Anda di halaman 1dari 25

Makalah Gigi COME

EKSTRAKSI MOLAR

Disusun oleh :

Annisa Riandsya, S.Ked Pragita Ayu Saputri, S.Ked


Fanny Pratiwi, S.Ked Sarah Ovinita, S.Ked
M. Irvan Noorrahman, S.Ked Sindy Oktaviani, S.Ked
Nursida Islami, S.Ked Yossy Anggraini, S.Ked

Pembimbing:
Dr. drg. Elita Rafni, Sp.Prost
drg. Rita Endriani, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PUSKESMAS KANDIS
SIAK
2018
STATUS REKAM MEDIS PASIEN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU / PUSKESMAS KANDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. EDT Alamat : Belutu
Umur : 30 tahun Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : IRT No RM : 1205044706xxx

II. ANAMNESIS (Tanggal 8 Maret 2018)


1. Keluhan Utama :
Nyeri pada gigi belakang kiri bawah.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


- Sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri pada gigi belakang kiri
bawah. Nyeri terasa berdenyut dan hilang timbul. Timbul terutama saat pasien
menggunakan gigi untuk makan dan minum dingin, hilang saat pasien
mengonsumsi obat penghilang rasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan demam
dan pusing saat nyeri gigi timbul. Selain itu, pasien juga mengeluh mulutnya
berbau tidak sedap, meskipun pasien baru menggosok gigi. Pasien pernah
mengeluhkan gusi gigi belakang kiri bawah sedikit bengkak dan nyeri, namun
tidak berdarah dan tidak mengeluarkan nanah dan saat ini pasien merasa
gusinya tidak lagi bengkak.
- Keluhan seperti ini sudah dirasakan sejak 1 tahun terakhir. Setiap kali keluhan
ini datang, pasien selalu memngonsumsi obat Asam Mefenamat dan
Amoksisilin yang didapat dari Apotek. Setelah mengonsumsi obat tersebut,
keluhan membaik. Namun kemudian keluhan ini berulang lagi beberapa hari
kemudian.
-
3. Riwayat Penyakit Gigi Dahulu :
- Pasien belum pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya
- Riwayat gigi berlubang pada gigi yang nyeri saat ini dan sudah diobati
dengan meminum Asam Mefenamat dan Amoksisilin
- Riwayat pembersihan karang gigi tidak ada
- Riwayat trauma pada gigi tidak ada

4. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Tidak ada penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang diderita
pasien saat ini

5. Riwayat Psikosial :
Pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga dengan pendidikan terakhir SMA.
Pasien menyikat gigi 2 kali sehari saat mandi.

Genogram

Tn. M, 68 th Ny. S, 62 th

Ny. R, 38 th Ny. I, 34 th Tn. P, 32 th Ny.E, 30 th Tn.J, 33 th

An. N, 9th An. K, 7th

I. PEMERIKSAAN OBJEKTIF (tanggal 8 Maret 2018)


1. Status Pasien
a. Keadaan umum : Komposmentis
b. Vital Sign :
 Tekanan darah : 100/60 mmHg

2
 Nadi : 78 x/menit
 Nafas : 20 x/menit
 Suhu : 36,80C
c. Berat badan : 70 kg
d. Tinggi badan : 154 cm
e. Status gizi : Obes I (IMT : 30,4)

2. Ekstra Oral
a. Kepala : Dalam batas normal
b. Wajah : Dalam batas normal
c. TMJ : Dalam batas normal
d. Kelenjar Limfe : Tidak ditemukan pembesaran kalenjar getah
bening

3. Intra Oral
Inspeksi
- Jaringan Lunak
a. Bibir : warna merah muda, tidak kering.
b. Mukosa bibir, mukosa pipi : warna merah muda, lesi (-), tidak
terdapat stomatitis.
c. Gusi : warna kemerahan, bengkak (-), lesi (-).
d. Lidah : terdapat bercak putih dipermukaan, lesi (-), ukuran normal,
tidak terangkat.
e. Dasar mulut : tidak terdapat penonjolan, torus mandibularis tidak
ada.
f. Palatum durum : torus palatinus tidak ada, lesi (-), kedalaman
normal.
g. Palatum mole : lesi (-).

- Jaringankeras
a. Un-erupted gigi : (-)
b. Persistensi gigi : (-)

3
c. Terdapat gingivitis pada gigi 46.
d. Terdapat karies pada gigi 36, 46. 47.
e. Palatoversi gigi pada 14.
f. Distoversi tidak ada.
g. Bukoversi tidak ada.
h. Labioversi tidak ada.
i. Lingoversi tidak ada.
j. Torsoversi pada gigi 31,32,41,42.
k. Missing teeth tidak ada.
l. Supernumerary teeth tidak ada.
m. Diastema /spacing tidak ada.

Pemeriksaan gigi 46 didapatkan hasil :


Palpasi : Nyeri (+).
Perkusi : Nyeri (+)
Sondase : Tidak dilakukan
Tes termal : Tidak dilakukan
Fungsi : Tidak ada gigi yang terasa goyang saat mengunyah

Status Lokalis
Nomenklatur Gigi (WHO)

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

ODONTOGRAM GIGI
11[51] Sou Sou [61]21
12[52] Sou Sou [62]22
13[53] Sou Sou [63]23

4
14[54] Sou Sou [64]24
15[55] Sou Sou [65]25
16 Sou Sou 26
17 Sou Sou 27
18 Sou Sou 28
48 Sou Sou 38
47 Car Sou 37
46 Gingivitis, Car Car 36
45[85] Car Sou [75]35
44[84] Sou Sou [74]34
43[83] Sou Sou [73]33
42[82] Sou Sou [72]32
41[81] Sou Sou [71]31

Keterangan:
UE : Unerupted tooth
Car : Karies
Sou : Gigi sehat, normal, tanpa kelainan

Car Gingivitis Car


Car

5
FOTO GIGI PASIEN

Gambar 1.1. Gambar gigi pasien

III. DIAGNOSIS
Di Puskesmas pasien didiagnosis dengan :
a. Radikulitis 46 + Inflamasi Ginggiva
Berdasarkan Odontogram pasien seharusnya di diagnosis dengan :
a. Pulpitis gigi 46
b. Karies gigi 36, 47
c. Gingivitis gigi 46

IV. RENCANA PERAWATAN DAN PENATALAKSANAAN


Penatalaksanaan yang seharusnya dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan keadaan rongga mulut.
b. Penatalaksanaan gigi 46 yaitu pencabutan gigi.
c. Penatalaksanaan karies media gigi 36, 47 : penambalan.

V. PENATALAKSANAAN DI PUSKESMAS
a. Pemeriksaan gigi.
b. Premedikasi untuk rencana pencabutan gigi 46

6
VI. EDUKASI
a. Menjelaskan efek jangka panjang apabila tidak dilakukan penanganan
dini pada gigi yang mengalami gangguan.
b. Menjelaskan tentang pentingnya penambalan pada gigi yang karies.
c. Menjelaskan tentang pentingnya menjaga kebersihan gigi dengan
menyikat gigi minimal 2 kali sehari setelah sarapan pagi dan sebelum
tidur.
d. Menjelaskan tentang penggunaan pesawat orthodenti.
e. Menjelaskan tentang pentingnya pemeriksaan gigi rutin ke dokter gigi
setiap 6 bulan sekali.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indikasi ekstraksi molar


2.2 Kontraindikasi ekstraksi molar
2.3 Prosedur ekstraksi molar
2.4 Komplikasi ekstraksi molar
2.5 Pencegahan komplikasi
Manusia memiliki dua set gigi. Sebanyak 20 set gigi desisui saat anak-anak
dan setelah gigi tersebut mengalami eksfoliasi, maka akan digantikan oleh gigi
permanen yang terdiri dari gigi succedaneous dan 12 gigi accesional (32 gigi
permanen). Setiap gigi berbeda-beda secara anatomi, tetapi dalam proses
pertumbuhannya sama pada semua gigi.

Jaringan odontogenik mulai terlihat pada umur kehamilan 28 hari sebagai


daerah penebalan epitelium ektoderma pada tepi stomodeum bersamaan dengan
disintegrasi membrana orofaringeal. Masing-masing benih gigi terdiri atas organ
enamel dan papilla gigi yang dikelilingi oleh folikel dan kantong gigi. Gigi secara
embriologi berasal dari dua jaringan yaitu ektoderm yang membentuk enamle dan
mesoderm yang membentuk dentnin, sementum dan pulpa.

Perkembangan gigi dimulai pada hari ke 28 kehidupan intrauterin. Gigi desidui


berkembang pada minggu ke-6 dan minggu ke-8 serta gigi permanen berkembang
pada minggu ke-20. Tahap mineralisasi pada gigi desidui dimulai pada minggu ke-14
intrauterin dan seluruh gigi desidui termineralisas secara sempurna setelah kelahiran.
Gigi I dan M1 permanen termineralisasi pada atau waktu setelah kelahiran, setelah itu
baru gigi-gigi permanen lain mengalami mineralisasi.

Perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu pra-erupsi, pra-fungsional atau


tahap pra-oklusal (tahap erupsi) dan tahap fungsional atau tahap fungsional.

2.1.1 Tahap Pembentukan


Pertumbuhan dan perkembangan gigi sudah dimulai pada saat kehidupan
intrauterin. Tanda perkembangan gigi paling awal dimulai pada minggu keenam

8
dimana lapisan basal epitel rongga mulut membentuk suatu struktur seperti huruf C
yang disebut lamina dentalis. Lamina dentalis merupakan primordium bagian gigi
yang berasal dari ektoderm. Lamina dentalis ini terbentuk di sepanjang rahang atas
dan bawah, kemudian menghasilkan tunas gigi yang berkembang pada 10 tempat
tertentu pada setiap lamina sehingga nantinya menjadi 20 gigi desidui. Stadium ini
disebut juga dengan stadium tunas (bud stage).1,2
Permukaan dalam tunas gigi tersebut nantinya akan mengalami invaginasi
menghasilkan cap stage. Cap stage merupakan stadium pertumbuhan gigi, yang mana
terjadi pembesaran tunas gigi karena terjadi multiplikasi sel yang lebih lanjut. Maka
dari itu, stadium ini juga disebut dengan stadium proliferasi. Cap stage ini terdiri dari
epitel gigi luar sebagai lapisan luar, retikulum stelatum di bagian tengah, dan epitel
gigi dalam sebagai lapisan paling dalam. Papila dentis berasal dari sel mesenkim pada
lekukan “cap” ini.2,3
Ketika lekukannya semakin dalam, calon gigi ini akan berbentuk seperti bel.
Oleh karena bentuknya seperti bel, stadium ini disebut dengan bell stage. Pada
stadium ini, sel-sel mulai membentuk spesialisasi sehigga disebut juga dengan stadium
histodiferensiasi. Epitel gigi dalam berdiferensiasi menjadi ameloblas yang kemudian
menjadi email, sedangkan sel mesenkim yang terletak dekat dengan epitel dalam
berdiferensiasi menjadi odontoblas. Odontoblas inilah yang nantinya membentuk
dentin. Sekelompok sel-sel epitel gigi dalam membentuk simpul email (email knot)
yang mengatur perkembangan gigi awal.2,3
Pembentukan akar gigi dimulai ketika lapisan epitel gigi menembus mesenkim
dibawahnya dan membentuk selubung akar epitel (selubung Hertwig). Sel mesenkim
yang terletak di luar gigi dan berkontak dengan dentin akar berdiferensiasi menjadi
sementoblas yang kemudian menjadi sementum. Di luar lapisan tersebut, mesenkim
menghasilkan ligamentum periodontal yang berfungsi sebagai peredam kejut dan
mempertahankan gigi pada posisinya. Semakin panjangnya akar gigi maka semakin
terdorong pula mahkota gigi untuk mucul ke permukaan hingga akhirnya terlihat di
rongga mulut. 2,3 Berikut dicantumkan gambar pembentukan gigi;3

9
Gambar . A. Bud Stage B. Cap Stage C. Bell Stage D. Usia 6 Bulan3

2.1.2 Tahap kalsifikasi


Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-garam
kalsium. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami
deposisi dengan jalan presipitasi dari satu bagian ke bagian lainnya dengan
penambahan lapis demi lapis.2,3
Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi
seperti hipokalsifikasi. Tahap ini tidak sama pada setiap individu, dipengaruhi oleh
faktor genetik atau keturunan sehingga mempengaruhi pola kalsifikasi, bentuk
mahkota dan komposisi mineralisasi.2,3

2.1.3 Tahap erupsi gigi


Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari awal
pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut. Ada dua
fase yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif
adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal, sejak mahkota
gigi bergerak dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai mencapai oklusi
fungsional dalam rongga mulut, sedangkan erupsi pasif adalah pergerakan gusi ke arah
apeks yang menyebabkan mahkota klinis bertambah panjang dan akar klinis

10
bertambah pendek sebagai akibat adanya perubahan pada perlekatan epitel di daerah
apikal.4
Gigi desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga
mulut, yang terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu, dan
molar dua dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masing-masing.
Pada usia 6 bulan setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang merupakan
gigi yang pertama muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan erupsinya gigi molar
dua maksila.4 Gambar berikut menunjukkan erupsi gigi primer.

Gambar 1.2 Waktu erupsi gigi decidui4

Pada manusia terdapat dua jenis gigi yaitu gigi decidui dan gigi permanen.
Pada masa kanak-kanak, jumlah gigi decidui yaitu 20 buah, 10 pada rahang atas dan
10 pada rahang bawah, kemudian gigi decidui akan digantiakn oleh 32 buah gigi
permanen, 16 buah pada rahang atas dan 16 buah pada rahang bawah.4

Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun
kecuali gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan pubertas.4Erupsi gigi molar permanen
pertama biasanya terjadi pada usia 6-7 tahun. kebanyakan anak mempunyai 28 gigi
permanen pada usia 13 tahun yang meliputi 4 gigi incicivus central, 4 gigi incicivus
11
lateral, 8 gigi premolar, 4 gigi kaninus dan 8 gigi molar. Faktor herediter dan lainnya
mempengaruhi usia perkiraan waktu pertumbuhan gigi decidui dan gigi permanen
pada anak.4

Gambar 1.3Waktu erupsi gigi permanen4

2.2 Gigi Persistensi

2.2.1 Definisi

Persisten gigi adalah suatu kasus dimana gigi susu tetap bertahan pada
lengkung gigi melebihi waktu normal sehingga menyebabkan gangguan erupsi dari
gigi permanen penggantinya. Hal ini bisa kita temukan pada gigi mana saja, tetapi
seringkali orang tua menemukan gigi depan rahang bawah yang terlihat bertumpuk.5

2.2.2 Etiologi

Secara normal, akar gigi susu akan diresorpsi sempurna oleh sel-sel osteoklas
sehingga gigi menjadi goyang dan akhirnya tanggal beberapa saat sebelum gigi
permanen penggantinya erupsi. Akan tetapi, sering dijumpai adanya kasus gigi yang
persistensi disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Beberapa faktor penyebab
tersebut adalah: ankilosis, lambatnya resorpsi akar gigi susu, hypotiroidism serta
malposisi benih gigi permanen.5

1. Ankilosis

12
Ankilosis adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh
sementum akar gigi menyatu dengan tulang alveolar pendukungnya. Melalui
foto rontgen terlihat ligamentum periodontal hilang dengan gambaran
radiopaque. Ankilosis dapat terjadi karena adanya infeksi atau injuri pada
membran periodontal misalnya akibat kecelakaan sehingga terjadi nekrosis
lokal dari membrana tersebut. Nekrosis lokal membrana didikuti dengan
pembentukan tulang baru yang akhirnya menyatukan sementum dan tulang
alveolar pendukungnya, bisa sebagian maupun seluruhnya. Penyakit kongenital
seperti kleidokranial disostosis dapat juga menyebabkan penderita memiliki
predisposisi terjadinya ankilosis.6
Gigi yang paling sering mengalami ankilosis adalah molar pertama dan
kedua susu rahang bawah. Gigi susu yang ankilosis akan tetap bertahan pada
tempatnya dan menghalangi erupsi gigi permanen pengganti.6
2. Lambatnya resorpsi akar gigi susu
Proses resorpsi akar merupakan proses yang terjadi secara berselang-
seling antara resorpsi aktif dengan masa istirahat. Resorpsi aktif lebih pendek
dari masa istirahat karena pada masa istirahat terjadi proses pembentukan
jaringan periodontal pada daerah yang teresorpsi. Proses pembentukan jaringan
periodontal ini kadang-kadang berlangsung sangat lambat yang mungkin
disebabkan defisiensi nutrisi dan gangguan hormon endokrin, sehingga proses
resorpsi terganggu. Penyebab lain terlambatnya resorpsi akar gigi susu adalah
nekrosis pulpa dan inflamasi periapikal seperti granuloma.7

3. Hypotiroidism
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang berperan untuk
merangsang metabolisme sel dan mengatur metabolisme tubuh secara
keseluruhan. Hormon tiroid disekresikan langsung ke aliran darah dan getah
bening dan berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
tubuh. Kekurangan hormon tiroid disebut hipotiroidism. Gejala yang terlihat
tergantung pada usia pasien ketika mendapat serangan pertama dan durasi dari
terjadinya gangguan fungsi endokrin ini. Hipotiroidism dapat menyebabkan
persistensi gigi dalam waktu yang lama karena kekurangan hormon tiroid

13
menyebabkan resorpsi akar gigi susu dan perkembangan tulang rahang
terganggu.8

4. Malposisi benih gigi permanen


Benih gigi permanen kadang-kadang berada pada posisi abnormal
misalnya horizontal, mesioangular, distoangular dan sebagainya. Keadaan ini
bisa membuat gigi permanen erupsi ke arah labial, lingual, bukal serta impaksi
karena jalan erupsinya terhalang jaringan tulang dan mukosa yang tebal. Arah
erupsi gigi permanen yang menyimpang ini menyebabkan akar gigi susu tidak
teresorpsi sebagian atau seluruhnya sehingga gigi susu bertahan di lengkung
gigi.8

2.3 Pemeriksaan Subjektif dan Objektif


Pemeriksaan Intra oral (rongga mulut)
Pemeriksaan rongga mulut oleh dokter gigi diharapkan dapat mengurangi
kecemasan yang dirasakan oleh anak.Kemudian, anak juga harus duduk tenang pada
kursi perawatan. Pada pasien anak-anak, melakukan pendekatan sebaiknya dilakukan
oleh dokter gigi dengan menanyakan “berapa banyak gigimu?” ; ini tentunya kurang
menakutkan bagi anak, jika anak masih tidak mau duduk pada kursi perawatan, orang
tua harus diminta untuk memangku anak dengan kepala ditahan dengan lengan kanan
orang tua. Pada posisi ini anak akan merasa aman, orang tua dapat membantu
menahan gerakan- gerakan yang tidak diinginkan.9,10
Pendekatan yang di jelaskan di atas jelas tidak praktis pada anak yang lebih
dewasa yang terlalu besar untuk dipangku. Jika anak sudah besar dan kooperatif
setelah perencanaan riwayat dan tidak mau duduk pada kursi perwatan, lebih baik
menunda pemeriksaan mulut dan dengan proses pembentukan tingkah laku dengan
cara berbeda, misalnya penjelasan kesehatan mulut.Pada persistensi gigi susu, dokter
gigi akan melakukan pencabutan terhadap gigi susu tersebut. Bila sudah terlihat
bertumpuk/ bersusun, segera bawa anak anda ke dokter gigi. Tidak disarankan untuk
menunggu hingga gigi susu tersebut lebih goyang lagi atau bahkan hingga tumbuh
seluruhnya.9,10
Bila segera dilakukan pencabutan, terdapat kemungkinan gigi tetap akan
bergerak ke posisi ideal (kadang dibantu didorong dengan lidah) jika posisi
14
memungkinkan dan tersedia tempat untuk gigi tersebut. Terkadang posisi gigi hanya
sedikit berubah dan masih terlihat berjejal, sehingga diperlukan perawatan orthodontic
(kawat) untuk merapihkan gigi sekaligus mengembalikan fungsi pengunyahan. Waktu
yang tepat untuk perawatan orthodontic berbeda untuk masing – masing kasus.Bila
persistensi dibiarkan, dapat menyebabkan gangguan fungsi pengunyahan, gangguan
pertumbuhan rahang dan tentunya susunan gigi menjadi tidak estetik.9,10

2.4 Penatalaksanaan

Salah satu perawatan dalam bidang kedokteran gigi anak adalah prosedur
pencabutan gigi sulung. Pencabutan gigi sulung pada dasarnya memiliki prosedur
yang tidak berbeda dengan pencabutan gigi tetap pada orang dewasa. Dengan
memperhatikan beberapa aspek, maka prosedur ini bisa dilakukan dengan mudah.
Beberapa aspek yang diperhatikan dalam pencabutan (ekstraksi) gigi sulung, yaitu:9,10

1. Aspek Psikologis

Pasien anak jelas sangat berbeda dengan pasien dewasa. Dalam hal ini, dokter
gigi harus bisa mengetahui psikologis si anak saat pertama kali bertemu. Bagaimana
sikap anak untuk pertama kali bertemu dengan dokter gigi, berada didalam ruangan,
berinteraksi dengan bermacam benda dan alat didalam ruangan, penting sekali dokter
gigi untuk mengetahui hal ini. Bisa dilihat sikap dan apresiasi anak tersebut, takut,
senang, penasaran dan ingin tahu, acuh (cuek), dan bermacam sikap lainnya.9,10

Dengan mengetahui ini, dokter gigi bisa dengan mudah untuk mencoba
berkomunikasi sesuai dengan sikap yang ditunjukkan anak. Bila komunikasi sudah
tercapai jelas akan mudah didapat apa yang tepat untuk dilakukan dalam perawatan
gigi si anak.9,10

Peran serta orang tua juga perlu bagi seorang dokter gigi dalam berkomunikasi
dengan pasien anak. Dengan berbagai informasi dari orang tua akan bisa memperkuat
dokter gigi dalam menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang dibutuhkan.9,10

2. Aspek Etiologi

Pencabutan gigi anak jelas harus memperhatikan penyebab utama kondisi gigi
anak tidak dapat dipertahankan (tidak dapat dirawat). Insidensi terbesar pencabutan
gigi anak jelas karena faktor karies gigi. Karies gigi pada anak, merupakan kondisi

15
patologis yang sering sekali tidak begitu diperhatikan oleh orang tua anak pada
umumnya. 9,10

3. Aspek Tumbuh dan Kembang Anak

Selain mengetahui kondisi psikologis anak, serta penyebab utama dalam


penentuan pencabutan gigi anak. Dokter gigi juga harus bisa mengetahui, proses
tumbuh dan kembang anak. Penting untuk diperhatikan, dengan mengetahui hal ini,
seorang dokter gigi bisa memperkirakan, efek-efek yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan terhadap gigi geligi anak selanjutnya pasca
pencabutan. 9,10

Tidak hanya berdasarkan etiologi pencabutan karena karies gigi. Pencabutan


gigi anak juga bisa dilakukan bila didapatkan adanya keterlambatan dalam faktor
pertumbuhan gigi geligi anak. Misalnya saja, seorang anak umur 10 tahun, dalam
kondisi normal gigi taring dewasa sudah mulai erupsi, bila belum erupsi harus dicek
(biasanya lebih baik dengan foto rontgen panoramik) apakah gigi taring sulungnya
dalam kondisi menetap atau sudah ada kegoyangan. Dengan kondisi ini, dokter gigi
bisa mengambil suatu kesimpulan apakah segera dilakukan pencabutan atau memang
tetap ditunggu hingga tanggalnya gigi taring sulung tersebut. 9,10

Dengan perencanaan yang tepat dalam memperhatikan pertumbuhan dan


perkembangan gigi geligi sulung (gigi anak) akan mempermudah dokter gigi dalam
menentukan perawatan gigi anak (tentunya tidak hanya pencabutan).Serta memberikan
informasi yang tepat dan sesuai untuk diberikan kepada orang tua anak dalam menjaga
dan merawat gigi geliginya. 9,10

