Disusun Oleh :
Pembimbing:
Dr. drg. Elita Rafni, Sp.Prost
drg. Rita Endriani, M.Kes
drg. Yulia Absaningsih
KEPANITERAAN KLINIK
COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PUSKESMAS MINAS
SIAK
2019
STRUKTUR REKAM MEDIS PASIEN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU / UPTD PUSKESMAS KAMPAR
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 60 tahun
Alamat : Simpang GKPI
Agama : Kristen
No. RM : 0128XXX
2
3. Riwayat Penyakit Gigi Dahulu
- Riwayat pencabutan gigi tidak ada.
- Riwayat pembersihan karang gigi tiap 6 bulan.
- Riwayat trauma pada gigi tidak ada
- Riwayat gigi hilang (+) 3 tahun lalu pada geraham rahang atas kanan,
geraham rahang bawah kanan,
5. Riwayat Psikososial
- Pasien ibu rumah tangga.
- Pasien teratur menyikat gigi, 2 kali sehari, pagi dan malam hari.
- Pasien rutin membersihkan karang gigi.
6. Riwayat Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama.
3
7. Genogram
: Perempuan
RH 40 An 36 MI 30 An 28
: Pasien
:Meninggal
4
Palpasi : Nyeri tekan (+), bunyi kliking (+) pada
perabaan TMJ pada kedua sisi
C. Kelenjar lymphonodi : Tidak ada pembesaran KGB regio leher.
3. Intra Oral
A. Inspeksi:
1. Jaringan Lunak
a. Bibir : Warna merah muda dan tidak kering.
b. Mukosa bibir : Warna merah muda, tidak kering, lesi (-),
stomatitis (-)
c. Mukosa pipi : Warna merah muda, lesi (-) stomatitis (-).
d. Gusi : Normal, warna merah muda, kemerahan
(-), bengkak (-), fistula (-).
e. Lidah : Warna merah muda, lesi (-) ukuran normal.
f. Dasar mulut : Lesi (-), torus mandibularis(-).
g. Palatum durum : Torus palatinus (-), lesi (-), kedalaman
normal.
h. Palatum mole : Lesi (-).
i. Tonsil : Ukuran T1-T1.
2. Jaringan keras (gigi)
a. Karies : Gigi 43
b. Diastema/spacing : (-)
c. Radix : Gigi 12
d. Supernumerary teeth: (-)
e. Plak dan kalkulus : Gigi 47, 18, 17, 16, 15, 28, 27, 26, 25
f. Hilang : Gigi 46
B. Palpasi : Kegoyangan (-), pembengkakan gusi (-)
C. Perkusi : Nyeri (+)
D. Tes termal/Suhu : Tidak dilakukan
E. Fungsi : Fungsi mengunyah dan estetika terganggu
5
FORMULIR PEMERIKSAAN ODONTOGRAM
Keterangan :
: karies M : Mesial
: sisa akar (radiks) O : Oklusal
: hilang D : Distal
SOU : normal V : Vestibular
PRE : partial erupted L : Lingual
6
41 [81] SOU (Normal) SOU (Normal) 31 [71]
DIPERIKSA OLEH: TANGGAL TANDA TANGAN
(drg. Yulia Absaningsih) PEMERIKSAAN PEMERIKSA:
(15/5//2019)
IV. DIAGNOSIS
Di Puskesmas pasien didiagnosis dengan :
1. TMJ Disorder
2. Radix : Gigi 12
3. Karies : Karies profunda gigi 43
7
4. Gigi hilang : Gigi 46
5. Kalkulus : Gigi 47, 18, 17, 16, 15, 28, 27, 26, 25
V. RENCANA PERAWATAN
1. TMJ Disorder
Direncanakan dirujuk ke dokter gigi spesialis ortodonsia
2. Radiks gigi 12
Radiks gigi direncanakan untuk diekstraksi
3. Karies pada gigi 43 direncanakan untuk ditambal
4. Kalkulus gigi 47, 18, 17, 16, 15, 28, 27, 26, 25 direncanakan scalling
5. Gigi hilang pada gigi 46 direncanakan dirujuk ke dokter gigi spesialis
prostodontis untuk pembuatan prostesa
8
Interpretasi:
Tampak caries gigi 1.8, 4.4
Tampak radix gigi 4.5
Tak tampak periradiculitis
Tampak multipel missing
Sistema tulang yang tervisualisasi intak
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
2.1.1 Fossa glenoid atau fossa mandibula, komponen kranial
Fossa glenoid berbatasan secara anterior terhadap protuberans atau tuberkel
artikularis, struktur ini merupakan penonjolan kecil dari arkus zigomatikum dengan
skuama temporal yang permukaannya lembut dan tulang yang tipis . Fossa glenoid
juga berbatasan secara posterior terhadap tuberkel postglenoid konikal minor, struktur
ini berbatasan dengan basis timpani dari kanal auditorius ekstrena. Fossa glenoid
membentuk celah antara fossa kranial medial dan TMJ pada atapnya. Struktur fossa
