Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Pada beberapa negara kandidosis vulvovaginalis tetap
merupakan terbanyak di antara infeksi vagina terutama di daerah iklim subtropis dan iklim tropis
1,6,7,8,12. Kandidosis vulvovaginalis umumnya lebih banyak pada perempuan dengan status
sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. Kandidiasis vulvovaginalis terjadi pada
banyak perempuan selama hidupnya, dengan persentase sekitar 70 - 75% wanita mendapatkan
setidaknya sekali infeksi KVV selama masa hidupnya, sekitar 40-50% cenderung berulang
mengalami kekambuhan atau serangan infeksi kedua. 1,6,7,8,12
Faktor-faktor lain
Pemakaian pakaian dalam yang ketat atau yang terbuat dari nilon meningkatkan kelembaban
yang memudahkan pertumbuhan candida spp. Kontak dengan bahan kimia, alergi atau reaksi
hipersensitivitas mungkin dapat mengubah lingkungan/ekosistem vagina sehingga memudahkan
transformasi kolonisasi yang asimtomatik menjadi simtomatik vaginitis. Sumber infeksi Traktus
gastrointestinal sampai saat ini masih dianggap sebagai sumber utama kolonisasi kandida dalam
vagina. Walaupun peran traktus gastrointestinal dalam reinfeksi yang terjadi pada wanita yang
mengalami KVV rekuren masih kontroversial, tetapi ternyata sejalan dengan keberadaan candida
spp di dalam usus. Transmisi seksual juga dianggap mungkin dapat menyebakan
kolonisasi/infeksi kandida
C.Etiologi
Sebagian besar penyebab KVV adalah candida albicans, Antara 85-90% ragi yang berhasil
diisolasi dari vagina adalah spesies C.albicans sedangkan penyebab yang lainnya dari jenis
candida glabrata (torulopsis glabrata). Spesies selain C.albicans yang menyebabkan KVV sering
lebih resisten terhadap terapi konvensional 1,2,3. Saat ini jenis kandida yang sering ditemukan
adalah
candica albicans, c.glabrata, c. tropicalis dan c. parapsilosis. 80-90% dari jamur yang diisolasi
dari vagina adalah c. albicans, selanjutnya c. glabrata (10%) dan c. tropicalis (5-10%) 1,2,3,4,6
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80 spesies
dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia,
C.albicans-lah yang paling pathogen.
Candida sp memperbanyak diri dengan membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan
saling bersambung dan bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa
lebih virulen dan invasif daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar
sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain itu pseudohifa mempunyai titik-titik
blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih
besar.
Faktor virulensi lain pada Candida adalah dinding sel. Dinding sel Candida sp mengandung
turunan mannoprotein yang bersifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur
terhadap imunitas pejamu, dan proteinase aspartil yang menyebabkan Candida sp dapat
melakukan penetrasi ke lapisan mukosa. Dalam menghadapi invasi dari Candida, tubuh
mengerahkan sel fagosit untuk mengeliminasinya. Interferon (IFN)-gamma akan memblok
proses transformasi dari bentuk spora menjadi hifa. Maka bisa disimpulkan, pada seorang wanita
dengan defek imunitas humoral, Candida lebih mudah membentuk diri menjadi hifa yang lebih
virulen dan mudah menimbulkan vaginitis. Kandida adalah organisme yang dimorfik yaitu bisa
ditemukan dalam 2 fase fenotipe yang berbeda di dalam tubuh manusia. Pada umumnya
blastospora (blastokonidia) adalah bentuk fenotipe yang bertanggung jawab terhadap penyebaran
atau transimisinya termasuk ketika menyebar mengikuti aliran darah maupun ketika dalam
bentuk kolonisasi asimtomatik di vagina. Sebaliknya ragi yang sedang bertunas dan membentuk
miselia adalah bentuk invasif terhadap jaringan serta sering teridentifikasi pada kondisi yang
simtomatik1
E.Patogenesis
Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit terdapat
dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun obyektif. Dapat
dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran pernafasan, vagina dan kuku.
Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer maupun sekunder dari kelainan yang
telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah sifat saprofit kandida menjadi pathogen
1,3. Akan tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa kandida tidak pernah menjadi komensal
dalam vagina karena dia akan selalu menjadi patogen bila terdapat di sana. Karena itu bila
ditemukan kandida dari isolasi sekret vagina para klinisi harus menganggap itu patogen
walaupun tanpa ada keluhan dari wanita tersebut 1. Kandida memasuki lumen vagina biasanya
datang dari daerah perianal atau kontaminasi dari traktus gastrointestinal. Kemudian dengan
adanya berbagai faktor predisposisi mencetuskan keadaan yang asimtomatik menjadi
simtomatik. Sedang mekanisme yang pasti perubahan kolonisasi asimtomatik menjadi
simtomatik vaginitis belum diketahui. Diduga lebih dari satu macam mekanisme yang
mempengaruhinya. Invasi hifa ke dalam epitel jaringan akan menyebabkan terjadinya proses
keradangan dan akhirnya merusakkan sel-sel epitel tersebut. Mungkin enzim protease dan enzim
hidrolitik lainnya yang memudahkan penetrasi ke dalam sel. Akhirnya penetrasi sel dan invasi ke
mukossa tidak saja oleh hifa tetapi juga oleh blastospor. Proses ini menyebabkan reaksi inflamasi
pada mukosa yang mengakibatkan pembengkakan,eritema, dan deskuamasi sel epitel vagina.
Selain proses tersebut di atas mungkin kandida menimbulkan simtom vaginitis karena reaksi
hipersensitivitas, khususnya pada wanita yang mengalami KVV rekuren yang idiopatik
Klasifikasi
Berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan mikrobiologis penyebab, faktor hospes (host)
dan respons terhadap pengobatan, kandidiasis vulvovaginalis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.1
1.Kandidiasis vulvovaginalis tanpa komplikasi dengan kriteria:
a.Episode gejala sporadis atau infrequent.
b. Gejala ringan sampai sedang.
c. Infeksi oleh Candida albicans.
d. Terjadi pada perempuan normal, tidak hamil nonimmunocompromised.
H.DIAGNOSIS
Diagnosis klinis KVV dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga
pemeriksaan pH cairan vagina 1,2,7. Biakan jamur dari cairan vagina mempunyai nilai
konfirmasi terhadap basil pemeriksaan mikroskopik yang negatif (false negative cases) yang
sering ditemukan pada KVV kronik dan untuk mengidentifikasi spesies non-candida albicans.
Sejak spesies ini sering ditemukan pada sejumlah KVV kronik dan sering timbul resistensi
terhadap flukonazol maka identifikasi jamur dengan kultur menjadi lebih penting. Biakan jamur
mempunyai nilai kepekaan yang tinggi sampai 90% sedangkan pemeriksaan sediaan basah
dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%. Swab sebaiknya diambil dari sekret vagina dan dari
dinding lateral vagina. Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong untuk
pemeriksaan yang cepat. Pseudohifa ragi dan miselia memberi reaksi gram positif.
Akan tetapi pemeriksaan gram dan KOH yang negatif tidaklah menyingkirkan kemungkinan
KVV dan perlu dikonfirmasi dengan kultur. Kultur dilakukan pada media sabouraud dextrose
agar (SDA) dengan antibiotika, candida spp tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang
ditambahkan pada media selektif jamur patogen, kecuali beberapa galur c. tropicalis, c. krusei
dan c. parapsilosis yang tidak tumbuh karena sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh
dalam waktu 24-72 jam 1,2,7. Nickerson polisysaccharide trypan blue (Nickerson-Manskowski
agar) atau Cornmeal agar dengan Tween 80, pada suhu 25oC digunakan untuk menumbuhkan
klamidokonidia, yang umumnya hanya ada pada c. albicans. Tumbuh dalam waktu 3 hari.
Identifikasi c. albicans dapat dengan melihat fenomena Reynolds-Braude, yaitu memasukkan
jamur yang tumbuh pada kultur ke dalam serum/koloid (albumin telur) dan diinkubasi selama 2
jam, dengan suhi 370C. Di bawah mikroskop akan tampak germ tube (bentuk seperti kecambah)
yang khas pada c. albicans. Pada infeksi KVV pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5 bila
ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya bakterial vaginosis,
trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran
Perubahan prevalensi spesies jamur mungkin disebabkan tipe obat anti jamur yang ada dan efek
penghambatan selektifnya yang menyebabkan resistensi beberapa spesies terhadap suatu obat
anti jamur dan terhadap regimen terapi jangka pendek
Pemeriksaan penunjang
Metode pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendiagnosis adanya infeksi vulvovaginal,
salah satunya adalah dengan pemeriksaan langsung dengan menggunakan aglutinasi lateks dan
metode kultur dengan menggunakan media biakan yang konvensional. Deteksi sel-sel ragi atau
hifa dengan pewarnaan gram dari hapusan vagina dan hapusanserviks papaniculau juga sensitif
untuk mendeteksi adanya infeksi pada vagina. Hapusan vagina yang diambil diberi larutan KOH
10-20% dan dipulas dengan pewarnaan Gram atau PAS. Dengan pemeriksaan langsung terlihat
sel budding yang khas, pseudohifa dan kadang-kadang hifa sejati
Bila cairan yang keluar jelas berasal dari vagina, maka diagnosis dapat pula dibuat berdasarkan
pH dan pemeriksaan mikroskopis sekret vagina. Bila pH kurang dari 4,5 menunjukkan bahwa
infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme lain atau bakteri.1,12
Pembiakan dapat dilakukan dengan media kultur Sabouraud Dextrose Agar (SDA) tanpa
sikloheksimid, dengan antibiotika kloramphenikol ditambahkan pada media. Kolonisasi jamur
akan tumbuh dalam 24-48 jam pada suhu 20-35oC. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, tepi
seperti lensa bikonveks, basah dan berwarna krem. Dengan media Cornmeal-Tween 80 atau
Nickerson Polysacharide Trypan Blue pada suhu 25oC, biakan akan tumbuh dalam 3 hari.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginalis ini adalah termasuk trikomoniasis dan vaginosis
bakterial yang dapat dibedakan dengan mudah melalui pemeriksaan perkiraan pH dan secara
mikroskopis, meskipun infeksi campuran kadang-kadang terjadi. Lebih sulit memisahkan jika
penderita kandidiasis vulvovaginalis dengan hasil mikroskop negatif, dan pH vagina
normal.1,6,12
1. Trikomoniasis
Sekret banyak dan encer, warna kekuningan, berbusa dan berbau tidak enak. Jarang terdapat
lesi kulit. 10,12
2. Vaginosis bacterial
Sekret encer, tipis, homogen, warna putih atau keabu-abuan serta berbau amis. Tidak ditemui
inflamasi pada vagina dan vulva. 1,12
3. Gonore
Sekret lebih sedikit, berwarna kuning sampai hijau. 7,10,12
4. Leukorea fisiologis
Sekret berupa mukus yang banyak mengandung epitel, jarang terdapat leukosit,
tidak berbau.1,5,6
5. Infeksi genital nonspesifik
Terbanyak disebabkan oleh Chlamidia trachomatis dan Ureaplasma urealiticum. Klinis
berupa sekret kekuningan. Pada pemeriksaan mikroskopis hanya ditemukan jumlah leukosit
yang meningkat. 1,4,8,12
TERAPI 1,2,3,4,5,6,7
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal maupun oral
sistemik untuk terapi KVV akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian
regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi. Antimikosis untuk
pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim, lotion, vaginal tablet
dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu
ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk
penderita. Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal
bentuk krim.