16
BAB III
PEMBAHASAN

Permasalahan gigi yang terjadi pada pasien Ny.E dengan usia 30 tahun antara
lain pulpitis yang disertai gingivitis pada gigi 46, karies gigi 36 dan 47. Penegakan
diagnosis ini didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis pasien mengeluhkan nyeri pada giginya sejak….. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik pada status lokalis ditemukan karies pada gigi . Pemeriksaan
masing-masing gigi tidak dijumpai adanya gigi yang goyang maupun terasa nyeri.
Persistensi gigi merupakan gigi susu tetap bertahan pada lengkung gigi
melebihi waktu normal sehingga menyebabkan gangguan erupsi dari gigi permanen
penggantinya. Erupsi gigi merupakan pergerakan gigi yang masih mengalami
pertumbuhan dalam sumbu aksial dimana lokasinya berasal dari tulang rahang menuju
posisi fungsional dalam rongga mulut yang berlangsung terus menerus sampai dengan
permukaan gigi atas bertemu dengan permukaan gigi bawah. Erupsi gigi permanen
pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun kecuali gigi permanen molar tiga
(erupsi antara 17 sampai 21 tahun).9
Erupsi gigi pada pasien ini tidak sesuai dengan tabel erupsi gigi primer dan
gigi permanen. Berdasarkan teori erupsi gigi permanen, gigi kaninus pada rahang
bawah mengalami erupsi pada umur 9-10 tahun, gigi kaninus pada rahang atas akan
mengalami erupsi pada usia 11-12 tahun. Sedangkan berdasarkan tabel erupsi gigi
primer, gigi molar kedua pada rahang atas lepas pada umur 10-12 tahun. Pasien yang
berumur 11 tahun, gigi 53 dan 73 tetap bertahan pada lengkung gigi melebihi waktu
normal yang menyebabkan gigi permanen mengalami gangguan erupsi sehingga
disebut persistensi gigi. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan persistenisi antara
lain :
a. Secara kongenital tidak adanya gigi penggantipada individu dengan persistensi gigi
primer.
b. Impaksi pada gigi pengganti
c. Transmigrasi gigi pengganti
d. Adanya beberapa penyakit seperti kista, tumor dan odontoma yang terletak di
bawah gigi primer yang berakibat pada impaksi gigi pengganti

17
e. Mikrodonsia gigi permanen, sebagian atau seluruhnya.10
Berdasarkan teori, penatalaksanaan gigi yang mengalami persistensi adalah
dengan melakukan ekstraksi pada gigi susu yang belum lepas. Penelitian mengenai
gambaran karakteristik pencabutan gigi sulung di Manado tahun 2012 menyatakan
bahwa persistensi gigi menjadi salah satu penyebab paling banyak dari kasus
pencabutan gigi pada anak selain karies dan mobilitas.
Tatalaksana persistensi gigi yang dilakukan pada pasien ini di Puskesmas
Tapung adalah pencabutan pada gigi 53 dan 73. Persistensi sisa akar gigi 55
seharusnya juga dilakukan pencabutan namun direncakan pada kunjungan selanjutnya
di Puskesmas Tapung.
Gangguan pada gigi pada pasien selanjutnya adalah karies media. Diagnosa
ini diperoleh berdasarkan hasil anamnesis yang menyatakan pasien mengeluhkan ngilu
pada saat makanan terselip pada gigi, ngilu juga dirasakan pada saat mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dingin secara mendadak. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik pada gigi 36, 45, 53 ditemukan gigi tampak berwarna coklat kehitaman dan
lubang pada gigi.
Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi yaitu email,
dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif. Karies pada gigi terjadi
karena adanya komponen karbohohidrat yang difermentasikan oleh bakteri menjadi
asam, teruatama asam laktat dan asetat. Pada pasien ini, kerusakan gigi terjadi pada
email gigi yang berlanjut sampai ke dentin sehingga disebut sebagai karies media.11
Faktor risiko penyebab karies antara lainmikroorganisme, gigi (host), makanan
dan waktu. Mikroorganisme sangat berperan penting dalam terjadinya karies.
mikroorganisme dapat menyebabkan terjadinya plak pada gigi. plak adalah masa padat
pada gigi yang merupakan kumpulan bakteri yang tidak terkalsifikasi, melekat sangat
erat dan tidak lepas dengan berkumur dan gerakan fisiologis jaringan lunak.
Berdasarkan faktor gigi (host), morfologi gigi setiap manusia berbeda-beda,
permukaan oklusal memiliki lekuk dan fisuryang bermacam-macam dengan
kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan yang dalam merupakan daerah
yang sulit dibersihkan dari sisa-sisa makanan yang melekat sehingga plak akan mudah
berkembang dan dapat menyebabkan terjadinyakaries gigi. Peran makanan dalam
menyebabkan kariesbersifat lokal, derajat kariogenik makanantergantung dari