ini tidak terdapat vaskular dan dilapisi fibrokartilago.1
1. Protuberans artikularis
2. Tuberkulum postglenoid
3. Fossa glenoid
4. Kanal auditorius eksternal
11
Gambar 3 Variasi bentuk dari kaput kondilus mandibula1
12
Gambar 4 Komponen mandibula pada artikulasio TMJ1
Keterangan:
1. Meniskus atau diskus
artikularis
2. Kompartemen
temporodiskus
3. Kompartemen
kondilodiskus
4. Jaringan retrodiskus
Gambar 5 (A) Kompartemen celah artikulasio TMJ dan (B) Perlekatan diskus dengan
kapsul ke kaput kondilus1
13
2.1.6 Otot-otot pada pergerakan TMJ
Otot-otot mastikasi atau pengunyah pada kepala terdiri dari empat otot kuat
pada mandibula, yaitu muskulus masseter, muskulus temporalis, muskulus
pterigoideus lateralis, dan muskulus pterigoideus medialis. Otot-otot leher yang juga
berperan terhadap gerakan pada mandibula yaitu muskulus platisma, muskulus
digastrikus, muskulus milohioideus, dan muskulus geniohioideus. Fungsi otot
mastikasi yaitu untuk elevasi mandibula dan menarik kolum mandibula ke depan,
sedangkan fungsi beberapa otot leher yang disebutkan yaitu untuk depresi
mandibula.2
Gambar 6 TMJ ketika mulut tertutup (A) dan mulut terbuka (B)2
Gambar 7 Otot-otot mastikasi dan otot leher yang melekat pada mandibula2
Dislokasi TMJ dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, maupun parsial
atau komplit. Klasifikasi dislokasi TMJ menurut arah yaitu anterior, superior, lateral,
atau posterior. Dislokasi mandibula anterior, jenis dislokasi yang sering terjadi, dapat
diklasifikasi menjadi dislokasi akut (luksasi komplit), subluksasi kronik
rekurens/habitualis, dan dislokasi kronik menahun.1 Pembagian dislokasi TMJ
menurut pemeriksaan klinis-radiologi oleh Akinbami yaitu:5
1. Tipe I, kaput kondilus langsung berada di bawah dari tepi protuberans
artikulasio
2. Tipe II, kaput kondilus berada di depan dari tepi protuberans artikulasio
3. Tipe III, kaput kondilus berada di atas depan dari basis protuberans5
16
1. Kongenital, gangguan perkembangan dan gangguan didapat
Gangguan perkembangan pada TMJ yaitu agenesis, aplasia, hipoplasia, dan
hiperplasia. Gangguan yang didapat yaitu neoplasma, sekitar 3% metastasis ke
mandibula bagian korpus atau ramus.6
2, Gangguan susunan diskus
Gangguan susunan diskus merupakan kelainan hubungan anatomi atau
kesalahan letak pada diskus artikularis dan kondilus. Masih diduga bahwa
ligamen diskus kolateral yang teregang atau robek yang menyebabkan
dislokasi diskus.6
b. Dislokasi diskus dengan reduksi (tersering)
c. Dislokasi diskus tanpa reduksi
d. Dislokasi temporomandibuler
3. Gangguan inflamasi
Kondisi ini dapat diakibatkan oleh trauma, infeksi, atau degenerasi kartilago,
atau sekuele dari poliartritis sistemik atau penyakit kolagen seperti artritis
reumatoid, lupus, sindrom Reiter, ditandai dengan nyeri sendi terlokalisir
ketika rahang digerakkan.6
a. Sinovitis dan kapsulitis
b. Poliartritides
4. Osteoartritis (gangguan non inflamasi)
Osteoartritis (OA) adalah kondisi degeneratif non inflamasi pada sendi yang
ditandai dengan kerusakan dan abrasi jaringan artikulasio dan perubahan
bentuk pada tulang subkondral oleh karena beban berlebihan pada mekanisme
remodeling. Pada pasien yang diduga OA terjadi mekanisme beban berlebihan
yang menghasilkan radikal bebas, sitokin, katabolis asam lemak, neuropeptida,
dan enzim penghancur matriks sehingga terjadi degenerasi jaringan.6
a. Aktif
b. Stabil
c. Ankilosis
d. Kondilar fraktur
17
neoplasia.6 Selain klasifikasi dari AAOP, gangguan TMJ juga diklasifikasi oleh
Diagnostic Criteria for TMD (DC/TMD) untuk klinis atau The Research Diagnostic
Criteria for TMD (RDC/TMD) untuk penelitian TMD. Kedua klasifikasi ini
menggunakan dua aksis, aksis pertama menilai model biopsikososial nyeri
diakibatkan TMD dan aksis kedua untk menilai status psikososial dan gangguan
akibat nyeri. Diagnosis aksis pertama nyeri yang sering disebabkan oleh TMD pada
DC/TMD dibagi menjadi subkelas 4 besar, yaitu:7
1. Mialgia (nyeri miofasial pada RDC/TMD), dibagi menjadi 3 subdivisi
berdasarkan palpasi: mialgia lokal, nyeri miofasial, nyeri miofasial dengan
penjalaran
2. Tendonitis
3. Miositis
4. Spasme7
18
berlebihan, muntah, menyanyi terlalu kuat, memainkan alat musik tiup, tertawa terlalu
kuat atau membuka mulut terlalu lebar ketika makan atau mimik wajah berlebihan
atau dikarenakan serangan bangkitan. Faktor intrinsik berhubungan dengan spasme
otot pterigoid lateral serta spasme otot mengunyah lainnya menyebabkan kaput
kondilus terkunci pada posisi anterior di dalam fossa infratemporal dan tidak dapat
dimanipulasi kembali ke mulut menutup, sehingga tidak dapat dilakukan reduksi
tanpa bantuan.1
Subluksasi atau dislokasi habitual/rekuren kronis merujuk kepada episode
dislokasi berulang di mana terdapat kelainan ekskursi anterior kondilus di bawah
eminens artikulasio tetapi pasien dapat memanipulasi ke posisi normal. Kondisi ini
dikenal dengan trias kekakuan kapsul dan ligamen, erosi dan pendataran eminens,
serta trauma. Faktor presipitasi subluksasi ini yaitu menguap, muntah, dan tertawa.
Subluksasi juga dapat ditemui pada epilepsi berat, miotonika distrofia, dan sindrom
Ehlers-Danlos, pekerja seperti guru, pembicara atau pemusik.
Diagnosis dislokasi TMJ didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Keluhan pasien umumnya berhubungan dengan gangguan gerakan rahang, seperti
membuka dan menutup mulut atau mengunyah, nyeri pada region preaurikuler,
maseter dan temporal, bunyi tambahan pada rahang (bunyi klik, gesek, krepitasi),8
nyeri pada leher, siku atau nyeri punggung.9 Dislokasi TMJ dikatakan kronik bila
keluhan nyeri lebih dari tiga bulan. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
inspeksi dan palpasi kepala dan leher, penilaian nervus kranialis, penilaian ortopedi
pada TMJ, servikalis, penilaian otot servikal dan masikasi, dan penilaian intraoral. 6
Gangguan TMJ dapat ditemukan adanya kelainan gerakan mandibula, penurunan
range of motion, nyeri tekan pada otot mengunyah, nyeri ketika digerakkan, tanda
bruxism, dan nyeri tekan pada leher atau bahu.3
Pemeriksan harus menilai adanya maloklusi yang dapat berpengaruh terhadap
gangguan TMJ. Pemeriksaan penunjang pada gangguan TMJ dapat digunakan untuk
mengetahui etiologi dan menentukan struktur yang terganggu.3,6 Pemeriksaan
laboratorium kimia darah digunakan untuk menentukan adanya artritis sistemik.
Radiografi polos (potongan transkranial atau transmaksilaris) atau panoramik dapat
melihat adanya fraktur akut, dislokasi, dan penyakit degeneratif berat. Computed
tomography digunakan pada penilaian morfologi tulang dan magnetic resonance
digunakan untuk penilaian komprehensif pada pasien dengan tanda dan gejala
gangguan TMJ.3
19
Tatalaksana pada dislokasi TMJ bervariasi dari relokasi bimanual pada kaput
kodilus hingga prosedur bedah invasif.1 Sebagian besar keluhan pasien gangguan
TMJ berkurang dengan tatalaksana non invasif konservatif.3,4 Pada penelitian follow-
up jangka waktu lama menunjukkan 85-90% pasien sedikit hingga tidak mengeluhkan
gejala setelah tatalaksana konservatif.3
Tatalaksana pada dislokasi akut TMJ yang dapat dilakukan, tergantung pada
besarnya spasme otot yang terkena dan derajat nyeri, yaitu manipulasi tanpa anestesi
atau manipulasi dengan anestesi lokal/umum. Pasien yang akan dilakukan anestesi
lokal diminta duduk pada kursi dental, dan anestesi diinjeksikan pada fossa glenoid,
sedangkan pasien yang akan dilakukan anestesi umum berbaring pada meja operasi.
