Anda di halaman 1dari 18

Referat

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU


AKIBAT PENYALAHGUNAAN NAPZA

Disusun Oleh :

Annisa Riandsya, S.Ked


Fenny Duma Sari, S.Ked
Fitra Rulian Anwar, S.Ked
Sarah Ovinita, S.Ked

Pembimbing :

dr. Andriza, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN
PEKANBARU
PERIODE 22 JANUARI – 24FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, karena


atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul“Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penyalahgunaan NAPZA”.Penulis
menyusun referat ini untuk memahami bagaimana permasalahan mental dan
perilaku akibat penyalahgunaan NAPZA dan sebagai salah satu syarat dalam
menempuh ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit JiwaTampan Pekanbaru.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada dokter pembimbing di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Riau Rumah Sakit JiwaTampan Pekanbaru dr. Andriza, Sp. KJatas
saran dan bimbingannya dalam menyempurnakan penulisan referat ini.
Penulis sadar pembuatan referat ini memiliki kekurangan.Saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan.Akhir kata, penulis mengharapkan
semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Februari 2018

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Problematika manusia yang semakin kompleks tidak hanya menimpa
orang tua tetapi juga remaja bahkan anak-anak baik laki-laki dan perempuan.
Berbagai respon terhadap problem tersebut muncul dan kini yang menjadi lifestyle
di masyarakat, ketika menghadapi suatu masalah dan mengalami stress adalah
cenderung untuk lari pada penggunan obat-obatan terlarang.
Sejak dekade 1960-an banyak remaja hingga usia dewasa muda menderita
gangguan penggunaan zat. Mereka menggunakan zat bahan atau obat psikoaktif
dalam jumlah berlebihan sebagai respon mereka terhadap masalah yang mereka
hadapi. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi
merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua orang. Kesehatan jiwa adalah
perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain.
Masalah zat psikoaktif diawali dari mulainya manusia mengenal tanaman
atau bahan lain yang bila digunakan dapat menimbulkan perubahan pada perilaku,
kesadaran, pikiran, dan perasaan seseorang. Bahan atau zat tersebut dinamakan
bahan atau zat psikoaktif. Sejak itu manusia mulai menggunakan bahan-bahan
psikoaktif tersebut untuk tujuan menikmati karena dapat menimbulkan rasa
nyaman, rasa sejahtera, euforia dan mengakrabkan komunikasi dengan orang
lain.Sebagai contoh, orang menikmati kopi (yang mengandung kafein), minuman
beralkohol dan merokok tembakau (yang mengandung nikotin).

1.2. Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisan referat ini adalah:
1. Memahami dan menambah wawasan mengenai gangguan mental dan
perilaku akibat penyalahgunaan NAPZA
2. Meningkatakan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.

2
3. Memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit
Jiwa Tampan Pekanbaru.

1.3. Metode penulisan


Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu
pada beberapa literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan mental adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
kemauan (volition), emosi (affective) dan tindakan (psychomotor). Gangguan
mental menurut Departemen Kesehatan RI adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Sementara,
gangguan akibat penyalahgunaan zat adalah suatu gangguan jiwa akibat pola
maladaptif yang berhubungan dengan pemakaian zat, sehingga dapat
mempengaruhi susunan saraf pusat dan kemudian menimbulkan hendaya atau
penyimpangan perilaku yang menyebabkan gangguan fungsi sosial.
NAPZA merupakan akronim dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainya yang merupakan bahan atau zat yang apabila masuk ke dalam
tubuh dapat mempengaruhi susunan saraf pusat.

2.2 Epidemiologi
Prevalensi penyalahgunaan narkoba di dunia sejak tahun 2006 hingga
2013 mengalami peningkatan. Besaran prevalensi penyalahgunaan di dunia
diestimasi sebesar 4,9% atau 208 juta pengguna di tahun 2006 kemudian
mengalami sedikit penurunan pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 4,6% dan 4,8%.
Namun kemudian meningkat kembali menjadi 5,2% di tahun 2011 dan tetap stabil
hingga 2013. Diperkirakan ada sekitar 167 hingga 315 juta orang penyalahguna
dari populasi penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun yang menggunakan
narkoba minimal sekali dalam setahun di tahun 2013.

Sekitar 4,2% penduduk usia 15-64 tahun pengguna narkoba, 88% laki-laki
dan 12% perempuan. Data BNN dan UI, sebanyak 1,5% (3,2 juta) dari 200 juta
penduduk indonesia menjadi pelaku penyalahgunaan narkoba pada tahun 2005.
Sekitar 30 hingga 40 orang meninggal setiap hari akibat penyalahgunaan narkoba
di Indonesia, dari perkiraan pengguna narkoba sekitar 3,2 juta jiwa.