Regimen untuk terapi KVV
Azol
Golongan azol dikembangkan sekitar akhir tahun 1960-an dan tersedia dalambentuk sediaan
topikal dan sistemik.
Imidazol
Imidazol merupakan generasi pertama kelompok azol. Mikonazol adalahimidazol yang pertama
di pasaran, yang lainnya adalah : klotrimazol, ekonazol,ketokonazol, isokonazol, omokonazol,
oksikonazol, fentikonazol dan tiokonazol. Darisemua imidazol hanya ketokonazol yang
mempunyai bentuk oral dan sistemik.Cara kerja azol termasuk di sini derivat imidazol maupun
triazol adalahmelakukan penghambatan 14a-demethylase, suatu enzim dependent cytochrom p
450yang sangat diperlukan untuk sintesa ergosterol. Golongan imidazol mempunyai
efekpenyembuhan klinis dan mikologis sebesar 85-95%. Pemakaian yang hanya satu kaliperhari
dan lama pemakaian hanya 1 sampai 7 hari yang dirasakan lebih nyaman untukpenderita maka
banyak dipakai sehingga menggeser pemakaian nystatin.Berbagai macam derivat imidazol
digunakan secara topikal, berbagai penelitianyang telah dilakukan tidak membuktikan bahwa
obat yang satu lebih superior dari yang
lainnya. Semuanya menunjukkan efektifitas yang sama bila diberikan secara topikal,serta bebas
dari efek samping sistemik.Sejak imidazol topikal pertama diperkenalkan, klotrimazol 100 mg
selama 6 hari,merupakan terapi jangka panjang. Selanjutnya kecenderungan terapi
diarahkanmenjadi jangka pendek, klotrimazol 200 mg diberikan selama 3 hari. Akhir-akhir
inidosis tinggi lokal yang diberikan hanya 1 kali menjadi lebih disukai (klotrimazol 500
mg)dibandingkan dengan dosis tunggal peroral dari azol generasi yang berikutnya.Ketokonazol
adalah satu-satunya imidazol yang dapat diberikan peroral dan sekarangmulai digeser
pemakaiannya dengan azol yang lainnya.
Triazol
Azol generasi ketiga adalah goongan triazol yang dikembangkan pada tahun1980. Derivat triazol
yang pertama adalah itrakonazol, dan yang lainnya adalahflukonazol dan terkonazol.Pada
penelitian didapatkan angka kesembuhan mikologis 200 mg intrakonazolselama 3 hari sebesar
92% dibandingkan dengan 52 plasebo. Penelitian yang lainmembandingkan pemberian oral
itrakonazol dengan topikal klotrimazol selama 3 harimenunjukkan bahwa pengobatan peroral
lebih disukai daripada topikal
Efek terapi itrakonazol dosis tunggal yang diteliti pada tikus percobaanmenunjukkan dalam
waktu 24 jam obat telah mempengaruhi perubahan ultrastruktur dinding sel dan dalam waktu 3
hari jamur tereradikasi sempurna dari epitel vagina.Penelitian lanjutan terhadap jaringan vagina
manusia menunjukkan 200 mg dosistunggal itrakonazol peroral memberikan efek penghambatan
dalam waktu 3 hari.Pemanjangan efek itrakonazol diakibatkan karena danya kemampuan
lipofilik obattersebut. Akhirnya angka penyembuhan klinis dan mikologis tidak berbeda untuk
terapi jangka pendek peroral dari itrakonazol dengan pemakaian topikal golongan
imidazol.Angka penyembuhannya bervariasi antara 70-80% dan menjadi lebih rendah lagi
padawanita dengan KVV rekuren.Flukonazol 150 mg dosis tunggal akan mencapai efek terapetik
dalam waktu 72 jam kemudian dan cukup untuk menyembuhan pasien. Konsentrasi yang tinggi
