Anda di halaman 1dari 61

WORKING PAPER IN ECONOMICS

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN


INDONESIA
(Studi Kasus : Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia)

Oleh :
Mohammad Hanif1)

Desember 2012

1) Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana FE-UI


Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis semata
ABSTRAK

Paper ini bertujuan untuk melakukan analisis peran sektor pertanian terhadap perekonomian
Indonesia. Ada empat hal yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu (1) Menganalisis kontribusi
sektor pertanian terhadap perekonomian nasional dalam hal penciptaan nilai tambah (added
value), output sektor produksi (production output), pendapatan rumah tangga (household
induced income), dan keterkaitan dengan sektor lainnya (other linkage sector), (2) Menganalisis
kontribusi sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, (3) Menganalisis
dampak kebijakan pemerintah di sektor pertanian dalam meningkatkan nilai tambah, output,
pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional, dan (4) Menganalisis Sub-sektor manakah dari
sektor pertanian yang memiliki peran strategis terhadap perekonomian nasional ke depan.

Data yang digunakan berdasarkan publikasi terakhir Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
Indonesia yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan rincian matriks ukuran
105x105. Data SNSE ini selanjutnya dimodifikasi dan disimplifikasi sesuai tujuan penelitian.
Penulis menggunakan Angka Pengganda (Accounting Multiplier) SNSE, Dekomposisi matriks,
dan Structural Path Analysis (SPA) untuk mengukur peran sektor pertanian terhadap
perekonomian nasional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki kontribusi besar dalam
menciptakan nilai tambah (added value), kenaikan output sektor produksi, kenaikan
pendapatan rumah tangga, dan mendorong pertumbuhan sektor lainnya dalam perekonomian
nasional. Namun demikian, hasil sektor ini lebih banyak dinikmati oleh pengusaha dan
golongan atas dibandingkan buruh tani. Berdasarkan analisis dekomposisi dan jalur struktural
sektor pertanian memiliki hubungan erat dengan sektor lainnya seperti sektor Industri makanan,
minuman, dan tembakau; sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen; dan sektor
Perdagangan. Injeksi kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dan sektor lain yang
berhubungan erat, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada sektor pertanian khususnya
pada sektor tanaman pangan memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan nilai tambah,
output, pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional. Sedangkan kebijakan pemerintah pada
sektor yang berhubungan erat dengan sektor pertanian juga berkontribusi namun dengan
tingkat yang lebih rendah dibandingkan sektor pertanian. Hasil analisis menyeluruh,
menunjukkan bahwa sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub-sektor pertanian yang
memiliki potensi dan peran strategis terhadap perekonomian nasional ke depan.

Keywords :
Sektor Pertanian, Struktur Perekonomian Indonesia, Added Value, Distribusi Pendapatan Rumah
Tangga, Output Sektor Produksi, Product Domestic Bruto (PDB), Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE),
Accounting multiplier, Matriks Dekomposisi, Structural Path Analysis (SPA).
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 1

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Nasional (RPJPN) 2005-2025 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan jangka panjang
tahun 20052025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai
landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju,
mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada
pencapaian sasaran-sasaran pokok yang antara lain adalah terwujudnya bangsa yang
berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera. Salah satu
tolak ukur pencapaian sasaran tersebut yaitu dengan terbangunnya struktur perekonomian
yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah Indonesia. Sektor
pertanian, dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola
secara efisien sehingga menghasilkan komoditi berkualitas, industri manufaktur yang
berdaya saing global, motor penggerak perekonomian, serta jasa yang perannya meningkat
dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan berdaya saing. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa pembangunan sektor pertanian tetap memegang peran yang strategis
dalam Perekonomian Indonesia sehingga perlu untuk ditingkatkan.

Adapun peran strategis sektor pertanian tersebut antara lain: a) sebagai penyediaan pangan
masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan
pangan nasional yang sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi,
stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional; b) sektor pertanian menghasilkan
bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa; c) sektor pertanian dapat
menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor;
d) sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri; e)
transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi; f) sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi
pengembangan sektor-sektor lain; dan g) peran pertanian dalam penyediaan jasa-jasa
lingkungan (Daryanto, 2009).

Statistik menunjukkan bahwa sektor pertanian pada triwulan ketiga tahun 2012 mencapai
Rp.256,283.2 milliar, atau lebih tinggi dibandingkan kuartal ketiga tahun 2011 yang hanya
mencapai Rp.245,812.2 milliar. Namun, dari sisi kontribusi terhadap PDB Nasional sektor ini
terus mengalami penurunan. Sedangkan dari hasil sensus Penduduk tahun 2010
menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor ini mencapai 38,88 juta jiwa atau
menyerap kurang lebih 32.94% dari Angkatan kerja. Meskipun kontribusi sektor ini terhadap
PDB Nasional menurun, akan tetapi daya serap terhadap angkatan kerja paling besar dan
sektor ini terus bertumbuh setiap tahunnya dan hingga kuartal III 2012 tumbuh sebesar

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 2

6.17% (yoy). Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peran besar dalam
perekonomian nasional dan masalah distribusi pendapatan.

Fakta lain yang juga menunjukkan pentingnya pembangunan sektor pertanian adalah fakta
yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis mempunyai
keunggulan komparatif di bidang pertanian, karena dengan kondisi iklim tersebut
memberikan kekayaan yang tak ternilai bagi sumberdaya alamnya. Kecukupan matahari
sebagai sumber energi dan membantu percepatan proses pelapukan dan fosilisasi,
menjadikan negeri ini kaya akan tanah-tanah yang subur yang kaya akan mineral. Iklim yang
cukup bersahabat, dan ketersediaan air yang relatif baik dibanding negara lain menjadikan
Indonesia sangat unggul di sektor pertanian. Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan
potensi bagi pengembangan sektor pertanian di Indonesia antara lain (Rifai, 2012) :

1. Masih tersedia areal pertanian dan lahan potensial belum termanfaatkan secara optimal
yang merupakan peluang bagi peningkatan produksi pertanian. Disamping itu, kondisi
lahan yang secara umum subur dan iklim yang mendukung merupakan peluang yang
sangat menguntungkan untuk pembangunan sektor pertanian.
2. Pasar domestik sangat berpotensi untuk pemasaran produk pertanian, dan cenderung
meningkat terus akibat pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Selain jumlahnya meningkat, keragaman produknya semakin bervariasi
sehingga akan membuka peluang yang lebih besar terhadap pemasaran produk
pertanian. Sejalan dengan era globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas juga
berpeluang untuk memasarkan produk pertanian ke pasar internasional; dan
3. Jumlah tenaga kerja untuk sektor pertanian lebih dari cukup, apalagi terdapat limpahan
tenaga kerja ke sektor ini akibat melambatnya pertumbuhan sektor industri. Dengan
demikian pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia secara optimal merupakan peluang
untuk meningkatkan pembangunan sektor pertanian.

Meskipun memiliki potensi yang besar, namun pembangunan sektor pertanian masih
menghadapi berbagai permasalahan, antara lain :

1. Adopsi teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian pemerintah, swasta maupun


pengenalan dari luar negeri oleh petani berjalan lambat.
2. Ketersediaan sumberdaya air dipengaruhi oleh curah hujan dan daerah tangkapan air.
3. Kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan jaringan irigasi mengakibatkan daya dukung
irigasi bagi sektor pertanian semakin menurun.
4. Kemampuan produksi pupuk dalam negeri masih dibawah kebutuhan.
5. Petani belum memiliki kemampuan untuk mengakses sumber permodalan dari lembaga
keuangan formal.
6. Adanya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI)
yang merupakan faktor pembatas produksi sektor pertanian.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 3

7. Harga pembelian pemerintah yang diterapkan selama ini untuk komoditas padi/beras,
dalam pelaksanaannya belum berjalan efektif sesuai dengan yang ditetapkan.

Adanya berbagai permasalahan tersebut diatas, telah menyebabkan peningkatan


produktivitas sektor pertanian berjalan lambat dibandingkan sektor lainnya namun disisi lain
proporsi tenaga kerja di sektor ini sangat besar. Data statistik pada Tabel 1.1 menunjukkan
bahwa produktivitas sektor pertanian terendah diantara sektor lainnya.

Tabel 1.1 Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2010 (Rp juta / TK)
Sektor Produksi 2010
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 7.30
Industri Pengolahan 43.20
Konstruksi 26.80
Perdagangan, Hotel & Restoran 17.80
Pengangkutan dan Komunikasi 38.80
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 127.00
Jasa-jasa 13.60
Pertambangan dan Penggalian dan Listrik, Gas & Air Bersih 136.50
Sumber : BPS, Sensus Penduduk 2010

Adanya kesenjangan produktivitas yang sangat tinggi antara sektor pertanian dengan non-
pertanian memberikan petunjuk bahwa transformasi ekonomi tidak berjalan dengan baik.
Sektor non-pertanian tidak berkembang sebagai penyerap tenaga kerja yang signifikan, oleh
karena adanya kelebihan tenaga kerja akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi telah
menumpuk di sektor pertanian, sehingga menurunkan produktivitas tenaga kerja sektor ini
(Tambunan, 2010).

Untuk itu, diperlukan kebijakan yang mampu mendorong perbaikan di sektor pertanian
sehingga tercipta pembangunan yang lebih merata. Beberapa hasil riset pun menunjukkan
bahwa pertanian merupakan sektor yang paling efektif untuk mengurangi kemiskinan,
walaupun kaum miskin menikmati manfaat yang lebih kecil dari pertumbuhan pertanian
dalam perekonomian yang distribusi pendapatannya sangat timpang (Norton, 2004).

Berdasarkan hasil uraian tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk melihat peran
sektor pertanian pada perekonomian nasional : Studi Kasus Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Indonesia tahun 2008.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 4

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :

- Bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional dalam hal


penciptaan nilai tambah, output, pendapatan rumah tangga, dan keterkaitan dengan
sektor lainnya ?.
- Bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan rumah tangga ?
- Bagaimana dampak kebijakan pemerintah di sektor pertanian dalam meningkatkan nilai
tambah, output, pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional ?.
- Sub-sektor manakah dari sektor pertanian yang memiliki peran strategis terhadap
perekonomian nasional ke depan ?.

Tujuan Penelitian

- Menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional dalam hal


penciptaan nilai tambah, output, pendapatan rumah tangga, dan keterkaitan dengan
sektor lainnya.
- Menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan rumah tangga.
- Menganalisis dampak kebijakan pemerintah di sektor pertanian dalam meningkatkan nilai
tambah, output, pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional.
- Menganalisis Sub-sektor manakah dari sektor pertanian yang memiliki peran strategis
terhadap perekonomian nasional ke depan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

- Pemerintah sebagai bahan atau input dalam membuat kebijakan pembangunan sektor
pertanian dalam pengalokasian anggaran pemerintah yang paling berperan dalam
meningkatkan PDB, meningkatkan output, dan memperbaiki distribusi pendapatan serta
memberikan bahan ulasan kajian terhadap kebijakan sektor pertanian yang telah
dilakukan selama ini.
- Peneliti atau pemerhati sektor pertanian sebagai salah satu bahan kajian dalam
menganalisis kebijakan pertanian yang telah dilakukan dikaitkan dengan kondisi
makroekonomi nasional pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi wilayah nasional Indonesia dengan fokus penelitian
terhadap kontribusi sektor pertanian pada peningkatan nilai tambah, output, pendapatan
rumah tangga dan keterkaitan dengan sektor lainnya. Penelitian ini berdasarkan analisis

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 5

SNSE 2008, dengan tetap mempertimbangkan bahwa kondisi perekonomian tidak banyak
mengalami perubahan selama tahun 2008-2012. Data SNSE 2008 merupakan publikasi
paling akhir yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik saat ini. Agregasi dilakukan pada data
untuk disesuaikan dengan tujuan penelitian. Untuk faktor produksi, peneliti melakukan
agregasi menjadi dua bagian utama yaitu tenaga kerja pertanian dan non-pertanian, dimana
masing-masing dikelompokkan berdasarkan desa dan kota. Sedangkan untuk institusi,
peneliti lebih berfokus pada institusi rumah tangga yang kemudian mengagregasi institusi ini
menjadi rumah tangga pertanian dan non-pertanian menurut desa dan kota. Sedangkan
untuk sektor produksi, peneliti melakukan agregasi dari 24 sektor produksi menjadi hanya 18
sektor saja.

Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab IV : Gambaran Umum Perekonomian Indonesia
Bab V : Hasil dan Pembahasan
Bab VI : Kesimpulan dan Saran

II. TINJAUAN PUSTAKA


Perananan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Jauh sebelum Johnston dan Mellor (1961) mengungkapkan peranan penting sektor
pertanian dalam pembangunan, sebenarnya para pakar ekonomi terdahulu seperti
Rosenstein-Rodan, Lewis, Scitovsky, Hirschman, Jorgenson dan Fei-Ranis telah menyoroti
bagaimana sumber-sumber daya pertanian yang berlimpah dan mengalami surplus tersebut
ditransfer untuk pembangunan sektor industri. Hircshman (1958) dalam Stringer (2001)
menunjukkan bahwa pertanian itu mempunyai keterkaitan kedepan (forward linkage) dan
kebelakang (backward linkage) antar sektor paling tinggi yang sangat dibutuhkan dalam
pembangunan ekonomi (Hafizrianda, 2007).

Selain itu, Johnston dan Mellor (1961) mengidentifikasikan lima kontribusi sektor pertanain
dalam pembangunan ekonomi. Pertama, sektor pertanian menghasilkan pangan dan bahan
baku untuk sektor industri dan jasa. Jika peningkatan pangan dapat dipenuhi secara
domestik, maka peningkatan suplai ini akan mendorong penurunan laju inflasi dan tingkat
upah tenaga kerja, yang pada akhirnya diyakini dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi.
Disamping itu, banyak sektor industri di negara berkembang yang kelangsungan hidupnya
sangat tergantung kepada suplai bahan baku yang berasal dari sektor pertanian. Kedua,
sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 6

produk subtitusi impor. Perolehan devisa dari ekspor pertanian dapat juga membantu
negara berkembang untuk membayar kebutuhan impor barang-barang kapital dan teknologi
untuk memodernisasikan dan memperluas sektor non-pertanian. Ketiga, sektor pertanian
merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk industri. Keempat, transfer surplus
tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi. Kelima, sektor pertanian dapat menyediakan modal bagi
pengembangan sektor-sektor lain.

Sedangkan menurut kuznet (1964) dan Todaro (2000) kontribusi pertanian dalam
pembangunan adalah: pertama, Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja. Kedua, sektor
pertanian memiliki kontribusi terhadap pendapatan. Ketiga, sektor pertanian memiliki
kontribusi dalam penyedian pangan. Keempat, sektor pertanian merupakan penyedia bahan
baku. Kelima, sektor pertanian juga memiliki kontribusi dalam bentuk kapital. Keenam,
Pertanian juga merupakan sebagai sumber devisa.

Kebijakan Pertanian

Transformasi struktur perekonomian yang terjadi menunjukkan bahwa peran pertanian


dalam pembangunan nasional terus menurun, namun tidak diikuti oleh bebannya dalam
penyerapan tenaga kerja. Hal ini berakibat produktivitas pertanian menurun dan semakin
senjang dibanding sektor diluar pertanian, terutama sektor jasa dan industri. Sebagai upaya
dalam peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani, maka beberapa hal berikut ini
dapat dilakukan :
a. Peningkatan skala usaha sesuai dengan sifat komoditasnya. Misalnya untuk petani
pangan luas lahan minimal 1 hektar per petani di Jawa-Bali dan 2,5 hektar per petani
di luar Jawa-Bali
b. Pengusahaan komoditas sesuai dengan permintaan pasar
c. Diversifikasi usaha rumah tangga melalui pengembangan agroindustri perdesaan
dengan kegiatan non-pertanian
d. Pengembangan kelembagaan penguasaan saham petani untuk sektor hulu maupun
hilir, dan
e. Kebijakan perlindungan bagi petani dan usahanya.

Dalam sektor pertanian, sumberdaya utama pembangunan sektor ini adalah lahan dan air.
Konversi lahan pertanian sangat sering terjadi, terutama pada lahan sawah yang
berproduktivitas tinggi menjadi lahan permukiman dan industri. Hal ini disebabkan karena
pada umumnya lahan sawah dengan produktivitas tinggi, seperti di jalur pantai utara Pulau
Jawa dan di sekitar Bandung, mempunyai prasarana yang memadai untuk pembangunan
sektor non pertanian. Pemanfaatan lahan yang berpotensi secara bertahap akan dapat
mengantarkan Indonesia tidak saja berswasembada produk pertanian, tetapi juga berpotensi
untuk meningkatkan volume ekspor, apalagi jika insentif untuk petani dapat ditingkatkan.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 7

Seperti halnya sumberdaya lahan, sumberdaya air juga semakin terbatas dan mengalami
degradasi. Pertumbuhan penduduk dan industrialisasi telah menimbulkan kompetisi
penggunaan antara pertanian dan non-pertanian. Pada kondisi demikian maka
penggunanan air untuk pertanian selalu dikorbankan sebagai prioritas terakhir. Untuk itu
peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi merupakan langkah bagi peningkatan
produktifitas pertanian.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)

SNSE adalah sebuah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matriks
partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antara agen, terutama sekali antara
sektor-sektor di dalam blok produksi, sektor-sektor di dalam blok institusi (termasuk di
dalamnya rumah tangga), dan sektor-sektor di dalam blok faktor produksi, di suatu
perekonomian. SNSE merupakan suatu sistem pendataan yang baik karena (1) SNSE
merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian
untuk sebuah kurun waktu tertentu, dengan demikian SNSE dapat dengan mudah
memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah; (2) SNSE
memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, dengan demikian SNSE
dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan di
perekonomian tersebut (Hartono, 1998).

Dalam melakukan analisa menggunakan SNSE, perhitungan matriks pengganda dan


dekomposisi matriks pengganda dari suatu SNSE merupakan suatu teknik/langkah
penting. Dengan mendapatkan matriks pengganda dari suatu SNSE dapat dilihat dampak
dari suatu kebijakan terhadap berbagai sektor di dalam suatu perekonomian, termasuk di
dalamnya dampak sebuah kebijakan terhadap pendapatan masyarakat. Dekomposisi
matriks pengganda suatu SNSE dilakukan untuk memperjelas proses penggandaan
dalam suatu perekonomian; dengan kata lain dekomposisi matriks pengganda dapat
menunjukkan tahapan dampak yang terjadi akibat penerapan sebuah kebijakan terhadap
berbagai sektor di suatu perekonomian. Dari beberapa macam dekomposisi matriks
pengganda, dekomposisi matriks pengganda yang dikembangkan oleh Pyatt dan Round
(1979) yang relatif banyak digunakan. Pada dekomposisi matriks pengganda ini, Pyatt
dan Round memecah matriks pengganda menjadi tiga buah matriks dekomposisi yang
disebut matriks pengganda transfer, matriks pengganda open loop, dan matriks
pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda transfer menunjukkan dampak
langsung aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok neraca yang
sama. Matriks pengganda open loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor
terhadap sektor-sektor di blok neraca lainnya. Sedangkan matriks closed loop
menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya pada blok neraca
yang berbeda, untuk kemudian kembali pada blok neraca semula.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 8

Studi-Studi Terdahulu

Bautista et. al (1999) melakukan pengukuran pengaruh dari tiga alternatif pembangunan
industri, yaitu industri berbasis pertanian, industri pengolah makanan, dan industri ringan,
terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan analisis pengganda SNSE dan
computable general equilibrium (CGE) model. Analisis SNSE yang digunakan lebih
difokuskan dari sisi permintaan, yang kemudian dihitung pengaruh penggandanya akibat
adanya injeksi dari penerimaan eksogen terhadap sektor-sektor yang mendorong strategi
pembangunan ketiga alternatif industri tersebut. Hasilnya diperoleh kesimpulan bahwa
pembangunan industri yang berorientasi terhadap komoditas pertanian lebih tinggi dan
signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil PDB Indonesia dibandingkan dengan
pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan makanan dan industri ringan.
Selain itu distribusi pendapatan juga memiliki pengaruh terhadap kenaikan PDB dan output
industri.

Herliana (2004) melakukan analisis terhadap SAM (SNSE) Indonesia tahun 1999, dengan
menggunakan teknik Structural Path Analysis (SPA). Hasil penelitiannya, diperoleh
kesimpulan bahwa injeksi yang dilakukan terhadap sektor pertanian ternyata menunjukkan
peningkatan terhadap pendapatan kelompok rumah tangga perdesaan dibandingkan jika
injeksi dilakukan terhadap sektor industri olahan pertanian. Injeksi ini juga meningkatkan
output di sektor pertanian yang disertai juga dengan peningkatan penggunaan faktor
produksi tenaga kerja di sektor pertanian.

Sementara itu Fauzi (2008), juga menggunakan analisa SNSE 2003 dalam mengkaji
beberapa kebijakan di sektor pertanian dan menyimpulkan bahwa strategi pembangunan
ekonomi mendatang sepatutnya diarahkan pada strategi agriculture and agroindustri based
development (AABD). Beberapa temuan penting hasil penelitiannya antara lain sektor
pertanian dan agroindustri menduduki peringkat teratas berdasarkan angka multiplier, sektor
pertanian mempunyai efek pengganda lebih banyak tersebar kepada rumah tangga
pengusaha pertanian, dan menemukan bahwa kebijakan produksi dan harga di sektor
pertanian lebih baik dalam mendorong perekonomian.

Selain itu, hasil penelitian Priyarsono et al. (2005) menunjukkan bahwa sektor pertanian
berkontribusi besar bagi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Sektor ini merupakan
sumber pendapatan bagi sebagian besar rumah tangga berpendapatan rendah. Sedangkan
menurut Susilowati (2007), Pembangunan sektor agroindustri perlu dilakukan secara
simultan dengan pembangunan sektor pertanian primer sehingga kinerja sektor pertanian
primer dapat memenuhi tuntutan bagi pengembangan sektor agroindustri di Indonesia. Hasil
penelitian terbaru, Rifai (2012) dengan menggunakan analisa SNSE 2008 menunjukkan
bahwa sektor pertanian khususnya tanaman pangan memiliki kontribusi terhadap
penciptaan nilai tambah dan peningkatan pendapatan rumah tangga paling tinggi
dibandingkan sektor lainnya.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 9

III. METODOLOGI PENELITIAN


Kerangka Konseptual Penelitian

Untuk memahami bagaimana sektor pertanian dapat mempengaruhi perekonomian


nasional, kita memerlukan suatu perangkat analisis yang dapat menjabarkan mekanisme
dampak sektor ini terhadap perekonomian secara komprehensif, dan salah satu alat analisis
yang paling baik digunakan adalah Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang mampu
menggambarkan secara lengkap struktur perekonomian nasional, keterkaitan diantara
aktivitas produksi, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, perdagangan luar
negeri, dan distribusi pendapatan. Oleh karena itu berikut disajakin kerangka konseptual
yang merupakan gambaran dari peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional
melalui kajian SNSE, sebagaimana terlihat pada gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Nasional
NERACA AKTIVITAS PRODUKSI

Sektor
Industri
Distribusi Pendapatan

Konsumsi
Antara
antar Sektor
Sektor
Sektor Jasa

Penjualan
Pertanian
Pembelian

Investasi
Faktor

Barang Akhir
Pasar Komoditas
Subsidi
Ekspor

Transfer
Pasar Faktor Impor Ekspor
Produksi
Rest of the
World
Transfer Transfer
Pemerintah
Belanja
Transfer

Transfer
Kapital Tabungan
Pemerintah Pajak tak
langsung
Tabungan
Institusi
Penerimaan dari

Swasta
faktor produksi

Institusi Pembayaran Pajak


Pemerintah
Perusahaan Subsidi
Tabungan Rumah Tangga

Transfer/

Pembayaran Pajak
Subsidi

Institusi Subsidi
Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi

Untuk memahami bagaimana peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional


secara menyeluruh dapat dijelaskan melalui ilustrasi sederhana berikut ini (Hafizrianda,
2007). Jika sektor pertanian diberi stimulus ekonomi, maka yang pertama kali merasakan
dampaknya adalah sektor pertanian itu sendiri dengan ditandai kenaikan produksi. Karena
sektor ini memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya baik backward linkage maupun forward

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 10

linkage, maka kenaikan produksi pertanian akan diikuti kenaikan permintaan intermediate
input terhadap sektor industri maupun jasa. Kenaikan juga terjadi pada input primer baik
tenaga kerja maupun modal. Karena input primer berasal dari rumah tangga sudah tentu
berpengaruh terhadap perubahan pendapatan rumah tangga. Jadi dampaknya akan
berpengaruh pada pasar faktor produksi baik itu pasar tenaga kerja, modal, maupun input
antara.

Kerangka Analisis Penelitian

Adapun kerangka analisis yang dikembangkan oleh peneliti untuk menjawab tujuan
penelitian sebagai berikut (gambar 3.2).

Gambar 3.2 Kerangka Analisis Penelitian


Latar Belakang
Peran Strategis Sektor Pertanian (amanat UU), Negara Agraris dengan
potensi alam yang besar dan memiliki keunggulan komparatif, Daya serap
tenaga kerja yang tinggi, Adanya Indikasi penurunan kontribusi terhadap PDB
Nasional walaupun terus bertumbuh setiap tahunnya, Rendahnya
Produktivitas, dan Masih banyaknya permasalahan di sektor pertanian.

Permasalahan Penelitian
Bagaimana kontribusi sektor pertanian dan dampak kebijakan pemerintah di
sektor ini terhadap perekonomian nasional dalam hal peningkatan Nilai
Tambah, Output, Pendapatan Rumah Tangga, Keterkaitan dengan Sektor
lain, PDB Nasional, dan Distribusi Pendapatan serta Potensi Strategis sub-
sektor pertanian ke depan

Tujuan Penelitian
Menganalisis kontribusi sektor pertanian dan dampak kebijakan pemerintah
di sektor ini terhadap perekonomian nasional dalam hal peningkatan Nilai
Tambah, Output, Pendapatan Rumah Tangga, Keterkaitan dengan Sektor
lain, PDB Nasional, dan Distribusi Pendapatan serta Potensi Strategis sub-
sektor pertanian ke depan.

Analisis
Struktur Perekonomian Nasional, Angka Pengganda (Multiplier),
Dekomposisi, Structural Path Analysis (SPA), dan Simulasi Kebijakan
Pemerintah

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Untuk mengetahui dampak sektor pertanian dan kebijakan pemerintah, peneliti


menggunakan multiplier SNSE. Kelebihan multiplier ini dibandingkan metode ekonometrik
adalah sifatnya yang mikro dan mampu melihat hubungan antar sektor dalam perekonomian
sedangkan ekonometri bersifat makro dan agregat. Peneliti akan menggunakan SNSE 2008
sebagai dasar perhitungan multiplier ini.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 11

Dalam melakukan semua analisis tersebut, peneliti menggunakan bantuan Microsoft Excel
untuk menghitung multiplier dan dekomposisi. Sedangkan untuk melakukan structural path
analysis, peneliti menggunakan MATS (Matrix Accounts Transformation System).

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data ini berupa data Sistem Neraca Sosial Ekonomi/
Social Accounting Matrix (SNSE/SAM) Indonesia tahun 2008 dengan rincian matriks
105x105 (lihat lampiran). Tahun 2008 dipilih karena merupakan data SNSE publikasi
terakhir saat ini.

Kerangka Kontruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi

SNSE Indonesia terbitan BPS belum siap untuk dijadikan alat perhitungan, karenanya masih
membutuhkan modifikasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka
menyiapkan SNSE yang siap diolah dan disesuaikan dengan tujuan penelitian adalah
sebagai berikut :

1. Menambahkan baris/kolom 54-77 pada neraca komoditas domestik kepada baris/kolom


28-51 neraca sektor produksi, sehingga menjadi 24 baris/kolom;
2. Menambahkan baris/kolom margin perdagangan (baris/kolom 52) kepada baris/kolom
sektor perdagangan (baris/kolom 42);
3. Menggabungkan sektor angkutan darat (baris/kolom 45); sektor angkutan udara, air,
dan telekomunikasi (baris/kolom 46); sektor jasa penunjang angkutan, dan
pergudangan (baris/kolom 47); dan sektor margin pengangkutan (baris/kolom 53);
4. Menggabungkan 24 baris/kolom pada neraca komoditas impor (baris/kolom 78-101)
menjadi 1 baris/kolom saja dengan cara melakukan operasi penambahan matriks;
selanjutnya baris/kolom impor ini dipindahkan dari neraca endogen ke neraca eksogen.
5. Menggabungkan baris/kolom 1 dengan baris/kolom 3 pada neraca faktor produksi
menjadi baris/kolom tenaga kerja pertanian desa; dan baris/kolom 2 dengan baris/kolom
4 pada neraca faktor produksi menjadi baris/kolom tenaga kerja pertanian kota;
6. Menggabungkan baris/kolom 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 pada neraca faktor produksi
menjadi baris/kolom tenaga kerja non pertanian desa; dan menggabungkan baris/kolom
6, 8, 10, 12, 14, dan 16 pada neraca faktor produksi menjadi baris/kolom tenaga kerja
non pertanian kota;
7. Menggabungkan sektor produksi :
Sektor pertambangan batubara, biji logam, dan minyak bumi (baris/kolom 33) dan
sektor pertambangan dan penggalian lainnya (baris/kolom 34) menjadi sektor
pertambangan dan penggalian;
Sektor restoran (baris/kolom 43) dan sektor perhotelan (baris/kolom 44) menjadi
sektor hotel dan restoran;

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 12

Sektor bank dan asuransi (baris/kolom 48) dan sektor real estate dan jasa
perusahaan (baris/kolom 49) menjadi sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan;
Sektor pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film, dan jasa sosial
lainnya (baris/kolom 50) dan sektor jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa
lainnya (baris/kolom 51) menjadi sektor jasa-jasa;
Hasil akhir dari pengolahan ini adalah SNSE Indonesia tahun 2008, dengan rincian matriks
38 x 38 yang terdiri atas kelompok neraca endogen yang terbagi dalam 3 blok yaitu blok
neraca faktor produksi sebanyak 5 neraca, blok neraca institusi sebanyak 10 neraca, dan
blok neraca sektor produksi sebanyak 18 neraca. Sedangkan neraca eksogen terbagi dalam
5 neraca yaitu neraca impor, kapital, pajak tidak langsung, subsidi, dan luar negeri atau rest
of world (ROW). Selengkapnya struktur hasil modifikasi SNSE dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Struktur hasil modifikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (Matriks 38x38)
URAIAN Kode SNSE
Desa 1
Pertanian
Kota 2
Tenaga Kerja
FAKTOR PRODUKSI Desa 3
Non Pertanian
Kota 4
Bukan Tenaga Kerja 5
Buruh 6
Pertanian
Pengusaha 7
Golongan Bawah 8
Pedesaan Bukan Angkatan Kerja 9
Rumah Tangga
Golongan Atas 10
INSTITUSI Bukan Pertanian
Golongan Bawah 11
Perkotaan Bukan Angkatan Kerja 12
Golongan Atas 13
Perusahaan 14
Pemerintah 15
Pertanian Tanaman Pangan 16
Pertanian Tanaman lainnya 17
Peternakan dan hasil-hasilnya 18
Kehutanan dan Perburuan 19
Perikanan 20
Pertambangan dan Penggalian 21
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 22
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 23
Industri Kayu & Barang dari kayu 24
SEKTOR PRODUKSI
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan Barang dari logam dan industri lainnya 25
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen 26
Listrik, Gas, dan Air Minum 27
Konstruksi 28
Perdagangan 29
Hotel & Restoran 30
Pengangkutan & Telekomunikasi 31
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 32
Jasa-jasa 33
Impor 34
Neraca Kapital 35
Pajak Tdk Langsung 36
Subsidi 37
Luar Negeri (ROW) 38
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 13

Aplikasi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi


Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) merupakan
sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Kumpulan
neraca tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neraca endogen
dan kelompok neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca endogen dibagi dalam
tiga blok, yaitu blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi, dan blok neraca kegiatan
(aktivitas) produksi (Tabel 3.2).

Tabel 3.2 Kerangka Dasar SNSE


PENGELUARAN
PENERIMAAN NERACA ENDOGEN
NERACA EKSOGEN TOTAL
Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi
0 0 T13 X1 Y1
Faktor Produksi Alokasi nilai Pendapatan Faktor
Pendapatan Faktor
tambah ke faktor produksi dari Luar
Produksi
NERACA ENDOGEN

produksi Negeri
T21 T22 0 X2 Y2
Alokasi
Institusi pendapatan faktor Transfer antar Transfer dari Luar Pendapatan
produksi ke institusi Negeri Institusi
institusi
0 T32 T33 X3 Y3
Sektor Produksi
Permintaan Akhir Permintaan Antara Ekspor & Investasi Output (masukan)

L1 L2 L3 R YX
EKSOGEN
NERACA

Alokasi
Tabungan &
pendapatan faktor Impor, pajak tidak Penerimaan Luar
Transfer ke Luar Transfer Lainnya
produksi ke Luar langsung (neto) Negeri
Negeri
Negeri
Y1 ' Y2 ' Y3 ' Y X'
TOTAL Pengeluaran faktor Pengeluaran Pengeluaran Luar
Input (Keluaran)
produksi Institusi Negeri
Sumber : SNSE Indonesia, 2008

Untuk mengubah bentuk tabel SNSE diatas menjadi suatu struktur model, secara skematik
ditunjukkan pada tabel 3.3 berikut (Pyatt dan Round, 1979) :

Tabel 3.3 Struktur Model SNSE


PENGELUARAN
PENERIMAAN TOTAL
NERACA ENDOGEN NERACA EKSOGEN
NERACA ... (3)
... (1) X
EKSOGEN ...(4)

NERACA ... (5)


.. .(2) R
EKSOGEN ..(6)

...(7) .... (9)


TOTAL ...(11)
...(8) .... (10)
Sumber : Pyatt dan Round, 1979

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 14

X adalah matriks injeksi dari neraca eksogen. Sedangkan N adalah matriks transaksi antar
blok didalam neraca endogen yang dapat ditulis sebagai berikut (mengacu pada tabel 3.2) :

, matriks N menunjukkan adanya transaksi antara neraca endogen

seperti T13, T21, dan T32 dan transaksi dalam neraca sendiri yaitu T22 dan T33. Hubungan
transaksi antara neraca endogen dapat digambarkan sebagai berikut (Thorbecke, 1976) :

Gambar 3.3 Hubungan antara Prinsiple SAM/SNSE Account

Production
Activities

T33

T32 T13

Institution, inc Factors, factorial


household income T21 Income Distribution
distribution
T22

(pers. 1) atau

merupakan matriks bujur sangkar yang menunjukkan kecenderungan rata-rata


pengeluaran, dihitung berdasarkan perbandingan antara pengeluaran sektor j untuk sektor
ke i dengan total pengeluaran ke j ( j = 1,2...n).

Matriks Pengganda dan Dekomposisi Pengganda

Pada model SNSE, analisis multiplier dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu matriks
Neraca Pengganda (Accounting multiplier) dan Pengganda Harga tetap (Fixed price
multiplier). Analisis matriks pengganda SNSE pada prinsipnya sama dengan pengganda
pada matriks invers Leontief dalam model Input-Output. Jika pada accounting multiplier
menggunakan pendekatan rata-rata pengeluaran maka pada pengganda harga tetap
menggunakan pendekatan pengeluaran marginal (expenditure propensity) berdasarkan
asumsi harga konstan (Pyatt dan Round, 1979). Pada dasarnya antara matriks pengganda
dan pengganda harga tetap tidak jauh berbeda.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 15

Berdasarkan tabel 3.3 pada persamaan 4, dimana dan dengan melakukan


operasi matematis diperoleh :

... (12)

dimana merupakan matriks accounting multiplier.

menunjukkan pengaruh perubahan sebuah sektor terhadap sektor lainnya melalui


keseluruhan sistem SNSE. Sedangkan menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan
yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor yang lain.

Matriks diatas dapat kita dekomposisi menjadi beberapa komponen yang


menggambarkan kontribusi dari berbagai mekanisme efek yang dihasilkan dari adanya
keterkaitan yang terjadi antara neraca endogen. Adapun proses dekomposisi sebagai
berikut (Pyatt dan Round, 1979) :

Matriks diatas dapat didekomposisi menjadi matriks dengan ukuran yang sama
dengan (:

(Tabel 3.3 pers. 4) dapat ditulis kembali berdasarkan dekomposisi matriks


diatas yaitu :

... (13)

dengan

Kalikan dengan pada kedua sisi pers.12 dan substitusikan pada (pers.13) diatas,
sehingga diperoleh :

... (14)

Dengan cara yang sama, kalikan kedua sisi pers.12 dengan dan subsitusikan pada
(pers.14) diatas, sehingga diperoleh :

.... (15)

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 16

Dengan membandingkan hasil pers.15 dengan pers.12 menunjukkan bahwa pers.15


merupakan dekomposisi dari accounting multiplier ke dalam tiga matriks terpisah. Secara
umum, untuk dekomposisi ke k, dirumuskan :

, namun dalam penelitian ini peneliti


memutuskan untuk menggunakan hingga dekomposisi ketiga (pers.15).

Jika ; ; maka diperoleh :

atau secara aditif dapat ditulis :

Secara berurutan matriks , , dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, disebut transfer multiplier, menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca pada
dirinya sendiri, dimana :

sehingga diperoleh :

Kedua, disebut open loop multiplier atau cross effect, menunjukkan pengaruh langsung
dari satu blok neraca ke blok neraca lain, dimana :

; pada pers.13 diatas dapat ditulis :

dengan : , , ,

sehingga diperoleh :

Ketiga, disebut close loop multiplier, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca
ke blok neraca lain, untuk kemudian kembali pada blok neraca semula, dimana :

merupakan matriks diagonal yang diagonal utamanya secara berurutan dari kiri atas ke
kanan bawah berisi : ; ;

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 17

Structural Path Analysis (SPA)

Menurut Defourny dan Thorbecke (1984) metode dekomposisi yang konvensional tidak
mampu untuk menguraikan multiplier kedalam transaksi komponennya atau untuk
mengidentifikasi transaksi dengan menyertakan suatu keterkaitan secara berurutan.
Dekomposisi multiplier yang konvensional hanya mampu menguraikan pengarauh-pengaruh
dalam dan antara nerace endogen saja. Dengan Structural path analysis (SPA) kita bisa
melacak interaksi dalam suatu perekonomian yang dimulai dari suatu sektor tertentu dan
berakhir pada sektor tertentu lainnya. Metode SPA mampu menunjukkan bagaimana
pengaruh transmisi dari satu sektor ke sektor lainnya secara bersambungan.

Didalam SPA, masing-masing elemen pada multiplier SNSE dapat didekomposisi kedalam
pengaruh langsung (direct influence), total (total influence), dan global (global influence).
Jadi, pada dasarnya SPA adalah sebuah metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi
seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor
lainnya dalam suatu sistem sosial ekonomi.

Ada beberapa cara yang ditempuh suatu sektor untuk mentransmisikan pengaruhnya ke
sektor lain. Suatu sektor bisa jadi mengirimkan pengaruhnya secara langsung kepada suatu
sektor, atau bisa pula mengirimkan pengaruhnya melalui sektor-sektor lain untuk kemudian
sampai ke sektor tujuan. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui
jalur dasar (elementary path) atau sirkut (circuit). Disebut jalur dasar apabila jalur tersebut
melalui sebuah sektor tidak lebih dari satu kali.Jika melalui lebih dari satu kali maka disebut
sirkuit.

Pengaruh Langsung

Pengaruh langsung (direct influence) dari ke menunjukkan perubahan


pendapatan atau produksi disebabkan oleh perubahan satu unit , selama pendapatan
atau produksi pada titik lain tidak mengalami perubahan. Pengaruh langsung dapat diukur
sepanjang jalur dasar berikut :
a. Pengaruh langsung dari ke sepanjang jalur dasar (
, dimana merupakan elemen dari matriks kecenderungan rata-rata
pengeluaran . Matriks ini disebut matriks pengaruh langsung yang dapat diinterpretasi
sebagai pengaruh langsung dari sektor ke .

b. Pengaruh langsung sepanjang jalur dasar (


Misalkan, diberikan jalur dasar, berikut ini :

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 18

Gambar 3.4 Jalur dasar (elementary path)


ayx
x y ajy
axi

i j

dimana :

Pengaruh Total

Pengaruh total dari ke adalah perubahan yang dibawa dari ke baik melalui jalur dasar
maupun sirkuit yang menghubungkannya. Pengaruh total merupakan perkalian antara
pengaruh langsung (ID) dan pengganda jalur path multiplier (Mp). Misalkan, diberikan jalur
dasar, dan ada tambahan sirkuit (dari ke melalui dua putaran) :

Gambar 3.5 Jalur dasar (elementary path) dan tambahan sirkuit


ayx
x y ajy
axi axy

i
axz azy j
z

Berdasarkan gambar 3.5 dari ke adalah pengaruh langsung dan pengaruh akibat
transmisi balik dari ke yang melalui dua putaran yang menghasilan efek
pada transmisi balik dari ke . Proses ini menghasilkan serangkaian dampened
impulse. Adapun pengaruh total sepanjang jalur p adalah :

Berdasarkan persamaan matematis diatas, sisi sebelah kanan menunjukkan adanya


pengaruh langsung dan path multiplier Mp ( ).

Pengaruh Global

Pengaruh global dari ke mengukur keseluruhan pengaruh pada pendapatan atau


produksi yang disebabkan oleh satu unit perubahan . Pengaruh global (IG) sama dengan
pengaruh total (IT) sepanjang jalur dasar yang saling berhubungan pada titik dan .

Pengaruh global diturunkan dari bentuk penyederhaan model SNSE sebelumnya :

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 19

Misalkan merupakan elemen dari matriks accounting multiplier , yang dapat


mengaruh total dari injeksi eksogen pada variabel endogen . Sehingga :

dan matriks disebut matriks pengaruh global.

Misalkan, diberikan jalur dasar, , ditambah sirkuit (dari ke melalui dua


putaran) dan dua buah jalur dasar dari ke dan :

Gambar 3.6 Jalur dasar dan tambahan sirkuit serta dua jalur dasar lainnya
ayx
x y
axi ajy
axy
axz azy
z
i j
asi ajs
s
avi ajv
v

avv

Pengaruh global sepanjang jalur ke pada gambar 3.6 adalah :

Berdasarkan pembahasan diatas, bahwa SPA membuktikan sebagai suatu perangkat yang
mampu untuk mengidentifikasi keterkaitan-keterkaitan yang paling penting didalam model
SAM yang sangat kompleks. Kesulitan dalam model SAP ini adalah ketika kita ingin
menghitung jalur dasar dalam jumlah yang besar, perhitungannya lebih rumit dan kompleks.
Dengan menggunakan perangkat komputer, kesulitan ini dapat diatas dan diselesaikan
dengan baik.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 20

Simulasi Kebijakan

Simulasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari suatu
peningkatan atau penurunan atas suatu permintaan terhadap suatu sektor sebagai akibat
perubahan faktor eksogen (misalnya pengeluaran pemerintah, tarif, pajak, kenaikan upah
dan sebagainya), sehingga terlihat kebijakan seperti apa yang paling optimal dan efektif
untuk mencapai sasaran atau target yang ditetapkan.

Kebijakan yang akan disimulasikan dalam model SNSE ditujukan untuk dapat melihat
bagaimana dampak atau pengaruh injeksi dari kebijakan pemerintah di sektor pertanian
terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan sektor
produksi serta dampaknya terhadap PDB Nasional. Adapun skenario simulasi kebijakan
yang akan disimulasikan terdiri dari 8 (delapan) kebijakan pemerintah, yaitu sebagai berikut :

1. Simulasi 1 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman pangan. Injeksi sebesar 1 triliun.
2. Simulasi 2 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman lainnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
3. Simulasi 3 :
Peningkatan produksi sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
4. Simulasi 4 :
Peningkatan produksi sektor kehutanan dan perburuan. Injeksi sebesar 1 triliun.
5. Simulasi 5 :
Peningkatan produksi sektor perikanan. Injeksi sebesar 1 triliun.
6. Simulasi 6 :
Pengembangan industri makanan dan minuman sebagai industri pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.
7. Simulasi 7 :
Subsidi harga produksi ke produsen pupuk, dikenakan injeksi sebesar 1 triliun pada
sektor industri kimia, pupuk, dan hasil dari tanah liat dan semen.
8. Simulasi 8 :
Pengembangan sektor perdagangan khususnya yang terkait dengan pemasaran bahan
mentah maupun olahan hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 21

IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA

Berdasarkan struktur perekonomian Indonesia (Tabel 4.1), sektor industri pengolahan


menempati urutan tertinggi dalam berkontribusi pada PDB Nasional. Sedangkan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran berada pada urutan ketiga. Sektor pertanian, menempati
posisi ketiga besar dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor pertanian tanaman
pangan. Tingginya kontribusi sektor pertanian tanaman pangan tidak terlepas dari daya
dukungnya dalam menyediakan kebutuhan esensial bagi kehidupan masyarakat maupun
sebagai penyedia bahan baku industri. Secara keseluruhan, sektor pertanian menyumbang
13.20% dari total PDB Nasional tahun 2010 dengan trend kontribusi yang terus menurun
setiap tahun. Namun demikian, daya serap tenaga kerja pada sektor ini sangat tinggi. Pada
tahun 2010, sektor ini mampu menyerap 40.50% dari total Angkatan Kerja. Sebaliknya,
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya mampu
menyerap tenaga kerja masing-masing 10.80% dan 18.40%. Kondisi ini menunjukkan
bahwa struktur perekonomian Indonesia bersifat dualistik, dimana penyumbang terbesar
pendapatan nasionalnya adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran, namun dari segi penyerapan tenaga kerja justru disumbangkan oleh sektor
pertanian.

Tabel 4.1 PDB Atas Harga Konstan, tahun 2007 2010 dan Tenaga Kerja (Juta jiwa)
PDB NASIONAL (%) TENAGA KERJA
Sektor Produksi
2007 2008 2009 2010 Jumlah % TK
Pertanian : 13.80 13.70 13.60 13.20 43.83 40.50
a. Tanaman Pangan 6.80 6.80 6.80 6.50 26.73 24.70
b. Tanaman Lainnya 2.20 2.20 2.10 2.00 12.44 11.50
c. Peternakan 1.70 1.70 1.70 1.70 2.16 2.00
d. Kehutanan 0.80 0.80 0.80 0.70 0.43 0.40
e. Perikanan 2.20 2.20 2.20 2.20 2.06 1.90
Pertambangan dan Penggalian,
9.40 9.00 9.10 8.90 3.35 3.10
Listrik, Gas dan Air Bersih
Industri Pengolahan 27.40 26.80 26.20 25.80 11.69 10.80
Konstruksi 6.20 6.30 6.40 6.50 5.74 5.30
Perdagangan, Hotel & Restoran 17.30 17.50 16.90 17.30 19.91 18.40
Pengangkutan dan Komunikasi 7.20 8.00 8.80 9.40 5.52 5.10
Keuangan, Real Estate & Jasa
9.40 9.50 9.60 9.60 1.19 1.10
Perusahaan
Jasa-jasa 6.40 9.30 9.40 9.40 16.99 15.70
PDB Nasional 100.00 100.00 100.00 100.00 108.21 100.00
Sumber : BPS, Sensus Penduduk 2010

Adapun struktur perdagangan Indonesia terangkum pada tabel 4.2. Kolom pertama
menunjukkan derajat kecenderungan ekspor diantara sektor produksi. Sektor industri
pengolahan memiliki derajat kecenderungan ekspor lebih tinggi dibanding sektor lainnya.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 22

Berdasarkan dekomposisi sektor industri pengolahan, terlihat bahwa sektor industri


pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit menjual sekitar 19.10% dari total outputnya ke luar
negeri, diikuti sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen yang menjual
sekitar 14.70% dari total outputnya, dan sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan
dan barang dari logam sebesar 12.50%. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian
juga memiliki derajat kecenderungan ekspor yang tinggi dimana sekitar 17.40% dari total
outputnya dijual ke luar negeri.

Tabel 4.2 Struktur Perdagangan Indonesia


Sektor Produksi Xi/Yi Mi/Yi Ei/E Mi/M
Pertanian Tanaman Pangan 0.10 1.40 0.10 1.40
Pertanian Tanaman lainnya 5.40 2.30 1.60 0.90
Peternakan dan hasil-hasilnya 0.10 1.10 0.00 0.70
Kehutanan dan Perburuan 0.40 0.80 0.00 0.10
Perikanan 0.90 0.80 0.30 0.30
Pertambangan dan Penggalian 17.40 1.70 16.80 2.40
Listrik, Gas Dan Air Minum 0.00 2.40 0.00 0.80
Industri makanan dan minuman 9.50 2.20 13.80 4.50
Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian
19.10 5.60 8.10 3.50
dan Kulit
Industri Kayu & Barang Dari Kayu 12.10 2.60 3.10 1.00
Industri Kertas, Percetakan,
AlatAngkutan dan Barang Dari Logam 12.50 11.40 23.20 30.30
dan Industri
Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah
14.70 9.10 23.70 21.40
Liat dan Semen
Kontruksi 0.00 6.20 0.00 14.90
Perdagangan, Restoran dan Perhotelan 1.10 1.20 2.60 4.40
Pengangkutan dan Komunikasi 4.10 4.30 4.00 6.10
Keuangan, Persewaan dan Jasa
1.60 2.00 1.20 2.20
Perusahaan
Jasa-jasa 1.40 3.30 1.50 5.10
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Sebaliknya, sektor pertanian memiliki derajat kecenderungan ekspor yang relatif rendah,
yaitu berkisar 0.10-5.40%, artinya dari seluruh jumlah output yang dihasilkan sektor
pertanian, hanya 0.10-5.40% yang diekspor sedangkan sisanya (94.60-99.90%) dipasok
untuk kebutuhan di dalam negeri. Derajat kecenderungan ekspor di sektor pertanian,
tertinggi adalah sektor pertanian tanaman lainnya yang menjual sekitar 5.40% dari total
outputnya ke luar negeri sedangkan terendah adalah sektor pertanian tanaman pangan dan
sektor peternakan dan hasil-hasilnya yang masing-masing menjual sekitar 0.10% dari total
outputnya ke luar negeri. Ini berarti peranan sektor pertanian, khususnya sektor pertanian
tanaman pangan dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dalam kegiatan perekonomian
domestik cenderung lebih besar dibandingkan dengan sektor industri pengolahan dan sektor
pertambangan dan penggalian yang lebih mengutamakan outputnya untuk ekspor.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 23

Pada sisi impor (kolom kedua), sektor pertanian merupakan sektor yang relatif rendah
derajat kecenderungan impornya yaitu berkisar antara 0.80-2.30%. Ini berarti bahwa sektor
pertanian hanya menggunakan input impor sekitar 0.80-2.30% dari seluruh input yang
dipakai. Dari nilai ini dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian memiliki pengaruh lebih
besar terhadap kenaikan produksi domestik dibandingkan sektor industri pengolahan.

Besarnya ekspor impor dalam perdagangan internasional berpengaruh besar terhadap


kondisi cadangan devisa negara Indonesia. Kondisi ini ditunjukkan oleh nilai pada kolom 3
dan 4. Pada kolom 3, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan
penting dalam pemasukan devisa, dimana kontribusi terbesar berasal dari industri kimia,
pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (23.70%) dan industri kertas, percetakan, alat
angkutan dan barang dari logam (23.20%) dari total ekspornya. Sedangkan sektor pertanian
relatif rendah peranannya dalam pemasukan devisa negara. Namun, dengan melihat
besarnya peranan sektor industri makanan, minuman, dan tembakau terhadap cadangan
devisa (13.80%), menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah pada produk hasil pertanian
akan berpengaruh pada kualitas ekspor (nilai tambah) pada sektor industri makanan,
minuman, dan tembakau.

Sedangkan kolom 4, menunjukkan besarnya devisa yang digunakan oleh masing-masing


sektor dalam perdagangan internasional. Sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan
dan barang dari logam nampak menggunakan devisa negara paling besar (30.30%), diikuti
oleh industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (21.40%) dan sektor
Perdagangan, Restoran dan Perhotelan (14.90%). Artinya, jika komponen impor Indonesia
pada sektor-sektor ini lebih besar dibandingkan eskpornya maka sektor-sektor ini justru
membuat devisa negara berkurang cukup signifikan. Sedangkan sektor pertanian juga
secara relatif rendah (0.10-1.40%) dalam penggunaan input impor sehingga penggunaan
devisa oleh sektor ini cukup rendah. Selain itu, kandungan impor yang rendah pada sektor
industri makanan, minuman dan tembakau menunjukkan potensi yang besar bagi produksi
domestik sektor pertanian untuk lebih didayagunakan sebagai komponen utama dalam
produksi di sektor industri ini.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Pengganda (Multiplier)

Salah satu jenis analisis umum yang dapat digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar
variabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah analisis pengganda. Analisis ini
mencoba melihat dampak yang akan terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu
apabila terjadi perubahan pada neraca eksogen, seperti terjadinya peningkatan produktivitas
di sektor pangan, adanya ekspansi ekspor di sektor industri atau adanya peningkatan
transfer pendapatan dari pemerintah kepada kelompok rumah tangga yang berpendapatan
rendah.

Dalam penelitian ini akan digunakan empat jenis nilai pengganda, yaitu pengganda nilai
tambah (value added multiplier), pengganda produksi (production multiplier), pengganda
rumah tangga (household income multiplier),dan pengganda keterkaitan dengan sektor lain
(other-sectoral lingkages multiplier). Tabel 5.1 berisi hasil perhitungan nilai pengganda
tersebut untuk masing-masing sektor produksi.

Tabel 5.1. Koefisien Pengganda SNSE Indonesia tahun 2008


Nilai Output Rumah
Sektor produksi Keterkaitan
Tambah Bruto Tangga
Pertanian Tanaman Pangan 2.10 8.16 1.75 4.53
Pertanian Tanaman Lainnya 1.92 7.71 1.53 4.18
Peternakan dan Hasil-Hasilnya 1.89 8.69 1.49 4.15
Kehutanan dan Perburuan 1.76 6.82 1.26 3.93
Perikanan 1.81 7.38 1.31 4.05
Pertambangan dan Penggalian 1.62 5.66 1.03 3.71
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 1.74 8.25 1.34 3.83
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 1.53 7.31 1.11 3.41
Industri Kayu dan Barang dari Kayu 1.71 7.84 1.26 3.80
Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan
1.33 6.46 0.96 2.96
Barang Dari Logam dan Industri Lainnya
Industri Kimia, Hasil dari Tanah Liat, Semen 1.46 6.20 1.00 3.27
Listrik, Gas, dan Air Minum 1.58 5.54 0.97 3.62
Konstruksi 1.45 6.77 1.03 3.25
Perdagangan 1.82 8.57 1.44 3.99
Hotel dan Restoran 1.93 8.68 1.54 4.21
Pengangkutan dan Telekomunikasi 1.61 7.06 1.19 3.57
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.66 6.20 1.10 3.76
Jasa-Jasa 1.85 7.40 1.47 4.04
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Hasil analisis pengganda terhadap SNSE Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa
kontribusi sektor pertanian terhadap nilai tambah cukup tinggi dibandingkan sektor lainnya.
Bahkan kontribusi sektor tanaman pangan terhadap penciptaan nilai tambah dalam

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 25

perekonomian Indonesia merupakan yang paling tinggi, yang diindikasikan melalui angka
pengganda nilai tambah terbesar yaitu 2.10 diikuti sektor hotel dan restoran (1.93), dan
sektor pertanian tanaman lainnya (1.92).

Besaran nilai tambah pada sektor pertanian khususnya pada sektor tanaman pangan
memberi makna apabila sektor ini diinjeksi sebanyak Rp.1 miliar akan memberikan dampak
terhadap kenaikan penerimaan tenaga kerja dan modal sebesar Rp.2.10 miliar. Arti yang
sama juga berlaku untuk nilai-nilai pengganda sektor pertanian lainnya ataupun sektor non-
pertanian.

Angka pengganda produksi pada sektor pertanian tertinggi terjadi pada sektor pertanian
peternakan dan hasil-hasilnya. Kontribusi sektor ini terhadap output produksi nasional
mencapai tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Sedangkan sektor pertanian terbesar
berikutnya adalah sektor tanaman pangan. Angka pengganda pada sektor peternakan dan
hasil-hasilnya sebesar 8.69. Nilai ini menggambarkan jika ada injeksi pada sektor ini
sebesar Rp.1 milyar, maka diperkirakan penerimaan total produksi dalam perekonomian
akan bertambah sebesar Rp. 8.69 milyar, yang terdistribusi pada perubahan pendapatan
sektor sendiri sebesar Rp.3.63 milyar dan pendapatan sektor-sektor produksi lain sebesar
Rp. 5.06 milyar. Arti yang sama juga berlaku untuk nilai pengganda sektor-sektor yang lain.
Sektor produksi lain yang memiliki angka penganda produksi yang tinggi adalah sektor
pertanian tanaman pangan (8.16), hotel dan restoran (8.68), dan sektor perdagangan (8.57).

Seperti halnya agka pengganda pada nilai tambah, sektor pertanian juga memiliki angka
pengganda rumah tangga yang paling tinggi, khususnya pada sektor tanaman pangan yang
mencapai 1.75, yang dapat diartikan bila dilakukan injeksi pada neraca eksogen di sektor
pertanian tanaman pangan sebesar Rp.1 miliar akan berdampak pada kenaikan penerimaan
rumah tangga sebesar Rp.1.75 miliar. Sektor yang juga memiliki angka pengganda rumah
tangga cukup tinggi adalah sektor pertanian tanaman lainnya (1.53) dan sektor hotel dan
restoran (1.53).

Selanjutnya, berdasarkan angka pengganda tingkat keterkaitan suatu sektor produksi


dengan sektor produksi lainnya. Sektor pertanian memiliki tingkat keterkaitan yang tinggi
dengan sektor pendukung lainnya (backward linkage) dengan angka pengganda terbesar
terjadi pada sektor pertanian tanaman pangan, yaitu sebesar 4.53. Sektor produksi lain yang
juga memiliki tingkat keterkaitan yang juga tinggi adalah sektor hotel dan restoran (4.21).
Angka pengganda pada sektor tanaman pangan menunjukkan bahwa apabila terjadi
kenaikan neraca eksogen di sektor ini sebesar sebesar Rp.1 miliar maka penerimaan pada
sektor-sektor produksi yang lain juga akan meningkat sebesar Rp. 4.53 miliar. Arti yang
sama juga berlaku untuk nilai-nilai pengganda sektor-sektor yang lain.

Dampak pembangunan sektoral terhadap nilai tambah pada Tabel 5.1 dapat dirinci lebih
lanjut pada tabel 5.2 berikut.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 26

Tabel 5.2. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Nilai Tambah


TK TK
TK Non TK Non Nilai
Sektor Produksi Petani Petani Modal
Tani Desa Tani Kota Tambah
Desa Kota
Pertanian Tanaman Pangan 0.80 0.10 0.19 0.41 0.59 2.10
Pertanian Tanaman Lainnya 0.63 0.07 0.18 0.38 0.65 1.92
Peternakan dan Hasil-
0.47 0.07 0.21 0.45 0.69 1.89
Hasilnya
Kehutanan dan Perburuan 0.31 0.07 0.18 0.36 0.84 1.76
Perikanan 0.31 0.09 0.18 0.39 0.85 1.81
Pertambangan dan
0.12 0.02 0.17 0.33 0.99 1.62
Penggalian
Industri Makanan, Minuman
0.35 0.05 0.22 0.45 0.68 1.74
dan Tembakau
Industri Permintalan, Tekstil,
0.15 0.02 0.19 0.46 0.71 1.53
Pakaian dan Kulit
Industri Kayu dan Barang dari
0.17 0.03 0.28 0.47 0.76 1.71
Kayu
Industri Kertas, Percetakan,
Alat Angkutan dan Barang
0.11 0.02 0.17 0.40 0.63 1.33
dari Logam dan Industri
Lainnya
Industri Kimia, Hasil dari
0.13 0.02 0.17 0.37 0.76 1.46
Tanah Liat, Semen
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.12 0.02 0.13 0.31 1.01 1.58
Konstruksi 0.13 0.02 0.21 0.39 0.71 1.45
Perdagangan 0.17 0.03 0.31 0.67 0.65 1.82
Hotel dan Restoran 0.33 0.05 0.26 0.63 0.65 1.93
Pengangkutan dan
0.15 0.02 0.23 0.51 0.70 1.61
Telekomunikasi
Keuangan, Persewaan, dan
0.13 0.02 0.14 0.44 0.93 1.66
Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa 0.21 0.03 0.28 0.68 0.64 1.85
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.2, secara umum sektor pertanian tanaman pangan memiliki dampak
yang paling besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dibanding sektor lainnya yakni
sebesar 2.10. Pada sektor ini, faktor produksi tenaga kerja pertanian yang menerima
pendapatan terbesar dari investasi di sektor pertanian tanaman pangan adalah tenaga kerja
petani perdesaan dengan angka pengganda sebesar 0.80, sedangkan petani perkotaan
memiliki angka pengganda sebesar 0.01. Selain pengaruh terbesar pada tenaga kerja
pertanian pedesaan, pengaruh besar lainnya adalah terhadap faktor modal. Ini menunjukkan
bahwa penerimaan di sektor ini sebagian besar juga terserap pada pemiliki modal. Jika
sektor tanaman pangan sebesar Rp.1 miliar maka pendapatan tenaga kerja petani
perdesaan akan meningkat sebesar Rp.797 juta, petani perkotaan meningkat sebesar Rp.
99 juta, dan modal meningkat sebesar Rp.590 juta. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 27

pertanian tanaman pangan lebih bersifat pada karya. Sebaliknya, pada sektor pertanian
lainnya lebih bersifat pada modal (ditunjukkan oleh angka multiplier yang lebih tinggi). Sektor
yang bersifat pada modal juga terjadi pada sektor industri dan jasa.

Sedangkan dampak pembangunan sektoral terhadap pendapatan rumah tangga pada Tabel
5.1 dapat dirinci lebih lanjut dalam kelompok-kelompok rumah tangga seperti pada tabel 5.3
berikut.

Tabel 5.3. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Penerimaan Rumah tangga
BAK Gol Gol BAK Gol
Pengusaha Gol
Sektor Produksi Buruh di Atas Bwh di Atas
Tani Bwh
Tani Desa Desa Kota Kota Kota
Desa
Pertanian Tanaman Pangan 0.12 0.58 0.18 0.10 0.25 0.20 0.07 0.25
Pertanian Tanaman Lainnya 0.10 0.48 0.17 0.09 0.22 0.19 0.07 0.23
Peternakan dan Hasil-
0.09 0.40 0.17 0.08 0.20 0.22 0.08 0.26
Hasilnya
Kehutanan dan Perburuan 0.07 0.31 0.15 0.06 0.17 0.19 0.07 0.23
Perikanan 0.08 0.31 0.15 0.06 0.17 0.21 0.07 0.25
Pertambangan dan
0.04 0.19 0.13 0.05 0.14 0.19 0.07 0.23
Penggalian
Industri Makanan, Minuman
0.07 0.32 0.16 0.07 0.18 0.21 0.07 0.26
dan Tembakau
Industri Permintalan, Tekstil,
0.05 0.20 0.13 0.05 0.13 0.21 0.07 0.26
Pakaian dan Kulit
Industri Kayu dan Barang
0.05 0.24 0.17 0.06 0.17 0.22 0.08 0.27
dari Kayu
Industri Kertas, Percetakan,
Alat Angkutan dan Barang
0.04 0.17 0.11 0.04 0.11 0.19 0.06 0.23
Dari Logam dan Industri
Lainnya
Industri Kimia, Hasil dari
0.04 0.19 0.13 0.04 0.13 0.19 0.06 0.22
Tanah Liat, Semen
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.04 0.18 0.12 0.04 0.13 0.18 0.06 0.22
Konstruksi 0.04 0.19 0.14 0.05 0.13 0.19 0.07 0.23
Perdagangan 0.06 0.25 0.18 0.06 0.17 0.29 0.10 0.34
Hotel dan Restoran 0.07 0.33 0.18 0.07 0.19 0.28 0.09 0.33
Pengangkutan dan
0.05 0.21 0.15 0.05 0.14 0.23 0.08 0.28
Telekomunikasi
Keuangan, Persewaan, dan
0.05 0.20 0.12 0.04 0.13 0.22 0.08 0.27
Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa 0.06 0.26 0.17 0.06 0.17 0.29 0.10 0.35
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Terlihat bahwa yang lebih banyak menikmati surplus pendapatan dari peningkatan produksi
sektor pertanian adalah para pengusaha pertanian atau petani pemilik modal ketimbang
buruh tani. Pada sektor pertanian tanaman pangan misalnya, nilai pengganda pengusaha
pertanian sebesar 0.58, sedangkan buruh tani hanya sebesar 0.12. Arti dari nilai tersebut
adalah jika dilakukan injeksi pendapatan sebesar Rp.1 miliar di sektor pertanian tanaman

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 28

pangan maka pendapatan rumah tangga pengusaha pertanian akan meningkat sebesar
Rp.582 juta sedangkan buruh tani hanya meningkat sebesar Rp.117 juta.

Kondisi ini menunjukkan bahwa keberpihakan sektor pertanian tanaman pangan terhadap
buruh tani masih sangat rendah. Surplus tenaga kerja pertanian tanaman pangan tidak
tersalurkan dengan baik ke pendapatan rumah tangga buruh tani itu sendiri. Di samping itu,
nampak bahwa selama ini posisi tawar buruh tani dalam pasar pertanian masih lemah.
Akibatnya, investasi di sektor pertanian khususnya tanaman pangan dengan sendirinya
akan berdampak paling besar ke rumah tangga pengusaha pertanian. Hal yang sama juga
terjadi pada sektor-sektor pertanian lainnya yang sebagian besar pendapatan disektor ini
terserap pada pengusaha pertanian. Sedangkan pada sektor agro industri, daya serap
pendapatan selain masuk ke pengusaha pertanian juga masuk pada rumah tangga bukan
pertanian yaitu golongan bawah dan atas di perkotaan.

Kerangka SNSE dapat juga diaplikasikan untuk menganalisis dampak langsung maupun
tidak langsung akibat adanya injeksi pada variabel eksogen terhadap kelompok rumah
tangga yang berbeda dengan penekanan pada sisi permintaan (demand side). Peningkatan
permintaan di sektor produksi akibat adanya injeksi pendapatan sebesar satu satuan unit
pada setiap kelompok rumah tangga terangkum dalam nilai pengganda pada Tabel 5.4.
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa peranan kelompok rumah tangga pertanian
terhadap peningkatan produksi sektoral khusunya pada sektor pertanian jauh lebih tinggi
dibanding dengan kelompok rumah tangga bukan pertanian.

Tabel 5.4. Pola Konsumsi Rumah tangga untuk Keseluruhan Sektor


Gol BAK Gol Gol BAK Gol
Buruh Pgusaha
Sektor Produksi Bwh di Atas Bwh di Atas
Tani Tani
Desa Desa Desa Desa Kota Kota
Pertanian Tanaman Pangan 0.71 0.59 0.57 0.50 0.44 0.54 0.46 0.41
Pertanian Tanaman Lainnya 0.18 0.15 0.16 0.14 0.13 0.15 0.13 0.12
Peternakan dan Hasil-
0.35 0.31 0.35 0.31 0.28 0.34 0.29 0.26
Hasilnya
Kehutanan dan Perburuan 0.02 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01
Perikanan 0.25 0.22 0.25 0.21 0.20 0.22 0.21 0.19
Pertambangan dan
Penggalian 0.11 0.11 0.13 0.12 0.11 0.13 0.11 0.11
Industri Makanan, Minuman
1.19 0.99 1.01 0.88 0.83 1.01 0.87 0.80
dan Tembakau
Industri Permintalan, Tekstil,
0.16 0.15 0.18 0.16 0.13 0.16 0.13 0.13
Pakaian dan Kulit
Industri Kayu & Barang dari
0.06 0.05 0.07 0.04 0.06 0.06 0.04 0.05
Kayu
Industri Kertas, Percetakan,
Alat Angkutan dan Barang
0.48 0.47 0.52 0.48 0.47 0.58 0.52 0.52
Dari Logam dan Industri
Lainnya

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 29

Industri Kimia, Hasil dari


0.47 0.42 0.53 0.50 0.45 0.50 0.46 0.42
Tanah Liat, Semen
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.06 0.06 0.07 0.07 0.06 0.07 0.06 0.07
Konstruksi 0.06 0.05 0.06 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05
Perdagangan 0.97 0.84 0.91 0.80 0.74 0.88 0.77 0.72
Hotel dan Restoran 0.21 0.25 0.27 0.31 0.27 0.32 0.27 0.27
Pengangkutan dan
0.46 0.47 0.50 0.44 0.44 0.50 0.42 0.43
Telekomunikasi
Keuangan, Persewaan, dan
0.36 0.34 0.40 0.32 0.34 0.41 0.32 0.35
Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa 0.67 0.56 0.64 0.56 0.49 0.66 0.48 0.53
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Adanya injeksi pendapatan pada kelompok rumah tangga, terutama pada kelompok rumah
tangga buruh tani, kelompok pengusaha, dan kelompok rumah tangga bukan pertanian
untuk golongan bawah, akan memberikan dampak permintaan terbesar pada produk sektor
industri makanan dan minuman (0.92-1.13). Sedangkan dampak pada produk sektor
pertanian tanaman pangan cukup relatif lebih rendah yaitu berkisar 0.53-0.60. Sedangkan
dampak terhadap permintaan produk sektor pertanian lainnya sangat rendah. Ini dapat
dijelaskan, karena sektor tanaman pangan berkaitan dengan konsumsi rumah tangga
secara langsung (seperti sandang dan pangan, bahkan dengan menggunakan proses
pengolahan yang cukup sederhana), sedangkan sektor pertanian lainnya lebih banyak
digunakan sebagai bahan baku industri (agro industri). Kondisi ini juga mendorong alasan
mengapa tingkat permintaan pada sektor industri makanan dan minuman cukup besar.
Pengaruh lainnya akibat permintaan rumah tangga ini adalah meningkatnya permintaan
pada sektor perdagangan yang tidak lepas dari interaksi konsumsi rumah tangga akan
output sektor agro industri dan produk pertanian primer.

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa adanya peningkatan pendapatan sebesar Rp.1 miliar yang
diinjeksikan pada kelompok rumah tangga akan meningkatkan pengeluaran konsumsi
rumah tangga untuk produk industri makanan dan minuman sebesar Rp.0.92-1.13 miliar,
sedangkan pada produk pertanian, khususnya tanaman pangan hanya berdampak pada
peningkatan konsumsi sektor ini sebesar Rp.0.53-0.67 milyar.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, sektor pertanian tanaman pangan memiliki tingkat


keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya (backward lingkage). Sektor ini memiliki angka
pengganda sebesar 4.53 (tabel 4.1). Hal ini berarti apabila terjadi kenaikan neraca eksogen
di sektor pertanian tanaman pangan sebesar Rp.1 miliar maka penerimaan pada sektor-
sektor produksi yang lain akan meningkat sebesar Rp.4.53 miliar, dimana lebih banyak
diserap oleh sektor perdagangan yaitu sebesar Rp.1.27 miliar, sektor industri makanan dan
minuman sebesar Rp.830 juta, industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen sebesar
Rp.510 juta.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 30

Besarnya peningkatan yang diserap oleh ketiga sektor tersebut menggambarkan keterkaitan
yang kuat antara sektor pertanian khususnya tanaman pangan dengan sektor perdagangan,
sektor industri makanan dan minuman, dan sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan
semen baik melalui permintaan input maupun melalui penawaran output. Keterkaitan
dengan sektor perdagangan terutama dalam hal kegiatan perdagangan meliputi
pengumpulan hasil pertanian dan mendistribusikannya kepada konsumen, sektor industri
makanan dan minuman dalam hal penyediaan bahan baku industri, sedangkan sektor
industri kimia,pupuk, hasil dari tanah liat dan semen melalui penyediaan sarana produksi
seperti pupuk dan pestisida. Uraian selengkapnya dapat kita lihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Produksi lainnya


Pengganda
Deskripsi
Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5
Pertanian Tanaman Pangan - 0.41 0.52 0.33 0.36
Pertanian Tanaman lain 0.17 - 0.17 0.16 0.11
Peternakan dan hasil-hasilnya 0.33 0.27 - 0.19 0.20
Kehutanan dan Perburuan 0.01 0.02 0.01 - 0.01
Perikanan 0.19 0.17 0.18 0.13 -
Pertambangan dan Penggalian 0.12 0.14 0.11 0.10 0.10
Industri Makanan, Minuman dan
0.83 0.73 1.12 0.58 0.68
Tembakau
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian
0.13 0.12 0.12 0.10 0.10
dan Kulit
Industri Kayu & Barang dari kayu 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04
Industri Kertas, Percetakan, Alat
angkutan dan Barang dari logam dan 0.44 0.43 0.41 0.46 0.38
industri lainnya
Industri kimia, hasil dari tanah liat,
0.51 0.63 0.44 0.38 0.43
semen
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.07 0.06 0.07 0.05 0.06
Konstruksi 0.06 0.10 0.07 0.09 0.06
Perdagangan 1.27 0.91 1.55 0.97 1.36
Hotel & Restoran 0.23 0.20 0.21 0.18 0.19
Pengangkutan & Telekomunikasi 0.50 0.45 0.51 0.43 0.43
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
0.38 0.39 0.39 0.32 0.35
Perusahaan
Jasa-jasa 0.52 0.49 0.48 0.45 0.44
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan :
Sektor 1 (Pertanian Tanaman Pangan), Sektor 2 (Pertanian Tanaman lainnya), Sektor 3 (Peternakan dan hasil-
hasilnya), Sektor 4 (Kehutanan dan Perburuan), dan Sektor 5 (Perikanan).

Berdasarkan hasil analisis diatas, bahwa sektor pertanian yang memberikan andil besar
terhadap nilai tambah, output, pendapatan rumah tangga dan PDB Nasional adalah sektor
pertanian tanaman pangan. Sektor ini memiliki nilai pengganda yang besar dibandingkan
dengan sektor pertanian lainnya bahkan dengan sektor non-pertanian sekalipun. Sektor ini

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 31

memiliki keterkaitan yang cukup besar dengan sektor lainnya (backward linkage) seperti
sektor agro industri yaitu Industri makanan, minuman dan tembakau, sektor Industri kertas
Percetakan, Alat angkutan dan Barang dari logam dan industri lainnya, dan Industri kimia,
hasil dari tanah liat, semen. Artinya, injeksi pemerintah pada sektor tanaman pangan
maupun pada sektor agro industri akan lebih mendorong nilai tambah, output, pendapatan
rumah tangga dan PDB Nasional secara menyeluruh.

Dekomposisi Pengganda Sektor Pertanian

Koefisien pengganda, Ma, adalah nilai yang menunjukkan besarnya pengaruh global yang
ditransmisikan dari suatu sektor terhadap sektor lain akibat adanya injeksi yang ditujukan
pada suatu sektor. Pengaruh global ini tidak terjadi begitu saja melalui nilai pengganda Ma,
melainkan terjadi melalui banyak tahapan. Tahapan-tahapan pengaruh tersebut dapat
ditunjukkan secara jelas proses serta keterkaitannya dengan menggunakan dekomposisi
pengganda (Herliana, 2004). Dekomposisi pengganda membagi nilai pengganda menjadi
tiga komponen yang memberikan makna secara ekonomi (bentuk aditif), yaitu: (1)
pengganda transfer (Ma1 I), yang menggambarkan dampak pengganda neto yang dialami
sekumpulan neraca tertentu akibat adanya tambahan transfer dari neraca eksogen terhadap
neraca tersebut; (2) pengganda silang atau open loop [(Ma2 I) Ma1], yang menangkap
dampak silang (cross effect) antar neraca yang berbeda; (3) pengganda closed-loop [(Ma3
I) Ma2.Ma1], yang menjelaskan dampak pengganda dari adanya aliran neraca eksogen
pada neraca endogen dan kemudian kembali ke neraca semula.

Pada penelitian ini, analisis dekomposisi pengganda difokuskan hanya pada sektor
pertanian ketika injeksi kebijakan (eksogen) dilakukan pada sektor ini. Adapun analisa
dekomposisi pengganda pada masing-masing sektor pertanian berikut ini.

Tabel 5.6. Dekomposisi Pengganda Sektor Pertanian Tanaman Pangan


(Ma2- (Ma3-
Dampak Injeksi Terhadap Neraca Lain I Ma1-I Ma
I)Ma1 I)Ma2Ma1
RT Buruh Tani 0.07 0.05 0.12
RT Pengusaha Pertanian 0.38 0.21 0.58
RT Bukan Pertanian Pedesaan Golongan Bawah 0.08 0.10 0.18
RT Bukan Pertanian Pedesaan Golongan Bukan
Angkatan Kerja 0.06 0.04 0.10
RT Bukan Pertanian Pedesaan Golongan Atas 0.14 0.11 0.25
RT Bukan Pertanian Perkotaan Golongan Bawah 0.05 0.15 0.20
RT Bukan Pertanian Perkotaan Golongan Bukan
Angkatan Kerja 0.02 0.05 0.07
RT Bukan Pertanian Perkotaan Golongan Atas 0.06 0.18 0.25
TK Pertanian 0.65 0.24 0.90
TK Nonpertanian 0.14 0.47 0.61
Pertanian Tanaman Pangan 1 0.88 0.46 2.34

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 32

Pertanian Tanaman Lainnya 0.05 0.12 0.17


Peternakan Dan Hasil-Hasilnya 0.06 0.26 0.33
Kehutanan Dan Perburuan 0.00 0.01 0.01
Perikanan 0.00 0.19 0.19
Pertambangan Dan Penggalian 0.03 0.10 0.12
Industri Makanan, Minuman Dan Tembakau 0.02 0.81 0.83
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian Dan Kulit 0.01 0.13 0.13
Industri Kayu & Barang Dari Kayu 0.00 0.05 0.05
Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan Dan
Barang Dari Logam Dan Industri Lainnya 0.03 0.42 0.44
Industri Kimia, Hasil Dari Tanah Liat, Semen 0.13 0.38 0.51
Listrik, Gas, Dan Air Minum 0.01 0.06 0.07
Konstruksi 0.02 0.04 0.06
Perdagangan 0.57 0.70 1.27
Hotel & Restoran 0.01 0.22 0.23
Pengangkutan & Telekomunikasi 0.11 0.39 0.50
Keuangan, Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 0.08 0.30 0.38
Jasa-Jasa 0.03 0.49 0.52
Total Produksi 1 2.03 5.14 8.16
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.6, adanya injeksi pada sektor pertanian tanaman pangan akan
berdampak besar pada peningkatan penghasilan rumah tangga pengusaha dengan nilai
pengganda sebesar 0.58. Angka pengganda ini, 0.38 berasal dari kontribusi dampak
pengganda silang dan 0.21 berasal dari dampak pengganda closed-loop. Berdasarkan nilai
tambah, injeksi pada sektor ini berdampak besar pada tenaga kerja pertanian. Sedangkan
pengaruhnya pada sektor lain, sangat terasa pada sektor perdagangan dengan angka
pengganda mencapai 0.57. Sedangkan dampak pengganda close-loop, lebih besar yaitu
0.70. Artinya, pengaruh injeksi pada sektor pertanian dapat mendorong sektor perdagangan
dan sektor perdagangan kemudian mendorong lebih jauh peningkatan output sektor
pertanian itu sendiri. Pengaruh seluruh sektor (backward linkage) pada sektor pertanian
tanaman pangan dapat dilihat pada besarnya angka pengganda close-loop yang mencapai
5.14 sedangkan pengaruh langsung pada sektor pertanian tanaman pangan sendiri hanya
mencapai 2.03.

Tabel 5.7. Dekomposisi Pengganda Sektor Sektor Pertanian Tanaman Lainnya


(Ma2- (Ma3-
Dampak Injeksi Terhadap Neraca Lain I Ma1-I Ma
I)Ma1 I)Ma2Ma1
RT buruh tani 0.06 0.04 0.10
RT pengusaha pertanian 0.30 0.18 0.48
RT bukan pertanian pedesaan golongan bawah 0.08 0.09 0.17
RT bukan pertanian pedesaan golongan bukan
0.05 0.04 0.09
angkatan kerja
RT bukan pertanian pedesaan golongan atas 0.12 0.10 0.22

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 33

RT bukan pertanian perkotaan golongan bawah 0.05 0.13 0.19


RT bukan pertanian perkotaan golongan bukan
0.02 0.05 0.07
angkatan kerja
RT bukan pertanian perkotaan golongan atas 0.07 0.16 0.23
TK pertanian 0.49 0.21 0.70
TK nonpertanian 0.14 0.41 0.56
Pertanian Tanaman Pangan 0.01 0.40 0.41
Pertanian Tanaman lainnya 1 1.04 0.11 2.15
Peternakan dan hasil-hasilnya 0.04 0.23 0.27
Kehutanan dan Perburuan 0.00 0.01 0.02
Perikanan 0.00 0.16 0.17
Pertambangan dan Penggalian 0.06 0.08 0.14
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 0.02 0.71 0.73
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.01 0.11 0.12
Industri Kayu & Barang dari kayu 0.01 0.04 0.05
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan
0.06 0.37 0.43
Barang dari logam dan industri lainnya
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen 0.29 0.34 0.63
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.01 0.05 0.06
Konstruksi 0.06 0.04 0.10
Perdagangan 0.30 0.61 0.91
Hotel & Restoran 0.01 0.20 0.20
Pengangkutan & Telekomunikasi 0.10 0.35 0.45
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.13 0.26 0.39
Jasa-jasa 0.05 0.44 0.49
Total produksi 1 2.19 4.52 7.71
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Tabel 5.7 menunjukkan kondisi yang sama dengan sektor pertanian tanaman pangan
sebelumnya. Dimana injeksi pada sektor ini akan berdampak besar terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga pengusaha pertanian dan rumah tangga bukan pertanian dari
golongan atas di pedesaan dibandingkan buruh tani itu sendiri. Adanya injeksi pada sektor
ini secara langsung akan meningkatkan output sektor lebih tinggi yaitu mencapai 1.04 kali.
Dampak ini jauh lebih tinggi dibandingkan dampak injeksi sektor pertanian tanaman pangan
terhadap dirinya sendiri. Pengaruh pada sektor lainnya, cukup besar dirasakan pada sektor
perdagangan dan sektor industri kimia dan hasil dari tanah liat, semen. Sedangkan dampak
keterkaitan dengan sektor lain juga cukup besar pengaruhnya pada output sektor ini
walapun tidak sebesar sektor pertanian tanaman pangan.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 34

Tabel 5.8. Dekomposisi Pengganda Sektor Sektor Peternakan dan hasil-hasilnya


(Ma2- (Ma3-
Dampak Injeksi Terhadap Neraca Lain I Ma1-I Ma
I)Ma1 I)Ma2Ma1
RT buruh tani 0.05 0.04 0.09
RT pengusaha pertanian 0.23 0.18 0.40
RT bukan pertanian pedesaan golongan bawah 0.08 0.09 0.17
RT bukan pertanian pedesaan golongan bukan
0.04 0.04 0.08
angkatan kerja
RT bukan pertanian pedesaan golongan atas 0.10 0.10 0.20
RT bukan pertanian perkotaan golongan bawah 0.09 0.13 0.22
RT bukan pertanian perkotaan golongan bukan
0.03 0.05 0.08
angkatan kerja
RT bukan pertanian perkotaan golongan atas 0.11 0.16 0.26
TK pertanian 0.34 0.20 0.54
TK nonpertanian 0.26 0.41 0.66
Pertanian Tanaman Pangan 0.14 0.38 0.52
Pertanian Tanaman lainnya 0.06 0.10 0.17
Peternakan dan hasil-hasilnya 1 1.07 0.22 2.29
Kehutanan dan Perburuan 0.00 0.01 0.01
Perikanan 0.02 0.16 0.18
Pertambangan dan Penggalian 0.03 0.08 0.11
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 0.44 0.68 1.12
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.01 0.11 0.12
Industri Kayu & Barang dari kayu 0.01 0.04 0.05
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan
0.05 0.37 0.41
Barang dari logam dan industri lainnya
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen 0.11 0.33 0.44
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.02 0.05 0.07
Konstruksi 0.03 0.04 0.07
Perdagangan 0.96 0.60 1.56
Hotel & Restoran 0.01 0.19 0.21
Pengangkutan & Telekomunikasi 0.17 0.34 0.51
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.13 0.26 0.39
Jasa-jasa 0.05 0.44 0.48
total produksi 1 3.29 4.40 8.69
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa sektor peternakan dan hasil-hasilnya juga memberikan
peningkatan pendapatan besar pada pengusaha pertanian dan rumah tangga bukan
pertanian dari golongan atas di perkotaan. Injeksi pada sektor ini dapat meningkatkan output
yang lebih besar dengan angka pengganda mencapai 1.07. sektor ini berpengaruh besar
pada sektor perdagangan dan sektor industri makanan dan minuman. Berdasarkan
keterkaitan dengan faktor lain, ternyata memberikan pengaruh yang tidak jauh berbeda

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 35

dampak injeksi pada sektor ini terhadap dirinya maupun melalui pengaruh sektor lain yang
kemudian mempengaruhi sektor ini (closed-loop multiplier).

Tabel 5.9. Dekomposisi Pengganda Sektor Kehutanan dan Perburuan


(Ma2- (Ma3-
Dampak Injeksi Terhadap Neraca Lain I Ma1-I Ma
I)Ma1 I)Ma2Ma1
RT buruh tani 0.04 0.03 0.07
RT pengusaha pertanian 0.16 0.15 0.31
RT bukan pertanian pedesaan golongan bawah 0.07 0.08 0.15
RT bukan pertanian pedesaan golongan bukan
0.03 0.03 0.06
angkatan kerja
RT bukan pertanian pedesaan golongan atas 0.09 0.08 0.17
RT bukan pertanian perkotaan golongan bawah 0.08 0.11 0.19
RT bukan pertanian perkotaan golongan bukan
0.03 0.04 0.07
angkatan kerja
RT bukan pertanian perkotaan golongan atas 0.10 0.14 0.24
TK pertanian 0.21 0.17 0.38
TK nonpertanian 0.19 0.35 0.54
Pertanian Tanaman Pangan 0.00 0.32 0.32
Pertanian Tanaman lainnya 0.07 0.09 0.16
Peternakan dan hasil-hasilnya 0.00 0.19 0.19
Kehutanan dan Perburuan 1 0.85 0.01 1.86
Perikanan 0.00 0.13 0.13
Pertambangan dan Penggalian 0.03 0.07 0.10
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 0.01 0.57 0.58
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.01 0.09 0.10
Industri Kayu & Barang dari kayu 0.01 0.03 0.04
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan
0.15 0.32 0.47
Barang dari logam dan industri lainnya
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen 0.09 0.29 0.38
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.01 0.04 0.05
Konstruksi 0.05 0.04 0.09
Perdagangan 0.46 0.50 0.96
Hotel & Restoran 0.01 0.17 0.18
Pengangkutan & Telekomunikasi 0.14 0.29 0.43
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.10 0.22 0.32
Jasa-jasa 0.05 0.39 0.44
Total produksi 1 2.05 3.77 6.82
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.9, injeksi pada sektor ini hanya meningkatkan output sebesar 0.85
atau lebih rendah dibandingkan tiga sektor pertanian sebelumnya. Injeksi sektor ini sebagian
besar mempengaruhi sektor perdagangan dan sektor industri kertas, percetakan, alat
angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 36

Tabel 5.10. Dekomposisi Pengganda Sektor Perikanan


(Ma2- (Ma3-
Dampak Injeksi Terhadap Neraca Lain I Ma1-I Ma
I)Ma1 I)Ma2Ma1
RT buruh tani 0.05 0.03 0.08
RT pengusaha pertanian 0.16 0.15 0.31
RT bukan pertanian pedesaan golongan bawah 0.07 0.08 0.15
RT bukan pertanian pedesaan golongan bukan
0.03 0.03 0.06
angkatan kerja
RT bukan pertanian pedesaan golongan atas 0.08 0.09 0.17
RT bukan pertanian perkotaan golongan bawah 0.09 0.12 0.21
RT bukan pertanian perkotaan golongan bukan
0.03 0.04 0.07
angkatan kerja
RT bukan pertanian perkotaan golongan atas 0.11 0.14 0.25
TK pertanian 0.22 0.18 0.40
TK nonpertanian 0.20 0.36 0.56
Pertanian Tanaman Pangan 0.03 0.33 0.36
Pertanian Tanaman lainnya 0.02 0.09 0.11
Peternakan dan hasil-hasilnya 0.01 0.20 0.20
Kehutanan dan Perburuan 0.00 0.01 0.01
Perikanan 1 0.93 0.14 2.06
Pertambangan dan Penggalian 0.03 0.07 0.10
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 0.09 0.60 0.68
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.01 0.09 0.10
Industri Kayu & Barang dari kayu 0.01 0.04 0.04
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan
0.06 0.33 0.38
Barang dari logam dan industri lainnya
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen 0.13 0.30 0.43
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.02 0.04 0.06
Konstruksi 0.03 0.04 0.06
Perdagangan 0.84 0.52 1.36
Hotel & Restoran 0.01 0.17 0.19
Pengangkutan & Telekomunikasi 0.13 0.30 0.43
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.12 0.23 0.35
Jasa-jasa 0.03 0.41 0.44
total produksi 1 2.47 3.91 7.38
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Sektor perikanan merupakan sektor terakhir dari komponen sektor pertanian primer. Seperti
halnya sektor pertanian lainnya, injeksi pada sektor ini akan sebagian besar akan
meningkatkan penghasilan rumah tangga pengusaha pertanian dibandingkan buruh tani.
Peningkatan penghasilan buruh tani, dibandingkan sektor lainnya cukup rendah. Ini
menunjukkan bahwa usaha pertanian di sektor perikanan lebih banyak menguntungkan para
pemiliki modal baik dari kalangan pengusaha pertanian maupun bukan pertanian dari
golongan atas di perkotaan. Berdasarkan keterkaitan sektor, sektor perikanan dapat

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 37

mendorong meningkatnya output sektor perdagangan dan sektor industri kimia dan hasil
dari tanah liat, semen, serta sektor pengangkutan dan telekomunikasi.

Berdasarkan tabel dekomposisi diatas pada seluruh sektor pertanian, multiplier terhadap
rumah tangga pengusaha dan golongan atas mendapatkan porsi yang besar. Sedangkan
pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan buruh tani walaupun meningkat namun
dengan porsi yang kecil. Ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor pertanian lebih
banyak menguntungkan pengusaha dan golongan atas pemilik modal dibandingkan buruh
tani itu sendiri. Selain itu, melalui teknik dekomposisi kita juga bisa mengindentifikasi
pengaruh injeksi pada suatu sektor dan sektor lainnya. Pada injeksi yang dilakukan pada
sektor pertanian, dampaknya akan dirasakan segera pada sektor yang bersangkutan namun
dengan daya respons yang berbeda-beda antar sektor pertanian. Misalkan pada sektor
pertanian tanaman lainnya dan peternakan. Injeksi Rp.1 miliar akan menciptakan output
diatas Rp.1 miliar pada sektor ini dan tentunya pengaruh sektor lain karena backward
linkage akan memberikan pengaruh yang jauh lebih besar. Selain itu, dampak injeksi juga
berpengaruh dalam mendorong sektor yang lain. Berdasarkan analisis dekomposisi, injeksi
pada sektor pertanian akan memberikan stimulus yang cukup besar dalam mendorong
sektor lain khususnya sektor perdagangan dan agro industri (industri makanan, minuman
dan tembakau, industri kertas, dan industri kimia).

Analisis Jalur Struktural (Structural Path Analysis)


Structural path analysis (SPA) dapat menjelaskan bagaimana alur dampak itu terjadi dari
satu aktifitas ke aktifitas yang lain. Melalui SPA kita dapat melakukan identifikasi seluruh
jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainnya
dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya dapat
melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit). Selain itu, pengaruh yang
diukur bukan hanya mencakup pengaruh langsung, namun juga pengaruh tidak langsung,
pengaruh total dan pengaruh global.

Dalam menganalisis sektor pertanian dalam perekonomian nasional digunakan perangkat


lunak MATS (matrix account transformation system) yang mampu menghasilkan
perhitungan sangat lengkap. Namun, tidak semua output hasil perhitungan MATS
ditampilkan dalam pembahasan ini, mengingat banyak sekali jalur yang telah diukur. Peneliti
hanya berfokus pada transmisi sektor pertanian terhadap nilai tambah, pendapatan rumah
tangga, dan dalam mendorong sektor lainnya.

Dalam menganalisis SPA, peneliti menggunakan angka persentase pengaruh global (GE)
sebagai patokan untuk melakukan pembahasan SPA. Hal ini karena GE sudah memuat
keseluruhan hasil pengukuran SPA yaitu diperoleh dengan menghitung persentase dari
pengaruh total terhadap pengaruh global. Sementara pengaruh total diperoleh dari hasil
perkalian antara pengaruh langsung (direct effect) dengan path multiplier. Dengan demikian,
persentase GE telah mencakup seluruh perhitungan dari analisis SPA ini.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 38

Gambar 5.1 Jalur dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan ke Faktor Produksi
0.302
TK Pertanian Desa 94.4%

0.035
TK Pertanian Kota 84.0%
0.005
Pertanian Tanaman
Pangan
0.050
TK Non Pertanian
20.4%
0.090 Desa

Perdagangan

0.099 TK Non Pertanian Kota 20.7%


0.009

0.020
Bukan Tenaga Kerja 9.5%

Berdasarkan Gambar 5.1 Tenaga Kerja Pertanian di desa menerima pengaruh global paling
tinggi dari sektor pertanian tanaman pangan dibandingkan faktor produksi lainnya yakni
sebesar 0.798 yang sama dengan nilai multiplier-nya (Tabel 5.11). Pengaruh langsung yang
diterima faktor produksi ini dari setiap kenaikan neraca eksogen di sektor pertanian tanaman
pangan adalah sekitar 0.302 atau sekitar 94.4%. Sedangkan bukan tenaga kerja, menerima
transmisi efek multiplier terkuat kedua yaitu sebesar 0.594. Pengaruh langsung terhadap
faktor produksi ini mencapai 0.020.

Tabel 5.11 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Pertanian
Tanaman Pangan ke Faktor Produksi
Jalur Jalur Pengaruh Jalur Pengaruh Pengganda Pengaruh
% GE
Awal Tujuan Global Dasar Langsung Jalur Total
16 1 0.798 16, 1 0.302 2.489 0.752 94.4
2 0.099 16, 2 0.035 2.371 0.083 84.0
3 0.191 16, 29, 3 0.005 8.663 0.039 20.4
4 0.414 16, 29, 4 0.009 9.597 0.086 20.7
5 0.594 16, 5 0.020 2.800 0.056 9.5

Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)


Keterangan :
(16) Sektor Pertanian Tanaman Pangan, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-
Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, dan (5) Bukan Tenaga Kerja

SPA mencoba menguraikan sebaran efek yang ditimbukan oleh dampak injeksi sektor
pertanian tanaman pangan ke faktor produksi Tenaga Kerja Pertanian di Desa sebagai
berikut (Tabel 5.12).

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 39

Tabel 5.12 Jalur Dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan ke TK Pertanian di Desa
Pengaruh Pengaruh Pengganda Pengaruh
Jalur % GE
Global Langsung Jalur Total
16, 1 0.798 0.302 2.489 0.752 94.4
16, 17, 1 0.002 5.153 0.013 1.6
16, 18, 1 0.002 5.355 0.010 1.2
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan :
(16) Sektor Pertanian Tanaman Pangan, (17) Pertanian Tanaman Lainnya, (18) Peternakan dan
hasil-hasilnya, dam (1) TK Pertanian di Desa.

Tabel 5.12 menjelaskan bahwa jalur dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan juga melalui
sektor pertanian lainnya yaitu sektor Tanaman lainnya dan Peternakan. Pengaruh total
sektor ini mencapai 0.752 atau 94.4% dari Pengaruh global terjadi pada jalur dasar
langsung dari sektor pertanian tanaman pangan ke TK Pertanian di Desa.

Adapun transmisi efek dari sektor pertanian lainnya terhadap faktor produksi (nilai tambah)
dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut ini.

Tabel 5.13 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Pertanian
lainnya ke Faktor Produksi
Jalur Jalur Pengaruh Pengaruh Pengganda Pengaruh
Jalur Dasar % GE
Awal Tujuan Global Langsung Jalur Total
17 1 0.632 17, 1 0.215 2.602 0.560 88.6
2 0.073 17, 2 0.022 2.221 0.048 66.5
3 0.183 17, 3 0.009 2.492 0.023 12.8
4 0.376 17, 29, 4 0.003 9.368 0.032 8.4
5 0.652 17, 5 0.053 2.652 0.140 21.5
18 1 0.470 18, 1 0.115 2.722 0.312 66.4
2 0.073 18, 2 0.020 2.352 0.046 62.8
3 0.215 18, 29, 3 0.006 8.631 0.054 25.0
4 0.450 18, 29, 4 0.012 9.615 0.118 26.3
5 0.685 18, 5 0.062 2.775 0.172 25.1
19 1 0.312 19, 1 0.079 2.330 0.184 59.0
2 0.066 19, 2 0.023 1.933 0.044 66.9
3 0.184 19, 3 0.019 2.180 0.041 22.4
4 0.355 19, 29, 4 0.007 8.271 0.059 16.7
5 0.843 19, 5 0.214 2.327 0.497 59.0
20 1 0.309 20, 1 0.074 2.519 0.186 60.1
2 0.091 20, 2 0.035 2.123 0.073 80.9
3 0.177 20, 29, 3 0.007 7.934 0.053 30.1
4 0.387 20, 29, 4 0.013 8.855 0.118 30.4
5 0.851 20, 5 0.197 2.507 0.495 58.1
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan :
(17) Pertanian Tanaman lainnya, (18) Peternakan dan hasil-hasilnya, (19) Kehutanan dan Perburuan, (20)
Perikanan, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-
Pertanian di Kota, dan (5) Bukan Tenaga Kerja

Berdasarkan efek multiplier dari seluruh sektor pertanian, pengaruh terbesar pada faktor
produksi (nilai tambah) terjadi pada faktor produksi TK Pertanian di Desa dan Bukan Tenaga
Kerja. Besarnya daya serap nilai tambah pada tenaga kerja Pertanian di desa menunjukkan

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 40

bahwa peningkatan pembangunan di sektor ini berkontribusi dalam menambah pendapatan


secara langsung pada petani sehingga petani semakin sejahtera. Namun, perlu dilihat juga
bahwa pembangunan di sektor ini juga memberikan keuntungan yang besar pada bukan
tenaga kerja yaitu pemilik modal. Ini disebabkan karena kondisi lahan pertanian yang
sebagian besar dikuasai oleh para pemilik modal (Rahardi, 2006).

Sedangkan hasil analisis SPA berdasarkan jalur transmisi dari sektor pertanian ke
pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Pertanian ke
Pendapatan Rumah Tangga
Jalur Jalur Pengaruh Pengaruh Pengganda Pengaruh
Jalur Dasar % GE
Awal Tujuan Global Langsung Jalur Total
16 6 0.118 16, 1, 6 0.020 2.547 0.051 43.8
7 0.583 16, 1, 7 0.172 2.657 0.458 78.5
8 0.183 16, 1, 8 0.026 2.691 0.070 38.0
9 0.101 16, 1, 9 0.026 2.539 0.067 66.0
10 0.249 16, 1, 10 0.058 2.637 0.152 61.1
11 0.201 16, 29, 4, 11 0.003 9.822 0.031 15.7
12 0.072 16, 29, 4, 12 0.001 9.674 0.010 14.0
13 0.246 16, 29, 4, 13 0.004 9.834 0.037 15.1
17 6 0.096 17, 1, 6 0.014 2.686 0.039 40.2
7 0.481 17, 1, 7 0.123 2.805 0.344 71.5
8 0.168 17, 1, 8 0.018 2.832 0.052 31.1
9 0.087 17, 1, 9 0.019 2.659 0.050 57.3
10 0.218 17, 1, 10 0.041 2.768 0.114 52.0
11 0.187 17, 29, 4, 11 0.001 9.620 0.012 6.2
12 0.067 17, 2, 12 0.002 2.332 0.003 5.2
13 0.229 17, 29, 4, 13 0.001 9.633 0.014 6.0
18 6 0.088 18, 1, 6 0.008 2.802 0.021 24.4
7 0.401 18, 1, 7 0.065 2.917 0.191 47.5
8 0.169 18, 1, 8 0.010 2.942 0.029 17.1
9 0.077 18, 1, 9 0.010 2.777 0.028 36.2
10 0.200 18, 1, 10 0.022 2.881 0.063 31.6
11 0.216 18, 29, 4, 11 0.004 9.859 0.044 20.1
12 0.076 18, 29, 4, 12 0.001 9.700 0.014 18.2
13 0.263 18, 29, 4, 13 0.005 9.872 0.052 19.6
19 6 0.074 19, 2, 6 0.008 2.022 0.017 23.1
7 0.308 19, 1, 7 0.045 2.519 0.114 36.9
8 0.149 19, 5, 8 0.008 2.524 0.020 13.3
9 0.063 19, 1, 9 0.007 2.382 0.016 26.3
10 0.169 19, 1, 10 0.015 2.483 0.037 22.1
11 0.191 19, 5, 11 0.011 2.623 0.030 15.5
12 0.069 19, 5, 12 0.005 2.407 0.011 16.0
13 0.235 19, 5, 13 0.017 2.611 0.043 18.5
20 6 0.084 20, 2, 6 0.013 2.211 0.028 33.8
7 0.314 20, 1, 7 0.042 2.701 0.113 36.1
8 0.146 20, 29, 3, 8 0.003 8.222 0.024 16.1
9 0.062 20, 1, 9 0.006 2.570 0.017 26.7
10 0.167 20, 1, 10 0.014 2.669 0.038 22.5
11 0.205 20, 29, 4, 11 0.005 9.078 0.043 21.1
12 0.074 20, 29, 4, 12 0.002 8.931 0.014 18.6
13 0.254 20, 29, 4, 13 0.006 9.086 0.051 20.2

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 41

Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)


Keterangan :
(16) Sektor Pertanian Tanaman Pangan, (17), (17) Pertanian Tanaman lainnya, (18) Peternakan dan hasil-
hasilnya, (19) Kehutanan dan Perburuan, (20) Perikanan, (29) Perdangan, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK
Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, (5) Bukan Tenaga Kerja, (6)
Buruh Pertanian, (7) Pengusaha Pertanian, (8) Golongan Bawah di Desa, (9) Bukan Angkatan Kerja di Desa,
(10) Golongan Atas di Desa, (11) Golongan Bawah di Kota, (12) Bukan Angkatan Kerja di Kota, (13) Golongan
Atas di Kota.

Berdasarkan Tabel 5.14 diatas, efek multiplier seluruh sektor pertanian ke rumah tangga
memiliki pengaruh kuat pada rumah tangga pengusaha dan golongan atas di Kota. Ini
menunjukkan bahwa pembangunan di sektor ini lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha
atau pemilik modal. Misalkan, adanya peningkatan penerimaan di sektor pertanian pangan
hanya berdampak 11.8% pada peningkatan pendapatan rumah tangga buruh tani,
sedangkan dampak terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha mencapai 58.3%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan distribusi pendapatan rumah
tangga di Indonesia. Hasil analisis ini memberikan kesimpulan yang sama dengan analisis
dekomposisi multiplier.

Adapun analisis berdasarkan jalur dasar dari setiap sektor pertanian terhadap rumah tangga
berikut ini.

Gambar 5.2 Jalur dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan ke Rumah Tangga
0.020
Buruh Pertanian 43.8%
0.067
0.032
TK Pertanian di Desa
0.570
Pengusaha Pertanian 78.5%

Pertanian Tanaman 0.085


Pangan
0.172
0.026 Golongan Bawah di
Desa 38.0%

0.026 0.087
0.090
BAK di Desa 66.0%
0.191
Perdagangan 0.058
0.003 Golongan Atas di Desa 61.1%
0.004
0.099
TK Non-Pertanian di
0.001 Kota 0.424 Golongan Atas di Kota 15.7%

0.116 0.359
Golongan Bawah di
BAK di Kota Kota 14.0%

15.1%

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 42

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa transmisi sektor pertanian tanaman pangan ke rumah
tangga melalui TK pertanian di Desa dan TK non-pertanian di Kota. Dimana, variabel TK
pertanian di Desa menjadi perantara rumah tangga di Desa (buruh tani hingga golongan
atas). Sedangkan TK non-pertanian di Kota menjadi perantara bagi jalur rumah tangga di
Kota. Berbeda dengan jalur ke rumah tangga di Desa, jalur ke rumah tangga di Kota
sebelum mencapai tenaga kerja non-pertanian, jalur ini melalui sektor perdagangan terlebih
dahulu. Berdasarkan analisis jalur dasar, pengaruh langsung terbesar pada transmisi sektor
pertanian tanaman pangan ke rumah tangga terjadi pada pengusaha yakni sebesar 0.172
sedangkan buruh tani hanya menerima 0.020. Hal ini jelas bahwa penerimaan rumah tangga
dari sektor pertanian tanaman pangan masih dinikmati oleh para pengusaha atau pemilik
modal di sektor pertanian.

Berikut transmisi jalur dari keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lainnya (backward
linkage) berdasarkan efek multiplier terbesar pada output sektor pertanian dan selanjutnya
pada pendapatan rumah tangga. Ada tiga sektor pendukung yang dapat mendorong sektor
pertanian untuk terus bertumbuh dan meningkatkan pendapatan rumah tangga yaitu sektor
Industri makanan dan minuman, Sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen, dan
Sektor perdagangan (Tabel 5.15).

Tabel 5.15 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Industri
Makanan dan Minuman, Sektor Industri Kimia, hasil dari tanah liat, semen, dan Sektor Perdagangan
ke pendapatan Rumah Tangga
Jalur Jalur Pengaruh Pengaruh Pengganda Pengaruh
Jalur Dasar % GE
Awal Tujuan Global Langsung Jalur Total
22 6 0.070 22, 16, 2, 6 0.002 5.997 0.013 18.8
7 0.324 22, 16, 1, 7 0.019 6.166 0.115 35.5
8 0.159 22, 3, 8 0.009 3.061 0.028 17.4
9 0.066 22, 16, 1, 9 0.003 5.992 0.017 26.0
10 0.176 22, 16, 1, 10 0.006 6.148 0.038 21.8
11 0.213 22, 4, 11 0.012 3.408 0.042 19.8
12 0.074 22, 4, 12 0.004 3.358 0.013 18.2
13 0.257 22, 4, 13 0.015 3.411 0.050 19.4
26 6 0.043 26, 5, 14, 15, 6 0.001 3.686 0.004 9.9
7 0.188 26, 5, 7 0.008 3.066 0.026 13.6
8 0.125 26, 3, 8 0.010 2.629 0.026 20.7
9 0.044 26, 5, 9 0.002 2.704 0.006 14.2
10 0.127 26, 5, 10 0.009 2.793 0.025 19.7
11 0.186 26, 4, 11 0.017 2.986 0.049 26.6
12 0.065 26, 4, 12 0.005 2.935 0.016 24.3
13 0.225 26, 4, 13 0.020 2.990 0.059 26.1
29 6 0.056 29, 4, 6 0.002 4.624 0.009 15.7
7 0.246 29, 4, 7 0.008 5.123 0.039 16.0
8 0.181 29, 3, 8 0.021 4.138 0.088 48.7
9 0.059 29, 3, 9 0.005 4.067 0.020 33.7
10 0.169 29, 3, 10 0.016 4.180 0.066 38.9
11 0.287 29, 4, 11 0.036 4.581 0.163 56.7
12 0.097 29, 4, 12 0.012 4.499 0.052 53.2
13 0.342 29, 4, 13 0.042 4.588 0.193 56.2
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan :

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 43

(22) Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, (26) Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen, (29)
Perdagangan, (16) Pertanian Tanaman Pangan , (14) Perusahaan, (15) Pemerintah, (1) TK Pertanian di Desa,
(2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, (5) Bukan Tenaga Kerja,
(6) Buruh Pertanian, (7) Pengusaha Pertanian, (8) Golongan Bawah di Desa, (9) Bukan Angkatan Kerja di Desa,
(10) Golongan Atas di Desa, (11) Golongan Bawah di Kota, (12) Bukan Angkatan Kerja di Kota, (13) Golongan
Atas di Kota.

Berdasarkan Tabel 5.15, menunjukkan bahwa sektor Industri makanan dan minuman,
memiliki pengaruh terbesar pada rumah tangga pengusaha dengan pengaruh global
sebesar 0.324. Pengaruh langsung sektor ini pada penghasilan rumah tangga sebesar
0.019 yang dapat dijelaskan melalui jalur dasar 22,16,1,7. Sektor industri makan dan minum
memberi pengaruh global paling rendah pada pendapatan rumah tangga buruh tani yakni
sebesar 0.070 dengan pengaruh lansung 0.002. Pengaruh langsung ini melalui jalur
22,16,2,6. Berdasarkan jalur dasar hasil transmisi sektor industri makanan dan minimum ke
rumah tangga, menunjukkan bahwa transmisi ini juga mendorong peningkatan sektor
pertanian tanaman pangan sebelum akhirnya berujung pada peningkatan penghasilan
rumah tangga.

Pada jalur transmisi sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen pada rumah tangga
terlihat bahwa rumah tangga golongan atas di kota menerima pengaruh global paling besar
yaitu sebesar 0,225 dengan pengaruh langsung sebesar 0,020 yang dihasilkan melalui jalur
dasar (26,4,13). Sektor ini juga memberikan pengaruh pada peningkatan pendapatan buruh
tani namun pengaruhnya sangat kecil yakni sebesar 0.043 dengan pengaruh langsung
sebesar 0,001 melalui jalur dasar (26,5,14,15,6). Berdasarkan transmisi ini, sebelum
mencapai rumah tangga buruh tani transmisi di sektor ini juga melalui institusi swasta dan
pemerintah. Kondisi ini tidak terlepas pada subsidi pupuk yang dilakukan pemerintah pada
swasta sehingga petani dapat menjangkau pupuk dengan harga yang relatif terjangkau dan
pada akhirnya dapat meningkatkan penghasilan buruh tani. Sektor industri ini sebagian
besar berpengaruh langsung pada faktor produksi (nilai tambah) khususnya pada
pendapatan rumah tangga non-pertanian di Kota. Sedangkan pengaruhnya dalam
mendorong sektor pertanian dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga
pertanian cukup rendah.

Seperti halnya sektor industri kimia, transmisi sektor perdagangan pada rumah tangga juga
sebagian besar terjadi pada rumah tangga non-pertanian di Kota. Sedangkan pengaruhnya
pada sektor pertanian dan pendapatan rumah tangga petani cukup rendah.

Dari hasil analisis SPA diatas, peneliti dapat mengidentifikasi transmisi pengaruh dari sektor
pertanian ke nilai tambah (faktor produksi) dan pendapatan rumah tangga. Walaupun
pengaruh terbesar banyak diserap oleh rumah tangga pengusaha namun buruh tani tetap
memperoleh pengaruh walau dengan proporsi yang jauh lebih kecil. Disamping itu, dengan
melakukan trace backward multiplier terdapat indikasi adanya pengaruh dari sektor lain
terhadap output pertanian yaitu sektor Industri makanan dan minuman. Sektor ini
mempengaruhi pendapatan rumah tangga, dengan terlebih dahulu mendorong peningkatan

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 44

pendapatan sektor pertanian tanaman pangan. Sedangkan sektor industri kimia dan
perdagangan mempengaruhi pendapatan rumah tangga pertanian secara langsung melalui
penggunaan faktor produksi. Pengaruh sektor ini dalam mendorong sektor pertanian dan
selanjutnya meningkatkan pendapatan rumah tangga pertanian cukup rendah.

Untuk mengetahui dampak ketiga sektor ini terhadap sektor pertanian dalam meningkatkan
nilai tambah, pendapatan rumah tangga, output dan PBD Nasional dilakukan melalui teknik
simulasi berupa injeksi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan sektor pertanian.

Hasil simulasi Kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan Sektor Pertanian


Berikut adalah hasil simulasi dampak kebijakan Pemerintah terhadap sektor pertanian
melalui injeksi pada sektor pertanian secara langsung dan sektor terkait dengan sektor
pertanian (berdasarkan analisis matriks dekomposisi SNSE dan jalur struktural (SPA).
Dimana simulasi dilakukan dengan 8 (delapan) skenario kebijakan pemerintah, yaitu :

1. Simulasi 1 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman pangan. Injeksi sebesar 1 triliun.
2. Simulasi 2 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman lainnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
3. Simulasi 3 :
Peningkatan produksi sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
4. Simulasi 4 :
Peningkatan produksi sektor kehutanan dan perburuan. Injeksi sebesar 1 triliun.
5. Simulasi 5 :
Peningkatan produksi sektor perikanan. Injeksi sebesar 1 triliun.
6. Simulasi 6 :
Pengembangan industri makanan, minuman, dan tembakau sebagai industri pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.
7. Simulasi 7 :
Subsidi harga produksi ke produsen pupuk, dikenakan injeksi sebesar 1 triliun pada
sektor industri kimia, pupuk, dan hasil dari tanah liat dan semen.
8. Simulasi 8 :
Pengembangan sektor perdagangan khususnya yang terkait dengan pemasaran bahan
mentah maupun olahan hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 45

Adapun hasil simulasi dari delapan skenario kebijakan pemerintah di sektor pertanian,
adalah sebagai berikut :

1. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Pendapatan


Faktor Produksi (Nilai Tambah).

Pada Gambar 5.3, merupakan nilai awal dan distribusi dari pendapatan faktor produksi
(Nilai Tambah). Dari total Rp.5,156,935.21 miliar nilai tambah, terdapat 47.79%
terkonsentrasi pada faktor modal sedangkan tenaga kerja pertanian hanya memperoleh
11.53%.

Gambar 5.3 Nilai awal dan Distribusi Pendapatan Faktor Produksi (Nilai Tambah)
3,000,000 60.00%

47.79%
2,500,000 50.00%

2,000,000 40.00%

27.53%
1,500,000 30.00%

1,000,000 20.00%
13.15%
10.07%
500,000 10.00%
1.46%
- 0.00%
TK Pertanian TK Pertanian TK-Non TK-Non Kapital
di Desa di Kota Pertanian di Pertanian di
Desa Kota

Rp Miliar % Dist

Adapun berdasarkan simulasi kebijakan yang dilakukan, diperoleh peningkatan nilai


tambah (%) pada masing-masing faktor produksi sebagai berikut (Gambar 5.4)

Gambar 5.4 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap Peningkatan Nilai Tambah


0.18%

0.16%
Sim-1
0.14%
Sim-2
0.12% Sim-3
0.10% Sim-4

0.08% Sim-5

0.06% Sim-6
Sim-7
0.04%
Sim-8
0.02%

0.00%
TK Pertanian di TK Pertanian di TK-Non TK-Non Kapital
Desa Kota Pertanian di Pertanian di
Desa Kota

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 46

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa seluruh simulasi kebijakan dapat meningkatkan


pendapatan faktor produksi (nilai tambah) khususnya pada faktor produksi tenaga kerja
pertanian. Kebijakan pemerintah di sektor tanaman pangan merupakan penyumbang
terbesar dalam peningkatan nilai tambah pertanian. Sedangkan kebijakan di sektor
tanaman lainnya berada diposisi kedua dalam meningkatkan nilai tambah pertanian di
desa. Sedangkan pertanian di kota, posisi kedua justru ditempati oleh hasil kebijakan di
sektor perikanan.

Hasil simulasi kebijakan di sektor industri makanan, minuman, dan tembakau juga
berkontribusi dalam meningkatkan nilai tambah tenaga kerja pertanian. Ini menunjukkan
bahwa sektor ini memiliki hubungan yang kuat dalam mendorong sektor petanian yaitu
dengan memberikan dampak peningkatan pendapatan tenaga kerja pertanian. Namun
demikian, pengaruh kebijakan dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian
masih lebih rendah dibandingkan kebijakan pemerintah secara langsung di sektor
pertanian. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengembangan sektor industri makanan,
minuman dan tembakau di Indonesia belum mampu mentransfer keuntungan yang lebih
baik terhadap perubahan pendapatan tenaga kerja pertanian. Hal yang sama juga
dirasakan pada kebijakan pemerintah di sektor industri kimia maupun perdagangan.
Pada sektor perdagangan, justru kebijakan pemerintah lebih menguntungkan tenaga
kerja non-pertanian. Ini dapat dilihat pada prosentase peningkatan pendapatan tenaga
kerja non-pertanian yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja pertanian.

2. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Pendapatan


Rumah Tangga.

Pada Gambar 5.5, merupakan nilai awal dan distribusi dari pendapatan rumah tangga.
Dari total Rp.3,826,444.58 miliar Pendapatan Rumah Tangga, terdapat 21.64% ada di
golongan atas perkotaan dan 19.12% ada di tangan pengusaha pertanian. Sedangkan
buruh tani hanya memperoleh 4.62% dari total pendapatan rumah tangga.

Gambar 5.5 Nilai awal dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga


900,000 25.00%
21.64%
800,000
19.12% 18.57%
700,000 20.00%

600,000
12.92% 12.24% 15.00%
500,000
400,000
10.00%
300,000 6.37%
4.62% 4.53%
200,000 5.00%
100,000
- 0.00%
Buruh Pengusaha Golongan Bukan Golongan Golongan Bukan Golongan
Pertanian Pertanian Bawah di Angkatan Atas di Bawah di Angkatan Atas di
Desa Kerja di Desa Kota Kerja di Kota
Desa Kota

Rp Miliar % Dist

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 47

Adapun berdasarkan simulasi kebijakan yang dilakukan, diperoleh peningkatan


pendapatan (%) pada masing-masing rumah tangga sebagai berikut (Gambar 5.6)

Gambar 5.6 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga
0.09%

0.08%
Sim-1
0.07%
Sim-2
0.06% Sim-3
0.05% Sim-4

0.04% Sim-5
Sim-6
0.03%
Sim-7
0.02%
Sim-8
0.01%

0.00%
Buruh Pengusaha Golongan Bukan Golongan Golongan Bukan Golongan
Pertanian Pertanian Bawah di Angkatan Atas di Desa Bawah di Angkatan Atas di Kota
Desa Kerja di Desa Kota Kerja di Kota

Gambar 5.6 menunjukkan bahwa seluruh simulasi kebijakan dapat meningkatkan


pendapatan rumah tangga. Kebijakan pemerintah di sektor pertanian tanaman pangan
memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga
pertanian. Sedangkan kebijakan di sektor pertanian tanaman lainnya dan peternakan
juga memberikan pengaruh yang cukup besar. Namun demikian, kebijakan pada tiga
sektor pertanian ini lebih banyak dinikmati oleh pengusaha pertanian dibandingkan buruh
tani sendiri. Hampir seluruh hasil simulasi mengarah pada peningkatan pendapatan yang
lebih tinggi pada pengusaha pertanian. Kecuali hasil kebijakan pemerintah di sektor
perdagangan yang lebih banyak meningkatkan pendapatan rumah tangga non-pertanian
di perkotaan. Artinya, rumah tangga pertanian lebih pada proses pengolahan dan
penjualan langsung ke konsumen pertama yang sebagian besar terdiri dari para tenaga
kerja perkotaan. Mereka memperoleh banyak keuntungan dalam perdagangan dengan
memanfaatkan jalur distribusi atau melalui pembelian yang murah pada petani. Untuk itu,
pemerintah harus dapat melindungi petani melalui penetapan harga dasar atau
memaksimalkan peran badan usaha pemerintah (BULOG) dalam mengakomodasi hasil
pertanian.

Setidaknya, melalui kebijakan pada tiga sektor ini dapat meningkatkan pendapatan buruh
tani dengan tingkat kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan rumah tangga lainnya diluar
pengusaha pertanian. Hal ini sesuai dengan hasil riset terdahulu, bahwa kebijakan di
sektor pertanian sangat efektif untuk mengurangi kemiskinan, walaupun kaum miskin
sendiri menikmati manfaat yang lebih sedikit dari pertumbuhan pertanian (Norton, 2004).

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 48

3. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Pendapatan


Sektor Produksi (Output Sektor).

Pada Gambar 5.7, merupakan nilai awal dan distribusi dari pendapatan sektor produksi
(output produksi). Dari total Rp.22,959,018.57 miliar Pendapatan sektor produksi, hanya
11.47% yang berasal dari sektor pertanian. Sedangkan kontribusi terbesar pada
pendapatan sektor produksi berasal dari sektor industri pengolahan dan perdagangan.

Gambar 5.7 Nilai awal dan Distribusi Pendapatan Sektor Produksi (Output)
3,500,000 16.00%
12.91% 14.00%
3,000,000 11.96%
10.47% 10.73% 12.00%
2,500,000 9.41%
10.00%
2,000,000
6.24% 6.42% 6.78% 8.00%
1,500,000
4.55% 4.88% 6.00%
1,000,000 2.69% 2.74% 4.00%
2.88%
1.85% 1.87% 1.68% 1.44%
500,000 2.00%
0.51%
- 0.00%

Rp Miliar % Dist

Adapun berdasarkan simulasi kebijakan yang dilakukan, diperoleh peningkatan


pendapatan (%) pada masing-masing sektor produksi sebagai berikut (Tabel 5.16).

Tabel 5.16 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap Peningkatan Pendapatan Sektor Produksi
Sektor Produksi Sim-1 Sim-2 Sim-3 Sim-4 Sim-5 Sim-6 Sim-7 Sim-8
Tanaman Pangan 0.22% 0.04% 0.05% 0.03% 0.03% 0.07% 0.02% 0.03%
Tanaman lainnya 0.04% 0.51% 0.04% 0.04% 0.03% 0.07% 0.03% 0.03%
Peternakan dan hasil-
0.05% 0.04% 0.37% 0.03% 0.03% 0.04% 0.03% 0.04%
hasilnya
Kehutanan dan Perburuan 0.01% 0.01% 0.01% 1.60% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01%
Perikanan 0.04% 0.04% 0.04% 0.03% 0.48% 0.06% 0.02% 0.04%
Pertambangan dan
0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.03% 0.01%
Penggalian
Industri Makanan,
0.04% 0.03% 0.05% 0.03% 0.03% 0.13% 0.02% 0.03%
Minuman dan Tembakau
Industri Permintalan,
0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.01% 0.02%
Tekstil, Pakaian dan Kulit
Industri Kayu & Barang
0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01% 0.01%
dari kayu

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 49

Industri Kertas,
Percetakan, Alat angkutan
0.02% 0.02% 0.01% 0.02% 0.01% 0.01% 0.01% 0.02%
dan Barang dari logam dan
industri lainnya
Industri kimia, hasil dari
0.02% 0.03% 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.09% 0.02%
tanah liat, semen
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.02% 0.03%
Konstruksi 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
Perdagangan 0.04% 0.03% 0.05% 0.03% 0.05% 0.04% 0.03% 0.12%
Hotel & Restoran 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.02% 0.04%
Pengangkutan &
0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.04%
Telekomunikasi
Keuangan, Persewaan,
0.03% 0.03% 0.04% 0.03% 0.03% 0.03% 0.02% 0.05%
dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.03% 0.02% 0.03%
Total 0.04% 0.03% 0.04% 0.03% 0.03% 0.04% 0.03% 0.04%

Berdasarkan Tabel 5.16, kebijakan di sektor pertanian dapat meningkatkan output sektor
pertanian sendiri cukup besar, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada sektor kehutanan
dan perburuan. Sedangkan kebijakan pemerintah pada sektor terkait dengan pertanian
seperti sektor makanan, minuman, dan tembakau, sektor Industri kimia, hasil dari tanah
liat, semen, dan sektor perdagangan ternyata hanya mampu meningkatkan pendapatan
sektor pertanian sebesar 0.12%-0.25%. Artinya, kebijakan pemerintah pada sektor terkait
pertanian masih kecil pengaruhnya dibandingkan kebijakan pemerintah secara langsung
pada sektor pertanian. Misalkan, ketika pemerintah melakukan kebijakan di sektor
industri makanan, minuman, dan tembakau ternyata hanya mampu meningkatkan
pendapatan sektor pertanian sebesar 0.25%.

Berdasarkan kontribusinya pada sektor pertanian, kebijakan pemerintah pada sektor


pertanian tanaman pangan hanya meningkatkan pendapatan sektor pertanian sebesar
0.37%. Kenaikan ini paling rendah dibandingkan kebijakan pemerintah di sektor pertanian
lainnya. Namun demikian, kontribusi kebijakan pemerintah di sektor ini ternyata mampu
meningkatkan pendapatan sektor produksi yang cukup besar bahkan lebih tinggi
dibandingkan kebijakan pemerintah di sektor kehutanan dan perburuan. Padahal, sektor
kehutanan dan perburuan merupakan sektor penyumbang tertinggi pada peningkatan
pendapatan sektor pertanian namun terhadap pendapatan sektor produksi nasional lebih
rendah dibandingkan sektor pertanian tanaman pangan. Ini menunjukkan bahwa sektor
pertanian pangan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor-sektor lainnya
khususnya pada sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, dan sektor
perdagangan. Sehingga ketika ada kebijakan pada sektor pertanian tanaman pangan,
selain pendapatan sektor ini meningkat secara langsung juga ada peningkatan
pendapatan sektor karena pengaruh tidak langsung dari sektor-sektor lainnya yang
terkait dengan sektor ini.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 50

4. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap PDB Nasional

Berdasarkan Gambar 5.8, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah di sektor pertanian


khususnya sektor pertanian tanaman pangan ternyata meningkatkan PDB Nasional
paling tinggi dibandingkan kebijakan pemerintah di sektor pertanian lainnya. Bahkan
kebijakan pemerintah secara langsung pada sektor pertanian lebih meningkatkan PDB
Nasional dibandingkan kebijakan pemerintah pada sektor terkait seperti sektor makanan,
minuman, dan tembakau, sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen, dan sektor
perdagangan. Ini disebabkan sektor pertanian memiliki keterkaitan yang cukup kuat
dengan sektor lainnya, dimana injeksi kebijakan pada sektor ini mampu mendorong
sektor lainnya dan pada akhirnya akan meningkatkan sektor pertanian itu sendiri. Hanya
perlu dikembangkan dan diperhatikan oleh pemerintah kedepan adalah bagaimana hasil
dari sektor pertanian ini lebih berkualitas dan mampu bersaing di pasar domestik maupun
internasional.

Gambar 5.8 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap PDB Nasional


5,159,500

5,159,000

5,158,500

5,158,000

5,157,500

5,157,000

5,156,500

5,156,000

5,155,500
PDB Nasional Awal Sim-1 Sim-2 Sim-3 Sim-4 Sim-5 Sim-6 Sim-7 Sim-8

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis angka pengganda (multiplier), sektor pertanian memiliki


angka pengganda yang relatif lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Ini
menunjukkan bahwa sektor ini memiliki kontribusi besar dalam menciptakan nilai
tambah (added value), kenaikan output (produksi nasional), kenaikan pendapatan
rumah tangga, dan mendorong pertumbuhan sektor lainnya dalam perekonomian
nasional.

2. Berdasarkan hasil analisis dekomposisi dan jalur struktural, sektor pertanian memiliki
hubungan yang kuat dengan sektor Industri makanan, minuman dan tembakau;
sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen; dan sektor Perdagangan. Ketiga
sektor ini memiliki angka pengganda yang tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya
terhadap sektor pertanian.

3. Hasil analisis dekomposisi dan jalur struktural juga menunjukkan bahwa hasil sektor
pertanian lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha pertanian dan golongan atas
di perkotaan (pemilik modal) dibandingkan buruh tani sendiri. Kondisi ini
menunjukkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan dalam pembangunan
ekonomi berbasiskan sektor pertanian.

4. Berdasarkan hasil simulasi kebijakan pada sektor pertanian, bahwa kebijakan


pemerintah secara langsung pada sektor pertanian khususnya pada tanaman
pangan memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan nilai tambah, output,
pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional. Sedangkan kebijakan pemerintah
pada sektor yang memiliki kaitan erat dengan sektor pertanian (point 2), juga
berkontribusi namun dengan tingkat yang lebih rendah.

5. Pada dasarnya seluruh sub-sektor pertanian memiliki pengaruh kuat (ditunjukkan


oleh multiplier yang tinggi) terhadap perekonomian dibandingkan sektor lainnya,
terutama pada sub-sektor Pertanian Tanaman Pangan. Sub-sektor ini memiliki
prospek yang sangat baik terhadap perekonomian nasional ke depan.

Saran

1. Pemerintah perlu berfokus pada kebijakan yang dapat mendorong pengembangan


sektor pertanian primer khususnya sub-sektor pertanian tanaman pangan.

2. Dari sisi rumah tangga, agar petani dan buruh dapat mengambil manfaat yang
maksimal dari pengembangan sektor pertanian sehingga pendapatan mereka dapat
ditingkatkan. Untuk itu pemerintah perlu meningkatkan keterampilan, pendidikan,
maupun akses modal bagi golongan rumah tangga buruh tani. Selain itu, kebijakan

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 52

pemerintah di sektor pertanian harus dilakukan dengan tepat sehingga buruh tani
dapat dilindungi dan dapat memperoleh manfaat yang lebih dari kondisi saat ini.

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Apriyantono, A. (2004), Konsep Pembangunan Pertanian. Pidato Menteri


Departemen Pertanian Republik Indonesia.
2. Badan Pusat Statistik (2008), Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia,
Jakarta.
3. Bautista, R.M., S. Robinson and M. El-Said (1999), Alternative Industrial
Development Path for Indonesia : SAM and CGE Analysis, TMD Discussion Paper
No. 42. International Food Policy Research Institute (IFPRI), Washington D.C.
4. Daryanto, A. (2009), Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya
Peningkatannya, Pusat Analisis Sosial dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
5. Defourny, J. and E. Thorbecke (1984), Structural Path Analysis And Multiplier
Decomposition Within A Social Accounting Matrix Framework, The Economic
Journal Vol. 94 No.373, pp.111-136.
6. Hafizrianda, Y. (2007), Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap
Distribusi Pendapatan dan Perekonomian Regional Provinsi Papua: Suatu Analisis
Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Disertasi, Program Pasca Sarjana IPB,
Bogor.
7. Hafizrianda, Y. dan Daryanto, A. (2010), Analisis Input-Output & Social Accounting
Matrix : untuk Pembangunan Ekonomi Daerah, Penerbit IPB Press.
8. Hartono, D. dan B.P. Resosudarmo (1998), Eksistensi Matriks Pengganda dan
Dekomposisi Matriks Pengganda Pyatt dan Round Dari Sistem Neraca Sosial
Ekonomi, Ekonomi dan Keuangan Indonesia 46(4), pp.473-496.
9. Herliana, L. (2004), Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Indonesia :
Analisis Dekomposisi SNSE, Tesis, Program Pascasarjana IPB, Bogor.
10. Keuning, J.S., De Ruijter, and Willem A. (1988), Guidelines To The Construction Of
A Social Accounting Matrix," Review of Income and Wealth, International Association
for Research in Income and Wealth, vol. 34(1), pp.71-100.
11. Norton, R.D. (2004). Agricultural Development Policy Concepts and Experiences,
Wiley, West Sussex.
12. Pyatt, G. and Round, J (1979), Accounting and Fixed Price Multipliers in a Social
Accounting Matrix Framework, Economic Journal 89, pp.850873
13. Pyatt, G and Round, J (1990), Social Account Matrices : A Basis for Planning, The
World Bank, Washinton DC. USA
14. Priyarsdono, D.S, A. Daryanto, dan L. Herliana (2005), Dapatkah Pertanian Menjadi
Mesin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ? Analisisi Sistem Neraca Sosial Ekonomi,
Agro-Ekonomika I, Tahun XXXV, pp.35-48.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 53

15. Rifai, A.I.A. (2012), Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Tanaman Pangan
terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Tesis,
Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomu UI.
16. RPJPN 2005 2025
17. Susilowati, S. H. (2007), Peran Sektor Agroindustri Dalam Perekonomian Nasional
Dan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian, Prosiding Seminar Nasional Dinamika
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan
Ekonomi Rakyat. Pusat Analisis Sosial dan Kebijakan Pertanian. Departemen
Pertanian.
18. Tambunan, T. (2010), Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
19. Todara, M. P. dan Smith, S. C. (2006), Pembangunan Ekonomi Jilid I-II. Edisi 9,
Penerbit Erlangga.
20. UU No. 17 Tahun 2007
21. Zaini, A. (2003), Peranan Sektor Pertanian Sebelum dan Pada Masa Krisis Ekonomi
di Indonesia: Pendekatan SNSE, Tesis, Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Studi Kasus : SNSE Indonesia


LampiranKlasifikasi SNSE Indonesia 2008, (13X13), (37X37) dan (105X105), sumber : Biro Pusat Statistik (BPS)
Kode Kode Kode
Urai an SNSE Urai an SNSE Uraian SNSE
13x13 37x37 105x105
Desa 1
Penerim a Upah dan Gaji 1 Penerim a Upah dan Gaji
Kota 2
Pertanian Pertanian
Bukan Penerim a Upah dan Bukan Penerim a Upah dan Desa 3
2
Gaji Gaji Kota 4
Produks i, Operator Penerim a Upah dan Gaji Produksi, Desa 5
3 Penerim a Upah dan Gaji
Alat Angkutan, Operator Alat Kota 6
Manual dan buruh Angkutan, Manual Bukan Penerim a Upah dan Desa 7

Faktor Produksi

Faktor Produksi

Faktor Produksi
kas ar Bukan Penerim a Upah dan Gaj 4 dan buruh kasar Gaji
Tenaga Tenaga Kota 8
Tenaga kerja 1
kerja kerja Desa 9
Tata Us aha, Penerim a Upah dan Gaji 5 Tata Us aha, Penerim a Upah dan Gaji
Kota 10
Penjualan, Jas a- Penjualan, Jasa-
Jas a Jasa Bukan Penerim a Upah dan Desa 11
Bukan Penerim a Upah dan Gaj 6
Gaji Kota 12

Kepem im pinan, Penerim a Upah dan Gaji Kepem im pinan, Penerim a Upah dan Gaji Desa 13
7
Ketatalaks anaan, Ketatalaks anaan, Kota 14
Militer, Profes ional Militer, Profesional Bukan Penerim a Upah dan Desa 15
dan Teknisi Bukan Penerim a Upah dan Gaj 8 dan Teknis i Gaji Kota 16
Bukan tenaga kerja 2 Bukan tenaga kerja 9 Bukan tenaga kerja 17
Buruh 10 Buruh 18
Pertanian Pertanian
Pengusaha Pertanian 11 Pengus aha Pertanian 19
Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang
20
Golongan Rendah 12 keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh
Pedes aan Pedesaan Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas 21
Rum ah Rum ah Pengusaha bebas golongan atas , pengusaha bukan pertanian,
Rum ah tangga 3 Golongan Atas 13 22
tangga tangga
Institusi

Institusi

Institusi
m anajer, m iliter, profes ional, teknisi, guru, pekerja TU dan
Bukan Pertanian Bukan Pertanian
Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang
23
Golongan Rendah 14 keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh
Perkotaan Perkotaan Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas 24
Pengusaha bebas golongan atas , pengusaha bukan pertanian,
Golongan Atas 15 25
m anajer, m iliter, profes ional, teknisi, guru, pekerja TU dan
Perus ahaan 4 Perusahaan 16 Perusahaan 26
Pem erintah 5 Pem erintah 17 Pem erintah 27
Pertanian Tanam an Pangan 28
Peternakan dan Hasil-hasilnya 30
Pertanian Tanam an Pangan, peternakan, perikanan 18
Perikanan 32
Industri Makanan, Minum an dan Tem bakau 35
Pertanian Tanam an Lainnya, kehutanan dan Pertanian Tanam an Lainnya 29
19
perburuan Kehutanan dan Perburuan 31
Pertam bangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bum i 33
Pertam bangan dan Penggalian Lainnya 34
Industri Pem intalan, Teks til, Pakaian dan Kulit 36
Pertam bangan, indus tri pengolahan kecuali Industri Kayu & Barang Dari Kayu 37
20
m akanan, listrik, gas, dan air bersih Industri Kertas , Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Lainnya 38
Industri Kim ia, Has il dari Tanah Liat, Sem en 39
Sektor Produks i 6 Sektor Produks i Sektor Produks i
Lis trik, Gas Dan Air Minum 40
Konstruksi 41
Perdagangan 42
Res toran 43
Perdagangan, restoran & perhotelan, Perhotelan 44
pengangkutan & kom unikasi, jas a perseorangan 21 Angkutan Darat 45
dan rum ah tangga Angkutan Udara, Air dan Kom unikas i 46
Jas a Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 47
Jas a Perseorangan, Rum ah tangga dan Jasa Lainnya 51
Bank dan Asuransi 48
Lem baga keuangan, real estate, pem erintah, jas a
22 Real Estate dan Jas a Perus ahaan 49
sos ial dan kebudayaan, jas a hiburan
Pem erintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kes ehatan, Film dan Jasa Sos ial Lainnya 50
Lanjutan Lampiran
Kode Kode Kode
Urai an SNSE Uraian SNSE Uraian SNSE
13x13 37x37 105x105
Margin perdagangan dan Margin perdagangan 52
7 Margin perdagangan dan pengangkutan 23
pengangkutan Margin pengangkutan 53
Pertanian Tanam an Pangan 54
Peternakan dan Hasil-hasilnya 56
Pertanian Tanam an Pangan, peternakan, perikanan 24
Perikanan 58
Indus tri Makanan, Minum an dan Tembakau 61
Pertanian Tanam an Lainnya, kehutanan dan Pertanian Tanam an Lainnya 55
25
perburuan Kehutanan dan Perburuan 57
Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bum i 59
Pertambangan dan Penggalian Lainnya 60
Indus tri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 62
Pertam bangan, industri pengolahan kecuali Indus tri Kayu & Barang Dari Kayu 63
26
m akanan, lis trik, gas , dan air bers ih Indus tri Kertas , Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Indus tri Lainnya 64
Indus tri Kim ia, Has il dari Tanah Liat, Sem en 65
Kom oditas Domestik 8 Kom oditas Dom es tik Komoditas Dom estik
Lis trik, Gas Dan Air Minum 66
Kons truks i 67
Perdagangan 68
Restoran 69
Perdagangan, res toran & perhotelan, Perhotelan 70
pengangkutan & kom unikas i, jas a pers eorangan 27 Angkutan Darat 71
dan rumah tangga Angkutan Udara, Air dan Komunikas i 72
Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 73
Jasa Pers eorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya 77
Bank dan Asurans i 74
Lem baga keuangan, real es tate, pem erintah, jas a
28 Real Es tate dan Jasa Perusahaan 75
s os ial dan kebudayaan, jas a hiburan
Pem erintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kes ehatan, Film dan Jas a Sos ial Lainnya 76
Pertanian Tanam an Pangan 78
Peternakan dan Hasil-hasilnya 80
Pertanian Tanam an Pangan, peternakan, perikanan 29
Perikanan 82
Indus tri Makanan, Minum an dan Tembakau 85
Pertanian Tanam an Lainnya, kehutanan dan Pertanian Tanam an Lainnya 79
30
perburuan Kehutanan dan Perburuan 81
Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bum i 83
Pertambangan dan Penggalian Lainnya 84
Indus tri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 86
Pertam bangan, industri pengolahan kecuali Indus tri Kayu & Barang Dari Kayu 87
31
m akanan, lis trik, gas , dan air bers ih Indus tri Kertas , Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Indus tri Lainnya 88
Indus tri Kim ia, Has il dari Tanah Liat, Sem en 89
Kom oditas Im por 9 Komoditas Im por Kom oditas Impor
Lis trik, Gas Dan Air Minum 90
Kons truks i 91
Perdagangan 92
Restoran 93
Perdagangan, res toran & perhotelan, Perhotelan 94
pengangkutan & kom unikas i, jas a pers eorangan 32 Angkutan Darat 95
dan rumah tangga Angkutan Udara, Air dan Komunikas i 96
Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 97
Jasa Pers eorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya 101
Bank dan Asurans i 98
Lem baga keuangan, real es tate, pem erintah, jas a
33 Real Es tate dan Jasa Perusahaan 99
s os ial dan kebudayaan, jas a hiburan
Pem erintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kes ehatan, Film dan Jas a Sos ial Lainnya 100
Neraca Kapital 10 Neraca Kapital 34 Neraca Kapital 102
Pajak Tidak Langs ung 11 Pajak Tidak Langs ung 35 Pajak Tidak Langs ung 103
Subsidi 12 Subs idi 36 Subsidi 104
Luar Negeri 13 Luar Negeri 37 Luar Negeri 105

37
Lampiran. Data Hasil Modifikasi SNSE 2008 (Rp Miliar), sumber : Biro Pusat Statistik (diolah)
SNSE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - -
3 - - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - - -
5 - - - -
6 34,692.00 27,972.63 15,206.00 27,535.82 11,397.23 190.27 1,182.64 837.59 27.40 1,182.56 3,118.57 163.35 5,273.39
7 295,714.57 18,961.79 93,749.58 109,999.80 132,332.16 140.87 773.56 492.89 26.81 780.03 1,827.71 182.66 2,787.13
8 44,350.95 - 289,343.92 - 91,317.66 140.84 611.30 573.84 40.86 836.96 2,249.91 196.18 3,743.35
9 45,268.98 - 66,405.33 - 36,819.53 98.75 495.23 311.49 26.96 475.18 1,118.33 99.52 1,762.69
10 99,058.87 - 213,604.83 - 141,625.00 19.56 84.50 52.38 9.21 141.14 196.21 26.18 202.78
11 - 7,616.60 - 510,074.13 130,554.07 167.85 977.31 411.62 68.63 863.15 849.93 268.54 3,817.94
12 - 5,201.44 - 165,448.65 52,785.03 56.20 258.68 167.76 19.40 250.14 635.63 27.28 1,210.00
13 - 15,673.16 - 603,026.21 191,719.25 15.99 73.20 55.62 10.83 80.28 173.01 34.32 370.48
14 - - - - 1,591,198.03 739.91 8,343.98 3,370.35 1,539.44 6,168.65 6,177.43 1,752.63 7,071.99
15 - - - - 3,796.10 11,953.62 9,486.90 3,069.67 13,760.48 18,517.46 5,850.93 18,638.33
16 - - - - - 23,812.82 75,017.21 42,269.70 12,062.48 23,321.26 47,283.39 13,889.48 31,217.97
17 - - - - - 943.56 3,074.91 2,924.96 664.83 1,471.15 2,888.25 786.72 2,360.43
18 - - - - - 11,282.83 36,399.52 29,643.75 8,150.68 20,004.48 36,792.14 11,081.62 28,887.52
19 - - - - - 341.11 1,693.43 761.10 243.86 990.06 702.78 433.16 1,323.92
20 - - - - - 7,935.14 31,090.43 26,409.96 7,073.05 18,596.77 26,191.74 9,948.43 27,148.52
21 - - - - - 27.05 156.73 191.47 52.77 227.47 261.97 53.78 341.72
22 - - - - - 49,231.98 152,541.01 94,340.20 27,562.65 70,771.81 132,796.73 41,933.18 118,938.91
23 - - - - - 4,501.02 19,392.22 17,703.68 5,637.10 10,989.17 18,721.41 5,575.04 16,697.26
24 - - - - - 1,897.78 6,947.75 7,183.26 854.69 5,285.78 6,851.11 914.60 8,494.51
25 - - - - - 9,014.96 47,811.86 34,908.78 13,020.48 37,338.39 71,044.47 24,958.51 81,834.55
26 - - - - - 5,863.78 21,100.85 33,667.60 12,812.91 28,900.58 37,773.69 16,196.47 36,381.52
27 - - - - - 610.49 5,972.86 4,858.16 2,020.85 4,881.30 7,934.91 1,982.81 10,788.53
28 - - - - - - - - - - - - -
29 - - - - - - - - - - - - -
30 - - - - - 3,522.75 35,073.59 24,750.93 13,902.49 31,899.72 54,780.58 16,383.79 54,421.90
31 - - - - - 5,653.96 40,852.95 27,444.12 8,032.28 26,472.23 38,056.13 10,880.93 42,469.60
32 - - - - - 3,932.00 22,298.86 22,492.39 3,856.75 19,932.20 36,015.54 6,794.97 37,977.12
33 - - - - - 22,798.44 68,028.12 57,759.07 17,662.92 32,908.37 87,461.57 16,227.93 76,752.99
34 - - - - - 10,651.75 74,874.88 23,199.20 24,404.48 51,346.21 27,942.50 35,726.63 96,591.61
35 - - - - 9,232.73 61,623.79 25,986.69 9,647.61 56,251.78 37,994.53 20,056.51 104,650.46
36 - - - -
37 - - - -
38 - - - 5,419.66 91,226.99 136.19 2,857.86 1,978.76 649.76 2,327.20 4,137.81 1,479.33 5,726.38
TOTAL 519,085.38 75,425.64 678,309.66 1,421,504.26 2,470,974.96 176,756.68 731,562.84 494,234.22 173,151.87 468,454.52 710,495.47 243,905.49 827,883.49
Lanjutan Lampiran. Data Hasil Modifikasi SNSE 2008 (Rp Miliar)
SNSE 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 - - 316,075.17 91,320.61 70,908.11 9,181.08 31,600.40 - - - - - -
2 - - 36,706.07 9,235.62 12,060.42 2,634.74 14,788.78 - - - - - -
3 - - 2,896.47 3,984.29 4,467.55 2,195.58 1,244.82 43,100.33 45,679.42 12,172.11 18,680.15 44,334.45 55,578.55
4 - - 786.97 1,793.74 4,058.75 1,263.64 1,823.04 63,720.73 74,561.31 33,656.59 17,179.89 134,860.93 111,010.71
5 21,050.76 22,472.79 38,265.15 24,798.62 84,597.72 442,310.57 166,466.95 62,883.56 36,245.17 251,794.54 374,785.08
6 1,654.92 42,495.54 - - - - - - - - - - -
7 4,755.34 52,014.65 - - - - - - - - - - -
8 3,197.98 42,276.92 - - - - - - - - - - -
9 785.42 13,987.98 - - - - - - - - - - -
10 7,724.00 3,370.71 - - - - - - - - - - -
11 9,397.35 30,009.74 - - - - - - - - - - -
12 3,951.74 11,555.36 - - - - - - - - - - -
13 11,618.23 3,323.02 - - - - - - - - - - -
14 176,469.94 89,692.45 - - - - - - - - - - -
15 650,052.59 181,676.37 - - - - - - - - - - -
16 - - 486,564.56 343.88 7,389.24 - 675.64 - 233,960.34 - - 423.21 771.64
17 - 49.49 11,847.84 215,164.52 2,137.43 2,075.68 664.15 - 102,693.46 3,005.11 113.50 351.74 44,908.37
18 - - 16,311.81 4,204.50 316,817.86 - 137.87 - 10,938.53 10,527.67 0.01 351.31 377.16
19 - - 10.75 71.84 52.57 53,350.40 138.18 151.52 501.28 102.92 23,638.21 2,548.91 651.37
20 - - - 10.30 - - 205,583.59 - 53,336.57 0.13 - 803.15 49.82
21 - - - 0.03 2.11 - - 756,876.85 1,155.37 585.63 112.09 56,909.36 186,214.64
22 - - - 489.24 61,608.32 - 8,260.69 - 1,121,481.59 1,690.24 917.80 1,032.14 4,172.35
23 - 1,454.22 251.08 225.76 7.69 120.54 14.38 217.51 229.02 371,608.92 727.89 2,953.95 1,380.03
24 - 100.43 72.99 76.54 16.33 - 166.10 99.88 259.72 188.57 211,358.36 6,929.70 389.24
25 - 16,923.99 527.43 2,267.19 84.78 3,268.34 1,835.39 14,697.74 6,865.58 6,143.11 4,181.43 1,497,083.28 11,126.87
26 - 6,935.74 23,104.38 26,293.89 2,808.30 811.79 7,476.40 13,968.27 14,082.90 25,814.63 10,494.22 99,102.13 1,162,549.93
27 - 2,845.48 0.59 45.53 451.28 46.32 220.26 366.67 1,668.25 5,578.40 1,479.30 14,492.55 6,754.75
28 - 17,135.07 1,046.86 5,430.97 122.63 1,083.72 550.77 7,908.70 232.82 706.53 68.87 1,856.67 1,068.93
29 - - 94,233.44 14,522.74 76,833.23 8,415.84 57,488.16 13,981.64 188,103.45 33,584.14 29,117.91 193,085.34 132,299.65
30 - 15,996.76 127.23 133.90 15.93 38.96 307.28 776.22 1,397.70 1,568.87 774.69 4,340.50 2,874.03
31 - 15,229.02 12,041.32 4,488.09 9,373.83 2,356.10 5,349.05 12,612.66 19,852.34 11,172.75 13,254.78 64,912.38 56,633.40
32 - 8,473.88 1,760.75 7,201.27 997.12 844.75 948.06 5,266.00 11,107.30 6,542.15 3,928.18 29,340.46 11,807.46
33 - 191,945.64 762.51 2,718.46 520.35 763.71 86.09 5,595.18 6,465.86 1,940.13 2,056.14 11,480.05 6,958.62
34 - 17,476.62 14,636.49 9,733.15 6,896.22 979.56 3,292.05 24,773.80 46,669.33 35,476.70 9,910.24 311,883.07 219,605.60
35 990,597.28 229,473.13 - - - - - - - - - - -
36 4,581.63 2,226.93 2,327.72 1,831.20 1,390.43 25,322.31 52,157.68 3,721.98 1,635.23 15,250.12 11,750.52
37 240,891.47 - - - - - - - - - - -
38 56,496.89 28,699.72 - - - - - - - - - - -
TOTAL 1,916,701.70 1,264,033.40 1,045,397.11 424,455.75 618,222.87 116,060.54 428,639.31 1,431,746.57 2,159,866.74 628,670.83 385,874.05 2,746,119.91 2,403,718.67
Lanjutan Lampiran. Data Hasil Modifikasi SNSE 2008 (Rp Miliar)
SNSE 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 TOTAL
1 - - - - - - - - - - - - 519,085.38
2 - - - - - - - - - - - - 75,425.64
3 4,223.60 90,225.04 148,182.58 30,088.15 54,217.34 12,999.50 104,039.74 - - - - - 678,309.66
4 12,147.26 110,678.82 293,271.48 83,433.09 121,584.84 85,689.23 268,276.07 - - - - 1,707.19 1,421,504.26
5 111,220.40 226,751.20 58,428.59 26,076.55 141,520.85 274,350.57 100,298.38 - 6,657.51 2,470,974.96
6 - - - - - - - - 3,826.77 176,756.68
7 - - - - - - - - 17,023.29 731,562.84
8 - - - - - - - - 15,353.55 494,234.22
9 - - - - - - - - 5,496.46 173,151.87
10 - - - - - - - - 2,339.13 468,454.52
11 - - - - - - - - 15,418.61 710,495.47
12 - - - - - - - - 2,338.17 243,905.49
13 - - - - - - - - 1,709.89 827,883.49
14 - - - - - - - - 24,176.91 1,916,701.70
15 - - - - - - - - 344,939.89 2,291.08 1,264,033.40
16 - - 456.69 25,203.82 69.38 - 30,296.20 - (11,420.14) - 887.52 900.81 1,045,397.11
17 - - 41.75 1,296.70 7.92 0.07 1,265.02 - 607.81 - - 23,110.42 424,455.75
18 - - - 71,631.32 239.49 1.94 11,954.34 - (8,056.97) - - 543.49 618,222.87
19 0.02 24,478.51 28.31 78.76 6.71 19.24 328.23 - 2,907.34 - - 506.05 116,060.54
20 - - - 12,075.24 58.03 310.33 3,269.80 - (5,159.59) - 97.73 3,810.17 428,639.31
21 21,748.80 88,387.64 43.36 8.34 65.92 - 1,162.46 - 67,993.25 - - 249,167.79 1,431,746.57
22 - - 1,246.46 64,480.49 3,644.20 1,219.65 24,495.31 - (28,472.35) - - 205,484.14 2,159,866.74
23 18.07 515.53 8,924.18 2,243.17 1,061.05 801.36 4,061.81 - 12,609.52 - - 120,028.25 628,670.83
24 - 67,375.77 4,730.58 19.56 74.31 20.03 473.84 - 8,422.36 - - 46,670.27 385,874.05
25 2,603.38 217,801.09 29,336.02 322.46 19,080.82 12,940.05 65,243.24 - 169,444.40 - - 344,411.32 2,746,119.91
26 29,374.76 174,676.25 54,812.61 1,672.39 88,889.98 6,334.01 52,691.77 - (56,999.02) - 113,081.10 353,044.82 2,403,718.67
27 134,951.62 405.91 24,186.47 623.05 5,377.96 3,111.07 4,975.85 - - - 83,906.51 - 330,537.73
28 1,003.73 1,221,192.03 28,211.60 82.68 10,499.58 17,327.07 4,329.27 - 1,144,105.97 - - - 2,463,964.45
29 - - 1,964,582.00 - - - 58.85 157,398.36 - - - - 2,963,704.75
30 73.92 8,208.82 15,541.89 324,902.28 4,454.41 3,365.77 2,767.16 - - - - 39,331.80 661,733.85
31 339.32 10,127.96 84,450.54 445.84 854,804.64 14,367.20 7,015.60 13,107.81 - - 1,688.42 59,967.02 1,473,452.15
32 2,519.59 39,249.90 143,714.81 1,845.88 26,437.17 628,508.68 17,340.81 - 2,445.99 - - 17,731.00 1,121,311.03
33 187.57 6,330.45 26,930.67 590.12 58,197.72 25,219.59 788,911.89 - 15,710.91 - 40.70 22,530.51 1,555,542.26
34 7,775.51 153,572.91 42,920.65 2,149.32 62,863.49 22,777.59 52,093.26 - 194,691.10 - 41,189.50 - 1,626,103.40
35 - - - - - - - - 1,545,514.51
36 2,350.19 23,986.63 33,663.49 12,464.63 20,296.37 11,948.11 10,193.39 107,841.31 344,939.89
37 - - - - - - - - 240,891.47
38 - - - - - - - 1,347,755.92 36,683.94 1,585,576.41
TOTAL 330,537.73 2,463,964.45 2,963,704.75 661,733.85 1,473,452.15 1,121,311.03 1,555,542.26 1,626,103.40 1,545,514.51 344,939.89 240,891.47 1,585,576.41
Lampiran. Matriks Pengganda Neraca Ma (Accounting Multiplier)
Ma 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
1 1.25 0.26 0.25 0.23 0.10 0.31 0.26 0.27 0.23 0.21 0.25 0.22 0.20 0.04 0.10 0.80 0.63 0.47 0.31 0.31 0.12 0.35 0.15 0.17 0.11 0.13 0.12 0.13 0.17 0.33 0.15 0.13 0.21
2 0.04 1.04 0.04 0.03 0.01 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.04 0.03 0.03 0.01 0.01 0.10 0.07 0.07 0.07 0.09 0.02 0.05 0.02 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.05 0.02 0.02 0.03
3 0.17 0.17 1.17 0.17 0.08 0.19 0.17 0.19 0.17 0.15 0.19 0.16 0.15 0.04 0.10 0.19 0.18 0.21 0.18 0.18 0.17 0.22 0.19 0.28 0.17 0.17 0.13 0.21 0.31 0.26 0.23 0.14 0.28
4 0.38 0.39 0.39 1.38 0.18 0.42 0.38 0.42 0.38 0.35 0.43 0.35 0.35 0.10 0.24 0.41 0.38 0.45 0.36 0.39 0.33 0.45 0.46 0.47 0.40 0.37 0.31 0.39 0.67 0.63 0.51 0.44 0.68
5 0.55 0.56 0.57 0.55 1.25 0.59 0.54 0.61 0.54 0.52 0.61 0.52 0.51 0.12 0.29 0.59 0.65 0.69 0.84 0.85 0.99 0.68 0.71 0.76 0.63 0.76 1.01 0.71 0.65 0.65 0.70 0.93 0.64
6 0.12 0.43 0.08 0.08 0.04 1.07 0.06 0.06 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.03 0.07 0.12 0.10 0.09 0.07 0.08 0.04 0.07 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.06 0.07 0.05 0.05 0.06
7 0.82 0.51 0.39 0.31 0.17 0.29 1.25 0.27 0.23 0.22 0.26 0.22 0.21 0.07 0.17 0.58 0.48 0.40 0.31 0.31 0.19 0.32 0.20 0.24 0.17 0.19 0.18 0.19 0.25 0.33 0.21 0.20 0.26
8 0.21 0.13 0.55 0.12 0.11 0.14 0.13 1.14 0.12 0.11 0.14 0.11 0.12 0.05 0.11 0.18 0.17 0.17 0.15 0.15 0.13 0.16 0.13 0.17 0.11 0.13 0.12 0.14 0.18 0.18 0.15 0.12 0.17
9 0.14 0.05 0.15 0.05 0.04 0.06 0.05 0.06 1.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.02 0.04 0.10 0.09 0.08 0.06 0.06 0.05 0.07 0.05 0.06 0.04 0.04 0.04 0.05 0.06 0.07 0.05 0.04 0.06
10 0.33 0.14 0.45 0.13 0.12 0.16 0.14 0.15 0.13 1.12 0.15 0.12 0.12 0.03 0.07 0.25 0.22 0.20 0.17 0.17 0.14 0.18 0.13 0.17 0.11 0.13 0.13 0.13 0.17 0.19 0.14 0.13 0.17
11 0.18 0.29 0.18 0.54 0.15 0.20 0.18 0.20 0.18 0.17 1.20 0.17 0.17 0.06 0.14 0.20 0.19 0.22 0.19 0.21 0.19 0.21 0.21 0.22 0.19 0.19 0.18 0.19 0.29 0.28 0.23 0.22 0.29
12 0.06 0.13 0.06 0.18 0.06 0.07 0.06 0.07 0.06 0.06 0.07 1.06 0.06 0.02 0.05 0.07 0.07 0.08 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.08 0.06 0.06 0.06 0.07 0.10 0.09 0.08 0.08 0.10
13 0.21 0.43 0.22 0.64 0.19 0.23 0.21 0.24 0.21 0.20 0.24 0.20 1.20 0.06 0.13 0.25 0.23 0.26 0.23 0.25 0.23 0.26 0.26 0.27 0.23 0.22 0.22 0.23 0.34 0.33 0.28 0.27 0.35
14 0.43 0.43 0.44 0.43 0.93 0.46 0.43 0.47 0.42 0.41 0.47 0.40 0.40 1.23 0.31 0.46 0.50 0.52 0.63 0.64 0.74 0.51 0.53 0.57 0.47 0.57 0.75 0.53 0.50 0.50 0.53 0.69 0.49
15 0.22 0.22 0.23 0.22 0.39 0.24 0.22 0.24 0.21 0.22 0.25 0.21 0.21 0.50 1.31 0.22 0.24 0.24 0.28 0.29 0.32 0.24 0.24 0.26 0.21 0.25 0.32 0.24 0.23 0.24 0.24 0.30 0.23
16 0.56 0.58 0.53 0.48 0.22 0.71 0.59 0.57 0.50 0.44 0.54 0.46 0.41 0.10 0.22 2.34 0.41 0.52 0.33 0.36 0.26 0.77 0.29 0.32 0.24 0.25 0.24 0.26 0.36 0.64 0.31 0.28 0.45
17 0.15 0.15 0.15 0.14 0.06 0.18 0.15 0.16 0.14 0.13 0.15 0.13 0.12 0.03 0.06 0.17 2.15 0.17 0.16 0.11 0.07 0.31 0.12 0.11 0.08 0.15 0.08 0.09 0.11 0.18 0.10 0.08 0.12
18 0.31 0.32 0.32 0.30 0.13 0.35 0.31 0.35 0.31 0.28 0.34 0.29 0.26 0.06 0.13 0.33 0.27 2.29 0.19 0.20 0.16 0.24 0.26 0.20 0.15 0.16 0.15 0.16 0.22 0.68 0.19 0.17 0.26
19 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 1.86 0.01 0.01 0.01 0.01 0.26 0.01 0.01 0.01 0.06 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
20 0.22 0.22 0.23 0.21 0.09 0.25 0.22 0.25 0.21 0.20 0.22 0.21 0.19 0.04 0.09 0.19 0.17 0.18 0.13 2.06 0.11 0.24 0.12 0.14 0.10 0.11 0.10 0.11 0.15 0.26 0.13 0.12 0.17
21 0.11 0.11 0.12 0.11 0.05 0.11 0.11 0.13 0.12 0.11 0.13 0.11 0.11 0.03 0.06 0.12 0.14 0.11 0.10 0.10 2.20 0.11 0.12 0.12 0.20 0.39 0.35 0.29 0.13 0.10 0.13 0.09 0.13
22 0.97 1.02 0.94 0.90 0.40 1.19 0.99 1.01 0.88 0.83 1.01 0.87 0.80 0.16 0.38 0.83 0.73 1.12 0.58 0.68 0.47 2.71 0.54 0.59 0.44 0.46 0.44 0.47 0.66 1.20 0.56 0.51 0.74
23 0.15 0.15 0.16 0.14 0.06 0.16 0.15 0.18 0.16 0.13 0.16 0.13 0.13 0.03 0.06 0.13 0.12 0.12 0.10 0.10 0.08 0.10 2.53 0.11 0.08 0.08 0.07 0.08 0.13 0.13 0.09 0.08 0.12
24 0.06 0.06 0.06 0.05 0.02 0.06 0.05 0.07 0.04 0.06 0.06 0.04 0.05 0.01 0.02 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 2.25 0.04 0.03 0.03 0.15 0.06 0.05 0.04 0.04 0.04
25 0.48 0.50 0.49 0.53 0.24 0.48 0.47 0.52 0.48 0.47 0.58 0.52 0.52 0.11 0.27 0.44 0.43 0.41 0.46 0.38 0.33 0.39 0.37 0.43 2.48 0.31 0.31 0.68 0.48 0.42 0.41 0.38 0.58
26 0.45 0.45 0.49 0.45 0.21 0.47 0.42 0.53 0.50 0.45 0.50 0.46 0.42 0.10 0.24 0.51 0.63 0.44 0.38 0.43 0.30 0.44 0.52 0.49 0.43 2.23 0.54 0.58 0.51 0.42 0.60 0.32 0.51
27 0.06 0.06 0.07 0.07 0.03 0.06 0.06 0.07 0.07 0.06 0.07 0.06 0.07 0.01 0.03 0.07 0.06 0.07 0.05 0.06 0.04 0.06 0.08 0.07 0.06 0.05 1.73 0.05 0.10 0.06 0.06 0.05 0.07
28 0.05 0.05 0.05 0.05 0.03 0.06 0.05 0.06 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.02 0.06 0.06 0.10 0.07 0.09 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 2.03 0.11 0.06 0.08 0.11 0.06
29 0.83 0.86 0.84 0.79 0.36 0.97 0.84 0.91 0.80 0.74 0.88 0.77 0.72 0.15 0.36 1.27 0.91 1.55 0.97 1.36 0.50 1.31 0.95 1.13 0.90 0.76 0.46 0.61 3.61 1.04 0.57 0.48 0.72
30 0.26 0.25 0.27 0.28 0.12 0.21 0.25 0.27 0.31 0.27 0.32 0.27 0.27 0.06 0.13 0.23 0.20 0.21 0.18 0.19 0.15 0.19 0.17 0.19 0.15 0.15 0.14 0.16 0.23 2.18 0.18 0.17 0.21
31 0.47 0.46 0.47 0.45 0.21 0.46 0.47 0.50 0.44 0.44 0.50 0.42 0.43 0.10 0.23 0.50 0.45 0.51 0.43 0.43 0.30 0.44 0.42 0.55 0.40 0.38 0.26 0.33 0.57 0.43 2.69 0.34 0.40
32 0.35 0.35 0.37 0.37 0.16 0.36 0.34 0.40 0.32 0.34 0.41 0.32 0.35 0.07 0.18 0.38 0.39 0.39 0.32 0.35 0.22 0.37 0.33 0.37 0.30 0.26 0.23 0.31 0.62 0.35 0.34 2.49 0.34
33 0.56 0.60 0.58 0.57 0.33 0.67 0.56 0.64 0.56 0.49 0.66 0.48 0.53 0.24 0.60 0.52 0.49 0.48 0.45 0.44 0.38 0.45 0.39 0.46 0.35 0.36 0.35 0.36 0.52 0.48 0.57 0.48 2.48
11.1 11.4 11.3 10.9 6.57 11.2 10.2 11.1 9.94 9.38 11.0 9.46 9.23 3.69 6.28 12.7 11.9 12.8 10.8 11.4 9.36 12.1 10.7 11.6 9.43 9.47 9.16 10.0 12.6 12.9 10.6 9.96 11.4

Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)

Anda mungkin juga menyukai