4
2.3 Faktor Risiko
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi
antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor
tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah
sebagian berikut :

1. Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa
remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik
maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk
menyalahgunakan NAPZA.Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai
risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara
lain :
a) Cenderung memberontak dan menolak otoritas
b) Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi,
cemas, psikotik dan kepribadian dissosial
c) Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
d) Rasa kurang percaya diri (low self-confidence), rendah diri dan memiliki
citra diri negatif (negative self-esteem)
e) Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
f) Mudah murung,pemalu, pendiam
g) Mudah merasa bosan dan jenuh
h) Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
i) Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
j) Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang
keperkasaan dan kehidupan modern
k) Keinginan untuk diterima dalam pergaulan
l) Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
m) Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit
mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
n) Kemampuan komunikasi rendah

5
o) Melarikan diri dari suatu permasalahan (kebosanan, kegagalan,
kekecewaan, ketidakmampuan, kesepianan kegetiran hidup, malu dan
lain-lain)
p) Putus sekolah
q) Kurang menghayati iman kepercayaannya

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik
disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor
keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau
remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :

A. Lingkungan Keluarga
a) Komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
b) Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam
keluarga
c) Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
d) Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
e) Orang tua otoriter atau serba melarang
f) Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
g) Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
h) Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
i) Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang
konsisten)
j) Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam
keluarga
k) Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna
NAPZA

B. Lingkungan Sekolah
a) Sekolah yang kurang disiplin
b) Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA

6
c) Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
d) Adanya murid pengguna NAPZA

C. Lingkungan Teman Sebaya


a) Berteman dengan penyalahguna
b) Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar

D. Lingkungan masyarakat/sosial
a) Lemahnya penegakan hokum
b) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung

3. Faktor Napza
a) Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”
b) Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk
dicoba
c) Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri,
menidur-kan, membuateuforia/ fly/stone/high/teler dan lain-lain.

2.4 Jenis NAPZA yang disalahgunakan


2.4.1 Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan (menurut Undang-Undang RI Nomor 22
tahun 1997 tentang Narkotika). NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-
golongan :
a) Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan. (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).

7
b) Narkotika Golongan II
Narkotika yang berfungsi sebagai pengobatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : morfin,petidin)

c) Narkotika Golongan III


Narkotika yang berfungsi sebagai pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh:
kodein)

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah narkotika golongan I : (1)


Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain (2) Ganja atau
kanabis, marihuana, hashis (3) Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun
koka.

2.4.2 Psikotropika
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropik. Yang
dimaksud dengan PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

2.4.3 Zat Adiktif Lain


Zat adiktif lain yang dimaksud adalah bahan/zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
a) Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan
syaraf pusat,dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-
hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran

8
dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu
dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
-Golongan A : kadar etanol 1-5% (Bir)
-Golongan B: kadar etanol 5-20% (Berbagai jenis minuman
anggur)
- Golongan C : kadar etanol 20-45 % (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House,Johny Walker, Kamput.)
b) Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Zat ini mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas
mesin yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner,
penghapus cat kuku, bensin.
c) Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering
menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih
berbahaya.

2.5 Manifestasi klinis dan klasifikasi gangguan mental dan perilaku


akibat penyalahgunaan NAPZA
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat
digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Golongan depresan adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas
fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya merasa tenang, pendiam dan
bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk
Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (muscle
relaxant), tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

9
2. Golongan Stimulan (Upper)
Golongan stimulant adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh
dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif,
segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin
(shabu,esktasi), Kafein, Kokain.

3. Golongan Halusinogen
Golongan halusinogen adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek
halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan
daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan
ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja),
LSD, Mescalin.

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Tujuan Terapi dan Rehabilitasi

1. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini


tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai
motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru menggunakan
NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan
meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsungdari NAPZA.
Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi
kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps. Sasaran utamanya adalah
pencegahan relaps.Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah
“clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia
memang telah dobekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan
kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia.
Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate
antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa
alternatif untuk mencegah relaps.

10
3. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok
ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence)
metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.

2.6.2 Terapi dan Rehabilitasi


Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung
jawab profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika
medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat
didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam
keterampilan medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah
keterampilan membuat diagnosis.

Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA, meliputi


berbagai gejala klinis berikut :

i. Intoksikasi
ii. Overdosis
iii. Sindrom putus NAPZA
iv. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)

Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah keterampilan menentukan


diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik.
Berbagai bentuk Terapi dan Rehabilitasi :

Terapi Medis ( Terapi Organbiologi)


Terapi ini antara lain ditujukan untuk :

a) Terapi Terhadap Keadaan Intoksikasi


 Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah
2-3 menit sampai 2-3 kali

 Intoksikasi kanabis (ganja):


Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.

11
Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral,
Clobazam 3x10 mg.

