), seperti artropati seronegatif, penyakit terkait HL A-B27. Sindrom reiter
dan artritis rematoid juvenile. Penyebab paling serin dari infeksi adalah uveitis
anterior herpetic yang terhitung 10% dari kasus, sedangkan sifilis, TB dan
penyakit Lyme menyebabkan kurang dari 1%. Uveitis intermediate paling sering
memiliki etiologic yang tidak diketahui (69%) atau dikarenakan sarkoidosis (22%)
atau multiple sclerosis (8%); infeksi sangat sangat jarang. Uveitis posterior
memiliki petiologi infeksi sebesar lebih dari 40% kasus. Toxoplasmosis
menyebabkan 25% dari 40% kasis, sedangkan yang lebih jarang termasuk
sitomegalovirus (CMV) retinitis, nekrosis retina akut (ARN). Toxocara, sifilis dan
candida etiologic non infeksi mayor di Amerika Serikat adalah lupus
eritematosus, sarkoidosis, dan birdshot retinochoroidopathy, penyakit mata
dengan etiologic yang tidak diketahui (masing masing 8%). Pada panuveitis,
infeksi menyebabkan 10% kasis dan termasuk sifilis, TB dan candida, sisanya
90% kasus biasanya disebabkan uleh sarkoidosis, penyakit Bachet, sistemik
lupus eritematosus, koroiditis multifocal, dan panuveitis atai idiopatik.
Pada uveitis pemulihan imun (IRU/immune recovery uveitis) walaupun
patognesis tidak sepenuhnya jelas, ini cenderung menampakan reaksi inflamasi
padabaik cytomegalovirus antigen pada mata atau level rendah atau subklinis
dari replikasi cytomegalovirus dan reakis inflamasi ini terjadi karena kompetensi
sistemimun yang sedang pemulihan. Spekulasi pada patofisiologi dari IRU
termasuk fakta bahwa inflamasi intraokuler adalah reaksi pada secara antigen
diubah sel glial atau retinal berdekatan pada lesi CMV yang sembuh atau secara
sekunder pada replikasi viral subklinis sepanjang tepi CMV yang sembuh.
Modorati et al menyarankan bahwa emua pasien dengan karakteristik klinis dan
oftalmologis dari IRU menampakan adanya HLA B 8-18.

3. KARAKTERISTIK KLINIS UMUM

Pasien iasanya hadir dengan mata merah yang sakit dan penurunan daya lihat.
Mungkin ada konstriksi pupil, fotofobia dan air matanrocos. Pada pemeriksaan
slit-lamp, ada sel dan flare (protein) pada camera okuli anterior. Permukaan
dalam dari kornea bisa saja berbintik dengan keratic presipitat yang bisa
berbentuk jelas (granular) atau globular (granulomatosa atau mutton fat
keratik presipitat). Istilah granulomatosa adalah deskriptif dan tidak mengarah
ke penemuan granuloma pada patologi. Keratik presipitat granulomatosa jarang
daripada presipitat granular dan lebih sering berhubungan dengan sarkoidosis,
sifilis atau tuberculosis. Steroid tipikal nisa merubah kertik presipitat
granulomatosa ke bentuk granular.

4. PRESENTASI KLINIS DAN ETIOLOGIC

Etiologic infeksi uveitis tersering termasuk herpes simpleks virus (HSV), varicella
zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), sifilis, TB, toxoplasma dan toxocara di
Amerika Serikat, etiologic lain termasuk uveitis terkait Lyme dan endoftalmitis
kronik disebabkan propinobakterium acne atau candida yang meniru uveitis.

