Anda di halaman 1dari 18

CASE REPORT

GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN CAPD

Galuh Tiara Akbar1 Rayendra2


1
Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau,
Alamat: Jl. Pangeran Hidayat, Pekanbaru, E-mail: galuhtiara92@yahoo.com
2
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau

Abstrak
Pendahuluan: Gagal ginjal kronik merupakan sindroma klinis yang muncul
karena penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan ginjal, berjalan
secara kronis dan progresif. Ditandai dengan terdapatnya petanda kerusakan
ginjal >3 bulan atau terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) <60
ml/men/1,73m2 dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Penderita yang berada di
stadium akhir untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya memerlukan
terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD), atau transplantasi ginjal. CAPD merupakan salah satu bentuk
dialisis peritoneal kronik menggunakan membran peritoneum yang bersifat
semipermiabel sebagai membran dialisis dan prinsip dasarnya adalah proses
ultrafiltrasi antara cairan dialisis yang masuk kedalam rongga peritoneum
dengan plasma dalam darah.
Laporan kasus: Tn. E, 55 tahun merupakan PMB via IGD RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau pada tanggal 14 Januari 2015 dengan keluhan lemas sejak 1
minggu SMRS. Lemas dirasakan sejak nafsu makan pasien menurun. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah, batuk kering, dan sesak 4 hari SMRS. Pasien
telah didiagnosis diabetes sejak 17 tahun yang lalu, pasien menggunakan insulin
suntik novomix namun jarang kontrol. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5
tahun yang lalu. 2 tahun yang lalu pasien didiagnosis gagal ginjal dan rutin cuci
darah selama 1 tahun. 10 bulan yang lalu, pasien mulai menggunakan CAPD
(Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis). Dari pemeriksaan fisik pada tanggal
16 Januari 2015 didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran composmentis,
tekanan darah 150/100 mmHg, konjungtiva anemis. Pada thorax didapatkan
ronkhi halus di basal paru kanan, batas kanan jantung SIK V linea midklavikula
sinistra, pada abdomen terdapat nyeri tekan pada epigastrium, perut tampak
cembung. Edema pada lengan. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Natrium
119,9 mmol/L, Kalium 2,09 mmol/L, Ureum 52,3 mg/dl, Kreatinin 6,28 mg/dl, Hb
9,0 gr/dl, eritrosit 3,2x106/ul, trombosit 145.000/ul.
Kesimpulan: Pasien didiagnosis sebagai gagal ginjal kronik stadium V dengan
CAPD, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, gangguan elektrolit, dispepsia,
dehidrasi dan pneumoni. Penatalaksanaan penyakit yang mendasari dengan tepat
dapat menurunkan laju progresivitas penurunan faal ginjal.

Key words : Gagal Ginjal Kronik, CAPD

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 1


CASE REPORT

PENDAHULUAN kejadiannya dengan meningkatnya usia


Penyakit ginjal kronik
seseorang. Diagnosa etiologi/comorbid
merupakan proses patofisiologi dengan
terbanyak pada tahun 2012 meliputi
etiologi yang beragam, yang
penyakit ginjal hipertensif 35%,
menyebabkan terjadinya penurunan
nefropati diabetika 26%, dan
fungsi ginjal secara progresif dan
glumerulopati perimer 12%. Penyakit
irreversible.1 Penyakit ginjal kronik
penyerta gagal ginjal kronis terbanyak
lebih dikenal dengan istilah gagal
di Indonesia pada tahun 2012 meliputi
ginjal kronik yang merupakan
hipertensi 44%, diabetes melitus 25%,
sindroma klinis karena penurunan
dan penyakit kardiovaskuler 9%.4
fungsi ginjal secara menetap akibat
kerusakan dari nefron. Proses
DEFINISI
penurunan fungsi ginjal ini berjalan
Penyakit ginjal kronik menurut
secara kronis dan progresif yang pada
NKF-K/DOQI didefinisikan sebagai 1)
akhirnya akan mengakibatkan
Kerusakan ginjal yang terjadi selama
terjadinya gagal ginjal terminal.2
>3 bulan, berupa kelainan struktural
Data dari Riset Kesehatan
atau fungsional dengan atau tanpa
Dasar (RISKESDAS) tahun 2013
penurunan laju filtrasi glomerulus
menyatakan bahwa di Indonesia, gagal
(LFG) dengan manifestasi: a) terdapat
ginjal merupakan masalah kesehatan
kelainan patologi, atau b) terdapat
yang cukup sering ditemui dari
tanda kelainan ginjal, termasuk
berbagai macam jenis penyakit ginjal.
kelainan komposisi darah, urin, atau
Prevalensi gagal ginjal kronis yang
kelainan radiologi. 2) LFG
telah terdiagnosis di Indonesia adalah
<60ml/men/1,73m2 > 3 bulan dengan
sebesar 0,2%. Dengan prevalensi gagal
atau tanpa kerusakan ginjal.1,2,4
ginjal di Riau sebesar 0,1%.3
Kriteria Penyakit ginjal kronik
Data dari laporan Perkumpulan
berdasarkan KDIGO 2012.5
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) Kriteria Choric Kidney Disease
menyatakan bahwa prevalensi gagal Marker (satu atau Albuminuria (AER > 30
lebih) mg/24 jam, ACR > 30
ginjal kronik di Indonesia lebih banyak mg/g
terjadi pada laki-laki dibandingkan Hasil sedimen urin
abnormal
perempuan, dan meningkat angka Elektrolit abnormal dan