Operator berdiri di depan pasien dan memegang mandibula dengan kedua tangan pada
tiap sisi, kedua jari jempol yang dilapisi kain kasa diletak pada permukaan oklusal
rahang bawah dan keempat ujung jari pada bawah dagu. Operator harus menggunakan
tenaga besar menarik rahang ke bawah pada gigi posterior serta menaikkan dagu
secara bersamaan. Gerakan tersebut akan mengatasi spasme otot serta menarik kaput
kondilus ke bawah eminens artikulasio. Kemudian mendorong mandibula ke belakang
untuk meletakkan kaput kondilus kembali ke posisi awal. Setelah tindakan reduksi
pasien diminta untuk menutup mulut dan membatasi membuka mulut, diberi
imobilisasi dengan balutan kassa barrel bandage selama 10-14 hari, pasien disarankan
diet semi padat, pasien diberikan obat anti inflamasi dan analgesik selama 3-5 hari.1
Tatalaksana dislokasi TMJ akut selain manipulasi dapat dilakukan reduksi
dengan merangsang refleks muntah pada palatum durum atau prosedur bedah terbuka
(insisi preaurikuler dan manipulasi langsung). Bila tindakan tersebut tidak berhasil
maka dilakukan eminektomi atau kondilektomi.1
Tatalaksana bedah pada subluksasi sebagian besar dikatakan sulit dilakukan
dan kurang berhasil setelah periode waktu tertentu. Prosedur yang dapat dilakukan
yaitu fiksasi intermaksila atau pembatasan pembukaan oral dengan splint elastis pada
lengkung maksila dan mandibula, menggunakan injeksi larutan sklerosis ke celah
artikulasio.1
Tatalaksana farmakologi digunakan untuk menangani nyeri diakibatkan oleh
gangguan TMJ. Obat yang dapat digunakan yaitu analgesik golongan non opioid
(parasetamol), anti inflamasi non steroid (ibuprofen, naproksen, nabumeton),6
benzodiazepin sebagai obat anti cemas dan diberikan dalam jangka waktu pendek
(alprazolam, lorazepam, diazepam),6 antidepresan golongan trisiklik dosis rendah (10-
20
50 mg) seperti amitriptilin, desipramin, atau nortriptilin,4 antiepilepsi diberikan pada
kondisi nyeri persisten (gabapentin, pregablin),6 dan muscle relaxant (siklobenzaprin,
metaksolon, tizanidin),6 tidak disarankan untuk menggunakan opioid.3 Penggunaan
opioid hanya pada kasus nyeri akut berat dan hanya dapat diberikan pada jangka
waktu pendek dikarenakan opioid menyebaban toleransi dan ketergantungan.6 Opioid
generasi baru seperti tramadol dilaporkan memiliki hasil yang baik.4 Pada kasus
kronis tiga hingga enam bulan dan kasus nyeri sedang-berat yang tidak respon dengan
pengobatan lainnya dapat diberikan sensitasi sentral, obat antidepresan golongan
trisiklik, dan obat antikejang seperti gabapentin. Penggunaan splint oklusal diduga
dapat menangani atau mencegah tekanan degeneratif pada TMJ, diskus artikulasio
dan gigi.3
Edukasi kepada pasien perlu diperhatikan dikarenakan pemahaman pasien
mengenai kondisi gangguan TMJ akan meningkatkan motivasi, kerja sama, dan
kepatuhan terapi. Pada pasien dengan gangguan TMJ ringan diberi nasihat untuk
memberi istirahat pada sistem mastikasi dengan memperhatikan posisi rahang saat
istirahat dengan cara menghindari kontak susunan gigi rahang atas dan bawah kecuali
menelan (menghindari clenching), memperbaiki kebiasaan oral yang tidak baik seperti
menonjolkan rahang, mengempiskan pipi, atau menguatkan lidah, menghindari
mengunyah pada sisi sebelah atau sisi yang terkena, menghindari membuka mulut
yang lama,6 dan menghindari makan makanan yang keras.4 Pasien dapat disarankan
untuk kompres hangat6 selama 20 menit4 atau pijatan ringan untuk mengurangi gejala
nyeri, tetapi pada kasus akut diberikan kompres dingin6 selama kurang dari 72 jam4
dan menghindari posisi kepala yang maju.4
21
BAB III
PEMBAHASAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23