HVS-Uveitis anterior herpetic, dari 10 % kasus uveitis anterior dikarenakan


infeksi penyakit tersebut. Kebanyakan pasien dengan uveitis anterior terkait HVS
memiliki baik riwayat keratitis HVS atau infeksi kornea saat uveitis. HVS sering
dan mendekati 40% pasien dengan penyakit herpes okuoler memiliki episode
kambuhan dari uveitis anterior. Iris pada mata dengan keratitis herpetic
sebelumnya harus dipertimbangkan sebagai herpetic sampai dibuktikan. Uveitis
anterior herpetic hamper selalu unilateral. Pasien mengeluh nyeri mata,
kemerahan dan fotofobia. Kornea bisa tampak berkabut dan pemeriksaan slit-
lamp bisa menunjukan keratitis intersisilal tipikal dari HVS aktif berulang atau
bekas luka di kornea dari episode skarang. Inflamasi COA bisa ringan sampai
berat dan mungkin jadi hipopion atau kratik presipitat, atau keduanya;keratik
presipitat bisa kecil, besar, atau stelata. Uveitis anterior karena HVS bisa terjadi
pada pasien dengan riwayat atau mengarah ke keratitis herpetic, tetapi
pemikiran ini jarang. Pada tidak adanya bukti klinis riwayat keratitis HVS, ada
beberapa petunjuk yang menyarankan uveitis anterior herpetic. Ini termasuk
penyakit unilateral, penurunan sensasi kornea, sinekia posterior, TIO akut
meningkat (dari inflamasi trabecular meshwork) dan atropi iris (baik bintik,
sektoral atau difus) atripi iris sektoral khususunya mengarah ke HVS atau VZV
sebagai etiologinya. PCR terbaru dari aqueus dari pasien tanoa riwayat keratitis
tapi masih pisode uveitis anterior dengan atropi iris sektoral ditemukan HVS
pada 83% dan VZV pada 13% pasien.

Nekrosis retina akut (ARN). ARN dideskripsikan perama kali pada 1971 dan
secara cepat menjadi retinitis nekrotik progresif karena virus herpes yang
utamanya berefek pada imunokompeten pasien. .The American Uveitis Society
sudah menentukan empat kriteria diagnostic untuk ARN : 1. Area fokal dari retina
yang nekrosis ada di sekitar retina. 2. Nekrosis sirkumferensial yang cepat. 3.
Vaskuolopati oklusif dan 4. Inflamasi yang jelas (sel darah putih) pada vitreus
dan aquoes. HSV tipe 1 dan 2 dan VZV menyebabkan hamper semua kasus.
Penelitian dari 18 pasien ARN (begatif untuk HIV) yang melakukan biopsy vitreus
menemukan bukti PCR dari VZV pada 12 dan HVS pada 4; 2 nya negative. CMV
adalah enyebab yang jarang dari ARN tetapi harus dipertimbangkan dalam
pasien imunokompromised. Beberapa pasien dengan ARN disebabkan HVS
memiliki riwayat herpes kongenital atau herpes ensepalitis berbulan atau
bertahun yang lalu, tetapi ini jarang. ARN biasanya mulai pada uveitis anterior
unilateral. Pasien mungkin memiliki sakit mata ringan atau fotofobia, lalu
penurunan visus yang berefek pada mata. Pemeriksaan funduskopi dengan
ophtalmoskop indirek menunjukan satu atau lebih dari nekrosis retina pada
pinggiran retina, sebuah area tidak biasanya terlihat dengan sebuah
ophtalmoskop direk. Area dari retinitis batasnya sudah jelas dan biasanya
menyebar secara sirkumferernsial dan posterios. Lapisan vascular berkembang
seiring dengan vitritis. Nekrosis dari area dari retina mengarah ke lepasnya
retina/ablasio retina pada banyak pasien. Ablasio retina terjadi beberapa mingu
sampai beberapa bulan setelah onset dari ARN. Satu penelitian menemukan
bahwa 50% pasien mengembangkan ablasio retina, dan ini terjadi 3 minggu
sampai 5 bulai dari ARN. Pengobatan dengan acyclovir intravena menghambat
progresi dari ARN pada beberapa kasus.

Nekrosis pada luar retina atau nekrosis retina progresif .PORN sangat langka di
Amerika Serikat, tetapi merupakan retinitis herpes yang berbagi banyak fitur
dengan ARN. Tidak seperti ARN, namun PORN tidak pernah terlihat pada pasien
yang kekebalan tubuhnya kompeten, dan hampir semua kasus terjadi pada
pasien HIV-positif. Pasien dengan HIV dan PORN biasanya memiliki jumlah CD4
kurang dari 100 mm (rata-rata 20). Beberapa kasus PORN sudah dideskriosikan
pada pasien imunokompromised, seperti pasien transplantasi organ. Hampir
semua kasus PORN disebabkan VZV meskipun CMV dan HVS telah
dideskripsikan. Pasien datang dengan kehilangan visus yang mungkin unilateral
atau bilateral dan pemeriksaan menunjukkan beberapa lesi perifer di dalam
lapisan (luar) dari retina awalnya. Lesi ini cepat menyatu untuk melibatkan
seluruh ketebalan retina. PORN menyerupai ARN tetapi dibedakan dari itu secara
klinis oleh tiga fitur berikut : : (1) keterlibatan Bagian luar retina; (2) tidak
adanya peradangan dalam humor vitreous atau aquoesus; dan (3) tidak adanya
keterlibatan dari pembuluh darah retina. optik neuropati dapat mendahului PORN
dalam kasus yang jarang. retinitis di PORN biasanya berkembang pesat
walauupun terapi antivirus sistemik, meskipun keberhasilan baru-baru telah
dicapai oleh kombinasi terapi sistemik dan intravitreal.
Cytomegalovirus Retinitis .CMV dapat menyebabkan ARN di host
immunocompromised, tetapi lebih khas menyebabkan retinitis karakteristik CMV.
CMV retinitis mempengaruhi lebih dari 30% pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) di era pre-highly active antiretroviral
therapy (HAART), tapi sekarang jarang terjadi di negara-negara seperti Amerika
Serikat, di mana ART secara luas digunakan. CMV retinitis masih dipandang
sering pada pasien yang tidak memiliki akses yang baik ke obat antiretroviral,
namun pasien dengan CMV memiliki kehilangan visus tanpa rasa sakit. Temuan
mata biasanya mencakup infiltrat retina putih berbulu halus; vaskulitis retina,
yang mungkin memiliki pola frosted branch angiitis; dan beberapa perdarahan
retina. Sebuah fitur klinis yang penting adalah tidak adanya peradangan vitreous
signifikan. Sebagai akibatnya, tampilan retina jelas; yang berbeda dengan
toksoplasmosis okular, di mana vitritis biasa terjadi

Ruiz-Cruz et al., Grafik Ulasan dari 75 pasien dengan retinitis CMV pada inisiasi
ART atau selama 6 bulan berikutnya, 20 pasien mengalami perbaikan CMV
retinitis. 55 pasien yang tersisa mengalami CMV-IRR (sitomegalovirus immune
recovery retinitis); 35 dari yang dikembangkan CMV-IRR setelah mulai ART
(unmasking CMV-IRR); 20 mengalami paradox dengan klinis memburuk dari
retinitis (paradoks CMV- IRR). Sembilan belas pasien dengan CMV-IRR memiliki
50CD4 T sel / mm3. Enam pasien dengan CMV-IRR kemudian mengembangkan
immune uveitis recovery (IRU). penulis mengusulkan definisi untuk CMV-IRR
sebagai kondisi yang mungkin terjadi setelah ignisi sukses ART, bahkan pada
pasien dengan jumlah CD4 T tinggi

Sifilis .Ocular sifilis dapat mempresentasikan ciri sifilis, terutama di orang dewasa
yang lebih tua .Syphilis dapat melibatkan kornea sebagai keratitis interstisial
atau sklera sebagai scleritis nodular .Uveitis adalah manifestasi paling umum
dari sifilis okular dan sering granulomatosa .Syphilis bisa menyebabkan uveitis
anterior, uveitis menengah, posterior atau panuveitis. Sifilis uveitis anterior
adalah granulomatous dalam dua pertiga pasien dan bilateral dalam
setengah .Retinal vaskulitis dapat terjadi, dan cabang retina oklusi vena telah
dideskripsikan .Uveitis dapat terjadi baik sifilis kongenital atau didapat. Temuan
khas pada penyakit sifilis kongenital termasuk keratitis interstitistial dan disebut
salt and pepper fundus. keratitis interstisial biasanya tidak terjadi sampai pasien
remaja atau dewasa muda. Glaukoma dapat dihasilkan dari peradangan. Pada
sifilis yang didapat, timbulnya uveitis dapat terjadi pada sifilis sekunder atau
tersier. Temuan mata yang paling umum di sifilis sekunder adalah iritis, yang
menyumbang lebih dari 70% dari temuan mata. Diagnosis dapat terjawab jika
hanya plasma cepat kembali (RPR) atau Venereal Disease Research Laboratory
(VDRL) diperiksa karena tes ini sering negatif pada sifilis tersier. Dalam
serangkaian 50 pasien dengan menyerap antibodi treponema fluoresen reaktif
(FTA-abs) dan temuan mata konsisten dengan aktif atau tidak aktif sifilis mata
(misalnya, chorioretinitis, atrofi optik, iritis keratitis interstisial), usia rata-rata 59,
dan VDRL adalah reaktif hanya 24%. tes keliru dapat menghasilkan juga dapat
terjadi pada pasien dengan uveitis, terutama karena banyak memiliki kondisi
rematik yang mendasari yang meningkatkan risiko tes palsu.
TBC. komplikasi okular TB jarang terjadi. TB mata didiagnosis hanya 1,4% dari
10.524 pasien terlihat di klinik mata dari Boston sanatorium antara tahun 1940
dan 1966. sebuah laporan 1996 dari 1005 pasien di India dengan TB aktif juga
menemukan bukti penyakit mata hanya 1,4%. Penyakit mata mungkin lebih
umum pada pasien HIV-positif dengan TB. Sebuah studi dari 100 pasien dirawat
di rumah sakit untuk TB di Madrid ditemukan diduga TB mata di 24% dari pasien
45 HIV-positif dibandingkan 13% pada pasien 55 HIV-negatif. Kebanyakan pasien
memiliki kurang dari lima lesi, namun jumlah tersebut berkisar 1-60. Satu atau
kedua mata dapat terlibat lesi berwarna kuning, putih, atau abu-abu. Pada
penyakit aktif, atasnya peradangan vitreous mungkin hadir. lesi choroidal inaktif
muncul sebagai bekas luka. Munculnya choroiditis tidak patognomonik untuk TB,
dan lesi serupa dapat dilihat pada sarkoidosis, sifilis dan penyakit jarang sekali
metastasis. Tuberkulum Choroidal bisa bergabung dan menghasilkan jenis uveitis
disebut serpiginous mirip choroiditis

Toksoplasmosis. toksoplasmosis okular adalah penyakit infeksi yang paling


umum dari posterior uveitis di Amerika Serikat. Toksoplasmosis adalah infeksi di
seluruh dunia yang dapat menyebabkan mayoritas posterior uveitis kasus di
daerah endemis tinggi, seperti Brasil, dan Prancis

Karakteristik funduskopi hasil temuan di toksoplasmosis okular termasuk lesi


kuning creamy chorioretinal berdekatan dengan bekas luka lama, dan
peradangan vitreous jelas. Chorioretinitis pada pasien AIDS ditandai dengan
panophthalmitis segmental dan daerah nekrosis coagulative dikaitkan dengan
kista jaringan dan takizoit. Studi terbaru mengungkapkan kejadian yang jauh
lebih tinggi dari penyakit mata yang sering parah, antara orang-orang
imunokompeten yang terinfeksi di Amerika Selatan daripada di Amerika Utara
atau Eropa

Toxocariasis. toxocariasis mata biasanya menyerang anak-anak dan baik


asimtomatik atau menyebabkan penurunan unilateral pada penglihatan. Ada tiga
jenis manifestasi okular: (a) granuloma chorioretinal perifer (50% kasus) (b) pole
posterior chorioretinal granuloma (25%), dan (c) difus panuveitis. Dalam hampir
semua kasus, hanya satu mata yang terlibat. Diagnosis mungkin sulit, terutama
dalam kasus-kasus panuveitis. Karena infeksi terbatas pada mata, serologi id
sering negatif dan biasanya ada eosinofilia perifer atau tanda-tanda lain infeksi
parasit sistemik. Selain itu, pasien tanpa toxocariasis okular mungkin memiliki
tes serologi positif karena paparan insidental atau masa lalu untuk Toxocara.
Sebuah aspirasi vitreous untuk mengevaluasi lokal Toxocara IgG dibandingkan
dengan tingkat serum (koefisien Goldman-Witmer) dapat membantu dalam
diagnosis.