flukonazol dalam plasma dan cairan vagina lebih ditunjukkan dengan 150 mg dosistunggal
daripada regimen 50 mg selama 3 hari.Efek samping pemberian obat antimikotik golongan azol
umumnya adalah rasatidak nyaman pada daerah gastrointestinal, dapat terjadi gejala hepatotoksis
padapemberian ketokonazol (jarang), sedangkan reaksi anafilaksis sangat jarang
terjadi.Flukonazol secara umum dapat ditoleransi dengan baik walaupun mempunyaiefek gastro
intestinal (mual, muntah).Dari berbagai penelitian perbandingan pemakaian berbagai jenis
derivat azoldidapatkan itrakonazol dan klotrimazol lebih efektif daripad aflukonazol pada terapi
KVVakut. Penelitian lain yang membandingkan antara flukonazol, ketokonazol peroral
danklotrimazol topikal mempunyai daya penyembuhan yang sama sebesar 80%,sedangkan
penelitian flukonazol 150 mg dosis tunggal efek penyembuhan mikologisdan klinis sebesar 88-
97% setelah 1 minggu dan penyembuhan mikologis turun menjadi73% setelah 4-6
minggu.Kemampuan flukonazol untuk memberantas ragi yang menempel intraseluler lebih baik
daripada golongan imidazol topikal, membuat obat ini sangat berguna untukwanita yang
menderita KVV rekuren. Efek proteksiflukonazol 150 mg dosis tunggalyang diberikan setiap
bulan akan menurunkan insidensis rekurensi menjadiseparuhnya. Dosis juga dapat dimodifikasi
menjadi lebih sering misalnya dengan cara100-150 mg per minggu.Itrakonazol dan flukonazol
dinyatakan sebagai obat untuk terapi KVV jangkapendek per oral. Obat ini tidaklah lebih efektif
daripada sediaan obat topikal tetapi jelaslebih mahal.Triazol yang ketiga adalah terkonazol.
Terkonazol adalah satu-satunya triazolyang tersedia dalam bentuk topikal, dengan efektifitas
yang sama dengan triazol bentukoral. Di Amerika, terkonazol tersedia dalam bentuk krim 0,4
untuk regimen 7 hari dan0,8% untuk regimen 3 hari, selain itu tersedia juga bentuk supossitoria
vagina 80 mguntuk regimen 3 hari. Derivat triazol ini mempunyai spektrum aktivitas yang luas,
awalkerja yang lebih cepat, lebih efektif dan lebih kecil efek sampingnya. Pada saat
initerkonazol belum tersedia di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1.Sobel JD, Faro S, Force WR, Foxman B, Ledger WJ, Nyirjesy PR, et al.Vulvovaginal
Candidiasis : Epidemiologic, Diagnostic, and TherapeuticConsiderations. Am J Obstet Gynecol
1998;178:203-211.
2.Sobel JD. Vaginitis. N Engl J Med 1997;337 : 1896-1903.
3 Central Disease Control. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. 2002. Morb and
Mort Weekly Report 2002;51:RR-6
4. The CDC 2002 Guidelines For The Treatment Of Sexually Tramsmitted Diseases : Implication
For Womens Health Care. J of Midwifery and Women,s Health . 2003;48 : 96-104.
5.World Health Organization. Guidelines For The Management Of Sexulally Transmitted
Infections 2002.
6.Csonka GW, Oates JK, editors. Genital Candidiasis in Sexually Transmitted Diseases. A
Textbook Of Genitourinary Medicine. London Philadelpia Toronto Sydney Tokyo. Bailliere
Tindall. W.B. Saunders : 1990.p.293-298
7.Association For Genitournary Medicine. National Guideline On The Management
Of Vulvovaginal Candidiasis 2002