18
komponennya. Berdasarkan waktu,karies merupakan penyakit yangberkembangnya
lambat dan keaktifannya berjalan bertahap serta merupakan proses dinamis yang
ditandai oleh periode demineralisasi dan remineralisasi. Kecepatan karies anak-anak
lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan kerusakan gigiorang dewasa.12
Pada pasien ini, faktor risiko terkait kejadian karies meliputi semua faktor
risiko penyebab karies yaitu faktor makanan, gigi (host), mikroorganisme dan waktu.
Dari anamnesis didapatkan pasien sering mengkonsumsi permen dan jarang sikat gigi,
hal ini akan berpengaruh terhadap metabolisme sisa-sisa makan seperti karbohidrat
oleh bakteri. Substrat makanan tersebut akan difermentasikan oleh bakteri untuk
menghasilkan energi, hasil akhir matabolisme akan didapatkan asam yang akan
menyebkan penurunan pH dan mudah untuk terjadinya karies. Pada gigi pasien juga
ditemukan gigi yang crowding. Hal ini akan berpengaruh terhadap banyaknya daerah
yang sulit untuk dibersihkan sehingga banyak sisa-sisa makanan yang akan tertinggal
di gigi dan mudahnya untuk terjadi plak yang lama kelamaan akan terjadinya karies.
Penatalaksanaan karies media pada gigi 36 dan 45 pada pasien ini adalah
dengan melakukan penambalan yang direncanakan pada kunjungan berikutnya,
sedangkan pada gigi 53 yang mengalami karies dan persistensi sudah dilakukan
ekstraksi gigi.
Gangguan gigi lainnya pada pasien yaitu gingivitis. Diagnosa gingivitis
diperoleh berdasarkan anamnesis yaitu pasien mengaku gusi depan berwarna
kemerahan, namun tidak berdarah. Berdasarkan hasil pemeriksaan gigi ditemukan gusi
hiperemis dan konsistensi teraba lunak pada regio gigi 31.
Gingivitis merupakan inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak
di sekitar gigi. Penyebab paling utama dari inflamasi gingiva atau gingivitis adalah
akumulasiplak. Akumulasi plak berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya makin
meningkat. Namun keberadaan bakteri tidak cukup untuk memulai terjadinya
penyakit. Adanya kepekaan imunitas inang terhadap kejadian penyakit pada gingiva
berperan dalam mengawali inflamasi gingival atau gingivitis.Gingivitis ditandai
dengan perubahan warna pada gingiva dimana warna merah menunjukkan adanya
peradangan gingiva. Selain itu, dapat terjadi edema pada gingiva. Perubahan pada
histopatologis dapat menyebabkan perdarahan pada gingiva akibat vasodilatasi,
pelebaran kapiler dan penipisan atau ulserasi kapiler.11

19
Gingivitis pada gigi 31 pada pasien ini terjadi terkait oral higiene dan gigi
crowding. Pasien jarang membersihkan gigi secara benar setelah makan dan sebelum
tidur serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang manis dan lengket dimana hal
tersebut mendorong pembentukan plak, hal ini bertambah buruk dengan kondisi gigi
pasien yang crowding sehingga ada beberapa bagian gigi yang sulit untuk dibersihkan.
Penalatalaksaan gingivitis adalah dengan skeling dan polising gigi yang
bertujuan untuk menghilangkan plak, jika disertai pembesaran gingiva yang hebat
dapat diperlukan suatu pembedahan berupa gingivektomi. Pasien juga diedukasi untuk
menjaga oral hygene.Kondisi gigi pasien yang crowding dapat dilakukan koreksi.13
Penatalaksanaan gingivitis gigi 31 yang dilakukan pada pasien ini yaitu
direncakan skelingyang dapat dilakukan di Puskesmas Tapung pada kunjungan
berikutnya.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan gigi lainnya pada pasien ini
adalahmaloklusi gigi berupa crowded. Berdasarkan anamnesis, orangtua pasien
mengaku susunan gigi anak terlihat tidak rapi dan berjejal serta kesulitan dalam
membersihkan gigi meskipun tidak ada gangguan dalam mengunyah ataupun
berbicara. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan keadaan gigi berjejal, yaitu
mesiopalatoversi gigi pada 22, distolabioversi pada gigi 12, 31, 32, 41, bukoversi pada
gigi 15, 25, labioversi pada gigi 21, 43 dan lingoversi pada gigi 42. Berdasarkan
derajat keparahannya, gangguan ini termasuk dalam crowded berat karena terdapat
gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga menimbulkan oral higiene oral yang tidak baik.