Penyakit Lyme. Uveitis jarang terjadi pada penyakit Lyme, tetapi ketika itu terjadi
temuan yang protean. Seperti sifilis, mata Lyme telah dikaitkan dengan uveitis
anterior, uveitis intermediate , neuritis optik, neuroretinitis, vaskulitis retina,
choroiditis, dan panuveitis, Uveitis biasanya terlihat pada tahap akhir penyakit
Lyme. agen infeksius novel uveitis. Ini termasuk: Leptospirosis, Brucellosis, Kusta,
penyakit Whipple, Propinobacterium jerawat, penyakit Cat-scratch, virus West
Nile, Candida spp, dan Histoplasmosis.

5. DIAGNOSIS UVEITIS

Uveitis menggambarkan dilema diagnostik ke dokter spesialis mata dan dokter


penyakit infeksi. Diagnosis hampir selalu dugaan dan tidak dapat dibuktikan
dengan patologi atau kultur. Dengan sedikit perkecualian, uvea tidak dapat
dibiopsi tanpa menimbulkan risiko penglihatan, sehingga patologi uvea tidak
tersedia sampai mata hilang. Aqueous dan vitreous dapat diambil sampelnya
dengan aman, tapi sampel ini jarang sekali menghasilkan organisme infeksius.
Sitologi sampel virectomy dapat membantu untuk menyingkirkan keganasan
(limfoma okular mis primer atau metastasis kanker). kultur bakteri dari aqueous
atau vitreous jarang positif. Pada uveitis tuberkulosis, kultur dari vitreous dan
aqueous hampir selalu negatif. Demikian pula, kultur virus dari sampel aqueous
dan vitreous jarang positif dalam uveitis herpes, meskipun pengujian PCR untuk
virus herpes sering positif .Gupta dan rekan melaporkan bahwa 10 dari 17 pasien
(60%) dengan TB okular dianggap memiliki tes PCR aqueous positif untuk
Mycobacterium tuberculosis , dengan diagnosis klinis berdasarkan pada PPD atau
abnormal rontgen dada positif (atau keduanya)

PCR telah terbukti membantu dalam kasus uveitis herpes, seperti uveitis anterior
herpes dan ARN. Aqueous atau vitreous dapat diuji untuk HVS, VZV, atau .CMV.
Yamamoto dan rekan kerja menemukan bahwa tes PCR dari sampel aqueous dari
7 pasien dengan iridosiklitis berulang diduga disebabkan oleh virus yang semua
positif HVS (6 sampel) VZV (1 sampel), sedangkan sampel dari 17 mata kontrol
negatif. Dalam sebuah studi dari 28 pasien dengan ARN, PCR positif di 27 (96%)
untuk HSV, VZV atau CMV

tes serologi positif, seperti antibodi IgG untuk Toxoplasma, CMV, HVS, juga
sedikit membantu, mengingat tingginya prevalensi antibodi seperti pada
populasi umum. Tes satu serologi yang selalu membantu dan harus dipesan pada
semua pasien dengan uveitis adalah tes treponemal spesifik untuk sifilis
(misalnya, T.pallidum partikel aglutinasi atau FTA-abs) .Jika tes ini positif dan
temuan mata konsisten dengan sifilis okular , pasien harus dirawat karena sifilis
mata. aglutinasi T.pallidum lebih disukai karena FTA-abs mungkin positif palsu
pada beberapa pasien, terutama pasien dengan kondisi rheumatologic. Sebuah
RPR negatif tidak menyingkirkan sifilis mata karena ini negatif pada lebih besar
dari 50% dari pasien dengan penyakit mata dengan sifilis tersier.

Kajian radiologis mata atau orbit kadang-kadang membantu dalam uveitis.