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 2


CASE REPORT
kelainan yang Kriteria penyakit ginjal kronik
berhubungan dengan
gangguan tubulus berdasarkan tingkat albuminuria:
Ditemukan kelainan AER ACR
pada pemeriksaan Kategori (mg/24 (mg/m Keterangan
(mg/g)
pencitraan jam) mol)
Riwayat transplantasi Normal atau
A1 < 30 <3 < 30
ginjal derajat ringan
Penurunan GFR GFR < 60ml/menit/1,73 Derajat
A2 30-300 3-30 30-300
m2 (kategori GFR G3a- sedang*
Derajat
G5) A3 > 300 > 30 > 300
berat**
Keterangan : *relatif pada usia muda
KLASIFIKASI
** termasuk sindroma nefrotik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik
(biasanya AER > 2200 mg/24 jam,
berdasarkan rekomendasi KDIGO
ACR > 220 mg/mmol atau ACR >
yaitu klasifikasi berdasarkan peyebab,
2220 mg/g.
5
kategori GFR dan albuminuria.
AER (mg/24 jam) = albumin
Kategori GFR Keterangan
GFR (ml/menit/ (mg/dl) x volume urin 24 jam
1,73 m2)
ACR (mg/mmol) = albumin
G1 90 Kerusakan ginjal
dengan GFR (mg/dl) x 10
normal atau
meningkat ACR (mg/g) = (albumin
G2 60-89 Kerusakan ginjal
(mg/dl) x 1000) creatinine
derajat ringan*
G3a 45-59 Kerusakan ginjal (mg/dl)
derajat ringan
hingga sedang Klasifikasi penyakit ginjal kronis
G3b 30-44 Kerusakan ginjal berdasarkan diagnosis etiologi1,2
derajat sedang
G4 15-29 Kerusakan ginjal Penyakit Contoh jenis terbanyak
derajat berat Penyakit ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
G5 <15 Gagal ginjal diabetik
Keterangan : *relatif pada usia muda Penyakit ginjal Penyakit glomerular
non-diabetik (penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat, keganasan)
Penyakit vaskular (penyakit
Klasifikasi atas dasar GFR, yang
pembuluh darah besar,
dihitung berdasarkan rumus Kockcroft- hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
Gault, yaitu: (pielonefritis kronis, batu,
LFG = ( 140 umur ) x berat badan obstruksi, keracunan obat
Penyakit kista (penyakit
72 x kreatinin plasma (mg/dl) ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
*pada perempuan dikalikan 0,85 transplantasi

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 3


CASE REPORT
Toksisitas obat (siklosporin intrarenal, hipertensi sistemik,
atau takrolimus)
Penyakit recurrent nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal,
(penyakit glomerular)
proteinuria, hiperlipidemia ikut
Glomerulopati transplant
memberikan kontribusi terhadap
6
PATOFISIOLOGI terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
Patofisiologi penyakit ginjal kronik progresifitas tersebut. Dengan adanya
pada awalnya tergantung pada penyakit penurunan LFG maka akan terjadi :
yang mendasari, tetapi dalam Anemia
perkembangan selanjutnya proses yang Gangguan pembentukan
terjadi kurang lebih sama. Pada CKD eritropoietin di ginjal menyebabkan
terjadi pengurangan massa ginjal penurunan produksi eritropoietin
mengakibatkan hipertrofi struktural sehingga tidak terjadi proses
dan fungsional nefron yang masih pembentukan eritrosit menimbulkan
tersisa. Hal ini mengakibatkan anemia ditandai dengan penurunan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti jumlah eritrosit, penurunan kadar
oleh peningkatan tekanan kapiler dan Hb dan diikuti dengan penurunan
aliran darah glomerulus. Proses kadar hematokrit darah. Selain itu
adaptasi ini berlangsung singkat, CKD dapat menyebabkan gangguan
akhirnya diikuti oleh proses mukosa lambung (gastripati
maladaptasi berupa sklerosis nefron uremikum) yang sering
yang masih tersisa. Proses ini akhirnya menyebabkan perdarahan saluran
diikuti dengan penurunan fungsi cerna. Adanya toksik uremik pada
nefron yang progresif. Perubahan CKD akan mempengaruhi masa
fungsi neuron yang tersisa setelah paruh dari sel darah merah menjadi
kerusakan ginjal menyebabkan pendek, pada keadaan normal 120
pembentukan jaringan ikat, sedangkan hari menjadi 70 80 hari dan toksik
nefron yang masih utuh akan uremik ini dapat mempunya efek
mengalami peningkatan beban eksresi inhibisi eritropoiesis.
sehingga terjadi hiperfiltrasi dan
peningkatan aliran darah glomerulus.
Adanya peningkatan aktivitas aksis Dyspnoe dan Hipertensi
renin-angiotensin-aldosteron