 Intoksikasi kokain dan amfetamin


Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25
mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai
60 menit. Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral

 Intoksikasi alkohol :
Mandi air dingin bergantian air hangat Minum kopi kental
Aktivitas fisik (sit-up,push-up)
Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan

 Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):


Melonggarkan pakaian
Membersihkan lendir pada saluran napas

b) Terapi Terhadap Keadaan Over Dosis


Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :

Lurus dan ekstenikan leher pasien (jika diperlukan dapat memberikan


bantalan dibawah bahu)
Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
Hilangkan obstruksi pada saluran napas
Bila perlu berikan oksigen

Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar

Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi


adrenalin 0.1-0.2 cc I.M
Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi)
karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium
bikarbonas
Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan
kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi

12
untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika
didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.

Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya


perdarahan atau trauma yang membahayakan

Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan


diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20
menit jika kejang belum teratasi.

Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV

2. Rehabilitasi

Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani


Rehabilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA,
oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi.

Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :

 Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi


 Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA
 Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya
 Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik;
Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
 Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di
lingkungannya.

Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :

a. Program Antagonis Opiat (Naltrexon)

Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap


opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang sangat
kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin. Antagonis opiat (Naltrexon
HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu itu.

13
Apabila pasien menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya
sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan psikoterapi
untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum memutuskan pemberian
antagonis. Antagonis opiat diberikan dalam dosis tunggal 50 mg sekali sehari
secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik, perlu tes fungsi hati secara
berkala.

b. Program Metadon

Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan


heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi medik.
Program ini masih kontroversial, di Indonesia program ini masih berupa uji coba
di RSKO

c. Program yang berorientasi psikososial

Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi psikologik


(kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok, psikoterapi individu,
desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial yang bertujuan
mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang dewasa, serta meningkatkan
mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal Berbagai variasi psikoterapi
sering digunakan dalam setting rehabilitasi. Tergantung pada sasaran terapi yang
digunakan.

Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan mendatangkan


insight sebagai parameter keberhasilan.
Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti :
Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training
Supportive Expressive Psychotherapy
Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara individual

d. Therapeutic Community

Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam
sutu tempet. Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi

14
syarat sebagai konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja.Disini penderita dilatih keterampilan
mengelola waktu dan perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-hari,
sehingga dapat mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan
mencegah relap. Dalam komonitas ini semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri
perbedaan anggota dihilangkan. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku
sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman bagi yang
berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.

e. Program yang berorientasi Sosial

Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga


mereka dapat kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk
mampu bekerja.

f. Program yang berorientasi kedisiplinan

Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara


melatih hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.

g. Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual

Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error
untuk menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA

h. Lain-lain

Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan


berbagai modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan
dapat di pertanggung jawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya
yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga dalam prana
dan meditasi. Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan spiritual baik dalam
arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah dikembangkan hampir
diseluruh dunia.

15
BAB III
KESIMPULAN

Masalah penyalahguanaan NAPZA adalah ancaman yang sangat


mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya.
Berdasarkan UU RI No 22/199, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau
obat alamiah ataupun sintetis yang menyebabkan perubahan atau gangguan
kesadaran. Sehingga, dampak yang bisa langsung terlihat adalah user
(pengguna)akan kehilangan kesadarannya. Sedangkan berdasarkan UU RI No
5/1997, yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat alamiah atau
sintetis dengan efek psikoaktif yang menyebabkan perubahan khas pada mental
atau perilaku.

Dari pengertian tersebut diketahui bahwa reaksi tubuh pada zat


psikotropika ini sulit terlihat langsung karena berdampak jangka panjang pada
mental dan perilaku. Selain itu, masih ada zat adiktif lainnya seperti alkohol,
nikotin, bensin, dan thinner. Obat psikotropik adalah bahan atau zat (substansi)
yang dapat mempengaruhi fungsi berfikir, perasaan dan tingkah laku pada orang
yang memakainya. Bahan-bahan tersebut seringkali disalahgunakan (drug abuse),
sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan (drug dependence).

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Declerg. L. 1994. Tingkah Laku Abnormal, Sudut Pandang Perkembangan.

Jakarta: Grasindo.

2. Soekadji, S. 1990. Pengantar Psikologi.Jakarta

3. Sadock B J, Sadock V A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Kaplan & Sadock.

Ed.2. EGD : Jakarta, 2012.P

4. Maramis W F, Maramis A A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga

University Press. Ed.2. UNAIR : Surabaya, 2009

5. Sulistyaningsih. 2002. Psikologi Abnormal dan Psikopatologi. Malang:

STIT Malang

6. Davidson, Gerald C. Psikologi Abnormal. 2006. Abnormal

Psychology. Telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul

Psikologi Abnormal oleh Noermalasari Fajar. Penerbit: PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai