MODUL PEDODONSIA
“Perawatan Pulpektomi Devital pada Gigi 74”
Oleh :
1311419020
Pembimbing :
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya proses
demineralisasi pada enamel. Menurut Sondang dan Hamada (2008), Karies gigi disebabkan
oleh beberapa factor yaitu host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak), substrat
(karbohidrat) dan ditambah faktor waktu. Apabila tidak dilakukan perawatan lebih lanjut
dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin serta dapat
mencapai pulpa.1,2
Karies gigi merupakan kondisi kelainan yang paling umum terjadi pada usia anak dan
menjadi permasalahan yang penting dalam kesehatan masyarakat. Terbukanya pulpa
disebabkan oleh karies terjadi lebih sering pada gigi susu daripada gigi permanen karena gigi
desidui mempunyai rongga pulpa yang relatif lebih besar, tanduk pulpa lebih menonjol dan
email serta dentin yang lebih tipis. Pulpa yang terbuka menjadi jalan masuk mikroorganisme
yang dapat menyebabkan inflamasi, dan bila berlanjut mengakibatkan pulpa menjadi
nekrosis.3
Tindakan preventif perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya karies gigi pada
anak terhadap proses demineralisasi permukaan gigi yang utuh dan mendukung terjadinya
proses remineralisasi pada tahap awal kerusakan gigi. Aplikasi bahan restorasi sebagai
tindakan kuratif harus segera dilakukan begitu lesi karies terbentuk.4
Perawatan endodontik merupakan salah satu bagian dari ilmu kedokteran gigi yang
mencakup perawatan terhadap penyakit atau gangguan pada jaringan pulpa dan juga
periradikuler. Tujuan dari perawatan endodontik adalah untuk mengeliminasi rasa sakit,
infeksi, dan untuk mempertahankan gigi dalam rongga mulut selama mungkin. Salah satu
jenis perawatan endodontik adalah pulpektomi.5
Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan
korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami
kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang
luas.3 Setelah dilakukannya pulpektomi pada gigi molar desidui, restorasi yang diindikasikan
adalah restorasi dengan mahkota logam (SSC). Hal ini disebabkan karena struktur jaringan
gigi pasca perawatan pulpa umunya sudah rusak dan rapuh sehingga menjadi mudah fraktur
oleh karena tekanan oklusal dari pengunyahan.6
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk melaporkan perawatan pulpektomi devital
pada kasus pulpitis irreversible gigi desidui pada anak usia 5 tahun 12 bulan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Andalas.
BAB II
LAPORAN KASUS
Keterangan:
Une : Un erupted
: Radix
: Karies
c. Foto Klinis
1.4 Diagnosis
a. Elemen gigi 54 : karies dentin
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
b. Elemen gigi 52 : karies dentin
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
c. Elemen gigi 51 : radiks
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
d. Elemen gigi 61 : radiks
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
e. Elemen gigi 62 : karies dentin
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Termal : (+)
f. Elemen gigi 64 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
g. Elemen gigi 75 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
h. Elemen gigi 74 : karies dengan pulpa terbuka
Sondasi : (-)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Mobility : (-)
Tekan : (-)
i. Elemen gigi 72 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
j. Elemen gigi 71 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
k. Elemen gigi 81 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
l. Elemen gigi 82 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
m. Elemen gigi 84 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
n. Elemen gigi 85 : karies email
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
I.5 Rencana Perawatan
Berdasarkan pemeriksaan intraoral dan diagnosa yang ditegakkan maka rencana
perawatan yang akan dilakukan, yaitu :
Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya proses
demineralisasi pada enamel. Menurut Sondang dan Hamada (2008), Karies gigi disebabkan
oleh beberapa factor yaitu host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak), substrat
(karbohidrat) dan ditambah faktor waktu. Apabila tidak dilakukan perawatan lebih lanjut
dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin serta dapat
mencapai pulpa.1-2 Tindakan preventif perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya karies
gigi pada anak terhadap proses demineralisasi permukaan gigi yang utuh dan mendukung
terjadinya proses remineralisasi pada tahap awal kerusakan gigi. Aplikasi bahan restorasi
sebagai tindakan kuratif harus segera dilakukan begitu lesi karies terbentuk.4
Gigi 54, 64, 75, 82, 84 dan 85 dilakukan perawatan restorasi GIC klas I. Gigi 52, 62,
72, 71 dan 81 dilakukan perawatan restorasi GIC klas III. Penambalan dengan GIC dipilih
karena GIC memiliki kemampuan untuk melepaskan fluor dan berikatan secara kimiawi
dengan jaringan keras gigi, sehingga meningkatkan retensi dan resistensi restorasi.
Pencabutan pada gigi 51 dan 61 dilakukan karena tinggal sisa akar sehingga gigi tidak dapat
dirawat dan dipertahankan. Gigi 74 dilakukan perawatan pulpektomi.11
Pulpektomi adalah prosedur pengangkatan seluruh isi kamar pulpa dan saluran akarnya.
Dalam pulpektomi , saluran akar kemudian diisi dengan zat khusus yang melindungi dari
infeksi berulang. Tujuan utama pulpektomi adalah membersihkan saluran akar,
mengobturasinya, melindungi pulpa dari potensi infeksi, dan selanjutnya mendorong
perkembangan akar fisiologis yang sehat.8
Indikasi perawatan pulpektomi adalah gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar
pulpa pada gigi vital atau non vital, resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal, resorpsi interna
tetapi belum perforasi akar, kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal. Kontra indikasinya
adalah bila kelainan sudah mengenai periapikal, resorpsi akar gigi yang meluas, kesehatan
umum tidak baik, pasien tidak koperatif, gigi goyang disebabkan keadaan patologis.
Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, pulpektomi vital, pulpektomi devital, dan
pulpektomi non vital.9
Gigi 74 pada pasien ini dilakukan pulpektomi devital karena pada saat dilakukan
tindakan buka atap pulpa pasien merasakan kesakitan. Pulpektomi devital adalah
pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar yang lebih dahulu
dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa. Indikasinya adalah dilakukan pada gigi posterior
sulung yang telah mengalami pulpitis, atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien
yang tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini
harus benar–benar dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya.
Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi yang
mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain–lain.9
Sebelum tindakan pulpektomi pada gigi molar desidui dimulai, dilakukan pengukuran
panjang kerja. Penentuan akurat panjang kerja merupakan langkah penting sebelum tindakan
pulpektomi pada gigi molar desidui karena kemungkinan over instrumentasi dan resorpsi akar
yang merata dan pengisian berlebih. Pengukuran panjang kerja terlebih dahulu dilakukan
dengan perbandingan antara panjang gigi sebenarnya dengan panjang kerja di ronsen. Lalu,
panjang kerja yang didapat dikurangi 1 mm dari panjang kerja yang sebenarnya kita
dapatkan. Pengukuran panjang kerja yang benar bertujuan untuk mencegah kerusakan gigi
permanen pengganti dan untuk menghindari pengisian berlebih 5. Pada kasus ini, gigi 74
memiliki panjang kerja mesial 8 mm dan di distal 7 mm.
Proses pertama pada perawatan endodontik pada kasus ini yaitu menghilangkan karies
serta membersihkan kamar pulpa, dan dilakukan proses eksplorasi untuk mencari orifis di
saluran akar. Setelah mendapatkan 2 orifis; 1 bagian mesial dan 1 distal pasien merasakan
sakit dan sudah tidak ingin melanjutkan perawatan di hari itu, kemudian operatur melakukan
devitalisasi pulpa dengan bahan devital.
Pertemuan selanjutnya, dilakukan tindakan preparasi saluran akar. Preparasi saluran
akar gigi desidui berbeda dengan preparasi pada gigi permanen, preparasi saluran akar pada
gigi desidui hanya bertujuan untuk membuang seluruh jaringan nekrotik sejauh mungkin
didalam saluran akar tanpa melakukan shaping saluran akar. Proses mekanis pada gigi
desidui yang dilakukan tidak maksimal karena kompleksnya saluran akar gigi desidui, maka
perawatan endodontik gigi desidui bergantung pada penggunaan agen kimia pada saat irigasi
dan sterilisasi saluran akar serta penggunaan bahan obturasi yang bersifat antimikroba.3,10
Salah satu faktor penting dalam debridemen saluran akar yaitu irigasi. Pada kasus ini
digunakan Chlorheksidin gluconate 2% sebagai bahan irigasi. Klorheksidin memiliki efek
antimikoba yang luas dan dapat bertahan lama dengan kemampuannya melekat pada dinding
saluran akar. Disamping itu, tingkat toksisitas yang rendah sehingga aman untuk jaringan
sekitar, memiliki bau dan rasa yang tidak terlalu mengannggu. Akan tetapi kemampuan
klorheksidin tergantung dari pH dan kehadiran komponen organik.Chlorhexidine memiliki
sifat kationik yang mampu terikat secara elektrostatis pada per- mukaan bakteri,
menghancurkan lapisan luar dinding sel bakteri dan membuatnya lebih permeable.