Magnetic Resonance Imaging dari otak dan orbit dapat membantu dalam kasus
dugaan limfoma sistem saraf pusat ocular jika lesi otak ditemukan, meskipun
penyakit mata bisa mendahului lesi sistem saraf pusat dengan beberapa bulan.
angiografi fluorescein mata dapat menunjukkan pola vaskular retina konsisten
dengan penyakit tertentu, seperti vaskulitis diinduksi virus di CMV .Indocyanine
hijau angiografi mata ditemukan untuk menjadi berguna dalam mendeteksi dan
menindaklanjuti koroid subklinis pada delapan pasien dengan dianggap TB
ocular.
6. TERAPI

Herpes uveitis anterior diobati terutama dengan kortikosteroid topikal. acyclovir


oral harus dimulai juga, karena profilaksis jangka panjang acylovir oral(400 mg
dua kali sehari) tampaknya bermanfaat dalam mencegah kekambuhan dari
stroma herpes keratitis dan uveitis anterior. ARN disebabkan HSV atau VZV
diobati dengan acyclovir dosis tinggi intravena (10 mg / kg setiap 8 jam dengan
fungsi ginjal normal) selama 1 sampai 2 minggu diikuti oleh valacylovir atau
famiciclovir selama 6 minggu sampai beberapa bulan. nekrosis retina luar
progresif (PORN) memiliki hasil yang suram kendati terapi dalam banyak kasus.
Terapi dengan antivirus intravena saja jarang berhasil. laporan kasus baru-baru
ini telah menekankan pentingnya pendekatan medis yang agresif. Ada
keberhasilan dengan injeksi intravitreal berulang dengan forscarnet dan
gansiklovir, selain terapi berkepanjangan kombinasi IV dengan agen ini, dan
memulai ART pada pasien HIV-positif. Dalam satu pasien dengan PORN bilateral,
penglihatan hilang dalam satu mata, tetapi pengobatan agresif menyebabkan
pemulihan penglihatan di mata lainnya. sifilis mata harus diperlakukan dengan
cara yang sama seperti neurosifilis dengan 10 sampai 14 hari penisilin intravena
(4 juta U setiap 4 jam dengan asumsi fungsi ginjal normal). kortikosteroid
sistemik (mis., prednison, 80 mg sehari) harus dimulai bersama dengan terapi
antibiotik, kemudian di tapering off selama beberapa hari hingga minggu.
Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi peradangan intraokular dan
mencegah peradangan rebound dari reaksi Jarisch- Herxheimer

TB mata harus diobati dengan obat dan durasi terapi yang sama dengan
meningitis TB. Meskipun etambutol dihindari karena toksisitas okular potensial.
Kortikosteroid membantu jika ada peradangan mengancam penglihatan. Lyme
uveitis harus diperlakukan sama dengan neuroborreliosis sebaiknya dengan
ceftriaxone intravena. Pengobatan okular Toxoplasma, bila lesi perifer yang tidak
mengancam penglihatan mungkin tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan
untuk lesi yang mengancam penglihatan pada orang dewasa meliputi obat sulfa
(misalnya, sulfadiazine 1 g per oral setiap 6 jam), pirimetamin (25mg / hari
secara oral) dengan asam folinic "penyelamat" (5mg / hari secara oral, dan
klindamisin (300 mg per oral empat kali hari) .Prednisone sering ditambahkan
dalam kasus dengan inflamasi vitreous parah dan lesi mengancam macula.
Pengobatan CMV termasuk obat yang saat ini tersedia yang bertindak untuk
menghambat DNA polymerase adalah gansiklovir, (dan valganciclovir),
Foscarnet, dan sidofovir. terapi induksi termasuk 2 minggu atau lebih obat dosis
tinggi. Pada saat gansiklovir dan foscarnet diberikan bersama-sama untuk
mengontrol kekambuhan atau cepatnya kemajuan penyakit (okular atau extra
okular) . Ketika retinitis stabil, pasien ditempatkan pada terapi pemeliharaan
seumur hidup sampai ada bukti pemulihan kekebalan.

7. KESIMPULAN

Uveitis adalah inflamasi intraokuler yang mengancam penglihatan yang prevalen


di seluruh dunia. Kemajuan medis terbaru memberi pemahaman yang lebih baik
pada patogeneis dan penanganan uveitis

Anda mungkin juga menyukai