Crowded atau gigi berjejal adalah suatu keadaan susunan gigi berdesak-
desakan dan tumpang tindih dalam lengkung gigi, terjadi akibat penyimpangan posisi
gigi pada masing-masing rahang ataupun kedua rahang. Penyimpangan dapat berupa
ketidateraturan susunan gigi pada regio anterior berupa gigi berjeal dengan atau tanapa
protusif. Maloklusi dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada pengunyahan,
bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi dapat berupa rasa tidak
nyaman saat mengunyah, kesulitan dalam pembersihan gigi serta mempengaruhi
kejelasan berbicara seseorang. Maloklusi juga dapat mempengarui estetis dari
penampilan seseorang yang akan berhubungan dengan perkembangan psikologi pada
anak.14

20
Penatalaksanaan gigi crowded yaitu dengan perawatan ortodentik yang
dilakukan dengan menggunakan alat ortodentik lepasan atau alat ortodentik cekat
sehingga akan memperbaiki kelainan-kelainan maloklusi yang terjadi. Perawatan ini
dilakkan dengan tujuan memperbaiki penampilan, fungsional, psikologis dan sosial.14
Penatalaksaan gigi crowded pada pasien ini berupa edukasi tentang pentingnya
perawatan ortodentik dengan pesawat ortodentik untuk memperbaiki maloklusi. Pasien
disarankan untuk mengunjungi RS dengan sumber daya dan sarana prasarana yang
lengkap.

21
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
1. Abses periapikal pada gigi dengan nekrosis pulpa dapat didiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan fistula pada ginggiva merupakan
ciri khas dari abses periapikali.
2. Karies gigi merupakan proses awal terjadinya abses periapikal pada pasien.
3. Tatalaksana gigi dengan nekrosis pulpa disertai abses periapikal kronik dengan
fistula adalah antibiotik dan perawatan saluran akar.
4. Penanganan kalkulus pada pasien yaitu pasien disarankan untuk melakukan
scalling.
5. Penanganan fraktur dentin adalah penambalan gigi.

SARAN
1. Kepada pasien disarankan untuk kontrol kembali agar dapat dilakukan
pencabutan gigi, sehinnga tidak terjadi infeksi lanjut pada gigi.
2. Kepada dokter gigi ataupun tenaga kesehatan lainnya untuk lebih meningkatkan
program penyuluhan dan edukasi tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut
serta perawatan gigi kepada masyarakat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. S. Chatterjee, K. Bozz. Molecular biology of odontogenesis. Journal of


Orofacial Science. 2011;3(1). Hal 57-61.

2. Abraham Rudolph, Julien IEH, Colin DR, editor. Buku Ajar Pediatri Rudolph
Volume 2, Edisi 20.Jakarta:Penerbit EGC. 2006. Hal 1083-4,8,90.

3. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman, Ed 10. Jakarta: EGC. 2009. Hal
328

4. Hulland Sarah A, Lucas James, Wake Mellisa. Eruption of primary dentition in


human infants : a prospective descriptive study. America Academy of Pediatric
Dentistry. 2000;5(22). Hal 415-421

5. O’Connel AC. Delayed Eruption of Permanen Teeth. 2001. [cited December


2017]. Available from : http://www.eapd.gr/membership/members.htm.

6. Shidu HK, Ali A. Ankylosis and Infraocclusion: Report of a Case Restored


With a Fibre-Reinforeed Ceromeric Bridge. 2001. [cited December 2017].
Available from : http://www.nature.com/cgi-taf/journal.htm.

7. Rock WP, Andlaw RJ. A Manual Of Peadodontics, 2nd edition. United State
Of America, Churcill Livingstone Inc. 1987. Hal 131

8. Salzman JA. Orthodontics : Practice and Technic. WB Saunders Co.


Philadelphia. 1972(30);3. Hal 49

9. Aktan Ali M., Kara Isaa, Sener I, Bereket C, Celik S, Kurtay M. An Evaluation
of Factors Association Woth Persistent Primary Teeth. European Journal of
Orthpdontics. 2012;34(2). Hal 208-12

10. Aktan AM,dkk. An evaluation of factors associated with persistent primary


teeth. Europan Journal of Orthodontics. 2012 (34) hal 208-12.

11. Hanapi AN. Angka kejadian karies dan gingivitis pada anak sekolah dasar usia
8-12 tahun di Kabupaten Maros tahun 2014 [Skipsi]. Makasar. 2014. Hal 7-22.

23
12. Ramayanti S, Purnakarya I. Peran makanan terhadap kejadian karies gigi.
Jurnal kesehatan masyarakat. 2013;7(2) hal 89-93.

13. Cornain TZ, Suwelo IS. Gingivitis kronis pada anak umur 10 tahun (laporan
kasus). Jurnal kesehatan gigi Universitas Indonesia. 1995;3(2). Hal 49-53.

14. Thilander B. Prevalence of Maloclution and Orthodentic Treatment Need In


Children and Adoscelence in Bogotta, Columbia. European Journal of
Orthodentics. 2001;23(2). Hal 153-167

24

Anda mungkin juga menyukai