Chlorhexidine membentuk ikatan elektron dengan ion fosfat pada kristal hidroksi apatit yang
mengakibatkan ikatan terhadap dentin meningkat, sehingga menyebabkan adaptasi antara
material siler dengan dentin menjadi lebih baik sehingga terjadinya koloni bakteri pada
dinding saluran akar dapat dicegah.11-12
Bahan sterilisasi yang digunakan pada kasus ini pada awalnya adalah ChKM
(Chlorofenol Kamfer Menthol). ChKM memiliki kemampuan desinfeksi dan sifat mengiritasi
yang kecil dan mempunyai spektrum antibakteri yang luas. Sifat lainnya yang tidak
mengiritasi pulpa, tidak merubah warna gigi, mempunyai daya anestesi pada pulpa yang
meradang dan dapat menembus jaringan vital atau non-vital sehingga dapat mencapai bakteri
yang terletak jauh dalam dentin, sifat mengiritasi jaringannya lebih kecil daripada
formokresol. Bahan utamanya yaitu paraklorofenol dapat memusnahkan berbagai
mikroorganisme yang ada dalam saluran akar. Bahan pendampingnya yaitu kamfer berfungsi
sebagai bahan pelarut dan dapat mengurangi efek iritasi yang terdapat dalam paraklorofenol.
Kamfer juga dapat memperpanjang efek antibakterial. Menthol dalam ChKM mampu
mengurangi iritasi yang disebabkan oleh klorophenol serta dapat mengurangi rasa sakit.
ChKM memiliki kekurangan yaitu bersifat toksik untuk pemakaian jangka panjang karena
waktu durasinya yang pendek.13
Namun pada saat kunjungan selanjutnya, ketika akan dilakukan sterilisasi saluran akar
kedua, pasien mengaku akan pergi liburan. Oleh karena itu, operator mengganti bahan
sterilisasi menjadi kalsium hidroksida {Ca(OH)2}. Ca(OH)₂ merupakan bahan medikamen
saluran akar yang efektif karena memiliki sifat antibakteri dengan spektrum luas, bersifat
biokompatibel terhadap jaringan, mengurangi peradangan jaringan periapeks, serta dapat
menstimulasi pembentukan jaringan keras. Ca(OH)₂ mempunyai aksi kerja melalui pelepasan
ion Ca²⁺ yang berperan dalam proses mineralisasi jaringan dan ion OH⁻ yang dapat
memberikan efek antimikroba melalui peningkatan pH, sehingga terbentuk lingkungan
alkalin yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme.14 Terapi kalsium hidroksida
memerlukan periode minimal 14-21 hari agar kalsium hidroksida berdifusi ke seluruh area
(misal : tubulus dentin, sementum apikal, dan kanal aksesori/lateral) yang mengandung
mikroorganisme yang bertanggung jawab atas kegagalan endodontik, meningkatkan pH
permukaan akar apikal eksternal dan membunuh mikroorganisme dan menghilangkan
endotoksin bakteri.15
Bahan pengisi yang digunakan dalam kasus ini adalah Zinc Oxide dan Eugenol.
Keuntungan ZOE adalah secara umum tidak berbahaya, bersifat antiseptic, memiliki sifat
analgesick ringan, memiliki perlekatan yang baik dengan dinding saluran akar, bersifat
radiopaque, dan tidak menyebabkan diskolorasi pada gigi yang dirawat. Namun bahan ini
juga memiliki kekurangan diantaranya memiliki spektrum anti bakteri yang kecil, aplikasi
bahan sulit sehingga sering terjadi kekurangan pengisian, bila terjadi kelebihan pengisian
saluran akar, menimbulkan reaksi tubuh yang tidak diinginkan seperti misalnya terjadi
keradangan dan dapat menimbulkan sitotoksik bila terjadi kontak dengan jaringan yang
masih vital.16 Bahan pengisi saluran akar yang ideal untuk pulpektomi pada molar desidui
harus memiliki beberapa sifat, seperti antibaketrial, dapat diresorpsi pada tingkat yang sama
seperti resorpsi akar, tidak berbahaya untuk benih gigi permanen, tidak mengiritasi jaringan
periapikal, serta mudah digunakan. 17
Pemilihan restorasi akhir pada kasus ini adalah stainless steel crown (SSC) karena
SSC merupakan salah satu bahan yang tidak mudah terkikis oleh saliva, tidak mengiritasi
pulpa ataupun gingiva, namun memiliki kekurangan yaitu estetis kurang baik karena warna
18
mahkota SSC tidak sesuai dengan warna gigi asli. Sebelum dimulai pemasangan SSC,
dilakukan build up dan preparasi gigi untuk mendapatkan adapatasi, stabilisasi dan retensi
yang baik. Preparasi gigi susu dilakukan dengan membebaskan titik kontak dengan gigi
tetangga dan pengurangan struktur gigi pada seluruh ukuran. Teknik preparasi gigi meliputi
pengurangan bagian oklusal, kemudian proksimal. Sebelum dilakukan pemasangan SSC,
perlu dilakukan pemilihan ukuran, pemotongan,, pembentukan, dan penghalusan SSC.
Kesulitan yang ditemukan pada kasus ini adalah keadaan rongga mulut pasien yang
hipersalivasi sehingga diperlukan isolasi yang adekuat untuk menghindari adanya
kontaminasi saliva, pada saat obturasi karena adanya rasa panas menyebabkan pasien menjadi
tidak tenang, sehingga pada saat pengisian saluran akar mengalami kegagalan, serta terdapat
kendala masalah waktu yang selalu tidak cocok untuk melanjutkan perawatan ke RSGM
sehingga jarak dari selesai obturasi ke preparasi SSC cukup lama.
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
Perawatan pulpektomi pada gigi 74 pada kasus ini dikatakan cukup berhasil
berdasarkan dari hasil kontrol. Tetapi perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan perawatan
pulpektomi pada gigi desidui mungkin saja terjadi kegagalan karena berbagi macam faktor.
Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan dan kerjasama antara pasien, orangtua dan operator
karena proses perawatan yang lama. Diperlukan juga pemberian DHE kepada orang tua
supaya gigi yang telah dilakukan perawatan dapat bertahan sampai gigi penggantinya muncul
serta membawa anak ke dokter gigi 6 bulan sekali secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwaningsih, P. P. Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Karies Gigi Pada Anak
Sd Kelas V-VI Di Kelurahan Peguyangan Kangin Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Gigi.
2016. 4(1)
2. Kumala P, dkk. 2006. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta; EGC.
3. Damayanti, Asri dan Kaswindiarti, Septriyani. Perawatan Pulpektomi Non Vital Pada
Gigi Desidui Anterior Maksila (Laporan Kasus). Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi. 2017;
1(1): 58-63
4. Finn SB. Clinical Pedodontics. 4th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1973. P.
201-23
5. Torabinejad M, Walton RE. Endodontics Priciples and Practices. 4th ed. Dolan J, editor.
St. Louis: Saunders Elsevier; 2009
6. The handbook of pediatric dentistry 3rd Ed. The American Academy of Pediatric
Dentistry
7. Miki S, Kitagawa H, Kitagawa R, Kiba W, Hayashi M, Imazato S. Antibacterial
activity of resin composites containing surface pre- reacted glass-ionomer (S-
PRG) ller. Dent Mater. 2016;32(9):1095–102.
8. Al Baik S., et al. Pulpotomy vs pulpectomy techniques, indication and complications. Int
J Community Med Public Health. 2018. 5(11): 4975-4978
9. Fajriani. Penatalaksanaan Penyakit Pulpa Pada Gigi Anak. Dental Journal PGDI
Makasar. 2013: Vol 2(6)
10. Pediarahma A, Rizal MF. Zink Oxide Eugenol – Formokresol Root Canal Treatment
Fails toTreat A Decidous Tooth with Dentoalveolar Abses. JDI. 2014; 21 (3).
11. Hulsmann, M., 2013, Effect of Mechanical Instrumentation and Chemical
irrigation on The Root Canal Dentin and Surrounding Tissue, Endodontic Topic
(29):55-86
12. Basrani, B., Haapasalo, M., 2013, Update on Endodontic Irigating Solution,
Endodontic Topic (27):74-103
13. American Academy of Pediatric Dentistry, Guideline on Pulp Therapy for Primary and
Young Permanent Teeth, Pediatric Dentistry, 2009; 31 (6) : 179 – 186.
14. Grossman. Ilmu endodontik dalam praktek (terj). Ed 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1995. H. 196-380.
15. Holland R, OtoboniFilho JA, deSouza V, Nery MJ, Bernabe PF, Dezan E Jr. 2003. A
comparison of one versus two appointment endodontic therapy in dogs’ teeth with apical
periodontitis. Journal of Endodontics; 29 (2): 121–124.
16. Rahaswanti, Luh Wayan Ayu. Evaluasi Keberhasilan Pengisian Saluran Akar Dengan
Sediaan Zinc Oxide Eugenol Dan Campuran Calcium Hydroxide Dengan Pasta
Iodoform. Intisari Sains Medis, 2017, 8.1: 1-8.
17. Bahrololoomi Z, Zamaninejad S. Success Rate of Zinc Oxide Eugenol in Pulpectomy of
Necrotic Primary Molars : A Retrospective Study. J Dent Mater Tech. 2015; 4 (2) : 89-
94
18. Sari ND, Christiono S. Penatalaksanaan perforasi korona pada pulpektomi gigi desidui.
IDJ: Majalah kedokteran gigi insisiva. 2019. 8(2): 59-66