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 4


CASE REPORT

Adanya kerusakan pada unit filtrasi Hiperurisemia Terjadi


ginjal sehingga menyebabkan gangguan eksresi ginjal sehingga
penurunan perfusi ginjal akhirnya asam urat terakumulasi di dalam
menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut darah. Kadar asam urat yang tinggi
menyebabkan terjadinya pelepasan akan menyebabkan pengendapan
renin yang terdapat di aparatus kristal urat dalam sendi artritis
juxtaglomerulus sehingga gout.
mengubah angiotensinogen menjadi
Hiponatremia Peningkatan
angitensin I. Lalu oleh converting
eksresi natrium dapat disebabkan
enzyme, angiotensin I diubah
oleh pengeluaran hormon peptida
menjadi angiotensin II. Angiotensin
natriuretik yang dapat menghambat
II memiliki efek vasokonstriksi kuat
reabsorpsi natrium pada tubulus
sehingga meningkatkan tekanan
ginjal. Bila fungsi ginjal terus
darah dan merangsang pelepasan
memburuk disertai dengan
aldosteron dan ADH sehingga
penurunan jumlah nefron,
menyebabkan retensi NaCl dan air
natriuresis akan meningkat.
volume ekstrasel meningkat
Hiperfosfatemia Penurunan
(hipervolemia) volume cairan
fungsi ginjal mengakibatkan
berlebihan ventrikel kiri gagal
penurunan eksresi fosfat sehingga
memompa darah ke perifer
fosfat banyak yang berada dalam
LVH peningkatan tekanan
sirkulasi darah. Jika kelarutannya
atrium kiri peningkatan
terlampaui, fosfat akan bergabung
tekanan vena pulmonalis
deng Ca2+ untuk membentuk
peningkatan tekanan di kapiler
kalsium fosfat yang sukar larut.
paru edema paru sesak
Kalsium fosfat yang terpresipitasi
nafas
akan mengendap di sendi dan kulit
Hiperlipidemia Penurunan
yang bermanifestasi menjadi artritis
GFR menyebabkan penurunan
dan pruritus.
pemecahan asam lemak bebas oleh
ginjal sehingga menyebabkan Hipokalsemia Disebabkan
hiperlipidemia. karena Ca2+ membentuk kompleks

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 5


CASE REPORT

dengan fosfat. Keadaan konsentrasi ion H+ plasma


hipokalsemia merangsang pelepasan meningkat, maka ion hidrogen
PTH dari kelenjar paratiroid tersebut akan berdifusi ke dalam sel
sehingga memobilisasi kalsium sel ginjal sehingga mengakibatkan
fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi kebocoran ion K+ ke dalam plasma.
demineralisasi tulang Peningkatan konsentrasi ion H+
(osteomalasia). Biasanya PTH dalam sel ginjal akan menyebabkan
mampu membuat konsentrasi fosfat peningkatan sekresi hidrogen,
di dalam plasma tetap rendah sedangkan sekresi kalium di ginjal
dengan menghambat reabsorbsinya akan berkurang sehingga
diginjal. Jadi meskipun terjadi menyebabkan hiperkalemia.
mobilisasi kalsium fosfat dari
GAMBARAN KLINIS
tulang, produksinya di plasma tidak
Gambaran klinis pada penyakit
berlebihan dan konsentrasi Ca2+
ginjal kronik erat hubungannya dengan
dapat meningkat. Namun pada
penurunan fungsi ginjal, meliputi:
insufisiensi ginjal, eksresinya
a)Sesuai dengan penyakit yang
melalui ginjal tidak dapat
mendasarinya seperti diabetes melitus,
ditingkatkan sehingga konsentrasi
batu traktus urinarius, hipertensi,
fosfat di plasma meningkat.
hiperurikemia,dsb. b)Sindrom uremia
Selanjutnya konsentrasi CaHPO4
berupa lemah, letargi, anoreksia, mual
terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+
dan muntah, nokturia, kelebihan
di plasma tetap rendah. Oleh karena
volume cairan, neuropati perifer,
itu, rangsangan untuk pelepasan
pruritus, uremic frost, perikarditis,
PTH tetap berlangsung. Dalam
kejang sampai koma. c)Gejala
keadaan perangsangan yang terus-
komplikasi antara lain hipertensi,
menerus ini, kelenjar paratiroid
anemia, osteodistrofi renal, payah
mengalami hipertrofi bahkan
jantung, asidosis metabolik, dan
semakin melepaskan lebih banyak
gangguan keseimbangan elektrolit.1
PTH.
Gejala klinis lain merupakan
Hiperkalemia Pada keadaan kegagalan fungsi hormonal berupa
asidosis metabolik dimana penurunan eritropoietin, penurunan

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 6


CASE REPORT

vitamin D3, gangguan sekresi renin hipokloremia, hiperfosfatemia,


dan lain-lain. Keluhan dan gejala klinis hipokalsemia, asidosis metabolik.
dari penyakit ginjal kronik hampir d)Kelainan urinalisis berupa
mengenai seluruh sistem.2 proteinuria, hematuria, leukosuria,
cast, isostenuria.1
DIAGNOSIS Kelainan pada radiologi dapat
Pendekatan diagnostik pada ditemukan pada foto polos abdomen,
penyakit gagal ginjal didapatkan pielografi antegrad atau retrograd,
berdasarkan gambaran klinis, ultrasonografi, atau renografi. Pada
gambaran laboratoris, dan gambaran foto polos abdomen dapat ditemukan
radiologis. Seseorang dinyatakan gagal gambaran batu radio-opak. Pielografi
ginjal jika terdapat kerusakan ginjal antegrad atau retrograd dan renografi,
yang telah terjadi sama atau lebih dari bila ada indikasi. Pada ultrasonografi
3 bulan atau LFG kurang dari 60 dapat ditemukan ukuran ginjal yang
ml/men/1,73m2 dengan atau tanpa mengecil, korteks yang menipis,
kerusakan ginjal.1 adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
Kerusakan ginjal dapat berupa kista, massa, dan kalsifikasi.1
kerusakan patologi ataupun kelainan
pada komposisi darah dan urin seperti PENATALAKSANAAN
didapatkan gambaran laboratorium Penatalaksanaan pada penyakit
yang meliputi a)Sesuai dengan gagal ginjal kronik meliputi
penyakit yang mendasari. b)Penurunan pengobatan terhadap penyakit dasar,
fungsi ginjal berupa peningkatan kadar pengendalian keseimbangan air dan
ureum dan kreatinin, serta penurunan garam, diet rendah protein tinggi
LFG dengan menggunakan rumus kalori, pengendalian tekanan darah,
Kockcroft-Gault. Namun, kadar pengendalian gangguan keseimbangan
kreatinin serum saja tidak bisa elektrolit dan asam basa. Perlu juga
memperkirakan fungsi ginjal. dilakukan pencegahan dan pengobatan
c)Kelainan biokimia darah meliputi osteodistrofi renal (ODR), pengobatan
penurunan hemoglobin, peningkatan gejala uremik spesifik, deteksi dini dan
kadar asam urat, hiper atau pengobatan infeksi, penyesuaian
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau pemberian obat, deteksi dan

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 7


CASE REPORT

pengobatan komplikasi, persiapan keadaan umum buruk dan gejala klinis


dialisis dan transplantasi.2 nyata, kreatinin serum lebih 6 mEq/L,
Pada penyakit gagal ginjal ureum darah lebih 200 mg/dl, pH darah
kronik, pemberian cairan disesuaikan kurang 7,1, anuria berkepanjangan
dengan produksi urin, yaitu produksi yang lebih dari 5 hari, kelebihan
urin 24 jam ditambah 500 ml. Asupan cairan.5
garam umumnya dibatasi 40-120 mEq Selain hemodialisis, pilihan
(920-2760mg). Penimbangan berat bagi penderita lainnya yaitu CAPD.
badan, pemantauan produksi urin, CAPD merupakan salah satu bentuk
keseimbangan cairan membantu dialisis pilihan bagi pasien yang lebih
pengelolaan keseimbangan cairan dan nyaman.
garam.2
Asupan protein dibatasi 0,6-0,8 CAPD
gram/kgBB/hari. Kebutuhan kalori CAPD merupakan suatu teknik
minimal 35 kcal/kgBB/hari. Untuk dialisis dengan menggunakan
menghambat laju progresivitas faal membran peritoneum sebagai
ginjal, target tekanan darah adalah membran dialisis yang memisahkan
125/75 mmHg dengan menggunakan dialisat dalam rongga peritoneum dan
ACE inhibitors dan ARB.2 plasma darah dalam pembuluh darah
Pengendalian keseimbangan peritoneum selama CAPD. Bentuk
elektrolit dan asam-basa dapat dialisis ini continue karena erjadi
dilakukan dengan menghindari diuretik sepanjang waktu yaitu 24 jam sehari,
K-sparring dan menghindari buah dan disebut ambulatory karena setelah
sayur berlebihan. Hal ini dilakukan melakukan dialisis, pasien tetap dapat
untuk mengurangi timbulnya beraktifitas selama proses ini. Tujuan
hiperkalemia dan asidosis yang sering CAPD ini untuk menghilangkan
menimbulkan keadaan gawat pada uremia, kelebihan cairan tubuh, dan
pasien.2 mengendalika keseimbangan elektrolit
Hemodialisis dilakukan dengan yang dialami pasien CKD. Dialisis
indikasi LFG yang kurang dari 5 peritoneal prinsipnya sama dengan
ml/men/1,73m2. Dan didapatkan dari hemodialisis. Keduanya sama-sama
salah satu kondisi ini, antara lain melalu proses difusi dimana tergantung

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 8


CASE REPORT

pada pergerakan pasif dari air dan juga mengeluhkan batuk dan sesak.
solute melewati membran Batuk tidak disertai dahak dan darah.
semipermeabel. Arah dari aliran solute Sesak dirasakan saat pasien batuk dan
ini ditentukan oleh konsentrasi masing- saat berbaring. Tidak dipengaruhi
masing sisi membran, sehingga solute udara, aktivitas, dan makanan. Saat
bergerak dari sisi konsentrasi tinggi ke tidur pasien lebih nyaman
sisi yang konsentrasinya lebih rendah. menggunakan 2 bantal.
Pilihan menggunakan CAPD karena Pasien tidak buang air besar
teknik yang relatif sederhana dan dapat sudah sejak 1 hari SMRS. Buang air
dilakukan di rumah sendiri. 7,8 kecil tidak ada. Pasien tidak
mengeluhkan adanya demam. Tidak
LAPORAN KASUS terdapat berdebar-debar dan keringat
Tn. E (55 tahun) merupakan dingin.
PBM via IGD RSUD Arifin Achmad Riwayat pennyakit dahulu,
Provinsi Riau pada tanggal 14 Januari sejak + 17 tahun yang lalu pasien telah
2015. Pemeriksaan dilakukan pada didiagnosis sakit gula. Pasien
tanggal 16 Januari 2015. Pasien datang menggunakan insulin novomix namun
dengan keluhan Lemas + 1 minggu jarang kontrol. Pasien juga memiliki
sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). riwayat hipertensi sejak + 5 tahun yang
Sejak 1 minggu SMRS, pasien lalu, dengan tekanan darah rata-rata
mengeluhkan lemas. Lemas dirasakan 140/90 mmHg. Namun tidak pernah
semenjak nafsu makan pasien minum obat hipertensi.
menurun. Pasien rata rata hanya 2 tahun yang lalu pasien
makan 5 sendok nasi tiap makan 1 didiagnosis gagal ginjal dan rutin cuci
minggu belakangan. darah selama 1 tahun. Pasien juga
Empat hari SMRS pasien mengeluhkan mata seperti melihat
mengeluhkan mual dan muntah. tirai. 1 tahun yang lalu pasien pernah di
Muntah sebanyak 3 kali sehari, rawat inap karena efusi pleura dan
banyaknya sekitar setengah aqua gelas ulkus diabetik di kaki sebelah kiri. 10
setiap kali muntah, berisi cairan bulan yang lalu pasien mulai
bercampur buih, dan tidak ada darah. menggunakan CAPD. 6 bulan yang
Tidak terdapat nyeri pada perut. Pasien lalu pasien kembali di rawat inap

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 9


CASE REPORT

karena infeksi pada pot the entry pucat, kering. Tidak terdapat
CAPD. pembesaran kelenjar getah bening, dan
Riwayat hipertensi, sakit gula, JVP 5-2 cm.
sakit ginjal, dan asma dalam keluarga Hasil pemeriksaan thoraks
di sangkal. paru-paru, pada inspeksi didapatkan
Pasien merupakan seorang gerakan dinding dada simetris kanan
pensiunan PNS. Pasien memiliki dan kiri, tidak ada bagian yang
kebiasaan makan tidak teratur, suka tertinggal, dan tidak terdapat retraksi.
makan diluar, mengkonsumsi makanan Pada palpasi, vocal fremitus simetris
manis, gorengan dan makanan normal kanan dan kiri. Pada perkusi
bersantan. Pasien tidak rajin terdapat sonor pada semua lapang paru
berolahraga. Pasien dulunya dan didapatkan batas paru-hepar pada
merupakan perokok aktif. Satu hari SIK VI dextra. Pada auskultasi suara
menghabiskan rata rata 1 bungkus nafas vesikuler, terdapat ronkhi halus
rokok. Namun 10 tahun yang lalu telah di basal paru kanan, tidak ditemukan
berhenti. Kebiasaan menahan buang air wheezing.
kecil disangkal. Pemeriksaan jantung, pada
Hasil pemeriksaan umum inspeksi ictus cordis tidak terlihat, pada
pasien pada tanggal 16 Januari 2015 palpasi ictus cordis teraba pada SIK V
didapatkan keadaan umum sedang, linea midclavicula, pada perkusi batas
kesadaran komposmentis, tekanan jantung kanan linea sternalis dextra
darah 130/70 mmHg, nadi 84x / menit SIK IV dan batas jantung kiri linea
reguler dengan pengisian lemah, suhu midclavicula sinistra SIK V, pada
35,5o C, frekuensi nafas 25x / menit auskultasi bunyi jantung I dan II
reguler dengan jenis pernapasan reguler, tidak ditemukan gallop dan
normal. Keadaan gizi baik, dengan murmur.
tinggi badan 171 cm, berat badan 73 Pada pemeriksaan abdomen,
kg dengan BMI 25. inspeksi ditemukan perut tampak
Pada pemeriksaan fisik kepala cembung, tidak terdapat venektasi.
dan leher didapatkan konjungtiva Pada auskultasi, bising usus positif
anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada normal. Pada palpasi, perut teraba
edema pada preorbital. Mukosa bibir supel, terdapat nyeri tekan di

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 10


CASE REPORT

epigastrium, hepar tidak teraba, lien kal/hari dan lanjutkan insulin novomix.
tidak teraba, ballotement negatif, Untuk hipertensi pada pasien ini
shiffting dullnes positif. Dan pada diberikan valesco 1x160mg, untuk
perkusi, redup pada semua region anemianya diberikan transfusi PRC 2
abdomen, nyeri ketok CVA negatif. labu dan asam folat. Dispepsia pada
Pada pemeriksaan ekstremitas pasien diberikan primperan 3x10 mg
didapatkan tangan terdapat edema kiri dan Omeprazole 1x20 mg. Pneumoni
dan kanan. akral hangat, tidak pada pasien ini diberikan antibiotik
ditemukan edema, CRT > 2 detik. meropenem 3x1 gr.
Sensibilitas kasar dan halus normal Perencanaan pemeriksaan
kanan dan kiri, pulsasi arteri dorsalis untuk menilai fungsi ginjal yaitu
pedis teraba simetris kanan dan kiri. pemeriksaan kimia darah berupa
Hasil pemeriksaan laboratorium ureum, creatinin, AST, ALT, albumin.
pasien pada tanggal 14 Januari 2015 Untuk diabetes melitus tipe 2,
didapatkan Na+ 119,9 mmol/L, K+ direncanakan pemeriksaan gula darah
2,09 mmol/L, kreatinin 6,28 mg/dl, sewaktu setiap hari. Untuk hipertensi
ureum 52,3 mg/dl, Hb 9,0 g/dl, eritrosit grade I pada pasien ini direncanakan
3,2 x 106 /l, trombosit 145.000 /l, untuk dilakukan pemeriksaan cek
Dari data anamnesis, tekanan darah setiap hari, pemeriksaan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan EKG dan rontgen thoraks.
penunjang didapatkan bahwa daftar
masalah pasien meliputi gagal ginjal FOLLOW UP
kronik stadium V, diabetes melitus tipe 17 Januari 2015
2, Hipertensi stage I, anemia ec. S : Sesak (+), badan terasa lemah,
demam, dan batuk kering, tidak
penyakit kronik, gangguan elektrolit,
bisa BAB
dispepsia, dehidrasi, dan pneumoni. O : kesadaran komposmentis
TD : 150/100 mmHg
Penatalaksanaan pada pasien ini
N : 80 kali/menit
diberikan diet rendah garam, protein RR : 25 kali/menit
T : 37,5 0C
1,2 gram/KgBB/hari, infus NaCl 0,9%
GDS : 243 mg/dl
3 kolf/24 jam dan infus RL dengan drip Na+ : 127 mmol/L
K+ : 2,6 mmol/L
KCl 1 flash dalam 1 kolf/6 jam. Untuk
Ca++ : <0,43 mmol/L
diabetesnya diberikan diet DM 1700

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 11


CASE REPORT

A : Gagal ginjal kronik grade V, Omeprazole 1x20mg


Diabetes melitus Tipe 2, Asam folat 1x1
hipertensi stage I, Anemia, Codein 3x10 mg
gangguan elektrolit Paracetamol 3x1
P : Inj azitromicin 1x500
Diet DM 1700 kal/hari, rendah Levofloxacin 1x500
garam, protein 1,2 Balance cairan: Intake: 2500 ml
gram/KgBB/hari Output: 2500 ml
IVFD NaCl 0,9% 3 kolf/24 jam BC : Intake-Output
O2 4L 2200-2500= -300 ml
Insulin Novomix
Valesco 1x160mg 19 Januari 2015
Primperan 3x10mg S : Sesak (+), badan terasa lemah,
Omeprazole 1x20mg demam, dan batuk kering
Asam folat 1x1 O : Penurunan kesadaran
Dulcolax tab 1x1 TD : 140/80 mmHg
Codein 3x10 mg N : 95 kali/menit
Paracetamol 3x1 RR : 25 kali/menit
Balance cairan: Intake: 2200 ml T : 38,0 0C
Output: 2400 ml GDS : 311 mg/dl
BC : Intake-Output WBC : 8,95x103 /ul
2200-2400= -200 ml RBC : 2,473x106 /ul
18 Januari 2015 HGB : 6,78 gr/dl
S : sesak (+), badan terasa lemah, HCT : 21,73 %
demam, dan batuk kering MCV : 85,43 um3
O : kesadaran komposmentis MCH : 27,43 pg/sel
TD : 140/80 mmHg MCHC: 32,11 g/dl
N : 96 kali/menit Ure : 66 mg/dl
RR : 20 kali/menit Cre : 6,19 mg/dl
T : 38,5 0C Na+ : 127 mmol/L
GDS : 232 mg/dl K+ : 2,3 mmol/L
A : Gagal ginjal kronik grade V, Ca++ : 0,48 mmol/L
Diabetes melitus Tipe 2, A : Gagal ginjal kronik grade V,
hipertensi stage I, Anemia, Diabetes melitus Tipe 2,
gangguan elektrolit. Konsul ke hipertensi stage I, Anemia
spesialis paru, siapkan normositik normokrom,
transfusi. gangguan elektrolit, pneumoni.
P: P:
Diet DM 1700 kal/hari, rendah Diet DM 1700 kal/hari, rendah
garam, protein 1,2 garam, protein 1,2
gram/KgBB/hari gram/KgBB/hari
IVFD NaCl 0,9% 3 kolf/24 jam IVFD NaCl 0,9% 4 kolf/24 jam
O2 4L IVFD RL 1 kolf/6 jam + drip
Insulin Novomix KCl 1 flash
O2 8L
Valesco 1x160mg
Insulin Novomix
Primperan 3x10mg

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 12


CASE REPORT

Valesco 1x160mg Paracetamol 3x1


Primperan 3x10mg Meropenem 3x1gr
PRC 1 labu Azitromycin 1x500
Omeprazole 1x20mg Balance cairan: Intake: 2500 ml
Asam folat 1x1 Output: 1900 ml
Codein 3x10 mg BC : Intake-Output
Paracetamol 3x1 2500-1900= +600 ml
Meropenem 3x1gr
Balance cairan: Intake: 2500 ml 21 Januari 2015
Output: 2300 ml S : badan terasa lemah, demam, dan
BC : Intake-Output batuk kering
2500-2300= +200 ml O : Compos mentis
TD : 130/70 mmHg
N : 94 kali/menit
20 Januari 2015 RR : 23 kali/menit
S : badan terasa lemah, demam, dan T : 37,0 0C
batuk kering GDS : 243 mg/dl WBC
O : Penurunan Kesadaran WBC : 11,3x103 /ul
TD : 110/80 mmHg RBC : 2,84x106 /ul
N : 100 kali/menit HGB : 8,0 gr/dl
RR : 25 kali/menit HCT : 25,2 %
T : 37,0 0C MCV : 88,7 um3
GDS : 304 mg/dl MCH : 28,1 pg/sel
Na+ : 124,3 mmol/L MCHC: 31,7 g/dl
K+ : 3,24 mmol/L PH : 7,46
A : Gagal ginjal kronik grade V, PCO2 : 33
Diabetes melitus Tipe 2, PO2 : 138
hipertensi stage I, Anemia Na+ : 126 mmol/L
normositik normokrom, K+ : 2,9 mmol/L
gangguan elektrolit, pneumoni, Ca++ : 0,95 mmol/L
sepsis, ensefalopati metabolik. A : Gagal ginjal kronik grade V,
Kultur darah. Diabetes melitus Tipe 2,
P: hipertensi stage I, Anemia
Diet DM 1700 kal/hari, rendah normositik normokrom,
garam, protein 1,2 gangguan elektrolit, pneumoni.
gram/KgBB/hari P:
IVFD NaCl 0,9% 5 kolf/24 jam Diet DM 1700 kal/hari, rendah
IVFD RL 1 kolf/5 jam + drip garam, protein 1,2
KCl 1 flash gram/KgBB/hari
O2 8L IVFD NaCl 0,9% 4 kolf/24 jam
Bolus insulin iv IVFD RL 1 kolf/5 jam + drip
Valesco 1x160mg KCl 1 flash
Primperan 3x10mg O2 4L
Omeprazole 1x20mg Insulin novomix
Asam folat 1x1 Valesco 1x160mg
Codein 3x10 mg Primperan 3x10mg

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 13


CASE REPORT

Omeprazole 1x20mg Balance cairan: Intake: 2500 ml


Asam folat 1x1 Output: 1900 ml
Codein 3x10 mg BC : Intake-Output
Paracetamol 3x1 2500-2300= +200 ml
Meropenem 3x1gr
Azitromycin 1x500 23 Januari 2015
S : Sesak (+), badan terasa lemah,
Balance cairan: Intake: 2500 ml
demam, dan batuk kering
Output: 1900 ml
O : Compos mentis
BC : Intake-Output
TD : 120/80 mmHg
2500-2700= -200 ml
N : 90 kali/menit
RR : 26 kali/menit
22 Januari 2015 T : 37,3 0C
S : Sesak (+), badan terasa lemah, dan A : Gagal ginjal kronik grade V,
batuk kering Diabetes melitus Tipe 2,
O : Compos mentis hipertensi stage I, Anemia
TD : 120/80 mmHg normositik normokrom,
N : 90 kali/menit gangguan elektrolit, pneumoni.
RR : 23 kali/menit P:
T : 36,5 0C Diet DM 1700 kal/hari, rendah
GDS : 245 mg/dl WBC garam, protein 1,2
A : Gagal ginjal kronik grade V, gram/KgBB/hari
Diabetes melitus Tipe 2, IVFD NaCl 0,9% 4 kolf/24 jam
hipertensi stage I, Anemia
IVFD RL 1 kolf/5 jam + drip
normositik normokrom,
gangguan elektrolit, pneumoni. KCl 1 flash
P: O2 11L
Diet DM 1700 kal/hari, rendah Insulin novomix
garam, protein 1,2 Valesco 1x160mg
gram/KgBB/hari Primperan 3x10mg
IVFD NaCl 0,9% 4 kolf/24 jam Omeprazole 1x20mg
IVFD RL 1 kolf/5 jam + drip Asam folat 1x1
KCl 1 flash Codein 3x10 mg
O2 8L Paracetamol 3x1
Insulin novomix Meropenem 3x1gr
Valesco 1x160mg Azitromycin 1x500
Primperan 3x10mg Combivent
Omeprazole 1x20mg
Asam folat 1x1 PEMBAHASAN
Codein 3x10 mg
Paracetamol 3x1 Pasien didiagnosis menderita
Meropenem 3x1gr gagal ginjal kronik berdasarkan
Azitromycin 1x500
anamnesis, pemeriksaan fisik dan
Combivent
Salbutamol pemeriksaan penunjang. Dari
Ventolin anamnesis didapatkan adanya keluhan

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 14


CASE REPORT

lemas dan nafsu makan menurun sejak dengan diagnosis gagal ginjal sejak 2
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, tahun yang lalu. Kedua hal ini
mual dan muntah sejak 4 hari sebelum memberikan informasi mengenai
masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan diagnosis etiologi dari gagal ginjal
fisik didapatkan pasien tampak sakit pada pasien. Berdasarkan kepustakaan
sedang, konjungtiva anemis, perut dari perhimpunan Nefrologi Indonesia
tampak cembung dengan 2011 (PERNEFRI) didapatkan bahwa
shiftingdullness positif, dan adanya penyakit ginjal hipertensi (34%) dan
edema pada ektremitas. Pada nefropati diabetika (27%) merupakan
pemeriksaan penunjang didapatkan dua penyebab utama gagal ginjal yang
adanya nilai hemoglobin dibawah menjalani hemodialisis di Indonesia.
normal serta adanya peningkatan nilai Pada pemeriksaan fisik pasien
ureum dan kreatinin diatas nilai didapatkan adanya keluhan perut
normal. tampak cembung dengan
Keluhan lemas, nafsu makan shiftingdullness positif, serta adanya
menurun, serta mual dan muntah edema pada ektremitas. Kondisi
sesuai dengan gambaran klinis sindrom tersebut diatas disebabkan oleh karena
uremia pada penyakit gagal ginjal kurangnya albumin pada pasien gagal
kronik yang meliputi gejala lemah, ginjal. rendahnya albumin ini
letargi, anoreksi, mual dan muntah disebabkan oleh karena keluarnya
nokturia, kelebihan volume cairan, protein melalui urin akibat penurunan
neuropati perifer, pruritus, uremic fungsi ginjal untuk filtrasi atau karena
frost, kejang sampai koma. Sindrom low intake. Oleh karena itu pada pasien
uremua ini disebabkan oleh tingginya ini direncankan dilakukannya
kadar ureum didalam darah. Pada pemeriksaan kimia darah.
anamnesis juga didapatkan adanya Pada pemeriksanan
riwayat menderita penyakit diabetes laboratorium didapatkan nilai kreatinin
melitus sejak sekitar 17 tahun yang pasien sebesar 6,28 mg/dL, yang
lalu dan riwayat hipertensi dengan seteruskan dikonfersikan kedalam
riwayat kepatuhan konsumsi obat rumus kockroft-Gault didapatkan nilai
antihipertensi yang buruk sejak sekitar LFG pasien sebesar 13,72
5 tahun yang lalu, kemudian diikuti ml/mnt/1,73m2. Nilai LFG tersebut

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 15


CASE REPORT

kurang dari 15 ml/mnt/1,73m2 yang Diagnosis gangguan elektrolit,


berarti kriteria penyakit ginjal kronik dispepsia dan dehidrasi pada pasien
berada pada derajat 5 atau terminal, berdasarkan dari anamnesis,
sehingga membutuhkan hemodialisis. pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
Pada pasien ini hemodialisis dilakukan penunjang. Dari anamnesis pasien
dengan menggunakan CAPD yang mengaku sulit makan Sejak 1 minggu
prinsipnya sama dengan hemodialisis. SMRS. Pasien rata rata hanya makan
Keadaan penurunan nilai LFG ini akan 5 sendok nasi tiap makan 1 minggu
mengakibatkan penurunan belakangan. Gejala klinis pasien
pembersihan kreatinin dan peningkatan berupa mengeluh lemas serta mual dan
kadar kreatinin serum. Hal ini muntah sebanyak 3 kali sehari,
menyebabkan gangguan metabolisme banyaknya sekitar setengah aqua gelas
protein dalam usus yang menyebabkan setiap kali muntah, berisi cairan
keluhan nausea (mual), muntah bercampur buih, dan tidak ada darah,.
(vomitus) serta anoreksia (penurunan Serta pada pemeriksaan fisik terdapat
nafsu makan) pada pasien ini. peningkatan nadi normal, napas
Diagnosis anemia pada pasien ini normal, tidak ada penurunan kesadaran
didasasarkan pada pemeriksaan fisik sehingga masih tergolong dehidrasi
pasien yang didapatkan adanya ringan. Dari pemeriksaan elektrolit
konjungtiva anemis yang didukung didapatkan kesan hiponatremi dan
dengan data laboratorium Hb 9,0 hipokalemi dengan nilai Natrium 119,9
gr/dL. Kondisi anemia pada pasien mmol/L dan Kalium 2,09 mmol/L.
gagal ginjal terutama disebabkan oleh Diagnosis diabetes melitus tipe
defisiensi hormon eritropoietin. 2 tidak terkontrol dapat ditegakkan dari
Namun dapat juga terjadi karena anamnesis dan pemeriksaan gula
defisiensi Fe, asam folat, atau vitamin darah. Dari anamnesis diperoleh data
B12.2 Dari pemeriksaan darah perifer bahwa pasien telah didiagnosis
didapat nilai MCV: 88,7 um3 MCH: diabetes sejak 17 tahun yang lalu.
28,1 pg/sel MCHC: 31,7 g/dl sehingga Pasien mengaku jarang kontrol. Obat
dapat diambil kesimpulan anemia yang dikonsumsi adalah novomix.
normositik normokrom. Gula darah sewaktu didapatkan 243
mg/dl.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 16


CASE REPORT

Diagnosis Hipertensi satge I menurunkan tekanan darah kapiler


ditegakkan berdasarkan anamnesis, glomerulus dan filtrasi protein.2
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan Pada pasien diberikan transfusi
penunjang. Dari anamnesis didapatkan PRC 2 unit dan asam folat 3x1 untuk
bahwa pasien memiliki riwayat perbaikan pada anemia pasien. Hb
hipertensi sejak 5 tahun SMRS. Pada pasien saat ini adalah 9,0 mg/dl.
pemeriksaan jantung, didapatkan batas penatalaksanaan untuk dispepsia pada
jantung kanan pada SIK V linea pasien diberikan primperan 3x10 mg
midklavikula. Pada pemeriksaan EKG, dan Omeprazole 1x20 mg.
tidak ditemukan adanya LVH.
Direncanakan untuk pemeriksaan KESIMPULAN
rontgen torax. Pasien didiagnosis sebagai
Penatalaksanaan non gagal ginjal kronik stadium 5 dengan
farmakologis pada pasien ini adalah diabetes melitus tipe 2 dan
bedrest dan diberikan diet rendah hypertension heart disease. Gagal
garam I, protein 1,2 gram/KgBB/hari, ginjal kronik merupakan penyakit
dan diet DM 1700 kalori. Diet rendah dengan etiologi yang beragam.
garam diberikan untuk mengontrol Penatalaksanaan penyakit yang
tekanan darah pasien. mendasari dengan tepat dapat
Pada pasien diberikan infus menurunkan laju progresivitas
NaCl 0,9% 3 kolf/24 jam dan infus RL penurunan faal ginjal. Pada pasien ini,
dengan drip KCl 1 flash dalam 1 kolf/6 gagal ginjal kronik diduga terjadi
jam untuk koreksi hiponatremi, karena hipertensi dan diabetes yang
hipokalemi, dan dehidrasi pasien. dimiliki pasien.
Diovan 1x160mg untuk mengontrol DAFTAR PUSTAKA
tekanan darah. Diovan merupakan 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
antagonis reseptor angiotensin (ARB). Simadribata M, Setiati S. Penyakit
Penghambat ACE dan ARB pada Ginjal Kronik. Dalam Buku Ajar
penderita gagal ginjal kronik dengan Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
diabetik maupun non diabetik memiliki Jilid ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
efek dalam menurunkan progresivitas FK UI. 2009; 1035-1040.
penurunan faal ginjal dengan

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 17


CASE REPORT

2. Khonten PG, Effendi C, Soegiarto Guideline for the Evaluation and


G, Baskoro A, Tjokroprawiro A, Management of Chronic Kidney
Hendromartono, dkk. Penyakit Disease.2012.
Ginjal Kronik. Pedoman Diagnostik 6. Silbernagl S. Gagal Ginjal kronis.
Dan Terapi Bag/SMF Penyakit Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Dalam, Rumah Sakit Umum Dokter 2007. Jakarta : EGC
Soetomo. Edisi ke-3. Surabaya : 7. Kallenbach JZ, Gutch. Review of
Penerbit Fakultas Kedokteran hemodialysis for nurses and dialysis

Universitas Airlangga. 2008 ; 222- personal. 2005. St. Louis: Elsevier

236. Mosby
3. Badan Penelitian dan 8. Batubara SO. Analisis faktor resiko
Pengembangan Kesehatan terhadap komplikasi continous
Kementerian Republik Indonesia. ambulatory peritoneal dialysis di
Riset Kesehatan Dasar. 2013. RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan
4. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2011.
Report of Renal Registry. Edisi ke- Jakarta; Universitas Indonesia
5. 2012.
5. Kidney Disease Improving Global
Outcomes. Clinical Practice

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Januari 2015 Page 18

Anda mungkin juga menyukai